Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-

NYA refarat ini dapat diselesaikan pada waktunya, sebagai salah satu syarat yang harus

dipenuhi dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior di SMF Bagian Ilmu

Kedokteran Kulit dan Kelamin di RSUD Dr RM Djoelham Binjai. Disini diuraikan secara

singkat mengenai “Pemfigoid Bulosa”.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada dokter pembimbing,

yaitu: dr. Hj Hervina. Sp KK

Atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di SMF

Bagian Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin di RSUD Dr RM Djoelham Binjai, dan serta

dalam penyusunan refarat ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini memiliki banyak kekurangan baik dari

penyusunan maupun kelengkapan teori yang disajikan. Oleh sebab itu kami mengharapkan

kritik dan saran dari berbagai pihak yang sifatnya membangun demi kesempurnaan refarat ini.

Harapan kami semoga refarat ini bermanfaat bagi kita semua.

Binjai, April 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Definisi .................................................................................................................2
2.1 Epidemiologi.........................................................................................................2
2.2 Etiologi..................................................................................................................2
2.3 Gejala Klinis..........................................................................................................3
2.4 Patogenesis............................................................................................................7
2.5 Patofisiologi...........................................................................................................8
2.6 Faktor Resiko.........................................................................................................9
2.7 Diagnosis……………………………………………………………………….10
2.8.1 Anamnesa…………………………………………………………………10
2.8.2 Pemeriksaan Fisik………………………………………………………...10
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang…………………………………………………..11
2.8 Diagnosis Banding……………………………………………………………...11
2.9 Penatalaksanaan………………………………………………………………..11
2.10.1 Non-Farmakologi……………………………………………………….11
2.10.2 Farmakologi.............................................................................................11
2.10.3 Edukasi....................................................................................................12
2.10 Komplikasi.........................................................................................................13
2.11 Prognosis............................................................................................................13

BAB III KESIMPULAN........................................................................................................14


DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Pemfigoid Bulosa…........................................................................................4

Gambar 2. Pemfigoid Bulosa…………......................................................................................5

Gambar 3 Pemfigoid Bulosa….......................................................................................5

Gambar 4 Pemfigoid Bulosa.………..........................................................................................6

Gambar 5 Pemfigoid Bulosa….......................................................................................6

Gambar 6 Mekanisme Pembentukan Bula.................................................................................8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Pemfigoid Bulosa (PB) adalah penyakit umum autoimun kronik yang ditandai
oleh adanya bula subepidermal pada kulit. Penyakit ini biasanya diderita pada orang tua
dengan erupsi bulosa disertai rasa gatal menyeluruh dan lebih jarang melibatkan mukosa,
tetapi memiliki angka morbiditas yang tinggi. Namun presentasinya dapat polimorfik dan
dapat terjadi kesalahan diagnosa, terutama pada tahap awal penyakit atau di varian
atipikal, di mana bula biasanya tidak ada. Dalam kasus ini, penegakan diagnosis PB
memerlukan tingkat pemeriksaan yang tinggi untuk kepentingan pemberian pengobatan
awal yang tepat. Antigen target pada antibodi pasien yang menunjukkan dua komponen
dari jungsional adhesi kompleks-hemidesmosom ditemukan pada kulit dan mukosa.1

Pemfigoid Bulosa (PB) ditandai oleh adanya bula subepidermal yang besar dan
berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik ditemukan C3 (komponen
komplemen ke-3) pada epidermal basement membrane zone, IgG sirkulasi dan antibody
IgG yang terikat pada basement membrane zone.2,3,4,5

Kondisi ini disebabkan oleh antibodi dan inflamasi abnormal terakumulasi di


lapisan tertentu pada kulit atau selaput lendir. Lapisan jaringan ini disebut "membran
basal." Antibodi (imunoglobulin) mengikat protein di membran basal disebut antigen
hemidesmosomal PB dan ini menarik sel-sel peradangan (kemotaksis).5

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula
subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik
ditemukan C3 (Komponen komplemen ke 3) pada epidermal basement zone.1

2.2 EPIDEMIOLOGI

Sebagian besar pasien dengan Pemfigoid Bulosa berumur lebih dari 60 tahun .
Meskipun demikian, Pemfigoid Bulosa jarang terjadi pada anak-anak,dan laporan di
sekitar awal tahun 1970 (ketika penggunaan immunofluoresensi untuk diagnosis menjadi
lebih luas) adalah tidak akurat karena kemungkinan besar data tersebut memasukkan
anak-anak dengan penanda IgA, daripada IgG, di zona membran basal. Tidak ada
predileksi etnis, ras, atau jenis kelamin yang memiliki kecenderungan terkena penyakit
Pemfigoid Bulosa. Insiden Pemfigoid Bulosa diperkirakan 7 per juta per tahun di Prancis
dan Jerman.6

