Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Konflik merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan.
Bahkan sepanjang kehidupan, manusia senantiasa dihadapkan dan bergelut
dengan konflik. Demikian halnya dengan kehidupan organisasi. Anggota
organisasi senantiasa dihadapkan pada konflik. Perubahan atau inovasi baru
sangat rentan menimbulkan konflik (destruktif), apalagi jika tidak disertai
pemahaman yang memadai terhadap ide-ide yang berkembang.
Manajemen konflik sangat berpengaruh bagi anggota organisasi.
Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku
maupun pihak luar dalam suatu konflik, termasuk pada suatu pendekatan yang
berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk
tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka
mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar
yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi
yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara
pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan intervensi konflik?
2. Apa itu team intervensi?
3. Apa saja kriteria intervensi yang efektif?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa itu intervensi konflik.
2. Untuk mengatahui apa itu team intervensi.
3. Untuk mengetahui apa saja kriteria intervensi yang efektif.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Intervensi Konflik
Menurut Jonshon, konflik adalah situasi dimana tindakan dalah satu pihak
berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain.1
Kendati unsur konflik selalu terdapat dalam setiap bentuk hubungan
antarpribadi, pada umumnya masyarakat memandang konflik sebagai keadaan
buruk dan harus dihindarkan. Konflik dipandang sebagai faktor yang akan
merusak hubungan, maka harus dicegah.
Sedangkan pengertian intervensi adalah sebuah perbuatan atau tindakan
campur tangan yang dilakukan oleh satu lembaga terhadap sebuah permasalahan
yang terjadi di antara dua pihak atau beberapa pihak sekaligus, di mana tindakan
yang dilakukan tersebut merugikan salah satu pihak yang bermasalah. Intervensi
dalam konflik dilakukan saat proses negosiasi dan mediasi gagal menghentikan
konflik yang terjadi. Intervensi dapat dilakukan ketika, salah satu aktor yang
berkonflik meminta adanya intervensi, atau pihak yang hendak melakukan
intervensi melihat terlebih dahulu seberapa besar kepentingan yang mereka
miliki untuk melakukan intervensi.
Apabila pihak yang bersengketa tidak bersedia berunding atau usaha kedua
pihak menemui jalan buntu, maka pihak ketiga dapat dilibatkan dalam
penyelesaian konflik.
1. Arbitrase (Arbitration)
Pihak ketiga mendengarkan keluhan kedua pihak dan berfungsi
sebagai “hakim” yang mencari pemecahan mengikat. Cara ini mungkin
tidak menguntungkan kedua pihak secara sama, tetapi dianggap lebih baik
daripada terjadi muncul perilaku saling agresi atau tindakan destruktif.
2. Penengahan (Mediation)

1
Supratiknya, Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi, (Yogyakarta: Kanisius,
1995), hlm. 94.

2
Menggunakan mediator yang diundang untuk menengahi sengketa.
Mediator dapat membantu mengumpulkan fakta, menjalin komunikasi yang
terputus, menjernihkan dan memperjelas masalah serta melapangkan jalan
untuk pemecahan masalah secara terpadu. Efektifitas penengahan
tergantung juga pada bakat dan ciri perilaku mediator.
3. Konsultasi
Tujuannya untuk memperbaiki hubungan antar kedua pihak serta
mengembangkan kemampuan mereka sendiri untuk menyelesaikan konflik.
Konsultan tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan dan tidak
berusaha untuk menengahi. la menggunakan berbagai teknik untuk
meningkatkan persepsi dan kesadaran bahwa tingkah laku kedua pihak
terganggu dan tidak berfungsi, sehingga menghambat proses penyelesaian
masalah yang menjadi pokok sengketa.
Unsur yang paling penting dalam pengelolaan konflik adalah pengakuan
atas kasus permasalahannya. Hanya pengakuan atas kasus permasalahan dengan
tepat, yang memungkinkan intervensi efektif dapat dilakukan. Dalam tahap ini,
perlu diketahui sejumlah konflik organisasi, sekaligus mengeksplorasi strategi
yang digunakan oleh para manajer dan para pekerja dalam memecahkan konflik
demikian. Didalam intervensi konflik, terdapat dua jenis intervensi, yakni
pendekatan proses dan pendekatan struktural.
1. Pendekatan proses. Pendekatan ini mengasumsikan mengubah intensitas
konflik dan gaya penanganan konflik. Melalui pendekatan ini, para manajer
mencocokan gaya penanganan konfliknya terhadap situasi yang berbeda.
2. Pendekatan struktural. Pendekatan ini mengasumsikan peningkatan
efektivitas organisasi dan perubahan desain organisasi. Dalam hal ini,
pengelolaan konflik dilakukan dengan mengubah persepsi intensitas konflik
berbagai tingkatan organisasi.2

