Anda di halaman 1dari 29

PANCA PRASETYA

FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN


SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA

1. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU


MAKANAN MINUMAN – SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA,
ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG BERTAQWA KEPADA TUHAN YANG
MAHA ESA.

2. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU


MAKANAN MINUMAN – SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA,
ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG SETIA KEPADA PANCASILA DAN
UNDANG-UNDANG DASAR 1945.

3. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU


MAKANAN MINUMAN – SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA,
ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG SETIA DAN TAAT KEPADA
ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA FEDERASI
SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN – SERIKAT
PEKERJA SELURUH INDONESIA.

4. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU


MAKANAN MINUMAN – SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA,
ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG PROFESIONAL, BERINTEGRITAS,
DEMOKRATIS, DAN BERTANGGUNG JAWAB.

5. KAMI ANGGOTA FEDERASI SERIKAT PEKERJA ROKOK TEMBAKAU


MAKANAN MINUMAN – SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA,
ADALAH PEKERJA INDONESIA YANG SIAP MELAKSANAKAN HUBUNGAN
INDUSTRIAL YANG HARMONIS, DINAMIS, DAN BERKEADILAN.
FEDERASI SERIKAT PEKERJA
ROKOK TEMBAKAU MAKANAN MINUMAN
SERIKAT PEKERJA SELURUH INDONESIA

ANGGARAN DASAR

PEMBUKAAN

Pembangunan Nasional yang dilakukan bangsa dan rakyat Indonesia dewasa ini
merupakan upaya yang terus menerus dan berkesinambungan untuk mencapai
kesejahteraan rakyat menuju masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera lahir
dan batin berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Tenaga kerja Indonesia sebagai aset nasional adalah sumberdaya manusia


yang selalu meningkatkan kualitasnya dan mampu menjadi tulang punggung
pembangunan bangsa. Karena itu diperlukan upaya peningkatan tanggungjawab,
disiplin, etos kerja dengan memiliki ketrampilan dan profesional sesuai dengan
tuntunan zaman. Untuk tercapainya cita-cita sebagaimana tersebut di atas, kaum
pekerja Indonesia bersepakat dan meneguhkan tekad untuk terus berikhtiar
meningkatkan kualitas, kemampuan, dan keahlian serta keterampilan sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mampu memperjuangkan
kepentingan pekerja dan masyarakat Indonesia umumnya.
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna secara optimal, tenaga kerja
Indonesia memerlukan wahana dan sarana untuk berpartisipasi dan berprestasi
berupa organisasi pekerja yang tangguh, kuat, dan berwibawa yang dibangun oleh,
dari, dan untuk pekerja secara bebas dan demokratis dengan berpegang teguh pada
semangat deklarasi Persatuan Buruh Seluruh Indonesia tanggal 20 Februari 1973.
Atas dasar pandangan dan pemikiran jauh ke depan dan rasa tanggung jawab
yang tinggi sebagai bangsa dan pekerja Indonesia, maka disusunlah organisasi ini
secara nasional berdasarkan lapangan pekerjaan pada industri barang dan jasa
yang berkaitan dengan rokok, tembakau, makanan, dan minuman baik ke hulu
maupun ke hilir dan sektor industri lain yang secara sukarela mau bergabung dan
bersedia menerima dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman. Dengan
Anggaran Dasar sebagai berikut:
BAB I
NAMA, WAKTU, RUANG LINGKUP, DAN KEDUDUKAN

Pasal 1
NAMA
Organisasi ini bernama Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan
Minuman–Serikat Pekerja Seluruh Indonesia disingkat FSP RTMM-SPSI.

Pasal 2
WAKTU
FSP RTMM-SPSI merupakan kelanjutan Serikat Pekerja RTMM yang didirikan pada
tanggal 31 Mei 1993 di Jakarta, sesuai SK I DPP FSP RTMM–SPSI yang
ditandatangani Imam Sudarwo–Bomer Pasaribu, untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan.
Pasal 3
RUANG LINGKUP
Ruang lingkup industri yang diorganisir ke dalam FSP RTMM-SPSI meliputi:
1. Sub sektor pengolahan tembakau (manufacturing);
2. Sub sektor industri cerutu, rokok kretek, rokok kelembak menyan, rokok klobot
dan rokok putih;
3. Sub sektor industri makanan/minuman;
4. Sub sektor bahan baku makanan/minuman;
5. Sub sektor cold storage;
6. Sub sektor industri makanan ternak serta lainnya yang digolongkan industri
makanan dan minuman umumnya;
7. Sub sektor pergudangan/industri/distributor pendukung dari butir a, b, c, d, e, f.
8. Sub sektor industri lainnya yang secara sukarela menggabungkan diri dan
bersedia menerima dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah
Tangga serta Peraturan Organisasi FSP RTMM-SPSI.

Pasal 4
KEDUDUKAN
Organisasi ini berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
Pimpinan Pusat organisasi berkedudukan di Ibukota Republik Indonesia.

BAB II
BENTUK, SIFAT, DAN ASAS

Pasal 5
BENTUK
Organisasi berbentuk Federasi berdasarkan lapangan pekerjaan pada industri
barang dan jasa sesuai dengan Pasal 3.
Pasal 6
SIFAT
Organisasi bersifat demokratis, independen, profesional, dan bertanggung jawab.