2.3 ETIOLOGI

PB adalah contoh dari penyakit yang dimediasi imun yang dikaitkan dengan respon
humoral dan seluler yang ditandai oleh dua self-antigen: antigen PB 180 (PB180, PBAG2
atau tipe kolagen XVII) dan antigen PB 230 (PB230 atau PBAG1. 1

Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi


autoantibodi pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Sistem imun tubuh kita
menghasilkan antibodi untuk melawan bakteri, virus atau zat asing yang berpotensi
membahayakan. Untuk alasan yang tidak jelas, tubuh dapat menghasilkan antibodi untuk
suatu jaringan tertentu dalam tubuh. Dalam Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan
menghasilkan antibodi terhadap membran basal kulit, lapisan tipis dari serat
menghubungkan lapisan luar kulit (dermis) dan lapisan berikutnya dari kulit (epidermis).
Antibodi ini memicu aktivitas inflamasi yang menyebabkan kerusakan pada struktur kulit
dan rasa gatal pada kulit.2

2
Tidak ada penyebab khusus yang memicu timbulnya PB, namun beberapa faktor
dikaitkan dengan terjadinya PB. Sebagian kecil kasus mungkin dipicu obat seperti
furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan captopril. Suatu studi kasus menyatakan
obat anti psikotik dan antagonis aldosterone termasuk dalam faktor pencetus Pemfigoid
Bulosa. Belum diketahui apakah obat yang berefek langsung pada sistem imun, seperti
kortikosteroid, juga berpengaruh pada kasus Pemfigoid Bulosa. Sinar ultraviolet juga
dinyatakan sebagai faktor yang memicu PB ataupun memicu terjadinya eksaserbasi PB.
Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas, luka, trauma lokal, dan radioterapi dilaporkan
2
dapat menginduksi PB pada kulit normal.

2.4 GEJALA KLINIS

Fase Non Bulosa

Manifestasi kulit PB bisa polimorfik. Dalam fase prodromal penyakit non-bulosa,


tanda dan gejala sering tidak spesifik, dengan rasa gatal ringan sampai parah atau dalam
hubungannya dengan eksema, papul dan atau urtikaria, ekskoriasi yang dapat bertahan
selama beberapa minggu atau bulan. Gejala non-spesifik ini bisa ditetapkan sebagai satu-
satunya tanda-tanda penyakit.1
Fase Bulosa

Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit normal
ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria dan infiltrat papul dan
plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar. Bula tampak tegang, diameter 1 – 4
cm, berisi cairan bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari, meninggalkan area
erosi dan berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi simetris, dan dominan pada
aspek lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk perut. Perubahan post inflamasi
memberi gambaran hiper- dan hipopigmentasi serta, yang lebih jarang, miliar.
Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien. Daerah mukosa hidung mata,
faring, esofagus dan daerah anogenital lebih jarang terpengaruh. Pada sekitar 50% pasien,
didapatkan eosinofilia darah perifer.1

Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik. Penyakit PB
dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi secara sporadik, dapat
generalisata atau tetap setempat sampai beberapa tahun. Rasa gatal kadang dijumpai,
walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky tidak dijumpai karena tidak ada proses akantolisis.
3
Kebanyakan bula ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti pemfigus vulgaris, ia tidak
menyebar dan sembuh dengan cepat.4

Lesi kulit
Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin mendahului pembentukan bula. Bula
besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul dalam kulit normal atau yang eritema dan
mengandung cairan serosa atau hemoragik. Erupsi dapat bersifat lokal maupun
generalisata, biasanya tersebar tapi juga berkelompok dalam pola serpiginosa dan
arciform.3

Tempat Predileksi
Aksila; paha bagian medial, perut, fleksor lengan bawah, tungkai bawah3.