2
Eddy Soeryanto Soegoto, Tren Kepemimpinan Keriwausahaan dan Manajemen Inovatif
di Era Bisnis Modern, (Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2017), hlm. 44-45.

3
B. Team Intervensi
Team intervensi merupakan team yang membantu dalam menyelesaikan
sebuah konflik. Team ini tidak harus berasal dari luar perusahaan atau organisasi,
asalkan kedua belah pihak yang bertikai yakni team ini mempunyai wibawa dan
mampu memecahkan semua persoalan secara adil. Dalam memilih team
intervensi ini, semua pihak yang terlibat harus memilih team intervensi dengan
prosedur sebagai berikut:
1. Tentukan jumlah anggota team intervensi yang diperlukan atau diinginkan.
2. Buat daftar nama calon anggota. Calon anggota yang terdaftar paling tidak
berjumlah tiga kali lipat jumlah anggota team yang ditetapkan.
3. Bagikan informasi riwayat setiap calon anggota yang bertikai.
4. Adakan pertemuan dengan wakil kedua belah pihak. Secara bergantian,
kedua belah pihak mencoret satu nama dari daftar calon anggota. Teruskan
proses ini sampai tercapai jumlah anggota team yang ditetapkan.
5. Nama-nama yang tidak tercoret menjadi team intervensi.3
Kehadiran team intervensi membuktikan bahwa konflik telah meningkat ke
tahap yang menuntut penyelesaian khusus. Pihak luar perlu mengendalikan
keadaan. Berikut ini panduan untuk membantu team intervensi dalam melakukan
tugasnya.
1. Batasi Sikap Bermusuhan.
Setelah team intervensi terbentuk, tidak perlu lagi ada sikap
bermusuhan. Kehadiran team intervensi mengisyaratkan bahwa garis batas
yang tegas antara pihak-pihak yang bertikai telah ditarik. Lengkah nyata ini
menurunkan suhu permusuhan sehingga mebawa konflik ke tahap yang
lenih mudah diatasi.
2. Libatkan Diri.

3
Peg Pickering, How To Manage Conflict “Kiat Menangani Konflik”, (USA: Esensi,
2000), hlm. 85.

4
Team intervensi dapat memberikan pandangan dan alternatif yang
kreatif. Bila konflik berada pada tahap tiga, jalan keluar mutlak dicari.
Konflik pada tahap ini lebih rendah menuntut partisipasi pada hasil akhir.
Sedangkan pada konflik yang menggunakan juru runding atau mediator,
begitu team intervensi selesai bertugas, solusi yang dihasilkan menjadi
milik team yang bertikai.
3. Tunjuk Seorang Notulis.
Catatan yang cermat mengenai pembicaraan dan peristiwa yang
terjadi penting sekali karena akan sangat membantu dan berfungsi secara
efektif. Team intervensi perlu menunjuk seorang notulis yang cermat agar
dapat memberikan perhatian sepenuhnya pada pokok masalah. Jika tidak,
perhatian akan terbagi dua. Pertama pada penulisan catatan dan satu lagi
pada pokok persoalan, sehingga mengganggu kelancaran upaya mengatasi
konflik bersangkutan.
4. Singkat dalam Penjelasan.
Team intervensi memberikan umpan balik pada waktu proses
intervensi berjalan. Inilah saatnya memberikan laporan secara jelas dan
berdasarkan fakta, bukan pidato atau penjelasan yang panjang.
5. Hindari Kerahasiaan.
Team intervensi tidak akan oernah dengan sengaja melanggar posisi
masing-masing pihak, tetapi proses mengumpulkan data melibatkan banyak
orang. Keinginan untuk merahasiakan data dapat menghambat efektivitas
kerja team. Di pihak yang bertikai ada kecenderungan untuk mengurangi
ancaman dan tuduhan bila kerahasiaan tidak dapat terjamin, dan ini
membantu menurunkan suhu konflik tahap ketiga.
6. Jangan Menjadi Dewa Penolong.
Team intervensi hanya menawarkan perspektif pihak ketiga.
Mengumbar janji lebih mudah daripada memenuhinya. Semua ingin team
intervensi mencari jalan keluar dan menolong pihak-pihak yang bertikai
keluar dari kemelut. Harapan tinggi sekali bila team intervensi telah