Pasal 7
AZAS
Organisasi berazaskan Pancasila.

BAB III
KEDAULATAN DAN AFILIASI ORGANISASI

Pasal 8
KEDAULATAN
Kedaulatan organisasi ada di tangan Anggota dan dilaksanakan sepenuhnya sesuai
dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi.

Pasal 9
AFILIASI ORGANISASI
(1) Organisasi ini berafiliasi kepada Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia
(KSPSI).
(2) Organisasi ini dapat berafiliasi pada organisasi sejenis di tingkat Internasional
sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan dan politik bebas aktif
Negara Republik Indonesia.

BAB IV
FUNGSI, TUJUAN, DAN TUGAS POKOK

Pasal 10
FUNGSI
Organisasi berfungsi:
(1) Sebagai wadah dan wahana pembinaan pekerja Indonesia untuk berpartisipasi
dalam pembangunan nasional melalui peningkatan kualitas disiplin, etos kerja
serta produktivitas kerja;
(2) Pelindung, pembela hak-hak dan kepentingan pekerja;
(3) Sebagai wahana meningkatkan kesejahteraan pekerjadan keluarganya lahir dan
batin;
(4) Sebagai pendorong dan penggerak anggota untuk ikut serta menyukseskan
program pembangunan nasional, khususnya sektor ekonomi dan sosial budaya;
(5) Sebagai wahana untuk ikut serta secara aktif dalam pengambilan keputusan
dan kebijaksanaan sosial ekonomi dan ketenagakerjaan, khususnya pada sektor
Rokok Tembakau Makanan Minuman.
Pasal 11
TUJUAN
Organisasi bertujuan:
(1) Turut serta secara aktif dalam mengisi dan mewujudkan cita-cita Proklamasi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945, khususnya amanah yang tertuang dalam pasal
27, 28, dan 33 UUD 1945 bagi kaum pekerja dan rakyat Indonesia pada
umumnya;
(2) Mengamalkan Pancasila serta terlaksananya UUD 1945 di dalam seluruh
kehidupan bangsa dan negara menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur
material maupun spiritual;
(3) Menghimpun dan menyatukan kaum pekerja dalam sektor industri barang dan
jasa atau lapangan pekerjaan sejenis atau dipersamakan dengan itu serta
mewujudkan rasa setia kawan dan solidaritas diantara sesama pekerja;
(4) Terciptanya kehidupan dan penghidupan pekerja Indonesia yang layak sesuai
dengan kemanusiaan yang adil dan beradab dengan cara melindungi, membela
dan mempertahankan kepentingan dan hak-hak pekerja;
(5) Tercapai dan terjaminnya kesejahteraan kaum pekerja dan keluarganya serta
memperjuangkan perbaikan nasib, syarat-syarat dan kondisi kerja;
(6) Meningkatkan produktivitas pekerja dalam rangka menyukseskan pembangunan
nasional;
(7) Memantapkan Hubungan Industrial guna terwujudnya ketenangan kerja dan
ketenangan usaha demi meningkatkan produktivitas nasional menuju
tercapainya taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat umumnya dan pekerja
serta keluarga pada khususnya.

Pasal 12
TUGAS POKOK
Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, tugas pokok
organisasi adalah:
(1) Meningkatkan partisipasi, prestasi serta peranan kaum pekerja dalam
pembangunan nasional untuk mengisi cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945;
(2) Memperjuangkan terwujudnya perundang-undangan dan Peraturan
Ketenagakerjaan serta peraturan pelaksanaannya sesuai kepentingan nasional
dan kaum pekerja;
(3) Mengadakan peningkatan usaha-usaha untuk menjamin terciptanya syarat-
syarat dan kondisi kerja yang layak dan mencermikan keadilan maupun
tanggung jawab sosial;
(4) Mengusahakan peningkatan kualitas anggota terutama dengan cara
mempertinggi mutu pengetahuan dan keterampilan kerja serta profesionalisme
dan kemampuan berorganisasi;
(5) Bekerjasama dengan badan-badan pemerintah dan swasta serta organisasi lain
di dalam maupun di luar negeri untuk melaksanakan usaha-usaha yang tidak
bertentangan dengan asas dan tujuan organisasi;
(6) Mengadakan dan mengembangkan usaha-usaha koperasi bagi anggota untuk
melayani dan memenuhi kebutuhannya sendiri, serta usaha-usaha lain yang sah
dan bermanfaat serta tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan
AnggaranRumah Tangga.
BAB V
KEANGGOTAAN

Pasal 13
ANGGOTA
(1) Anggota FSP RTMM-SPSI adalah pekerja-pekerja di bidang industri barang dan
jasa sebagaimana disebut dalam Pasal 3 dan yang tergabung dalam Pimpinan
Unit Kerja SP RTMM-SPSI di seluruh Indonesia.
(2) Setiap orang yang mempunyai aspirasi yang menyetujui dan menaati Anggaran
Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan-ketentuan organisasi
lainnya yang bersedia bergabung pada tingkatan Pimpinan Cabang, Pimpinan
Daerah, dan Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI.
(3) Keanggotaan dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Tanda Anggota (KTA) yang
dikeluarkan secara resmi oleh Pimpinan Pusat.
Pasal 14
HAK ANGGOTA
(1) Setiap anggota mempunyai hak:
a. Bicara dan memberikan suara;
b. Memilih dan dipilih;
c. Membela diri;
d. Ikut aktif dalam melaksanakan keputusan organisasi;
e. Mendapat perlindungan dan pembelaan atas hak-haknya sebagai anggota;
f. Mendapat bimbingan, perlindungan, dan pembelaan dari organisasi.
(2) Pengaturan lebih lanjut tentang hak anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

Pasal 15
KEWAJIBAN ANGGOTA
(1) Setiap anggota berkewajiban untuk:
a. Menjunjung tinggi nama dan kehormatan organisasi;
b. Memegang teguh dan melaksanakan AD dan ART serta peraturan-peraturan
organisasi;
c. Membayar uang pangkal, iuran, dan uang konsolidasi;
d. Ikut aktif dalam melaksanakan keputusan dan kebijakan serta program
organisasi.
(2) Pengaturan lebih lanjut tentang kewajiban anggota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) butir c diatur dalam Anggaran Rumah Tangga.

BAB VI
STRUKTUR ORGANISASI SERTA WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN

Pasal 16
STRUKTUR ORGANISASI
(1) Struktur organisasi disusun sebagai berikut:
a. Tingkat Nasional meliputi seluruh wilayah Republik Indonesia;
b. Tingkat Daerah meliputi seluruh wilayah Provinsi;
c. Tingkat Cabang meliputi seluruh wilayah Kabupaten/Kota;
d. Tingkat Perusahaan.
(2) Struktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masing-masing berturut-turut
dipimpin oleh:
a. Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan,
Minuman disingkat PP FSP RTMM-SPSI serta Majelis Pertimbangan
Organisasi (MPO);
b. Pimpinan Daerah Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan,
Minuman disingkat PD FSP RTMM-SPSI;
c. Pimpinan Cabang Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan,
Minuman disingkat PC FSP RTMM-SPSI;
d. Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, Minuman
disingkat PUK SP RTMM-SPSI.

Pasal 17
WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN PUSAT
(1) Pimpinan Pusat adalah pelaksana tertinggi organisasi yang bersifat kolektif di
tingkat nasional.
(2) Pimpinan Pusat berwenang:
a. Menentukan kebijakan tingkat nasional sesuai dengan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah Nasional/Musyawarah
Nasional Luar Biasa dan Rapat Pimpinan Nasional serta Peraturan
Organisasi;
b. Mengesahkan Komposisi dan Personalia Pimpinan Daerah;
c. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Daerah;
d. Memberikan penghargaan dan sanksi sesuai ketentuan Anggaran Dasar dan
Anggaran Rumah Tangga.
e. Membuat kebijakan strategis untuk menyelamatkan organisasi karena kondisi
yang amat mendesak dan belum diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran
Rumah Tangga, dan Peraturan Organisasi serta harus dilaporkan dalam rapat
resmi organisasi berikutnya.
(3) Pimpinan Pusat berkewajiban:
a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah, dan Rapat
Tingkat Nasional serta Peraturan Organisasi;
b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah Nasional/Musyawarah
Nasional Luar Biasa.
(4) Masa jabatan Pimpinan Pusat adalah 5 (lima) tahun.

Pasal 18
WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN DAERAH
(1) Pimpinan Daerah adalah pelaksana organisasi yang bersifat kolektif di tingkat
provinsi.
(2) Pimpinan Daerah berwenang:
a. Menentukan kebijakan tingkat Daerah sesuai dengan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat
Nasional maupun Daerah serta Peraturan Organisasi;
b. Mengesahkan Komposisi dan Personalia Pimpinan Cabang;
c. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Cabang.
(3) Pimpinan Daerah berkewajiban:
a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik
tingkat Nasional maupun Daerah serta Peraturan Organisasi;
b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah Daerah/Musyawarah
Daerah Luar Biasa
(4) Masa jabatan Pimpinan Daerah adalah 5 (lima) tahun.

Pasal 19
WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN CABANG
(1) Pimpinan Cabang adalah pelaksana organisasi yang bersifat kolektif di tingkat
kabupaten/kota.
(2) Pimpinan Cabang berwenang:
a. Menentukan kebijakan tingkat Cabang sesuai dengan Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik tingkat
Nasional, Daerah maupun Cabang serta Peraturan Organisasi;
b. Mengesahkan Komposisi dan Personalia Pimpinan Unit Kerja;
c. Menyelesaikan perselisihan kepengurusan Pimpinan Unit Kerja.
(3) Pimpinan Cabang berkewajiban:
a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik
tingkat Nasional, Daerah maupun Cabang serta Peraturan Organisasi;
b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah Cabang/Musyawarah
Cabang Luar Biasa.
(4) Masa jabatan Pimpinan Cabang adalah 5 (lima) tahun.

Pasal 20
WEWENANG DAN KEWAJIBAN PIMPINAN UNIT KERJA
(1) Pimpinan Unit Kerja adalah pelaksana organisasi yang bersifat kolektif di tingkat
Perusahaan.
(2) Pimpinan Unit Kerja berwenang menentukan kebijakan tingkat Unit Kerja sesuai
dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah
dan Rapat, baik tingkat Nasional, Daerah, Cabang maupun Unit Kerja serta
Peraturan Organisasi.
(3) Pimpinan Unit Kerja berkewajiban:
a. Melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah dan Rapat, baik
tingkat Nasional, Daerah, Cabang, maupun Unit Kerja serta Peraturan
Organisasi;
b. Memberikan pertanggungjawaban pada Musyawarah Unit Kerja/ Musyawarah
Unit Kerja Luar Biasa.
(4) Masa jabatan Pimpinan Un it Kerja adalah 3 (tiga) tahun.
BAB VII
BADAN DAN LEMBAGA SERTA DEWAN PENASEHAT

Pasal 21
BADAN DAN LEMBAGA
(1) Pimpinan Pusat, Pimpinan Daerah, dan Pimpinan Cabang dapat membentuk
Badan dan Lembaga untuk melaksanakan tugas-tugas dalam bidang tertentu.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Badan dan Lembaga diatur dalam Anggaran
Rumah Tangga.

Pasal 22
MAJELIS PERTIMBANGAN ORGANISASI (MPO)
(1) Organisasi memiliki Majelis Pertimbangan Organisasi yang berfungsi memberi
saran dan nasehat kepada Pimpinan Pusat, baik diminta ataupun tidak diminta.
(2) Majelis Pertimbangan Organisasi berwenang untuk menghadiri rapat-rapat
organisasi sebagai peserta dan memberikan pertimbangan kepada Pimpinan
Pusat.
(3) Majelis Pertimbangan Organisasi memberi pertimbangan atas kebijakan internal
dan eksternal yang bersifat strategis, yang akan ditetapkan oleh Pimpinan
Pusat.
(4) Saran, nasehat dan pertimbangan yang disampaikan Majelis Pertimbangan
Organisasi sebagaimana yang dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) harus
diperhatikan sungguh-sungguh oleh Pimpinan Pusat.
(5) Majelis Pertimbangan Organsisasi ditetapkan oleh Musyawarah Nasional atau
Musyawarah Nasional Luar Biasa.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Majelis Pertimbangan Organsisasi diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.

BAB VIII
MUSYAWAH DAN RAPAT-RAPAT

Bagian Kesatu
MUSYAWAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT NASIONAL
Pasal 23
(1) Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat Nasional terdiri atas:
a. Musyawarah Nasional (MUNAS);
b. Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB);
c. Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS);
d. Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS);
e. Rapat Konsultasi Nasional (RAKONAS).
(2) Musyawarah Nasional (MUNAS):
a. Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi organisasi yang
diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun.
b. Musyawarah Nasional berwenang:
i. Menetapkan dan atau mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran
Rumah Tangga Organisasi;
ii. Menetapkan Program Umum Organisasi;
iii. Menilai Pertanggungjawaban Pimpinan Pusat;
iv. Memilih dan menetapkan Ketua Umum;
v. Menetapkan Pimpinan Pusat;
vi. Menetapkan Majelis Pertimbangan Organsisasi;
vii. Membentuk Komisi Verifikasi apabila dipandang perlu;
viii. Menetapkan keputusan-keputusan lainnya.
(3) Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB):
a. Musyawarah Nasional Luar Biasa adalah Musyawarah Nasional yang
diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, diadakan atas permintaan dan
atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 Pimpinan Daerah, disebabkan
oleh:
i. Organisasi dalam keadaan terancam atau menghadapi hal ihwal
kegentingan yang memaksa;
ii. Pimpinan Pusat melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga,
atau Pimpinan Pusat tidak dapat melaksanakan amanat Musyawarah
Nasional sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan fungsinya.
b. Musyawarah Nasional Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat,
kecuali jika Musyawarah Nasional tersebut diselenggarakan karena ayat (3)
butir a. ii, maka penyelenggaranya adalah Pimpinan Daerah–Pimpinan
Daerah yang meminta dilakukannya Musyawarah Nasional Luar Biasa
tersebut.
c. Musyawarah Nasional Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang
yang sama dengan Musyawarah Nasional;
d. Pimpinan Pusat wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya
Musyawarah Nasional Luar Biasa tersebut.
(4) Rapat Pimpinan Nasional (RAPIMNAS):
a. Rapat Pimpinan Nasional adalah rapat pengambilan keputusan tertinggi di
bawah Musyawarah Nasional;
b. Rapat Pimpinan Nasional diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam
setahun dan diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat.
(5) Rapat Kerja Nasional (RAKERNAS):
a. Rapat Kerja Nasional adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan
mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Nasional;
b. Rapat Kerja Nasional dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode
kepengurusan.
(6) Rapat Konsultasi Nasional (RAKONAS) adalah rapat yang diadakan oleh
Pimpinan Pusat untuk membahas masalah-masalah aktual dan sosialisasi
kebijakan Organisasi.

