Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI TULANG

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi

utama,yaitu

1. Membentuk rangka badan

2. Sebagai tempat melekat otot

3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat

dalam, seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru

4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium dan garam

5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk

memproduksi sel-sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas :

0. Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna.

1. Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang carpal

2. Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula dan tulang pelvis
Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan

bagian dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya dilapisi

oleh periosteum. Berdasarkan histologisnya maka dikenal:

1. Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone),

Tulang ini pertma-tama terbentuk dari osifikasi endokondral pada

perkembangan embrional dan kemudian secara perlahan-lahan menjadi tulang

yang matur dan pada umur 1 tahun tulang imatur tidak terlihat lagi. Tulang imatur

ini mengandung jaringan kolagen dengan substansi semen dan mineral yang lebih

sedikit dibandingkan dengan tulang matur.

2. Tulang matur (mature bone, lamellar bone)

a. Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)

b. Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)

Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah

sel, jaringan kolagen dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem

Harversian atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks

yang tebal. Tulang matur kurang mengandung sel dan lebih banyak substansi semen

dan mineral dibanding dengan tulang imatur.

Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri

atas tiga jenis sel: osteoblas, osteosit dan osteoklas.

1. Osteoblast

Merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat
penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat

memproduksi sunstansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi

terjadi di kemidian hari. Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk

osteoid dan mineral pada matriks tulang bila proses ini selesai osteoblast menjadi

osteosit dan terperangkap dalam matriks tulang yg mengandung mineral.

2. Osteosit

Berfungsi memelihara kontent mineral dan elemen organik tulang.

3. Osteoklas

Merupakan sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan

tulang dengan sifat dan fungsi resorpsi serta mengeluarkan tulang.

Bagian luar tulang diselimuti oleh membran fibrous padat yang dinamakan

periosteum. Periosteum memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya tumbuh

selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung syaraf,

pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblas yang merupakan sel pembentuk tulang.


Endosteum adalah membran vasculer tipis yang menutupi rongga sum-sum

tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas melarutkan

tulang untuk memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam lakuna

howship.

Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang

panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam

sternum vertebra dan rusuk pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel

darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak

kuning.
2.2 DEFINISI

Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang baik karena

infeksi piogenik atau non piogenik misalnya mikobacterium tuberculosa. Ini dapat

tetap terlokalisasi atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks,

jaringan kanselosa, dan periosteum. Hal ini dapat bersifat akut maupun kronik.

Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan

daripada infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan

terhadap inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involukrum

(pembentukan tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomeilitis dapat

menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan

kehilangan ekstremitas.
2.3 ETIOLOGI

Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari

fokus infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi

saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi

ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan

akibat trauma subklinis (tak jelas).

Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis.

Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung

tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur

terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang.

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur dan bakteri,

dapat menyebabkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri

piogenik tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah

kuman Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus

influenza (2-4%), Salmonella typhii dan Eschericia coli (1-2%). Pada anak umur

dibawah 4 tahun sebanyak 50 % disebabkan oleh Hemofilus influenza. Adapun

organisme lain seperti B. Colli, B. Aerogenus kapsulata, Pneumokokus, Salmonella

tifosa, Pseudomonas aerogenus, Proteus mirabilis, Brucella, dan bakteri anaerobik

yaitu Bakteroides fragilis juga dapat menyebabkan osteomielitis hematogen akut.


Bakteri penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi :

a. Osteomileitis hematogen akut

1. Bayi baru lahir (usia < 4 bulan): S. Aures, Enterobacter, dan kelompok

Streptococcus α dan β

2. Anak-anak (usia 4 bulan – 4 tahun): Streptococcus α dan β, Haemophilus

influenzae, dan Enterobacter

3. Remaja (usia 4 tahun sampai dewasa): S. Aureus (80%), kelompok

Streptococcus α, H. Influenzae, dan Enterobacter

4. Dewasa: S. Aureus dan kadang-kadang Enterobacter dan Streptococcus

b. Osteomielitis langsung, umumnya disebabkan oleh S. Aureus, Enterobacter sp.

dan Pseudomona sp.


2.4 EPIDEMIOLOGI

1. Morbiditas

Prevalensi keseluruhan di Amerika adalah 1 kasus per 5000 anak, sedangkan

neonatus adalah sekitar 1 kasus per 1000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien

dengan anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah

trauma pada kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM). Insiden

osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Morbiditas

dapat signifikan dan dapat termasuk penyebaran infeksi lokal ke jaringan lunak yang

terkait atau sendi; berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan rasa nyeri dan

kecacatan; amputasi ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis. Sebanyak

10-15% pasien dengan osteomielitis vertebral mengembangkan temuan neurologis

atau kompresi corda spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan osteomielitis

tulang panjang dapat berkembang menjadi trombosis vena dalam (DVT).

Perkembangan DVT juga dapat menjadi penanda adanya penyebarluasan infeksi.

Komplikasi vaskuler tempaknya lebih umum dijumpai dengan Staphylococcus

Aureus yang resisten terhadap methacilin yang didapat dari komunitas (Community-

Acquired Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus / CA-MRSA) dari yang

sebelumnya diakui. Faktor-faktor pasien seperti perubahan pertahanan netrofil,

imunitas humoral, dan imunitas selular dapat meningkatkan resiko osteomielitis.

2. Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau

keberadaan kondisi medis berat yang mendasari.

3. Jenis kelamin

Kejadian pada anak laki-laki lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan

dengan perbandingan 4:1.

4. Usia

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II, tetapi dapat pula ditemukan

pada bayi dan neonatus. Pada keseluruhan insiden terbanyak pada negara

berkembang. Osteomielitis vertebral lebih sering pada orang tua usia ≥ 45 tahun.

Osteomielitis pada anak-anak sering bersifat akut dan menyebar secara hematogen,

sedangkan osteomielitis pada orang dewasa merupakan infeksi subakut atau kronik

yang berkembang secara sekunder dari fraktur terbuka dan meliputi jaringan lunak.

Post traumatik osteomielitis insidennya 47% dari kasus osteomielitis.17

5. Lokasi

Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang, misalnya femur, tibia,

humerus, radius, ulna dan fibula. Namun tibia menjadi lokasi tersering untuk

osteomielitis post trauma karena pada tibia hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
FAKTOR RESIKO

Osteomielitis biasanya tidak membedakan ras atau jenis kelamin. Tetapi


beberapa orang memiliki resiko lebih untuk terkena penyakit ini, resiko tersebut
adalah :

a. Diabetes mellitus
b. Pasien yang mendapat hemodialisis
c. Orang yang daya tahan tubuhnya lemah/buruk
d. Sickel cell disease
e. Penyalahgunaan obat-obatan Intravena
f. Umur terutama mengenai bayi dan anak-anak
g. Alkoholisme
h. Penggunaan steroid jangka panjang
i. Penyakit sendi kronik
j. Trauma (pembedahan ortopedi atau fraktur terbuka)
k. Pemakaian prosthetic ortopedi

Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang

nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang

menderita artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi

kortikosteroid jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi

sekarang atau sedang mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani

pembedahan ortopedi lama, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami

nekrosis insisi marginal atau dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma

pascaoperasi.
2.5 KLASIFIKASI

Osteomielitis merupakan penyakit yang kompleks, sehingga sistem klasifikasi

yang bervariasi telah dikembangkan disamping kategori umum berdasarkan waktunya

yaitu akut, sub-akut, dan kronik. Sistem klasifikasi Waldvogel membagi osteomielitis

berdasarkan patogenesisnya dalam kategori hematogenous, contiguous and chronic,

sedangkan klasifikasi yang lebih baru menurut sistem klasifikasi Cierny-Mader

berdasarkan status dari proses penyakit, bukan etiologi, kronisitas atau faktor lainnya

sehingga istilah akut dan kronik tidak dipergunakan pada system Cierny-Mader,

derajat pada sistem ini bersifat dinamik dan dapat berubah-ubah sesuai kondisi medik

pasien, keberhasilan terapi antibiotik dan pengobatan lainnya.

Waldvogel Classification System Cierny-Mader Staging System for


for Osteomyelitis Osteomyelitis

Hematogenous osteomyelitis Anatomic type


Stage 1: medullary osteomyelitis
Osteomyelitis secondary to
Stage 2: superficial osteomyelitis
contiguous focus of infection
Stage 3: localized osteomyelitis
Stage 4: diffuse osteomyelitis
No generalized vascular disease
Physiologic class
Generalized vascular disease A host: healthy
B host:
Chronic osteomyelitis (necrotic
Bs: systemic compromise
bone)
Bl: local compromise
Information from Waldvogel FA, Bls: local and systemic compromise
Medoff G, Swartz MN. C host: treatment worse than the
Osteomyelitis: a review of clinical disease
features, therapeutic considerations Factors affecting immune
and unusual aspects (first of three surveillance, metabolism and local
parts). N Engl J Med 1970;282:198- vascularity
206. - Systemic factors (Bs):
malnutrition, renal or hepatic
failure, diabetes mellitus, chronic
hypoxia, immune disease, extremes
of age, immunosuppression or
immune deficiency
- Local factors (Bl): chronic
lymphedema, venous stasis, major
vessel compromise, arteritis,
extensive scarring, radiation
fibrosis, small-vessel disease,
neuropathy, tobacco abuse

Adapted with permission from


Cierny G, Mader JT, Pennick JJ. A
clinical staging system for adult
osteomyelitis. Contemp Orthop
1985;10:17-37.
Ross dan Cole (1985) membagi lesi-lesi ini sebagai yang bersifat agresif atau

rongga di dalam daerah metafisis atau diafisis. Klasifikasi ini membantu dalam

perencanaan pengobatan sebagai lesi yang sifatnya menyerang yang seharusnya

diobati dengan pembedahan untuk mendiagnosisnya. Gledhill mengklasifikasikan

osteomyelitis subakut berdasarkan gambaran radiologinya (1973), dan klasifikasi ini

telah dimodifikasi oleh Robert, dkk pada tahun 1982. Klasifikasi ini berguna untuk

pelaporan hasil pengobatan berdasarkan lokasi dan ini bukan merupakan suatu

prognosis atau rencana pengobatan.

1. Tipe I adalah lesi metafisis

a. Tipe Ia merupakan lesi di sentral metafisis sebagai gambaran radiolusen, sering

merupakan sugestif dari histiositosis sel Langerhans.

b. Tipe Ib merupakan lesi di metafisis yang aneh yang berlokasi pada erosi

korteks, yang mungkin memberikan gambaran dari sarkoma osteogenik.

2. Tipe II merupakan lesi diafisis

. Tipe IIa berlokasi di korteks dan reaksi periosteal meniru osteoid osteoma.

a. Lesi tipe IIb merupakan abses meduler diafisis tanpa perusakan korteks tetapi
merupakan reaksi periosteal yang menyerupai kulit bawang mirip sarkoma

Ewing.

3. Tipe III merupakan lesi epifisis

. Tipe IIIa merupakan osteomielitis primer pada epifisis dan tampak sebagai

gambaran konsentrik radiolusen. Tipe ini biasanya tampak pada anak-anak usia

4-5 tahun.

a. Tipe IIIb adalah osteomielitis subakut yang menyilang epifisis dan meliputi

baik epifisis maupun metafisis.

4. Lesi tipe IV merupakan lesi yang sama dengan lesi metafisis

Didefinisikan sebagai bagian dari tulang yang rata atau ireguler yang dibatasi oleh

kartilago (pertumbuhan lempeng apofisis, kartilago artikuler, atau fibrokartilago),

seperti vertebra, pelvis, dan tulang-tulang pendek seperti tulang tarsal dan klavikula.

. Tipe IVa meliputi tulang belakang dengan proses erosi atau destruksi.

a. Tipe IVb meliputi penutup tulang dari pelvis dan paling sklerotik tidak adanya

proses erosi maupun destruksi. Ezra, dkk menyebutkan tipe ini pada tahun

1993 dan 1997.

b. Tipe IVc meliputi tulang-tulang pendek, seperti tulang tarsal dan klavikula.
Walaupun sistem klasifikasi osteomielitis membantu mendiskripsikan infeksi dan

menentukan diperlukan atau tidaknya pembedahan, namun kategori ini tidak dapat

digunakan pada keadaan tertentu (infeksi pada sendi prostetik, material yang di

implantasi, atau pada tulang-tulang kecil dan osteomielitis vertebra).

Osteomielitis berdasarkan lokasi tulang yang terkena

(Osteomielitis pada Tulang Lain)

1. Tengkorak

Biasanya osteomielitis pada tulang tengkorak terjadi sebagai akibat perluasan

infeksi di kulit kepala atau sinusitis frontalis. Proses destruksi bisa setempat atau

difus. Reaksi periosteal biasanya tidak ada atau sedikit sekali. Dibawah ini adalah

gambaran CT-SCAN kepala pada pasien dengan Osteomielitis Tuberkulosis.


2. Mandibula

Biasanya terjadi akibat komplikasi fraktur, abses gigi, atau ekstraksi gigi.

Namun, infeksi osteomielitis juga dapat menyebabkan fraktur pada mulut. Infeksi

terjadi melalui kanal pulpa merupakan yang paling sering dan diikuti hygiene oral

yang buruk dan kerusakan gigi.

3. Pelvis

Osteomielitis pada tulang pelvis paling sering terjadi pada bagian sayap tulang

ilium dan dapat meluas ke sendi sakroiliaka. Sendi sakroiliaka jarang terjadi. Pada

foto terlihat gambaran destruksi tulang yang luas, bentuk tak teratur, biasanya dengan

sekuester yang multipel. Sering terlihat sklerosis pada tepi lesi. Secara klinis sering

disertai abses dan fistula. Bedanya dengan tuberkulosis, ialah destruksi berlangsung

lebih cepat, dan pada tuberkulosis abses sering mengalami kalsifikasi. Dalam

diagnosis diferensial perlu dipikirkan kemungkinan keganasan. Osteitis pubis

merupakan infeksi bagian bawah yang sekitar simfisis pubis yang merupakan
komplikasi dari operasi dari prostat dan kandung kemih atau , jarang akibat operasi

pelvis lainnya.