5
terbentuk, sehingga team mendapat tekanan yang luar biasa, walaupun tidak
di imbangi dengan tekanan yang sepadan.4

C. Kriteria Intervensi yang Efektif


Kriteria dari suatu intervensi yang efektif antara lain adanya informasi yang
benar dan bermanfaat, kebebasan memilih, dan keterikatan di dalam.
1. Dengan informasi yang benar dan bermanfaat dimaksudkan segala bahan
keterangan tentang masalah organisasi yang diperoleh ketika proses
diagnosa. Bahan keterangan tersebut bukan karangan dari konsultan atau
klien melainkan benar-benar terjadi dan berlaku secara nyata dalam
kegiatan organisasi. Selain itu bahan keterangan tersebut berkaitan dengan
persoalan yang sedang dipecahkan, sehingga bahan keterangan tersebut
bermanfaat bagi perbaikan organisasi. Oleh karena itu tugas pertama bagi
konsultan ialah mencari informasi yang benar dan bermanfaat tersebut.
Kalau tugas ini tidak berhasil dilaksanakan, artinya konsultan tidak
memperoleh data yang benar dan relevan kiranya sulit bisa dilakukan
intervensi yang tepat.
2. Dengan kebebasan memilih dimaksudkan bahwa tempat pembuatan suatu
keputusan itu terletak pada posisi klien. Klien sama sekali bebas memilih
alternatif dalam pembuatan keputusan. Ia tidak tergantung kepada
konsultan. Tidak ada suatu tindakan atau alternatif tindakan yang datang
secara otomatis, tersusun rapi tinggal dipakai, atau dipaksa untuk dipakai.
Dengan demikian kebebasan memilih ini ditekankan bahwa tidak ada
paksaan pada klien untuk memilih dan membuat keputusan.
3. Dengan keterikatan kedalam dimaksudkan untuk memberikan penekanan
bahwa klien mempunyai tanggung jawab untuk tetap terikat pada
pelaksanaan dari rencana atau keputusan yang telah dibuat.
Klien yang telah dengan bebas membuat keputusan untuk perbaikan
organisasi dengan cara tertentu, maka dalam hal ini dia bertanggung jawab

4
Ibid, hlm. 86.

6
untuk mau melaksanakannya. Keterikatan ini sangat penting artinya, karena inti
usaha pembinaan organisasi terletak pada keterikatan orang-orang yang terlibat
sejak awal sampai usaha pembinaan organisasi itu selesai.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Intervensi adalah sebuah perbuatan atau tindakan campur tangan yang
dilakukan oleh satu lembaga terhadap sebuah permasalahan yang terjadi di antara
dua pihak atau beberapa pihak sekaligus, di mana tindakan yang dilakukan tersebut
merugikan salah satu pihak yang bermasalah. Intervensi dalam konflik dilakukan
saat proses negosiasi dan mediasi gagal menghentikan konflik yang terjadi.
Intervensi dapat dilakukan ketika, salah satu aktor yang berkonflik meminta adanya
intervensi, atau pihak yang hendak melakukan intervensi melihat terlebih dahulu
seberapa besar kepentingan yang mereka miliki untuk melakukan intervensi.

7
DAFTAR PUSTAKA

Pickering, Peg. 2002. How To Manage Conflict “Kiat Menangani Konflik”.


USA: Esensi.

Soegoto, Eddy Soeryanto. 2017. Tren Kepemimpinan Keriwausahaan dan


Manajemen Inovatif di Era Bisnis Modern. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Supratiknya. 1995. Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta:


Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai