Anda di halaman 1dari 25

“MANAJEMEN MUTU TERPADU

(TOTAL QUALITY MANAGEMENT/TQM)”

MAKALAH MANAJEMEN OPERASI LANJUTAN

Dosen Pengampu :

Cempaka Paramita, S.E., M.Sc.

Oleh :

Kelompok 5

Kelas C
1. Ahmad Febryan Najib (180810201149)
2. Cahya Imda Pelwarie (180810201152)
3. Mohammad Raihan Alfarrel Samsuri (180810201177)
4. Aldo Fajar Satriono (180810201178)
5. Muhammad Irziq Armadani (180810201187)
6. Sophis Listy Melati (180810201204)
7. Anindya Dyah Untari (190810201219)
8. Hanna Fadhilla Resvitasari (190810201225)
9. Noer Lailatul Jannah (190810201237)

MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS JEMBER
2020

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam yang telah
mencurahkan nikmat dan karunianya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik tanpa suatu halangan apapun. Tidak lupa juga ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kami sampaikan untuk Ibu dosen pengampu, yaitu Ibu
Cempaka Paramita, S.E., M.Sc. yang telah banyak sekali membimbing dalam hal
pemaparan isi materi dan juga seluruh teman-teman yang telah membantu kami
dalam menyusun pembuatan makalah ini, tanpa bantuan dari kalian semua
mungkin makalah ini tidak dapat kami selesaikan dengan baik.
Topik yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah “Manajemen Mutu
Terpadu (Total Quality Management/TQM)” yang membahas mengenai definisi
dari manajemen mutu terpadu (total quality management/TQM)itu sendiri,
konsep-konsep manajemen mutu terpadu (total quality management/TQM),
kegiatan mencapai total quality management (TQM), serta yang terakhir yaitu
metode six sigma yang bermanfaat bagi keseluruhan aktivitas manajemen operasi
(operations management ─ OM).

Meskipun makalah ini sudah kami kerjakan dengan sebaik-baiknya, tetapi


kami yakin di dalam makalah ini masih ada sangat banyak kekurangan. Maka dari
itu, kami selaku penyusun makalah ini mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila
pembaca menemukan kekurangan di dalam makalah ini. Namun apabila pembaca
sekalian hendak memberikan kritik, masukan, dan saran yang membangun, kami
akan sangat senang menerimanya.

ii
Sekian dari apa yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini bisa
menjadi bacaan yang bermanfaat, berguna, dan juga bisa dijadikan sebagai bahan
acuan dalam pembelajaran dan diskusi mata kuliah Manajemen Operasi Lanjutan.
Akhir kata, wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Jember, 17 Mei 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
2.1 Definisi Total Quality Management (TQM).............................................3
2.2 Konsep Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management /TQM).3
2.2.1 Perbaikan yang Terus Menerus.............................................................4
2.2.2 Pemberdayaan Karyawan......................................................................4
2.2.3 Pembandingan Kinerja (Benchmarking)................................................5
2.2.4 Penyediaan Kebutuhan yang Cukup pada Waktunya (Just-In-Time)....5
2.2.5 Pengetahuan Perangkat Manajemen Mutu Terpadu (MMT).................6
2.3 Kegiatan Mencapai Total Quality Management (TQM)...........................6
2.3.1 Perbaikan Berkesinambungan...............................................................7
2.3.2 Pemberdayaan Pekerja...........................................................................8
2.3.3 Benchmarking........................................................................................8
2.3.4 Just In Time (JIT)...................................................................................9
2.3.5 Konsep Taguchi...................................................................................10
2.3.6 Pengetahuan Perangkat (Tools) TQM.................................................11
2.4 Metode Six Sigma....................................................................................13
2.4.1 Six Sigma.............................................................................................13
2.4.2 Implementasi Six Sigma.......................................................................14
BAB III PENUTUP...............................................................................................19
3.1 Kesimpulan..............................................................................................19
3.2 Saran........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam era globalisasi dan liberalisasi perdagangan, terjadi berbagai
perubahan dalam hampir semua aspek, misalnya dalam aspek ekonomi, politik,
sosial budaya, teknologi, hukum, hankam, dan aspek lainnya. Berbagai tren baru
dalam lingkungan manufaktur membawa dampak terhadap kualitas. Salah satu
upaya meningkatkan mutu, efisiensi, efektifitas dan produktivitas, adalah melalui
penerapan total quality management (TQM). Total Quality Management (TQM)
adalah salah satu dari pencapaian orientasi kualitas yang telah diterapkan oleh
banyak organisasi.
Penerapan total quality management (TQM) dapat membantu perusahaan
dalam melakukan peningkatan kualitas dalam produksi dan membantu dalam
meningkatkan kualitas kerja karyawan melalui pelatihan yang dipermudah dengan
adanya penerapan teknologi informasi di dalam perusahaan. Dalam total quality
management (TQM) terdapat hubungan yang erat antara kualitas produk
(barang/jasa), kepuasan pelanggan dan profit perusahaan, semakin tinggi kualitas
suatu produk, makin tinggi pula kepuasan pelanggan dan dengan waktu yang
bersamaan akan mendukung harga yang tinggi dengan biaya yang rendah dan
desain produk merupakan hal yang penting bagi kelangsungan hidup sebagian
besar perusahaan, sementara beberapa perusahaan mengalami sedikit perubahan
produk, sebagian perusahaan harus secara kontinu memperbaiki produk mereka.
Dalam sebuah perusahaan sangat di perlukan kualitas suatu produk, kualitas
manajemen, dan kualitas karyawan agar suatu perusahaan bisa lebih maju. Sampai
saat ini, sistem yang dianggap paling cocok sebagai alat untuk membuat
perusahaan tetap going concern adalah total quality management (TQM) atau di
Indonesia dikenal dengan istilah pengendalian mutu terpadu (PMT). TQM
merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha untuk memaksimumkan
daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungannya (Sularso dan Murdjianto:2004).

iv
Total quality mangement (TQM) atau manajemen mutu terpadu (MMT).
berasal dari dunia bisnis dan khususnya dalam dunia perusahaan. Oleh karena itu,
untuk memahami total quality mangement (TQM) harus merujuk pada dunia
asalnya. Dengan demikian, maka pada penulisan ini kami akan mencoba untuk
membahas dan memaparkan secara singkat, padat, dan jelas mengenai materi
manajemen mutu terpadu (total quality management/TQM) dalam mata kuliah
Manajemen Operasi Lanjutan ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang, maka rumusan masalah dalam
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan total quality management (TQM)?.
2. Bagaimana langkah-langkah dalam pengembangan konsep dari program
manajemen mutu tepadu (MMT) atau total quality management (TQM) yang
efektif?.
3. Apa saja kegiatan dalam mencapai total quality management (TQM)?.
4. Apa yang dimaksud dengan metode six sigma dan bagaimana konsep dari
metode six sigma?.

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan penelitian yang ingin diperoleh dan dicapai dalam
pembahasan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari total quality management (TQM).
2. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam pengembangan konsep dari
program manajemen mutu tepadu (MMT) atau total quality management (TQM)
yang efektif.
3. Untuk mengetahui perencanaan kegiatan apa saja dalam mencapai total
quality management (TQM).
4. Untuk mengetahui pengertian dari metode six sigma dan bagaimana
konsep metode six sigma.
5. Untuk lebih memahami tentang total quality management (TQM) atau
penjaminan mutu perusahaan dan mempraktikkan total quality management
(TQM) tersebut ke dalam suatu perusahaan.

v
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Total Quality Management (TQM)


Kualitas mungkin merupakan faktor kunci kesuksesan (key success factor)
bagi perusahaan. Strategi kualitas yang berhasil diawali dengan budaya organisasi
yang memupuk kualitas, diikuti dengan pemahaman tentang prinsip-prinsip
kualitas, dan kemudian melibatkan karyawan dalam kegiatan yang diperlukan
untuk menerapkan kualitas. Ketika hal-hal ini dilakukan dengan baik, organisasi
biasanya memuaskan pelanggannya dan memperoleh keunggulan kompetitif.
Apabila hal ini telah tercapai berarti sebuah organisasi telah mencapai manajemen
kualitas total (Total Quality Management).
Pengertian TQM menurut Oakland (2014) adalah sebuah satu kesatuan
aktivitas yang sistematis yang dilakukan oleh seluruh organisasi untuk secara
efektif dan efisien mencapai tujuan dari organisasi untuk memberikan produk dan
jasa dengan tingkat kualitas yang memenuhi kemauan konsumen.
Menurut Heizer, Render dan Munson (2017) manajemen kualitas total adalah
pengelolaan dari keseluruhan organisasi sehingga unggul di segala aspek barang
dan jasa yang penting bagi pelanggan. 
Selain itu, manajemen mutu terpadu (total quality management)
menggambarkan suatu penekanan mutu yang memacu pada keseluruhan
organisasi, mulai dari pemasok (supplier) sampai ke konsumen (consument) serta
menekankan pada komitmen manajemen untuk memiliki keinginan yang
berkesinambungan bagi sebuah perusahaan untuk mencapai kesempurnaan di
segala aspek barang dan jasa.
2.2 Konsep Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management /TQM)
W. Edwards Deming mengggunakan 14 langkah untuk menerapkan
perbaikan mutu. Langkah-langkah tersebut dikembangkan menjadi 5 (lima)
konsep. Kelima konsep dari program manajemen mutu terpadu (MMT) yang
efektif tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.

vi
2.2.1 Perbaikan yang Terus Menerus
Manajemen mutu terpadu (MMT) membutuhkan proses akhir yang di sebut
dengan perbaikan yang terus menerus, yang dalam hal ini kesempurnaan tidak
pernah diperoleh, tetapi selalu dicari. Berikut ini terdapat langkah-langkah dalam
pengimplementasian peningkatan mutu, yaitu :
1. Menciptakan konsisten tujuan.
2. Ajakan untuk perubahan yang lebih baik.
3. Realisasikan mutu ke dalam produk dan hentikan ketergantungan pada
pemeriksaan yang menemukan masalah.
4. Ciptakan hubungan jangka panjang yang berdasarkan kinerja sebagai ganti
dari pemberian penghargaan pada bisnis yang berdasarkan ukuran harga.
5. Lakukan perbaikan terus menerus, baik pada produk maupun jasa.
6. Mulailah pelatihan karyawan.
7. Tekanan setiap kepemimpinan.
8. Hilangkan ketakutan.
9. Hilangkan hambatan antar departemen.
10. Hindari pemberian nasihat yang tidak perlu pada karyawan.
11. Dukung, bantu, dan perbaiki.
12. Hilangkan perasaan bangga akan pekerjaannya.
13. Bentuk berbagai program pendidikan dan perbaikan diri.
14. Usahakan agar setiap orang di perusahaan dapat bekerja dalam kegiatan
perubahan perusahaan.
2.2.2 Pemberdayaan Karyawan
Perusahaan melibatkan karyawan dalam setiap tahap proses produksi.
Dengan demikian, tugas yang harus diselesaikan adalah merencanakan peralatan
dan proses yang dapat menghasilkan mutu yang diinginkan. Dalam hal ini, teknik
untuk membangun pemberdayaan karyawan mencangkup beberapa tindakan,
yaitu sebagai berikut :
1. Membentuk jaringan komunikasi yang melibatkan karyawan.
2. Mendiring penyelia untuk bersifat terbuka dan sebagai motivator.
3. Memindahkan tanggung jawab manajerial dan staf kepada para karyawan
bagian produksi.