Bagian Kedua
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT DAERAH
Pasal 24
(1) Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat Daerah terdiri atas:
a. Musyawarah Daerah (MUSDA);
b. Musyawarah Daerah Luar Biasa (MUSDALUB);
c. Rapat Pimpinan Daerah (RAPIMDA);
d. Rapat Kerja Daerah (RAKERDA).
(2) Musyawarah Daerah (MUSDA):
a. Musyawarah Daerah adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat
provinsi yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun;
b. Musyawarah Daerah berwenang:
i. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan Daerah ;
ii. Menetapkan Program Kerja Daerah;
iii. Memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Daerah;
iv. Menetapkan Pimpinan Daerah;
v. Membentuk Komisi Verifikasi apabila dipandang perlu;
vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain.
(3) Musyawarah Daerah Luar Biasa (MUSDALUB)
a. Musyawarah Daerah Luar Biasa adalah Musyawarah Daerah yang
diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan
sekurang-kurangnya 2/3 Pimpinan Cabang dan diketahui oleh Pimpinan
Pusat, disebabkan oleh:
i. Kepemimpinan Pimpinan Daerah dalam keadaan terancam atau
menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa.
ii. Pimpinan Daerah melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga, atau Pimpinan Daerah tidak dapat melaksanakan amanat
Musyawarah Daerah sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan
fungsinya.
b. Musyawarah Daerah Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat;
c. Musyawarah Daerah Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang
sama dengan Musyawarah Daerah;
d. Pimpinan Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya
Musyawarah Daerah Luar Biasa tersebut.
(4) Rapat Pimpinan Daerah (RAPIMDA):
a. Rapat Pimpinan Daerah adalah rapat pengambilan keputusan dibawah
Musyawarah Daerah;
b. Rapat Pimpinan Daerah berwenang mengambil keputusan-keputusan selain
yang menjadi wewenang Musyawarah Daerah
c. Rapat Pimpinan Daerah diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun
dan diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah.
(5) Rapat Kerja Daerah (RAKERDA):
a. Rapat Kerja Daerah adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan
mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Daerah;
b. Rapat Kerja Daerah dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode
kepengurusan.

Bagian Ketiga
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT CABANG
Pasal 25
(1) Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat Cabang terdiri atas :
a. Musyawarah Cabang (MUSCAB);
b. Musyawarah Cabang Luar Biasa9MUSCABLUB);
c. Rapat Pimpinan Cabang (RAPIMCAB);
d. Rapat Kerja Cabang (RAKERCAB).
(2) Musyawarah Cabang (MUSCAB):
a. Musyawarah Cabang adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat
kabupaten/kota yang diadakan sekali dalam 5 (lima) tahun;
b. Musyawarah Cabang berwenang:
i. Memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Cabang;
ii. Menetapkan Program Kerja Cabang;
iii. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan Cabang;
iv. Menetapkan Pimpinan Cabang;
v. Membentuk Komisi Verifikasi apabila dipandang perlu;
vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain.
(3) Musyawarah Cabang Luar Biasa (MUSCABLUB):
a. Musyawarah Cabang Luar Biasa adalah Musyawarah Cabang yang
diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan
sekurang-kurangnya 2/3 Pimpinan Unit Kerja dan diketahui oleh Pimpinan
Daerah, disebabkan oleh:
i. Kepemimpinan Pimpinan Cabang dalam keadaan terancam atau
menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa;
ii. Pimpinan Cabang melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga, atau Pimpinan Cabang tidak dapat melaksanakan amanat
Musyawarah Cabang sehingga organisasi tidak berjalan sesuai dengan
fungsinya.
b. Musyawarah Cabang Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan Daerah;
c. Musyawarah Cabang Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan wewenang yang
sama dengan Musyawarah Cabang;
d. Pimpinan Cabang wajib memberikan pertanggungjawaban atas diadakannya
Musyawarah Cabang Luar Biasa tersebut.
(4) Rapat Pimpinan Cabang (RAPIMCAB):
a. Rapat Pimpinan Cabang adalah rapat pengambilan keputusan dibawah
Musyawarah Cabang;
b. Rapat Pimpinan Cabang berwenang mengambil keputusan-keputusan selain
yang menjadi wewenang Musyawarah Cabang;
c. Rapat Pimpinan Cabang diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun
dan diselenggarakan oleh Pimpinan Cabang.
(5) Rapat Kerja Cabang (RAKERCAB):
a. Rapat Kerja Cabang adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan
mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Cabang;
b. Rapat Kerja Cabang dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode
kepengurusan.

Bagian Keempat
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT UNIT KERJA
Pasal 26
(1) Musyawarah dan Rapat-Rapat Tingkat Unit Kerja terdiri atas:
a. Musyawarah Unit Kerja (MUSNIK);
b. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa (MUSNIKLUB);
c. Rapat Pimpinan Unit Kerja (RAPIMNIK);
d. Rapat Kerja Unit Kerja (RAKERNIK).
(2) Musyawarah Unit Kerja (MUSNIK):
a. Musyawarah Unit Kerja adalah pemegang kekuasaan organisasi di tingkat
perusahaan yang diadakan sekali dalam 3 (tiga) tahun;
b. Musyawarah Unit Kerja berwenang:
i. Memilih dan menetapkan Ketua Pimpinan Unit Kerja;
ii. Menetapkan Program Kerja Unit Kerja;
iii. Menilai pertanggungjawaban Pimpinan;
iv. Menetapkan Pimpinan Unit Kerja;
v. Membentuk Komisi Verifikasi apabila dipandang perlu;
vi. Menetapkan keputusan-keputusan lain.
(3) Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa (MUSNIKLUB):
a. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa adalah Musyawarah Unit Kerja yang
diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, karena adanya permintaan
sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota Unit Kerja dan diketahui oleh
Pimpinan Cabang, disebabkan karena:
i. Kepemimpinan Pimpinan Unit Kerja dalam keadaan terancam atau
menghadapi hal ihwal kegentingan yang memaksa;
ii. Pimpinan Unit Kerja melanggar Anggaran Dasar/Anggaran Rumah
Tangga, atau Pimpinan Unit Kerja tidak dapat melaksanakan amanat
Musyawarah Unit Kerja sehingga organisasi tidak berjalan sesuai
dengan fungsinya;
iii. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa diselenggarakan oleh Pimpinan
Cabang;
iv. Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa mempunyai kekuasaan dan
wewenang yang sama dengan Musyawarah Unit Kerja;
v. Pimpinan Unit Kerja wajib memberikan pertanggungjawaban atas
diadakannya Musyawarah Unit Kerja Luar Biasa tersebut.
(4) Rapat Pimpinan Unit Kerja (RAPIMNIK):
a. Rapat Pimpinan Unit Kerja adalah rapat pengambilan keputusan dibawah
Musyawarah Unit Kerja;
b. Rapat Pimpinan Unit Kerja berwenang mengambil keputusan-keputusan
selain yang menjadi wewenang Musyawarah Unit Kerja;
c. Rapat Pimpinan Unit Kerja diadakan sekurang-kurangnya sekali dalam
setahun dan diselenggarakan oleh Pimpinan Unit Kerja.
(5) Rapat Kerja Unit Kerja (RAKERNIK):
a. Rapat Kerja Unit Kerja adalah rapat yang diadakan untuk menyusun dan
mengevaluasi program kerja hasil Musyawarah Unit Kerja;
b. Rapat Kerja Unit Kerja dilaksanakan pada awal dan pertengahan periode
kepengurusan.

Pasal 27
Peserta Musyawarah dan Rapat Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga.

BAB IX
KUORUM DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pasal 28
(1) Musyawarah dan rapat-rapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24,
Pasal 25, dan Pasal 26 adalah sah apabila dihadiri oleh lebih setengah jumlah
peserta.
(2) Pengambilan keputusan pada dasarnya dilakukan secara musyawarah untuk
mufakat dan apabila tidak tercapai musyawarah untuk mufakat maka keputusan
diambil berdasarkan suara terbanyak.
(3) Dalam hal musyawarah mengambil keputusan tentang pemilihan Pimpinan,
sekurang-kurangnya disetujui oleh lebih dari setengah jumlah peserta yang hadir
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Khusus tentang perubahan Anggaran Dasar sah apabila:
a. Dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah peserta
musyawarah yang hadir;
b. Disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua per tiga) dari jumlah peserta
musyawarah yang hadir.

BAB X
KEUANGAN
Pasal 29
(1) Keuangan diperoleh dari:
a. Uang pangkal dan iuran anggota;
b. Uang konsolidasi;
c. Sumbangan yang tidak mengikat;
d. Usaha-usaha lain yang sah.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam
Anggaran Rumah Tangga.

BAB XI
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUKUM
Pasal 30
(1) FSP RTMM-SPSI sebagai badan hukum diwakili oleh Pimpinan Pusat di dalam
dan di luar pengadilan.
(2) Pimpinan Pusat FSP RTMM-SPSI dapat melimpahkan kewenangan
sebagaimana tersebut pada ayat (1) kepada Pimpinan Daerah sesuai dengan
tingkatannya masing-masing.
(3) Memberikan advokasi kepada fungsionaris anggota FSP RTMM–SPSI.
(4) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelesaian Perselisihan Hukum diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi.

BAB XII
PEMBUBARAN ORGANISASI
Pasal 31
(1) Pembubaran organisasi hanya dapat dilakukan di dalam suatu Musyawarah
Nasional yang khusus diadakan untuk itu.
(2) Dalam hal pengambilan keputusan tentang pembubaran organisasi,
Musyawarah dinyatakan sah apabila dihadiri oleh seluruh peserta dan
keputusan musyawarah dinyatakan sah apabila disetujui secara aklamasi oleh
peserta yang hadir.
(3) Dalam hal organisasi dibubarkan maka kekayaannya diserahkan kepada badan-
badan/lembaga-lembaga sosial di Indonesia.
BAB XIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 32
(1) Apabila Anggaran Dasar ini mendesak untuk dilaksanakan perubahan karena
tuntutan keadaan dan perkembangan perundang-undangan, maka dapat
dilakukan Perubahan Anggaran Dasar sebelum MUNAS melalui RAPIMNAS dan
selanjutnya dipertanggung jawabkan dalam MUNAS berikutnya.
(2) Bagi daerah-daerah khusus, maka PP FSP RTMM-SPSI dapat menetapkan
kebijakan tentang struktur organisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 16 dalam
Anggaran Dasar ini.

BAB XIV
PERATURAN PERALIHAN
Pasal 33
Peraturan-peraturan yang ada tetap berlaku selama belum diadakan perubahan dan
tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar.