Gambar 1: Pemfigoid Bulosa. Bula tegang diatas kulit yang eritema.7

4
Gambar 2 : Pemfigoid Bulosa7

Gambar 3: Pemfigoid Bulosa7

5
Gambar 4: Pemfigoid Bulosa.7

Gambar 5: Pemfigoid Bulosa7

6
2.5 PATOGENESIS

Antigen P.B merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal,
diproduksi oleh sel basal dan merupakan bagian B.M.Z ( Basal Membrane Zone) epitel
gepeng berlapis. Fungsi hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrane
basalis, struktrunya berbeda dengan dermosom.16
Terdapat dua jenis antigen P.B ialah yang dengan molekul 230 kD disebut PBAg1 (P.B
Antigen 1) atau PB230 dan 180kD dinamakan PBAg2 atau PB180. PB230 lebih banyak
ditemukan dari pada PB180.

Terbentuknya bula akibat komplemen yang teraktivasi melalui jalur klasik dan
alternative kemudian akan dikeuluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga terjadi
pemisahan epidermis dan dermis.

Autoantibodi pada P.B terutama IgG1, kadang-kadang ditemukan IgA yang menyertai
IgG. Isotipe IgG yang utama ialah IgG1 dan IgG4, yang melekat pada komplemen hanya
IgG1. Hampir 70% penderita mempunyai autoantibody terhadap BMZ dalam serum
dengan kadar yang tidak sesuai dengan keaktivan penyakit, jadi berbeda dengan
pemfigu.16

2.6 PATOFISIOLOGI

7
Gambar 6 : Mekanisme pembentukan bula di Pemfigoid Bulosa
(PB).

Gambar atas menggambarkan beberapa struktur protein membran basal epidermis yang
berfungsi sebagai autoantigen utama dalam penyakit kulit autoimun subepidermal bulosa.
Autoantigens utama pada pasien PB adalah antigen PB 230 (PB230) dan antigen PB 180.
Autoantibodi PB terakumulasi dalam jaringan dan mengikat antigen pada membran basal.8

Pasien dengan PB mengalami respon sel T autoreaktif untuk PB180 dan PB230,
dan ini mungkin penting untuk merangsang sel B untuk menghasilkan autoantibodi
patogen.1
Setelah pengikatan autoantibodi terhadap antigen target, pembentukan bula
subepidermal terjadi melalui rentetan peristiwa yang melibatkan aktivasi komplemen,
perekrutan sel inflamasi (terutama neutrofil dan eosinofil), dan pembebasan berbagai
kemokin dan protease, seperti metaloproteinase matriks-9 dan neutrofil elastase. 1
Pemfigoid Bulosa adalah contoh penyakit autoimun dengan respon imun seluler
dan humoral yang bersatu menyerang antigen pada membran basal. 4 Antigen PB
merupakan protein yang terdapat pada hemidesmosom sel basal, diproduksi oleh sel basal
dan merupakan bagian BMZ (basal membrane zone) epitel gepeng berlapis. Fungsi
hemidesmosom ialah melekatkan sel-sel basal dengan membrane basalis, strukturnya
berbeda dengan desmosom.5
Terdapat dua jenis antigen Pemfigoid Bulosa yaitu dengan berat molekul 230kD
disebut PBAg1 (Pemfigoid Bulosa Antigen 1) atau PB230 dan 180 kD dinamakan PBAg2
atau PB180. PB230 lebih banyak ditemukan dari pada PB180.5
Terbentuknya bula akibat komplemen yang beraktivasi melalui jalur klasik dan
alternatif, yang kemudian akan mengeluarkan enzim yang merusak jaringan sehingga
terjadi pemisahan epidermis dengan dermis.5
Studi ultrastruktural memperlihatkan pembentukan awal bula pada pemfigus bulosa
terjadi dalam lamina lucida, di antara membrane basalis dan lamina densa. Terbentuknya
bula pada tempat tersebut disebabkan hilangnya daya tarikan filament dan
hemidesmosom.3

Langkah awal dalam pembentukan bula adalah pengikatan antibodi terhadap


antigen Pemfigoid Bulosa. Fiksasi IgG pada membran basal mengaktifkan jalur klasik
komplemen. Aktifasi komplemen menyebabkan kemotaksis leukosit serta degranulasi sel
mast. Produk-produk sel mas menyebabkan kemotaksis dari eosinofil melalui mediator
seperti faktor kemotaktik eosinofil anafilaksis. Akhirnya, leukosit dan protease sel mast
8
mengakibatkan pemisahan epidermis kulit. Sebagai contoh, eosinofil, sel inflamasi
dominan di membran basal pada lesi Pemfigoid Bulosa, menghasilkan gelatinase yang
memotong kolagen ekstraselular dari PBAG2, yang mungkin berkontribusi terhadap
pembentukan bula.3

2.7 FAKTOR RESIKO

 Obat-obatan seperti furosemide, sulphasalazine, penicillamine dan captopril.

 Sinar ultraviolet juga dinyatakan sebagai faktor yang memicu PB ataupun memicu

terjadinya eksaserbasi PB.

 Beberapa faktor fisik termasuk suhu panas, luka, trauma lokal, dan radioterapi

dilaporkan dapat menginduksi PB pada kulit normal.2

2.8 DIAGNOSIS

2.8.1 Anamnesis
Dari anamnesis didapatkan Eritem, papul atau tipe lesi urtikaria mungkin
mendahului pembentukan bula. Bula besar, tegang, oval atau bulat; mungkin timbul
dalam kulit normal atau yang eritema dan mengandung cairan serosa atau hemoragik.
Erupsi dapat bersifat lokal maupun generalisata, biasanya tersebar tapi juga
berkelompok dalam pola serpiginosa dan arciform.3

2.8.2 Pemeriksaan fisik

Tahap bulosa dari PB ditandai oleh perkembangan vesikel dan bula pada kulit
normal ataupun eritematosa yang tampak bersama-sama dengan urtikaria dan infiltrat
papul dan plak yang kadang-kadang membentuk pola melingkar. Bula tampak tegang,
diameter 1 – 4 cm, berisi cairan bening, dan dapat bertahan selama beberapa hari,
meninggalkan area erosi dan berkrusta. Lesi seringkali memiliki pola distribusi
simetris, dan dominan pada aspek lentur anggota badan dan tungkai bawah, termasuk
perut. Perubahan post inflamasi memberi gambaran hiper- dan hipopigmentasi serta,
yang lebih jarang, miliar. Keterlibatan mukosa mulut diamati pada 10-30% pasien.
Daerah mukosa hidung mata, faring, esofagus dan daerah anogenital lebih jarang

9
terpengaruh. Pada sekitar 50% pasien, didapatkan eosinofilia darah perifer. 1

Perjalanan penyakit biasanya ringan dan keadaan umum penderita baik.


Penyakit PB dapat sembuh spontan (self-limited disease) atau timbul lagi secara
sporadik, dapat generalisata atau tetap setempat sampai beberapa tahun. Rasa gatal
kadang dijumpai, walaupun jarang ada. Tanda Nikolsky tidak dijumpai karena tidak
ada proses akantolisis. Kebanyakan bula ruptur dalam waktu 1 minggu, tidak seperti
pemfigus vulgaris, ia tidak menyebar dan sembuh dengan cepat.4

2.8.3 Pemeriksaan penunjang

1. HISTOPATOLOGI

Kelainan yang dini pada Pemfigoid Bulosa yaitu terbentuknya celah di


perbatasan dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama
adalah eosinofil.5

2. IMUNOLOGI

Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun


seperti pita di BMZ (Base Membrane Zone).5 Pewarnaan Immunofluorescence
langsung (IF) menunjukkan IgG dan biasanya juga C3, deposit dalam lesi dan
paralesional kulit dan substansi intraseluler dari epidermis.5

2.9 DIAGNOSIS BANDING

- Pemfigus Vulgaris
- Dermatitis Herpetiformis

2.10 PENATALAKSANAAN

2.10.1 Non-Farmakologi

Beberapa studi terbaru juga menyarankan penggunaan kortikosteroid tropikal


potensi tinggi, seperti clobetasol propionate cream 0,05% dua kali seharikarena
memiliki efek topikal dan sistemik. Pada kasus kambuh selama masa penurunan dosis
maka dilakukan peningkatan dosis satu level dari dosis yang terakhir diberikan. 1,12

10
2.10.2 Farmakologi

Pengobatan terdiri dari prednisone sistemik, sendiri atau dalam kombinasi


dengan agen lain yaitu azathioprine, mycophenolate mofetil atau tetracycline. Obat-
obat ini biasanya dimulai secara bersamaan, mengikuti penurunan secara bertahap dari
prednison dan agen steroid setelah remisi klinis tercapai. Kasus ringan mungkin
hanya memerlukan kortikosteroid topikal. Methrotrexate mungkin digunakan pada
pasien dengan penyakit berat yang tidak dapat bertoleransi terhadap prednison. Dosis
prednisolon 40-60 mg sehari, jika telah tampak perbaikan dosis di turunkan perlahan-
lahan. Sebagian kasus dapat disembuhkan dengan kortikosteroid saja.3