vii
4. Membangun organisasi dengan sikap mental yang tinggi.
5. Menggunakan teknik teknik yang formal, seperti halnya pada
pembentukan tim(team building)dan gugus kendali mutu (quality circles).
Pendekatan yang popular adalah gugus kendali mutu yang telah terbukti
menjadi cara yang efektif dalam hal biaya untuk meningkatkan produktivitas dan
mutu. Gugus kendali mutu adalah kelompok yang terdiri atas 6 sampai 2
karyawan, yang dalam hal ini mereka secara sukarela mengadakan pertemuan
untuk memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan pekerjaan.
2.2.3 Pembandingan Kinerja (Benchmarking)
Perbandingan kinerja ini mencakup seleksi standar kinerja yang ada, yang
mewakili kinerja proses atau kegiatan terbaik yang lain sangat serupa dengan
proses atau kegiatan pihak lain. Inti dari pembandingan kinerja adalah
pengembangan target yang akan dicapai untuk kemudian mengembangkan suatu
standar atau tolok ukur tertentu agar dapat mengukur kinerja sendiri. Langkah-
langkah untuk pengembangan tolak ukur ini adalah sebagai berikut :
1. Tentukan apa yang akan dibandingkan.
2. Bentuk kelompok penentu tolak ukur.
3. Lakukan indentifikasi atas kinerja pihak lain.
4. Kumpulkan dan analisis informasi mengenai kinerja tersebut.
5. Ambil tindakan untuk menyesuaikan atau melebikan kinerja pihak lain
tersebut.
2.2.4 Penyediaan Kebutuhan yang Cukup pada Waktunya (Just-In-Time)
Filasat yang mendasari hal ini adalah pemikiran mengenai perbaikan yang
terus menerus dan pemecahan masalah yang cepat. Dengan cara tersebut memaksa
terciptanya mutu, baik kepada pemasok maupun pada setiap tahap proses
manufaktur dengan konsekuensi sistem tersebut harus memproduksi mutu yang
tinggi. Karena teknik tersebut menghasilkan kemungkinan adanya variasi, tidak
ada lagi sisa material, pengerjaan ulang, investasi persediaan, dan kegiatan yang
tidak perlu dalam proses produksi/jasa.

viii
2.2.5 Pengetahuan Perangkat Manajemen Mutu Terpadu (MMT)
Oleh karena ingin memberdayakan karyawan dalam implentasi manajemen
mutu terpadu (MMT) dan mengingat bahwa manajemen mutu terpadu MMT
merupakan usaha yang tidak ada putus putusnya, maka setiap orang dalam
organisasi harus dilatih menggunakan teknik-teknik manajemen mutu terpadu
(MMT).
Konsep TQM ini memerlukan komitmen semua anggota organisasi terhadap
perbaikan seluruh aspek manajemen organisasi (Nasution, 2005:28). Pada
dasarnya, konsep TQM mengandung tiga unsur (Bounds et al. dalam Nasution,
2005:28), yaitu berikut ini :
1. Strategi Nilai Pelanggan
Nilai pelanggan adalah manfaat yang dapat diperoleh pelanggan atas
penggunaan barang ataupun jasa yang dihasilkan perusahaan dan pengorbanan
pelanggan untuk memperolehnya. Strategi ini merupakan perencanaan bisnis
untuk memberikan nilai bagi pelanggan termasuk karakteristik produk, cara
penyampaian pelayanan dan sebagainya.
2. Sistem Organisasional
Sistem organisasional berfokus pada penyediaan nilai bagi pelanggan.
Sistem ini mencakup tenaga kerja, material, mesin/teknologi proses, metode
operasi dan pelaksanaan kerja, aliran proses kerja, arus informasi, dan pembuatan
keputusan.
3. Perbaikan Kualitas Berkelanjutan
Perbaikan kualitas diperlukan untuk menghadapi lingkungan eksternal
yang selalu berubah, terutama perubahan selera pelanggan. Konsep ini menuntut
adanya komitmen untuk melakukan pengujian kualitas produk secara kontinu.
Dengan perbaikan kualitas produk secara kontinu, maka dapat memuaskan
keinginan pelanggan.
2.3 Kegiatan Mencapai Total Quality Management (TQM)
Manajemen kualitas total (total quality management – TQM) mengacu
pada penekanan kualitas yang meliputi organisasi secara keseluruhan mulai dari
pemasok sampai ke pelanggan dan menekankan pada komitmen oleh manajemen
untuk memiliki terus-menerus menuju keunggulan dalam segala aspek barang dan

ix
jasa yang penting bagi pelanggan. Menurut Heizer, Render dan Munson (2017)
terdapat tujuh konsep program total quality management(TQM) yang efektif
yakni perbaikan berkesinambungan, six sigma, pemberdayaan pekerja,
benchmarking, just-in-time (JIT), konsep Taguchi, dan pengetahuan perangkat
(tools) total quality management(TQM).
2.3.1 Perbaikan Berkesinambungan
Perbaikan berkesinambungan yang dilakukan perusahaan merupakan usaha
untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Konsep yang digunakan adalah siklus
PDCA (Plan – Do – Check – Act) yang terdiri atas langkah – langkah perencanaan
dan melakukan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.
1. Plan (Perencanaan)
Tahap perencanaan menentukanan sasaran dan proses yang dibutuhkan
untuk memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi. Pada tahap ini diperlukan
alat kualitas untuk membantu mengidentifikasi masalah dan menyusun rencana
perbaikan, seperti: pemetaan layanan pelanggan, teknik diskusi kelompok, matriks
evaluasi, dan diagram sebab akibat.
2. Do (Pelaksanaan)
Pada tahap Do (pelaksanaan) ini alat kualitas yang biasa digunakan untuk
membantu implementasi, seperti: keterampilan memimpin kelompok kecil, desain
eksperimen, resolusi konflik, dan pelatihan kerja.
3. Check (Pemantauan)
Tahap memantau dan mengevaluasi proses dan hasil terhadap sasaran dan
spesifikasi dan melaporkan hasilnya ada tiga kemungkinan hasil yang dapat
diamati dari implementasi tahap pengecekan, yaitu hasilnya bermutu sesuai
dengan yang direncanakan sehingga prosedur bersangkutan dapat dipergunakan di
masa mendatang, hasilnya tidak bermutu dan tidak sesuai dengan yang
direncanakan sehingga harus diganti atau diperbaiki di masa mendatang, serta
prosedur yang bersangkutan mungkin dapat dipakai untuk keadaan berbeda.
4. Act (Tindakan)
Tahap ini menindaklanjuti hasil untuk membuat perbaikan yang
diperlukan. Hal ini ini berarti juga meninjau seluruh langkah dan memodifikasi
proses untuk memperbaikinya sebelum menetapkan langkah berikutnya. Pada

x
tahap ini alat bantu yang digunakan, yaitu seperti : pemetaan proses, standarisasi
proses, informasi pengendalian, dan pelatihan formal untuk kepentingan
standarisasi proses.
2.3.2 Pemberdayaan Pekerja
Heizer dan Render (2005:310) menyatakan pemberdayaan pekerja
(employee empowerment) memperbesar cakupan pekerjaan pekerja sehingga
tanggung jawab dan wewenang yang ditambahkan akan menjadi bagian dari
tingkatan serendah mungkin dalam organisasi. Heizer dan Render (2005:311)
menyatakan bahwa teknik untuk memberdayakan pekerja yaitu sebagai berikut:
a. Membina jaringan komunikasi yang melibatkan pekerja;
b. Membentuk para penyelia yang bersikap terbuka dan mendukung;
c. Memindahkan tanggung jawab dari manajer dan staf kepada para pekerja
dibagian produksi;
d. Membangun organisasi yang memiliki moral yang tinggi;
e. Menciptakan struktur organisasi formal sebagai tim-tim dan lingkaran-
lingkaran kualitas.
2.3.3 Benchmarking
Gregory H. Watson mengartikan bahwa tolak ukur (benchmarking)
merupakan suatu pencarian yang berkesinambungan dan diterapkan secara nyata
melalui kegiatan-kegiatan yang lebih baik sehingga mengarah pada kinerja
kompetitif yang lebih unggul. Robert Camp mengartikan bahwa benchmarking
adalah proses pengukuran yang terus menerus menyangkut produk, jasa dan
praktik-praktik terhadap pesaing kompetitif terbaik. Secara analitis dapat
membedakan benchmarking menjadi 3 (tiga) kategori (Karlof & Ostblom, 1997) :
1. Benchmarking Internal (Internal Benchmarking)
Benchmarking internal menghasilkan perbandingan dengan presisi yang
sangat tinggi bila semua data yang relevan dikumpulkan dari sumber yang sama.
Benchmarking mempunyai efek lebih lanjut, yaitu menyamakan perbedaan yang
ada dalam kinerja antar cabang. Bukan saja kinerja seluruh perusahaan
tertingkatkan, tetapi juga menekankan pada variasi antar operasi yang sejenis.
2. Benchmarking Eksternal (External benchmarking)

xi
Benchmarking eksternal berarti membandingkan organisasi dengan
organisasi yang sama atau serupa di tempat lain misalnya, para pesaing langsung
atau organisasi serupa dan melayani pasar yang berbeda. Menentukan pasangan
benchmarking dengan pesaing akan dapat bermanfaat, khususnya dalam
menentukan posisi perusahaan di pasar.
3. Benchmarking Fungsional (Functional Benchmarking)
Benchmarking fungsional adalah yang menawarkan peluang untuk
bergerak meningkat ke dalam kelas dunia. Tujuan pelaksanaan benchmarking
adalah untuk meningkatkan dan untuk mendorong perubahan dengan strategi
pendekatan (Tjiptono & Diana, 2002), yang terdiri atas :
a. Riset in-house. Cara ini dilaksanakan dengan melakukan penilaian
terhadap informasi dalam perusahaan sendiri maupun informasi yang ada di
publik.
b. Riset pihak ketiga. Cara ini ditempuh dengan jalan membiayai kegiatan
patok duga yang akan dilakukan oleh perusahaan surveyor.
c. Pertukaran langsung. Pertukaran informasi secara langsung ini dilakukan
melalui kuesioner, survei melalui telepon, dan lain-lain.
d. Kunjungan langsung. Cara terakhir ini dilaksanakan dengan melakukan
kunjungan ke lokasi mitra patok duga. Wawancara dan tukar informasi dilakukan
di sini. Cara ini dianggap paling efektif.