BAB XV
PENUTUP
Pasal 34
(1) Hal-hal yang belum dan/atau belum cukup diatur dalam Anggaran Dasar,
ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga atau Peraturan Organisasi.
(2) Peraturan Dasar pertama kali disahkan oleh MUNAS I SP RTMM-SPSI, tanggal
4 Agustus 1995 di Jakarta dan kemudian dirubah menjadi Anggaran Dasar
pada MUNAS II SP RTMM-SPSI, tanggal 21 Juli 2000 di Bandung. Dirubah
kembali dan ditetapkan oleh MUNAS III FSP RTMM-SPSI pada tanggal 29 Juli
2005, di Kudus Jawa Tengah. Dirubah kembali dan ditetapkan oleh MUNAS IV
FSP RTMM–SPSI pada tanggal 27 Januari 2010, di Hotel Grand Cempaka
Jakarta. Kemudian diubah dan ditetapkan oleh MUNAS V FSP RTMM-SPSI
pada tanggal 29 Mei 2015, di Hotel Aston Denpasar, Bali.
ANGGARAN RUMAH TANGGA

BAB I
KEANGGOTAAN

Pasal 1
CARA MENJADI ANGGOTA
(1) Setiap orang yang mempunyai aspirasi pada Industri RTMM atau lainnya yang
sebagaimana disebut pada pasal 3 Anggaran Dasar yang secara sadar ingin
menjadi anggota FSP RTMM-SPSI yang tergabung dalam PC, PD, dan PP
harus mengisi fomulir pendaftran menjadi anggota;
(2) PUK SP RTMM-SPSI atau Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja sebagaimana
disebut pada pasal 3 Anggaran Dasar yang mempunyai aspirasi dan ingin
menjadi anggota Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) harus mengisi fomulir
pendaftran menjadi anggota;
(3) Formulir pendaftaran rangkap 2 (dua), masing-masing disertai pas photo ukuran
3 x 4 diserahkan kepada PUK SP RTMM-SPSI atau langsung ke PC, PD atau
PP bagi yang bukan pekerja.
(4) PUK SP RTMM-SPSI atau Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja sebagaimana
disebut pada pasal 3 Anggaran Dasar harus melaporkan pendaftaran ke tingkat
PC FSP RTMM-SPSI atau PD FSP RTMM-SPSI apabila tingkat PC tidak ada;
(5) Permintaan menjadi anggota disertai uang pangkal sesuai dengan ketentuan
dalam Anggaran Rumah Tangga ini.
(6) Setiap tingkatan organisasi FSP RTMM-SPSI yang baru terbentuk wajib
mencatatkan lembaganya masing-masing kepada instansi pemerintah terkait,
sedangkan untuk yang sudah tercatat tetapi ada perubahan susunan
kepengurusan wajib memberitahukan kepada instansi pemerintah terkait.

Pasal 2
PENDAFTARAN ANGGOTA
(1) Setiap Serikat Pekerja yang telah mengajukan pendaftaran menjadi anggota
sesuai ketentuan pasal 1 ayat (1) dinyatakan sebagai Calon Anggota;
(2) Setiap calon anggota diteliti kesetiaannya kepada organisasi sekurang-
kurangnya 3 (tiga) bulan sejak didaftarkan, jika setelah 3 (tiga) bulan tidak ada
penolakan dari PUK atau PC atau PD atau PP serta terbukti kesetiaannya
selama menjadi calon anggota, maka dinyatakan sah sebagai anggota;

BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN ANGGOTA

Pasal 3
HAK-HAK ANGGOTA
Setiap Anggota berhak:
1. Memperoleh perlakuan yang sama;
2. Mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan;
3. Memilih dan dipilih;
4. Memperoleh perlindungan dan pembelaan;
5. Memperoleh pendidikan dan pelatihan;
6. Memperoleh penghargaan dan kesempatan mengembangkan diri.
Pasal 4
KEWAJIBAN ANGGOTA
Setiap anggota berkewajiban:
(1) Mematuhi dan melaksanakan seluruh ketentuan yang diatur dalam Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan Peraturan Organisasi;
(2) Mematuhi dan melaksanakan keputusan Musyawarah Nasional dan ketentuan
organisasi lainnya;
(3) Mengamankan dan memperjuangkan kebijakan organisasi;
(4) Membela kepentingan organisasi dari setiap usaha dan tindakan yang
merugikan organisasi;
(5) Menghadiri musyawarah, rapat-rapat, dan kegiatan organisasi;
(6) Berpartisipasi aktif dalam melaksanakan program organisasi;
(7) Membayar iuran anggota.

Pasal 5
BERAKHIRNYA KEANGGOTAAN
Keanggotaan FSP RTMM-SPSI berakhir apabila:
(1) Meninggal dunia;
(2) Mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
(3) Diberhentikan oleh organisasi;
(4) Serikat Pekerja bubar.

BAB III
TINDAKAN DISIPLIN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN/PENGURUS

Pasal 6
TINDAKAN DISIPLIN
Tindakan disiplin dikenakan kepada anggota/pengurus organisasi dapat berupa:
(1) Teguran lisan;
(2) Peringatan tertulis setelah teguran lisan;
(3) Skorsing setelah peringatan tertulis;
(4) Pemberhentian setelah tindakan skorsing;
(5) Penuntutan secara hukum.