Terapi steroid sistemik biasanya diperlukan, tetapi tidak seperti Pemfigus,


dimungkinkan untuk menghentikan terapi ini setelah 2 sampai 3 tahun. Dosis awal 60-
100 mg prednisolon atau setara harus secara bertahap dikurangi ke jumlah minimum
yang akan mengendalikan penyakit ini. Azatioprine juga berpotensi memberikan efek
samping yang buruk seperti prednison. Suatu kajian menjelaskan jika glukokortikoid
sistemik diberikan pada penderita dengan dosis tinggi tanpa dilakukan tapering selama
4 minggu, kombinasi dengan azatioprine kurang memberi manfaat tetapi sebaliknya
penderita harus menanggung efek samping obat tersebut.5

Pada penderita lanjut usia dengan gejala yang tidak progresif, obat
imunosupresif ini bisa digunakan pada terapi awal tanpa dikombinasikan dengan
prednison. Glukokortikoid sistemik biasanya diperlukan pada penderita dengan gejala
yang berat dan progresif supaya penderita bisa ditangani dengan cepat. Efek
pemakaian glukokortikoid sistemik sangat cepat yaitu hanya beberapa hari.5

Terapi dosis tinggi metilprednisolon intravena juga dilaporkan efektif untuk


mengontrol dengan cepat pembentukan bula yang aktif pada Pemfigoid Bulosa.3

Sulfon mungkin efektif pada setengah pasien dengan Pemfigoid Bulosa. Tidak
banyak pasien yang berespon terhadap dapson. 11

2.10.3 Edukasi

 Menghindari paparan sinar matahari khususnya pada area kulit yang terkena
pemfigoid bulosa.

11
 Menghindari cedera yang bisa membuat kulit menjadi rapuh dan bula menjadi
pecah. Lindungi bula yang pecah dengan menggunakan pelapis yang kering dan
steril agar terhindar dari infeksi.
 Perhatikan makanan yang Anda konsumsi. Penderita pemfigoid yang memiliki bula
di area mulut akan mengalami kesulitan makan khususnya ketika mengonsumsi
makanan yang keras.

2.11 KOMPLIKASI

Jika tidak segera diobati, bula yang pecah dapat menjadi terinfeksi dan
berkembang menjadi kondisi bernama sepsis, yaitu infeksi pada darah yang
mengancam nyawa. Ketika pemfigoid bulosa muncul pada membran mukosa di area
mulut atau mata, komplikasi yang muncul adalah jaringan parut pada area tersebut.11

2.12 PROGNOSIS

Pemfigoid Bulosa ialah penyakit kulit kronis yang bisa menetap selama
beberapa bulan atau beberapa tahun, namun secara umum prognosisnya baik..
Walaupun mayoritas pasien yang mendapatkan terapi akan mengalami remisi spontan,
tingkat mortalitas dipertimbangkan pada pasien yang sudah lanjut usia.12

Usia tua dan kondisi umum yang buruk telah terbukti secara signifikan
mempengaruhi prognosis. Secara historis, dinyatakan bahwa prognosis pasien dengan
Pemfigoid Bulosa jauh lebih baik dari pasien dengan pemfigus, terutama Pemfigus
Vulgaris dengan Pemfigoid Bulosa dimana tingkat mortalitasnya sekitar 25% untuk
pasien yang tidak diobati dan sekitar 95% untuk pasien dengan penyakit Pemvigus
Vulgaris saja tanpa pengobatan. Dalam beberapa dekade terakhir, beberapa penilitian
di Eropa pada kasus Pemfigoid Bulosa menunjukkan bahwa bahkan dengan
perawatan, pasien Pemfigoid Bulosa memiliki prognosa seburuk penyakit jantung
tahap akhir, dengan lebih dari 40% pasien meninggal dunia dalam kurun 12 bulan.
Dari studi terbaru, kemungkinan bahwa penyakit penyerta dan pola praktek
(penggunaan kortikosteroid sistemik dan / atau obat imunosupresif) juga
mempengaruhi keseluruhan morbiditas dan mortalitas penyakit ini. 1, 13, 14, 15

12
BAB III

KESIMPULAN

Pemfigoid bulosa adalah penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh adanya bula
subepidermal yang besar dan berdinding tegang, dan pada pemeriksaan imunopatologik
ditemukan C3 (Komponen komplemen ke 3) pada epidermal basement zone.

Etiologi PB adalah autoimun, tetapi penyebab yang menginduksi produksi autoantibodi


pada Pemfigoid Bulosa masih belum diketahui. Sistem imun tubuh kita menghasilkan
antibodi untuk melawan bakteri, virus atau zat asing yang berpotensi membahayakan. Untuk
alasan yang tidak jelas, tubuh dapat menghasilkan antibodi untuk suatu jaringan tertentu
dalam tubuh. Dalam Pemfigoid Bulosa, sistem kekebalan menghasilkan antibodi terhadap
membran basal kulit, lapisan tipis dari serat menghubungkan lapisan luar kulit (dermis) dan
lapisan berikutnya dari kulit (epidermis). Antibodi ini memicu aktivitas inflamasi yang
menyebabkan kerusakan pada struktur kulit dan rasa gatal pada kulit.2
Diagnosa ditegakkan dengan anamnesa yang lengkap, dan pemeriksaan penunjang yaitu

 HISTOPATOLOGI

Kelainan yang dini pada Pemfigoid Bulosa yaitu terbentuknya celah di perbatasan
dermal-epidermal, bula terletak di subepidermal, sel infiltrat yang utama adalah eosinofil.

 IMUNOLOGI

Pada pemeriksaan imunofluoresensi terdapat endapan IgG dan C3 tersusun seperti pita
di BMZ (Base Membrane Zone). Pewarnaan Immunofluorescence langsung (IF)

13
menunjukkan IgG dan biasanya juga C3, deposit dalam lesi dan paralesional kulit dan
substansi intraseluler dari epidermis.5

Jika penyembuhan telah dicapai dan faktor- faktor infeksi, serta faktor predisposisi
dihilangkan maka prognosis umumnya baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Borradori L, Bernard P. Bullous pemphigoid in Bolognia. J L Jorizzo, J L Rapini, R P.

Dermatology, vol 1 2nd Edition by Mosby.

2. Fenella Wojnarowska R A J Eady & Susan M Burge. Bullous Eruption in Champion.

RH Burton, J L Burns, D A Breathnach S.M. Textbook of Dermatology

3. John R Stanley. Pemphigus in Freedberg. I M Eisen, A Z Wolff, K Austen, K F

Goldsmith, L A and Katz S.I. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine vol. 1

6th Edition. (McGraw-Hill, New York, 1999)

4. Habif T P. Clinical Dermatology, a Color Guide to Diagnosis and Therapy 4 th edition

(October 27, 2003) by Mosby

5. Djuanda A. Pemfigoid Bulosa. In: Hamzah M, Aisah S, editors. Buku Ilmu Penyakit

Kulit dan Kelamin Edisi kelima. Jakarta: Balai penerbit FK-UI 2010. P.210-211.

6. William H, Bigby M, Diepgen T, Herxheimer A, Naldi L, Rzany B. Evidence-

Based Dermatology. p. 660 – 663 (BMJ Book, London)

7. Wolff K, Johnson R A. Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology.

6th ed. New York: Mc Graw-Hill. 2007

8. MacKie M. R. Clinical Dermatology. 4 th Edition. Oxford medical publications;1997. P.

233-235.
14
9. Bickle M. K, Roark R. Tom, Hsu, S. Autoimmune Bullous Dermatoses. [online]. 2002

May 01. [cited 2011 Jan 04]; [16 pages]. Available from: URL:

http//www.amfamphysician.org/education/rg_cme.html.

10. Kumar V, Cotran R S, Robbins, S L. Robbins Basic Pathology 7th Edition. p. 796-

798. Elsevier, New Delhi, 2004

11. Schachner A L, Hansen C R. Pediatric Dermatology. 2th Edition.

12. Beers M H, Porter RS, Jones T V, Kaplan J L, Berkwits M. The Merck Manual 18th

Edition Volume. pp. 947-950 (Elsevier, New Jersey, 2006)

13. Bullous pemphigoid : American Osteopathic College of Dermatology. Available from:

URL:http://www.aocd.com/index.html#ed

14. Swerlick A R, Korman J N. Bullous Pemphigoid: Journal of Investigative

Dermatology . [online]. 2004 May 04 [cited 2011 Jan 9]; [10 Pages]. Available from:

URL: http://www.nature.com/jid/journal/v122/n5/index.html#ed

15. Bernard Philippe, Ziad Reguia. Risk Factors for Relapse in Patients With Bullous

Pemphigoid in Clinical Remission. [online]. 2009, May [cited 2011 Jan. 9]; [11

pages]. Available from: URL: http://archderm.ama-assn.org/

15

Anda mungkin juga menyukai