Benchmarking dapat dijadikan strategi bersaing, karena benchmarking


berfokus pada proses dan produk. Fungsi benchmarking yang dilaksanakan oleh
suatu perusahaan (Kaplan & Norton, 1992) terdiri atas :
1. Benchmarking sebagai alat bantu menemukan ide.
2. Alat untuk meningkatkan kemampuan.
3. Alat untuk perbaikan.
4. Alat untuk pengembangan keterampilan.
2.3.4 Just In Time (JIT)
Konsep Just-in-Time (JIT) yang merupakan filosofi dalam operasi
manajemen perusahaan. Tujuan dari JIT adalah untuk meningkatkan produktivitas
dan mengurangi pemborosan. Dalam pelaksanaan konsep JIT terdapat hal pokok

xii
yang harus dipenuhi, yaitu memproduksi apa yang dibutuhkan hanya pada saat
dibutuhkan dan dalam jumlah yang diperlukan, automasi pengendalian produk
cacat secara otomatis sehingga tidak memungkinkan unit cacat mengalir ke proses
berikutnya, dan tenaga kerja fleksibel. JIT berkaitan dengan kualitas dalam tiga
cara sebagai berikut:
1. JIT (Just-in-Time) memotong biaya kualitas. Hal ini terjadi karena bahan
sisa, pengerjaan kembali, investasi persediaan, dan biaya kerusakan berkaitan
langsung dengan persediaan yang dimiliki.
2. JIT (Just-in-Time) meningkatkan kualitas.
3. Kualitas yang lebih baik, berarti perusahaan memiliki tingkat persediaan
yang lebih rendah. Tujuan adanya persediaan adalah untuk mengurangi kinerja
produksi yang kurang baik yang menghasilkan produk cacat.
2.3.5 Konsep Taguchi
Heizer dan Hender (2005:314) menyatakan bahwa Taguchi memberikan
tiga konsep yang bertujuan memperbaiki kualitas dan proses, yaitu :
1. Kekuatan kualitas produk, adalah produk yang dapat dihasilkan secara
seragam dan secara konsisten dalam bidang manufacturing dan kondisi
lingkungan. Ide dari Taguchi adalah untuk menghilangkan efek dari kondisi yang
merugikan ketimbang menghilangkan penyebabnya. Dengan cara ini, variasi yang
kecil dalam material dan proses tidak menghancurkan kualitas produk. Berikut
adalah rumus kekuatan kualitas produk.
L = D²C
Keterangan : L = kerugian kepada masyarakat
D² = Kuadrat dari jarak nilai yang ditargetkan
C = Biaya deviasi pada batas spesifikasi
2. Fungsi kerugian kualitas, mengidentifikasi seluruh biaya yang berkaitan
dengan kualitas yang buruk dan menunjukkan bagaimana biaya-biaya tersebut
meningkat saat produk tersebut berpindah menjadi sesuai dengan keinginan
pelanggan. Semakin rendah kerugian, semakin diinginkan produknya.
3. Kualitas berorientasi sasaran, perusahaan berusaha untuk menjaga
produk dengan spesifikasi yang diinginkan, memproduksi unit lebih (dan lebih
lagi) dekat dengan sasaran. Kualitas berorientasi sasaran (target-oriented quality)

xiii
adalah falsafah dari perbaikan terus- menerus untuk membawa produk tepat
sasaran.
2.3.6 Pengetahuan Perangkat (Tools) TQM
Pengetahuan perangkat (tools) TQM terdiri atas 7 (tujuh) perangkat yang
digunakan dalam TQM, antara lain:
1. Lembar Pengecekan (Check Sheet)
Lembar pengecekan adalah suatu metode terorganisir atau formulir, yang
didesain untuk mencatat data. Lembar pengecekan membantu analisis dalam
menentukan fakta atau pola yang mungkin dapat membantu analisis selanjutnya.
Contoh dibawah ini menunjukkan suatu perhitungan jumlah daerah cacat terjadi.
Cacat terbanyak terjadi pada jenis produk C pada jam ke delapan. Kemudian, pada
jenis produk A pada jam pertama dan ketujuh, serta produk B pada jam ke
delapan.

2. Diagram
Sebar (Scatter Diagram)
Diagram ini menunjukkan hubungan antara dua perhitungan dan
merupakan sebuah grafik nilai sebuah variabel dengan variabel lain. Jika dua hal
berhubungan dekat, maka titik-titik data akan membentuk sebuah pola. Jika pola
naik dari sisi kiri bawah ke kanan atas, berarti hubungan tersebut berbanding
lurus. Jika turun dari sisi kiri atas kelas kanan bawah, hubungan tersebut
berbanding terbalik, sedangkan jika hasilnya adalah sebuah pola yang acak, maka
hal tersebut tidak berhubungan.

xiv
3. Diagram Sebab-Akibat
Diagram ini merupakan sebuah alat, atau teknik skematis, untuk
mengenali atau mengidentifikasi lokasi yang mungkin pada permasalahan
kualitas, atau elemen proses (penyebab) yang mungkin memberikan pengaruh
pada hasil.Alat ini digunakan untuk mengidentifikasi masalah kualitas dan titik
inspeksi, yaitu diagram sebab-akibat (cause-and-effect diagram), atau dikenal
sebagai diagram Ishikawa atau diagram tulang ikan (fish-bone diagram).

4. Diagram Pareto
Diagram pareto adalah sebuah grafik untuk mengenali dan memetakan
masalah dalam urutan frekuensi menurun, atau untuk mengidentifikasi masalah
tertentu yang sedikit tetapi kritis dibandingkan dengan masalah yang banyak
tetapi tidak penting. Berikut adalah contoh dari diagram pareto.

5.

Diagram Proses/Diagram Alir (Flow Chart)


Dirancang untuk memahami serangkaian kejadian yang dilalui suatu
produk. Diagram alir adalah diagram yang menjelaskan langkah-langkah dalam

xv
sebuah proses atau sistem dengan menggunakan kotak dan garis yang saling
berhubungan. Manfaat analisis ini adalah:
a. Membantu mengidentifkasi lokasi pengumpulan data yang terbaik.
b. Mengisolasi dan melacak asal-usul terjadinya masalah.
c. Mengidentifikasi tempat pemeriksaan proses yang terbaik.
d. Mengidentifikasi kemungkinan melakukan pengurangan jarak tempuh
pemindahan produk.
6. Histogram
Histogram menunjukkan cakupan nilai sebuah perhitungan dan frekuensi
dari setiap nilai yang terjadi atau merupakan sebuah distribusi yang menunjukkan
frekuensi kejadian sebuah variabel. Histogram menunjukkan peristiwa yang
paling sering terjadi dan juga variasi dalam pengukuran.
7. Diagram Statistical Process Control (SPC)
Diagram statistical process control (SPC) adalah sebuah diagram untuk
memetakan nilai sebuah statistik dengan waktu. SPC melakukan pengawasan
standar, membuat pengukuran, dan mengambil tindakan perbaikan.

Diagram Statistical
Process Control (SPC) merupakan grafik yang menunjukkan batas atas dan batas
bawah dari proses yang ingin dikendalikan.
2.4 Metode Six Sigma
2.4.1 Six Sigma
Menurut Gaspersz (2005:310), six sigma adalah suatu visi peningkatan
kualitas menuju target 3,4 kegagalan per sejuta kesempatan untuk setiap transaksi
produk barang dan jasa. Prinsip dasar program six sigma menurut Hidayat dalam
strategi six sigma (2007:102) adalah sebagai berikut :
DIMENSI PRINSIP-PRINSIP IMPLEMENTASI

Konsumen 1. Fokus pada kepuasan pelanggan

xvi
2. Menyajikan bebas cacat produk
3. Penekanan pada nilai pelanggan
4. Menghormati ekspektasi pelanggan perusahaan
Perusahaan 1. Bertanggung jawab mutlak terhadap visi dan tujuan jangka panjang.
2. Menyajikan keuntungan besar.
3. Orientasi pada proses dan penekanan pada kemampuan proses.
4. Pembudayaan masalah kualitas adalah tanggung jawab segenap
karyawan.
5. Peningkatan secara berkelanjutan pada seluruh prose baik proses
produksi, pelayanan maupun proses transaksi.
6. Pemanfaatan data serta informasi dan pengetahuan sebagai standar kerja
setiap saat.
7. Mengadaptasi setiap konsep-konsep produksi.
Tenaga Kerja 1. Menghargai dan mendengar setiap input masukan dari segenap
karyawan
2. Penekanan pada pengelolaan ketenagakerjaan, motifasi dan inovasi
3. Kepemimpinan
4. Empati dan penghargaan
Rekanan 1. Menjalin hubungan baik dengan supplier jangka panjang.
2. Membantu pertumbuhan peningkatan pemasok atau penyalur.
Sosial Peduli dan responsive terhadap masalah lingkungan sosial dan etika.
Kemasyarakatan

Dalam six sigma, terdapat siklus 5 (lima) fase DMAIC (Define, Measure,
Analyze, Improve, Control), yaitu proses peningkatan terus menerus menuju target
Six Sigma. DMAIC Define, Measure, Analyze, Improve, Control) dilakukan
secara sistematik berdasarkan pengetahuan dan fakta. DMAIC merupakan suatu
proses closed–loop yang menghilangkan langkah–langkah proses yang tidak
produktif, sering berfokus pada pengukuran–pengukuran baru dan menerapkan
teknologi untuk peningkatan kualitas menuju target six sigma (Gaspersz, 2001).
Pendekatan six sigma digunakan untuk mengidentifikasikan hal-hal yang
berkaitan dengan penanganan error dan pengerjaan ulang produk yang akan
menghabiskan biaya, waktu, mengurangi kepercayaan pelanggan.
2.4.2 Implementasi Six Sigma
Menurut Pete dan Holpp (2002:45-58), tahap-tahap implementasi
peningkatan kualitas dengan Six Sigma terdiri dari lima langkah yaitu

xvii
menggunakan metode DMAIC atau Define, Measure, Analyse, Improve, dan
Control. Dalam hal ini akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Define
Define adalah penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan kualitas Six
Sigma. Langkah ini untuk mendefinisikan rencana-rencana tindakan yang harus
dilakukan untuk melaksanakan peningkatan dari setiap tahap proses bisnis kunci
(Gaspersz, 2005: 322). Menurut Pande dan Cavanagh (2002:166) tiga aktivitas
utama yang berkaitan dengan mendefinisikan proses inti dan para pelanggan
adalah :
a. Mendefinisikan proses inti mayor dari bisnis.
b. Menentukan output kunci dari proses inti tersebut, dan para pelanggan
kunci yang mereka layani.
c. Menciptakan peta tingkat tinggi dari proses inti atau proses strategis.
2. Measure
Menurut Pete dan Holpp (2002: 48), langkah measure mempunyai 2 (dua)
sasaran utama yaitu:
a. Mendapatkan data untuk memvalidasi dan mengkualifikasikan masalah
dan peluang.
b. Memulai menyentuh fakta dan angka-angka yang memberikan petunjuk
tentang akar masalah.
Terdapat tiga hal pokok yang harus dilakukan, yaitu:
a. Memilih atau menentukan karakteristik kualitas kunci (Critical to
Quality), yang harus disertai dengan pengukuran yang dapat dikuantifikasikan
dalam angka-angka. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan persepsi dan
interprestasi yang dapat saja salah bagi setiap orang dalam proyek Six Sigma dan
menimbulkan kesulitan dalam pengukuran karakteristik kualitas keandalan.

b. Mengembangkan rencana pengumpulan data


Pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tingkat, yaitu
1) Pengukuran pada tingkat proses (process level), adalah untuk mengukur
setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang

xviii
diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi karakteristik
kualitas output yang diinginkan.
2) Pengukuran pada tingkat output (output level), adalah untuk mengukur
karakteristik kualitas output yang dihasilkan dari suatu proses dibandingkan
terhadap spesifikasi karakteristik kualitas yang diinginkan oleh pelanggan.
3) Pengukuran pada tingkat outcome (outcome level), adalah untuk mengukur
bagaimana baiknya suatu produk (barang dan atau jasa) itu memenuhi kebutuhan
spesifik dan ekspektasi rasional dari pelanggan(customer).
c. Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output
Oleh karena proyek peningkatan kualitas six sigma difokuskan pada upaya
peningkatan kualitas menuju ke arah zero defect sehingga memberikan kepuasan
total kepada pelanggan, maka sebelum proyek dimulai, harus diketahui tentang
tingkat kinerja yang sekarang atau disebut sebagai baseline kinerja. Pengukuran
pada tingkat output ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana output akhir
dapat memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan sebelum produk tersebut
diserahkan kepada pelanggan (customer).
3. Analyze
Analyze ini merupakan langkah operasional yang ketiga dalam program
peningkatan kualitas Six Sigma. Ada beberapa hal yang harus dilakukan pada
tahap ini yaitu :
a. Menentukan stabilitas dan kemampuan (kapabilitas) proses
Target Six Sigma adalah membawa proses industri yang memiliki stabilitas
dan kemampuan sehingga mencapai zero defect. Menurut standar six sigma,
definisi zero defects  didefinisikan sebagai  3,4 per DPMO (Defects Per Million
Opportunities), artinya adalah 3.4 cacat dalam 1 (satu) juta kesempatan.

b. Menetapkan target kinerja dari karakteristik kualitas kunci (CTQ)


Secara konseptual penetapan target kinerja dalam proyek peningkatan
kualitas Six Sigma merupakan hal yang sangat penting dan harus mengikuti
prinsip :

xix
1) Spesific, yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas six sigma
harus bersifat spesifik dan dinyatakan secara tegas.
2) Measureable, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas Six Sigma
harus dapat diukur menggunakan indikator pengukuran yang tepat, guna
mengevaluasi keberhasilan, peninjauan ulang, dan tindakan perbaikan di waktu
mendatang.
3) Achievable, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas harus dapat
dicapai melalui usaha-usaha yang menantang.
4) Result-Oriented, yaitu target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas
six sigma harus berfokus pada hasil-hasil berupa peningkatan kinerja yang telah
didefinisikan dan ditetapkan.
5) Time-Bound, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas six sigma
harus menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari setiap karakteristik
kualitas.
6) Time-Bound, target kinerja dalam proyek peningkatan kualitas six
sigmaharus menetapkan batas waktu pencapaian target kinerja dari setiap
karakteristik kualitas. CTQ dan target kinerja harus dicapai pada batas waktu yang
telah ditetapkan (tepat waktu).
c. Mengidentifikasi sumber dan akar penyebab masalah kualitas.
Sumber penyebab masalah kualitas yang ditemukan berdasarkan prinsip 7
(tujuh) M, (Gasperz, 2005:241-243), yaitu :
1) Manpower (tenaga kerja), berkaitan dengan kekurangan dalam
pengetahuan, kekurangan dalam ketrampilan dasar akibat yang berkaitan dengan
mental dan fisik, kelelahan, stress, ketidakpedulian, dan lain-lain.
2) Machines (mesin) dan peralatan, berkaitan dengan tidak ada sistem
perawatan preventif terhadap mesin produksi, termasuk fasilitas dan peralatan lain
tidak sesuai dengan spesifikasi tugas, tidak dikalibrasi, terlalu complicated, terlalu
panas, dan lain-lain.
3) Methods (metode kerja), berkaitan dengan tidak adanya prosedur dan
metode kerja yang benar, tidak jelas, tidak diketahui, tidak terstandarisasi, tidak
cocok, dan lain-lain.

xx
4) Materials (bahan baku dan bahan penolong), berkaitan dengan ketiadaan
spesifikasi kualitas dari bahan baku dan bahan penolong yang ditetapkan,
ketiadaan penanganan yang efektif terhadap bahan baku dan bahan penolong itu,
dan lain-lain.
5) Media, berkaitan dengan tempat dan waktu kerja yang tidak
memerhatikan aspek-aspek kebersihan, kesehatan dan keselamatan kerja, dan
lingkungan kerja yang konduktif, kekurangan dalam lampu penerangan, ventilasi
yang buruk, kebisingan yang berlebihan, dan lain-lain
6) Motivation (motivasi), berkaitan dengan ketiadaan sikap kerja yang benar
dan professional, yang dalam hal ini disebabkan oleh sistem balas jasa dan
penghargaan yang tidak adil kepada tenaga kerja.
7) Money (keuangan), berkaitan dengan ketiadaan dukungan financial
(keuangan) yang mantap guna memperlancar proyek peningkatan kualitas Six
Sigma yang akan ditetapkan.
4. Improve
Pada langkah ini diterapkan suatu rencana tindakan untuk melaksanakan
peningkatan kualitas Six Sigma. Rencana tersebut mendeskripsikan tentang
alokasi sumber daya serta prioritas atau alternatif yang dilakukan. Efektivitas dari
rencana tindakan yang dilakukan akan tampak dari penurunan persentase biaya
kegagalan kualitas (COPQ) atau cost of poor quality terhadap nilai penjualan total
sejalan dengan meningkatnya kapabilitas Sigma. Setiap rencana tindakan yang
diimplementasikan harus dievaluasi tingkat efektivitasnya melalui pencapaian
target kinerja dalam program peningkatan kualitas six sigma, yaitu menurunkan
DPMO menuju target kegagalan nol (zero defect oriented).
5. Control
Menurut Susetyo (2011:61-53), Control merupakan tahap operasional
terakhir dalam upaya peningkatan kualitas berdasarkan Six Sigma. Pada tahap ini
hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktik-praktik
terbaik yang sukses dalam peningkatan proses di standarisasi dan disebarluaskan,
prosedur didokumentasikan dan dijadikan sebagai pedoman standar, serta
kepemilikan atau tanggung jawab ditransfer dari tim kepada pemilik atau
penanggung jawab proses.

xxi
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manajemen kualitas total (total quality management – TQM) mengacu pada
penekanan kualitas yang meliputi organisasi secara keseluruhan mulai dari
pemasok sampai ke pelanggan dan menekankan pada komitmen oleh manajemen
untuk memiliki terus-menerus menuju keunggulan dalam segala aspek barang dan
jasa yang penting bagi pelanggan. Menurut Heizer, Render dan Munson (2017)
terdapat 7 (tujuh) konsep program total quality management (TQM) yang efektif,
yakni perbaikan berkesinambungan, six sigma, pemberdayaan pekerja,
benchmarking, just-in-time (JIT), konsep Taguchi, dan pengetahuan perangkat
(tools) total quality management (TQM). Perbaikan berkesinambungan yang
dilakukan perusahaan merupakan usaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan.
Tahap perencanaan menentukanan sasaran dan proses yang dibutuhkan untuk
memberikan hasil yang sesuai dengan spesifikasi. Dalam six sigma, terdapat
siklus 5 (lima) fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control), yaitu
proses peningkatan terus menerus menuju target six sigma. DMAIC dilakukan
secara sistematik berdasarkan pengetahuan dan fakta. Menurut Pete dan Holpp
(2002:45-58), tahap-tahap implementasi peningkatan kualitas dengan six sigma
terdiri dari lima langkah yaitu menggunakan metode DMAIC atau Define,
Measure, Analyse, Improve, dan Control.

3.2 Saran
Dari hasil penjabaran dan pembahasan materi yang telah dibahas, maka
adapun saran yang dapat dijadikan suatu rekomendasi dalam penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut ini :
1. Diharapkan kepada berbagai lembaga perusahaan pada umumnya, untuk
dapat mengimplementasikan total quality management (TQM) dalam upaya
untuk meningkatkan kualitas mutu di sebuah perusahaan tersebut.
2. Diharapkan kepada perusahaan maupun para karyawan agar sekiranya
menggunakan wewenangnya untuk meminimalisir kendala ataupun

xxii
hambatan yang menyebabkan kualitas dan juga mutu di perusahaan tersebut
menjadi melemah/ turun.

DAFTAR PUSTAKA

Anantama, Ilham Faizin. 2017. Pengaruh Total Quality Management dan Just In
Time terhadap Kinerja Perusahaan Delivery di Yogyakarta. Skripsi.
Universitas Islam Indonesia.
Fatkhurrohman, Arief & Subawa. 2016. Penerapan Kaizen dalam Meningkatkan
Efisiensi dan Kualitas Produk pada Bagian Banbury PT Bridgestone Tire
Indonesia. Jurnal Administrasi Kantor, Vol. 4, No.1, Juni 2016, 14-31P-
ISSN: 2337-6694 E-ISSN: 2527-9769.
Deming menevisi 14 langkah, lihat W. Edwards Deming, “Philosophy Continues
to Flourish”APICS – The Pertamance Advantage 1.4 (Oktober 1991).
Heizer, J., Render, B., Munson, C. (2017). Operations Management:
Sustainability and Supply Chain Management. 12th Edition. Essex :
Pearson.Oakland, J. S. (2014). Total Quality Management And Operational
Excellence: Text With Cases. 
Lusiana, Ama. 2007. Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan
Menggunakan Metode Six Sigma Pada PTSandang Nusantara Unit Patal
Secang. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Muhaemin, Ahmad. 2012. Analisis Pengendalian Kualitas Produk dengan
Metode Six Sigma pada Harian Tribun Timur. Skripsi. Universitas
Hasanuddin.
Render, Jay Heizer. 2001. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Edisi Pertama.
Jakarta: Salemba Empat (PT Salemba Emban Patria).
Siregar, Dapot Damora. 2016. Penerapan Prinsip Perbaikan Berkesinambungan
TQM pada PTBank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Unit Hm.Yamin
Medan. Skripsi. Universitas Medan Area.
Sirine, Hani dan Elisabeth Penti Kurniawati. 2017. Pengendalian Kualitas
Menggunakan Metode Six Sigma (Studi Kasus pada PT Diras Concept
Sukoharjo). AJIE – Asian Journal of Innovation Entrepreneurship (e-
ISSN: 2477-0574 ; p-ISSN: 2477-3824) Vol. 02, No. 03, September 2017.
Hlm 256-257.
Soetjitro, Pandu. 2010. Instrumen Total Quality Management (TQM) sebagai
Pilihan Alat Pengendalian. VALUE ADDED, Vol.6, No.2, Maret 2010 –
Agustus 2010.
Soemohadiwidjojo, Arini T. 2017. Six Sigma Metode Pengukuran Kinerja
Perusahaan Berbasis Statistik. Diakses 6 Mei 2020, dari
https://books.google.co.id/.

xxiii
Wince, Eke. 2018. Benchmarking dalam Manajemen Sebuah Perpustakaan. TIK
Ilmeu, VOL.2, NO.1.

xxiv

Anda mungkin juga menyukai