4. Tulang Belakang

Vertebra adalah tempat yang paling umum pada orang dewasa terjadi

osteomielitis secara hematogen. Organisme mencapai badan vertebra yang memiliki

perfusi yang baik melalui arteri tulang belakang dan menyebar dengan cepat dari

ujung pelat ke ruang diskus dan kemudian ke badan vertebra. Sumber bakteremia
termasuk dari saluran kemih (terutama di kalangan pria di atas usia 50), abses gigi,

infeksi jaringan lunak, dan suntikan IV yang terkontaminasi, tapi sumber bakteremia

tersebut tidak tampak pada lebih dari setengah pasien. Banyak pasien memiliki

riwayat penyakit sendi degeneratif yang melibatkan tulang belakang, dan beberapa

melaporkan terjadinya trauma yang mendahului onset dari infeksi. Luka tembus dan

prosedur bedah yang melibatkan tulang belakang dapat menyebabkan osteomielitis

vertebral nonhematogeno atau infeksi lokal pada diskus vertebra.

Osteomielitis pada vertebrae jarang terjadi, hanya 10% dari seluruh infeksi tulang,

dan dapat muncul pada seluruh usia. Kuman penyebab terbanyak ialah

Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Pasien yang menderita penyakit ini sering

memiliki riwayat infeksi kulit atau pelvis. Penyebaran infeksi biasanya menuju badan

vertebra daripada bagian yang lainnya, dan pada bagian yang mengandung banyak

darah. Badan vertebrae memiliki banyak pembuluh darah, khususnya di bawah end

plate dimana terdapat sinusoid yang besar dengan aliran pelan sehingga berpotensi

untuk terjadi infeksi.

2.6 PATOFISIOLOGI

Infeksi pada sistem muskuloskletal dapat berkembang dalam dua cara. Pertama,

bakteri dibawa melalui darah dari fokus infeksi yang telah ada (misal: infeksi saluran

pernafasan atas, infeksi genitourinarius, furunkel) bisa tersangkut di dalam tulang,

sinovium atau jaringan lunak ekstremitas yang kemudian membentuk abses. Bakteri
bisa juga mencapai sistem muskuloskletal langsung dari lingkungan luar (misal: luka

penetrasi, insisi bedah, fraktur terbuka).

Osteomielitis hematogen akut paling sering menyerang tulang panjang dan yang

tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius, ulna, dan fibula. Bagian tulang

yang terkena adalah bagian metafisis dan penyebab tersering adalah Staphylococcus

aureus. Osteomielitis hematogen akut menunjukkan perkembangan khas ditandai

dengan peradangan, supurasi, nekrosis tulang, pembentukan tulang baru reaktif dan

pada akhirnya, resolusi dan penyembuhan atau menjadi kronis. Namun, gambaran

patologisnya bervariasi, tergantung pada usia pasien, tempat infeksi, virulensi

organisme dan respon host.

Predisposisi untuk infeksi pada metafisis dianggap berhubungan dengan pola

aliran darah setinggi sambungan lempeng fiseal metafisis. Aliran darah yang lamban

melalui vena eferen pada tempat ini memberikan tempat untuk penyebaran bakteri.

Epifisis tulang panjang mempunyai suplai aliran darah terpisah dan jarang terlibat

osteomielitis akut. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran

darah yang lamban dihilangkan. Sehingga osteomielitis hematogen pada orang

dewasa sangat jarang terjadi.

Infeksi tulang pada dewasa biasanya mengikuti cedera terbuka, operasi atau

menyebar dari fokus infeksi terdekat (misalnya ulkus neuropatik atau kaki diabetik

yang terinfeksi). Osteomielitis hematogen murni jarang dan ketika terjadi biasanya
mengenai vertebra (misalnya setelah infeksi panggul) atau tulang kuboid kecil.

Infeksi tulang belakang dapat menyebar melalui end-plate dan discus intervertebralis

ke corpus vertebra yang berdekatan. Jika tulang panjang terinfeksi, abses cenderung

menyebar di dalam rongga meduler, mengikis korteks dan meluas ke jaringan lunak

sekitarnya. Pembentukan tulang baru periosteal lebih jarang daripada pada anak-anak

dan korteks yang melemah mungkin akan patah. Jika ujung tulang terlibat, ada risiko

infeksi menyebar ke sendi yang berdekatan. Hasilnya akan menjadi osteomielitis

subakut dan kronik.

Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan

edem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam

tulang yang hebat ini menyebabkan nyeri lokal yang hebat. Biasanya osteomielitis

akut disertai dengan gejala septikemia seperti febris, malaise, dan anoreksia. Infeksi

dapat pecah ke periosteum, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi

selulitis, atau menjalar melelui rongga subperiosteum ke diafisis. Infeksi juga dapat

pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke

arah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester.

Periosteum akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut.

Tulang baru yang menyelubungi tulang mati disebut involukrum.


Gambar. Osteomielitis akut (a) infeksi pada metafisis dapat menyebar ke

permukaan, membentuk abses subperiosteal (b) beberapa tulang dapat mati, dan

terbungkus dalam periosteal sebagai sequestrum (c) involucrum yang terbungkus

kadang-kadang dapat bocor melalui sinus

Jika infeksi dikendalikan dan tekanan intraosseous dibebaskan pada tahap

awal, perkembangan penyakit ini bisa dihentikan. Tulang di sekitar zona infeksi

menjadi semakin padat, bersama reaksi periosteal menyebabkan penebalan tulang.

Pada beberapa kasus anatomi normal akan terbentuk kembali dan lainnya, meskipun

terjadi penyembuhan, deformitas tulang tetap permanen. Jika penyembuhan tidak

terjadi, sumber infeksi tetap berada di dalam tulang, menyebabkan nanah dan
terkadang debris tulang dilepaskan bertahap melalui sinus persisten (atau beberapa

sinus). Infeksi kini telah menjadi osteomyelitis kronis, yang bisa berlangsung selama

bertahun-tahun.

Tanpa pengobatan, infeksi selanjutnya dapat menyebar ketempat lain.

Penyebaran lokal terjadi melalui struktur trabekula yang porus ke kortek metafisis

yang tipis, sehingga melalui tulang kompakta. Infeksi meluas melalui periosteum

melalui kanal atau saluran haver dan menyebabkan periosteum, yang tidak melekat

erat ke tulang pada anak-anak, mudah terangkat sehingga terbentuk abses

subperiosteum, terangkatnya periosteum akan menyebabkan terputusnnya aliran

darah kekortek dibawah periosteum tersebut dan hal ini semakin memperluas daerah

tulang yang mengalami nekrosis. Penyebaran infeksi kearah kavum medular juga

akan menggangu aliran darah kebagian dalam kortek tulang. Gangguan aliran darah

dari 2 arah ini yaitu dari kavum medulare dan periosteum mengakibatkan bagian

kortek tulang menjadi mati serta terpisah dari jaringan tulang yang hidup, dan dikenal

sebagai sekuestrum. Sekuestrum adalah awal dari stadium kronik. Infeksi didaerah

subperiosteum kemudian dapat menjalar kejaringan lunak menyebabkan sellulitis dan

kemudian abses pada jaringan lemak. Pus akhirnya akan keluar menuju ke permukaan

kulit melalui suatu fistul.

Pada tempat-tempat tertentu, infeksi didaerah metafisis juga dapat meluas ke

rongga sendi dan mengakibatkan timbulnya arthritis septik, keadaan semacam ini
dapat terjadi pada sendi-sendi dengan tempat metafisis tulang yang terdapat di dalam

rongga sendi, seperti pada ujung atas femur dan ujung atas radius, sehingga

penyebaran melalui periosteum mengakibatkan infeksi tulang kedalam sendi tesebut.

Jika bagian metafisis tidak terdapat di dalam sendi, namun sangat dekat dengan sendi

maka biasanya tidak terjadi arthritis septik dan lebih sering berupa efusi sendi steril.

Pada infeksi yang berlangsung kronik terangkatnya periosteum menyebabkan

timbulnya reaksi pembentukan tulang baru yang di dalamnya terdapat sekuestrum dan

disebut involukrum. Reaksi ini terutama terjadi pada anak-anak, sehingga disepanjang

daerah diafisis dapat terbentuk tulang baru dari lapisan terdalam periosteum. Tulang

yang baru terbentuk ini dapat menpertahankan kontinuitas tulang, meskipun sebagian

besar bagian tulang yang terinfeksi telah mati dan menjadi sekuestrum.

Gambar skematis perjalanan penyakit osteomielitis


Keterangan gambar :

1. Fokus infeksi pada lubang akan berkembang dan pada tahap ini menimbulkan

edema periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.

2. Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan eksudat inflamasi

yang selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta selulitis dibawah jaringan

lunak

3. Selanjutnya terjadi elevasi periosteum diatas daerah lesi, infeksi menembus

periosteum dan terbentuk abses pada jaringan lunak dimana abses dapat

mengalir keluar melalui sinus pada permukaan kulit. Nekrosis tulang akan

menyebabkan terbentuknya sekuestrum dan infeksi akan berlanjut kedalam

kavum medula.

2.7 GEJALA KLINIS

1. Gambaran klinik Osteomielitis Akut

Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise

menonjol, sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak.

Pada masa ini dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal

yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak

dari ekstremitas yang terkena, merupakan gejala osteomielitis hematogen akut. Pada

anak – anak, seringkali orang tua baru menyadari setelah anak tampak tidak mau

menggunakan salah satu anggota geraknya atau tidak mau disentuh. Mungkin saja
sebelumnya didapatkan riwayat infeksi seperti kaki yang terluka, nyeri tenggorokan,

atau keluarnya cairan dari telinga.

Pada bayi baru lahir, bayi tampak gelisah, dan irritable. Biasanya lebih sering

terjadi pada bayi dengan ’risiko tinggi’ seperti prematur, berat badan kurang, bayi

riwayat persalinan yang sulit atau pemasangan kateter arteri tali pusat.

Pada orang dewasa, predileksi tempat tersering adalah pada vertebra

thorakolumbal. Dapat saja menyerang penderita dengan riwayat masalah pada traktus

urinarius. Nyeri lokal bukanlah gejala yang menonjol, dan pemeriksaan x ray baru

akan berarti beberapa minggu kemudian. Tulang pada daerah lain biasanya terlibat

pada penderita Diabetes Mellitus, malnutrisi, ketergantungan obat, dan

imunodefisiensi.

2. Gambaran klinik Osteomielitis subakut

Osteomielitis Hematogen Subakut biasanya ditemukan pada anak-anak dan

remaja. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal, sedikit

pembengkakan, dan dapat pula penderita menjadi pincang. Terasa rasa nyeri pada

daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau berbulan-bulan. Suhu tubuh

penderita biasanya normal.

3. Gambaran klinik Osteomielitis kronik

Bentuk kronik dari osteomielitis seringkali timbul pada dewasa. Umumnya

infeksi tulang ini merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka, dan paling sering

pada trauma terbuka pada tulang dan jaringan sekitarnya. Biasanya terdapat riwayat

osteomilitis pada penderita. Nyeri tulang yang terlokalisir, kemerahan, dan drainase
disekitar area yang terkena seringkali timbul. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan, deformitas,

instabilitas, dan tanda-tanda dari gangguan vaskularisasi, jangkauan gerakan, dan

status neurologis. Mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar.

2.8 PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSA

Diagnosis dari osteomielitis pada awalnya didasarkan pada penemuan klinik,

melalui data dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium

memberikan data dimana respon terapi dapat diukur. Lekositosis, peningkatan laju

endap darah, dan C-reaktif protein harus diperhatikan. Kultur darah akan positif pada

setengah dari anak-anak dengan osteomielitis akut.

Jika tulang teraba, maka evaluasi mikrobiologi dan histologi langsung dilakukan

untuk mengkonfirmasi terdapatnya osteomielitis, setelah itu pengobatannya.

Pemeriksaan penunjang lainnya tidak diperlukan lagi.

1. Tes Laboratorium

a. Darah : Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan

peningkatan laju endapan darah.

b. Kultur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika

yang sesuai.
2. Radiografi
Dalam osteomielitis pada ekstremitas, foto radiografi polos dan scintigrafi

tulang adalah alat pemeriksaan utama. Bukti radiograf dari osteomielitis tidak akan

muncul sampai kira-kira dua minggu setelah onset dari infeksi.

Kuman biasanya bersarang dlam spongiosa metafisis dan membentuk pus

sehingga timbul abses. Pus menjalar ke arah diafisis dan korteks, mengangkat periost

dan kadang-kadang menembusnya. Pus meluas di daerah periost dan pada tempat-

tempat tertentu membentuk fokus skunder. Nekrosis tulang yang timbul dapat luas

dan terbentuk sekuester. Periost yang terangkat oleh pus kemudian akan membentuk

tulang di bawahnya, yang dikenal sebagai reaksi periosteal. Juga di dalam tulang itu

sendiri dibentuk tulang baru, baik pada trabekula dan korteks, sehingga tulang terlihat

lebih opak dan dikenal sebagai sklerosis. Tulang yang dibentuk di bawah periost ini

membentuk bungkus bagi tulang yang lama dan disebut involukrum. Involukrum ini

pada berbagai tempat terdapat lubang tempat pus keluar, yang disebut kloaka.

Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih dahulu, baru kemudian terlihat

daerah-daerah yang berdensitas lebih rendah pada tulang yang menunjukkan adanya

dekstruksi tulang, dan disebut rarefikasi.

Pada osteomielitis kronik tulang akan menjadi tebal dan sklerotik dengan

gambaran hilangnya batas antara korteks dan medula. Dalam tulang yang terinfeksi

akan terdapat sekuestra dan area destruksi. Kadang-kadang suatu abses, dikenal

dengan brodie’s abscess akan terlihat sebagai daerah lusen(gmbaran cavitas) yang
dikelilingi area sklerotik. Brodie’s abses dapat ditemukan pada osteomielitis subakut

atau kronik.

MRI (Magnetic resonance imaging)

Magnetic resonance imaging (MRI) sangat membantu dalam mendeteksi


osteomielitis. MRI lebih unggul jika dibandingkan dengan radiografi, CT scan dan
scintigrafi tulang MRI memiliki sensitifitas 90-100% dalam mendeteksi osteomielitis.
MRI juga memberikan gambaran resolusi ruang anatomi dari perluasan infeksi.
Ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan

Pemeriksaan ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan dapat

membantu menegakkan diagnosa osteomielitis. USG dapat menunjukkan perubahan

sedini mungkin 1-2 hari setelah timbulnya gejala. USG dapat menunjukkan

keabnormalan termasuk abses jaringan lunak atau penumpukan cairan (seperti abses)

dan elevasi periosteal. USG juga dapat digunakan untuk menuntun dalam melakukan

aspirasi. Tapi, USG tidak digunakan untuk mengevaluasi cortex tulang.

CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal, osifikasi dan

ketidaknormalan intrakortikal. CT scan mungkin dapat membantu dalam

mengevaluasi lesi pada tulang vetebra. CT scan juga lebih unggul dalam area dengan

anatomi yang kompleks, contoh: pelvis, sternum, dan calcaneus.

Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi

Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi merupakan gold standard dalam

mendiagnosa osteomielitis. Kultur dari sediaan sinus tidak dapat dipercaya

sepenuhnya untuk mengidentifikasi etiologi dari osteomielitis, sehingga biopsi


merupakan anjuran untuk menentukan etiologi dari osteomielitis. Namun keakuratan

biopsi seringkali terbatas oleh kurangnya pengumpulan spesimen yang sama dan

penggunaan antibiotik sebelumnya.

2.9 DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding pada masa akut adalah demam reumatik dan selulitis. Pada

demam reumatik, nyeri cenderung berpindah dari satu sendi ke sendi lainnya. Bisa

terdapat carditis, nodul-nodul rematik, atau erythema marginatum. Pada selulitis,

terdapat kemerahan superfisial yang melebar, terjadi limfangitis. Arthritis supuratif

akut dibedakan dari osteomielitis hematogen akut berdasarkan adanya nyeri yang

difus , dan semua pergerakan sendi terbatas karena adanya spasme otot.

Pada Gaucher’s Disease. Pseudo-osteitis dapat timbul dengan manifestasi klinis

yang sangat mirip dengan osteomielitis. Diagnosis ditegakkan terutama dengan

adanya pambesaran hati dan lien.

Gambaran Radiologik osteomielitis dapat menyerupai gambaran penyakit-

penyakit lain pada tulang, diantaranya yang terpenting adalah tumor ganas primer

tulang. Destruksi tulang, reaksi periosteal, pembentukan tulang baru, dan

pembengkakan jaringan lunak, dijumpai juga pada osteosarkoma dan Ewing sarkoma.

Osteosarkoma, seperti halnya osteomielitis, biasanya mengenai metafisis tulang

panjang sehingga pada stadium dini sangat sukar dibedakan dengan osteomielitis.

Pada stadium yang lebih lanjut, kemungkinan untuk membedakan lebih besar karena

pada osteosarkoma biasanya ditemukan pembentukan tulang yang lebih banyak serta
adanya infiltrasi tumor yang disertai penulangan patologik ke dalam jaringan lunak.

Juga pada osteosarkoma ditemukan segitiga Codman.

Pada tulang panjang, Ewing Sarkoma biasanya mengenai diafisis; tampak

destruksi tulang yang bersifat infiltratif, reaksi periosteal yang kadang-kadang

menyerupai kulit bawang yang berlapis-lapis dan massa jaringan lunak yang besar.

2.10 PENATALAKSANAAN

1. Osteomielitis Akut
Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena

diistirahatkan (bila perlu menggunakan bidai atau traksi) dan segera berikan

antibiotik. Antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram

negatif diberikan langsung sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik

diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat keadaan umum dan laju endap darah

penderita. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam tidak didapati perbaikan,

dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena / drainase bedah (chirurgis).

Bila ada cairan yang keluar perlu dibor di beberapa tempat untuk mengurangi

tekanan intraosteal. Cairan tersebut perlu dibiakkan untuk menentukan jenis kuman

dan resistensinya. Drainase dilakukan selama beberapa hari dengan menggunakan

cairan NaCl 0,9% dan dengan antibiotik. Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral

diteruskan sampai 2 minggu, kemudian diteruskan secara oral paling sedikit 4

minggu.
Gambar skematis drainase bedah.
Sebuah kateter dimasukkan kedalam
tabung pengisap ( suction ) yang lebih
besar. Antibiotik dimasukkan melalui
kateter dan diisap melalui suction.1

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa

dekstruksi sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan

osteomielitis kronik.

Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah :

a. Adanya abses.

b. Rasa sakit yang hebat.

c. Adanya sekuester.

d. Bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma

epidermoid).

Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila

involukrum telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan.
2. Osteomielitos Subakut

Pengobatan osteomyelitis subakut tergantung dari diagnosis. Kebanyakan 1/3

kasus tidak dapat dibedakan dari keganasan primer dari tumor tulang. Biopsi dan

kuretase diperlukan untuk penegakan diagnosis pada kasus-kasus ini. Pada saat

diagnosis ditegakkan, pemberian antibiotik yang sesuai dengan kelompok gram,

kultur, dan sensitivitas harus sudah dimulai secara intravena selama 2-7 hari, diikuti

dengan antibiotik oral selama 6 minggu.

Kegagalan gejala untuk timbulnya perbaikan setelah 6 minggu pengobatan

dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan harus dipikirkan untuk

mengevaluasi ulang dan mendiagnosis secara bakteriologis, diikuti penatalaksanaan

operasi dan antibiotik yang sesuai. Indikasi lain untuk operasi adalah perubahan

bentuk sinus yang selanjutnya dan drainase ke dalam sendi sinovial. Tanda-tanda

klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis mengindikasikan bahwa infeksi subakut

telah berubah menjadi komponen akut, dan ini harus dilakukan drainase secara bedah.

Indikasi tindakan bedah :

a. Kegagalan gejala untuk memperbaiki setelah lebih dari 6 bulan dilakukan

pengobatan dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan.

b. Lesi yang cepat berkembang (tidak dapat dibedakan dari keganasan tulang).

c. Perubahan bentuk sinus atau drainase ke dalam sendi sinovial.

d. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis.


Literatur yang ada tidak dapat mendukung pengobatan pada orang dewasa,

dikarenakan penyakit ini paling banyak menyerang kelompok usia anak. Operasi

diindikasikan dalam pengobatan pada orang dewasa.

3. Osteomielitis Kronik

Pengobatan Osteomielitis Kronik :

1. Pemberian antibiotik

Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata

Pemberian antibiotik ditujukan untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi

pada tulang sehat lainnya dan mengontrol eksaserbasi

2. Tindakan operatif

Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah

pemberian dan pemayungan antibiotik yang adekuat.

Operasi yang dilakukan bertujuan :

. Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun

jaringan tulang(sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya.

Selanjutnya dilakukan drainase dan irigasi secara kontinu selama beberapa

hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotik di dalam bagian

tulang yang infeksi

a. Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai

sasaran dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut


2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada osteomielitis hematogen akut adalah : 24

1. Septikemia

Dengan makin tersedianya obat-obatan antibiotik yang memadai, kematian

akibat septikemia pada saat ini jarang ditemukan.

2. Infeksi yang bersifat metastatik

Infeksi dapat bermetastatik ke tulang / sendi lainnya, otak, dan paru-paru,

dapat bersifat multifokal dan biasanya terjadi pada penderita dengan status gizi

yang jelek.

3. Artritis Supuratif

Artritis Supuratif dapat terjadai pada bayi muda karena lempeng epifisis bayi

(yang bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik. Komplikasi

terutama terjadi pada osteomielitis hematogen akut di daerah metafisis yang

bersifat intra-kapsuler (misalnya pada sendi panggul) atau melalui infeksi

metastatik.

4. Gangguan Pertumbuhan

Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan kerusakan

lempeng epifsisis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, sehingga tulang

yang terkena akan menjadi lebih pendek. Pada anak yang lebih besar akan terjadi

hiperemi pada daerah metafisis yang merupakan stimulasi bagi tulang untuk

bertumbuh. Pada keadaan ini tulang bertumbuh lebih cepat dan menyebabkan

terjadinya pemanjangan tulang.


5. Osteomielitis Kronik

Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka osteomielitis

akut akan berlanjut menjadi osteomielitis kronik

6. Fraktur Patologis

7. Ankilosis

2.12 PROGNOSIS

Angka mortalitas pada osteomielitis akut yang diobati adalah kira-kira 1 %,

tetapi morbiditas tetap tinggi. Bila terapi efektif dimulai dalam waktu 48 jam

setelah timbulnya gejala, kesembuhan yang cepat dapat diharapkan pada kira-kira

2/3 kasus. Kronisitas dan kambuhnya infeksi mungkin terjadi bila terapinya

terlambat.

Empat faktor penting yang menentukan keefektifan terapi antimikroba dalam

terapi osteomielitis hematogenous akut, sehingga akan mempengaruhi prognosis

adalah :

1. Interval waktu diantara onset penyakit dan permulaan terapi.

Terapi yang dimulai dalam 3 hari pertama adalah yang paling ideal karena

pada tahap ini area lokal dari osteomielitis masih belum menjadi iskemi. Dengan

pengobatan dini, organisme penyebab akan lebih sensitif terhadap obat yang

dipilih dan dapat mengontrol infeksi sehingga osteolisis, nekrosis tulang dan

pembentukan tulang baru akan dihambat. Dengan keadaan seperti ini maka

perubahan gambaran radiologik tidak akan muncul kemudian pengobatan dalam


tiga sampai tujuh hari akan mengurangi infeksi baik sistemik maupun lokal,

namun terlalu lambat untuk mencegah kerusakan tulang. Pengobatan yang

dimulai setelah satu minggu infeksi hanya dapat mengontrol septikemia dan

menyelamatkan jiwa, tetapi memiliki efek yang kecil dalam mencegah kerusakan

tulang lebih lanjut.

2. Keefektifan obat antimikroba dalam melawan kuman penyebab

Hal ini bergantung pada jenis kuman penyebab yang bersangkutan apakah

kuman tersebut resisten atau sensitif terhadap antibiotik yang digunakan.

3. Dosis dari obat antimikroba

Faktor lokal dari vaskularisasi tulang yang terganggu memerlukan dosis

antibiotik yang lebih besar untuk osteomielitis daripada infeksi jaringan lunak.

4. Durasi terapi antimikroba

Penghentian terapi yang terlalu awal terutama bila kurang dari empat minggu

akan mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan rekuren dari osteomielitis.

Anda mungkin juga menyukai