Pasal 7
PERINGATAN
(1) Tindakan peringatan diambil terhadap anggota/pengurus atau pimpinan yang
merugikan kepentingan organisasi atas dasar pertimbangan hasil rapat pimpinan
pada masing-masing tingkatan;
(2) Tindakan peringatan sebagaimana disebut pada pasal 7 ayat (1) dilakukan atas
rekomendasi dan keputusan rapat yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah
pengurus.

Pasal 8
SKORSING
(1) Tindakan skorsing dikenakan terhadap anggota/pengurus atau pimpinan karena:
a. Merugikan organisasi baik moril maupun materil;
b. Menyalahgunakan kedudukannya sebagai anggota/pengurus/pimpinan
untuk kepentingan pribadi;
c. Menyalahgunakan hak milik organisasi untuk kepentingan pribadi.
(2) Tindakan skorsing dilakukan oleh Pimpinan Organisasi Serikat Pekerja RTMM-
SPSI pada tingkatan masing-masing atas rekomendasi dan keputusan rapat
yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah pengurus.

Pasal 9
PEMBERHENTIAN
(1) Tindakan pemberhentian terhadap anggota/pengurus atau pimpinan dilakukan
setelah:
a. Dikenakan skorsing namun masih melakukan tindakan kesalahan
sebagaimana disebut pada pasal 8 ayat (1);
b. Tindakan indisipliner yang sangat merugikan organisasi.
(2) Tindakan pemberhentian terhadap anggota/pengurus atau pimpinan diatur
sebagai berikut:
a. Anggota oleh PC atau PD jika tidak ada PC atas usul PUK;
a. PUK oleh PD atas usul PC;
b. PC oleh PP atas usul PD;
c. PD oleh PP atas keputusan rapat PD yang memenuhi quorum 50% + 1.
(3) Tindakan pemberhentian terhadap fungsionaris PP FSP RTMM-SPSI dilakukan
oleh keputusan RAPIMNAS.

Pasal 10
PENUNTUTAN SECARA HUKUM
(1) Anggota atau pimpinan yang merugikan organisasi secara material/finansial
dapat dikenakan tuntutan hukum;
(2) Tuntutan hukum sebagaimana disebut dalam ayat 1 (satu) dilakukan Pimpinan
organisasi pada tingkatan masing-masing atas rekomendasi dan keputusan
rapat yang dihadiri oleh lebih dari setengah jumlah pengurus.

Pasal 11
PEMBELAAN DIRI
Pembelaan diri akibat skorsing dan pemberhentian anggota/pengurus atau pimpinan
dapat dilakukan dalam rapat pimpinan di tingkatan masing-masing (RAPIMNAS,
RAPIMDA, RAPIMCAB, atau RAPIMNIK).

Pasal 12
Tindakan disiplin sebagaimana diatur pada Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan
Pasal 10 dapat dikenakan tidak berdasarkan urutan, melainkan besar kecilnya
pelanggaran, kerugian, dan pengaruh yang ditimbulkannya.

BAB IV
STRUKTUR DAN KEPENGURUSAN

Pasal 13
SUSUNAN PIMPINAN PUSAT
(1) Susunan Pengurus Pimpinan Pusat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang dan
sebanyak-banyaknya 11 (sebelas) orang, terdiri dari:
a. Seorang Ketua Umum;
b. Seorang Wakil Ketua Umum;
c. Beberapa orang Ketua;
d. Seorang Sekretaris Umum;
e. Beberapa orang Sekretaris;
f. Seorang Bendahara Umum;
g. Seorang Bendahara.
(2) Pimpinan Pusat organisasi dapat dilengkapi dengan beberapa anggota yang
mewakili daerah dan disebut Anggota Pleno Pimpinan Pusat.

Pasal 14
SUSUNAN PIMPINAN DAERAH
(1) Susunan Pengurus Pimpinan Daerah sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang dan
sebanyak-banyaknya 9 (sembilan)) orang, terdiri dari:
a. Seorang Ketua;
b. Beberapa orang Wakil Ketua;
c. Seorang Sekretaris;
d. Beberapa orang Wakil Sekretaris;
e. Seorang Bendahara;
f. Seorang Wakil Bendahara.
(2) Pimpinan Daerah dapat dilengkapi dengan beberapa anggota mewakili cabang
dan disebut Anggota Pleno Pimpinan Daerah.

Pasal 15
SUSUNAN PIMPINAN CABANG
(1) Susunan Pengurus Pimpinan Cabang sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang dan
sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, terdiri dari:
a. Seorang Ketua;
b. Beberapa orang Wakil Ketua;
c. Seorang Sekretaris;
d. Beberapa orang Wakil Sekretaris;
e. Seorang Bendahara;
f. Seorang Wakil Bendahara.
(2) Pimpinan Cabang dapat dilengkapi dengan beberapa anggota yang mewakili
PUK dan disebut Anggota Pleno Pimpinan Cabang.

Pasal 16
SUSUNAN PIMPINAN UNIT KERJA
(1) Susunan Pengurus Pimpinan Unit Kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) orang dan
sebanyak-banyaknya 7 (tujuh) orang, terdiri dari:
a. Seorang Ketua;
b. Beberapa orang Wakil Ketua;
c. Seorang Sekretaris;
d. Beberapa orang Wakil Sekretaris;
e. Seorang Bendahara;
f. Seorang Wakil Bendahara.
(2) Pimpinan Unit Kerja dapat dilengkapi dengan beberapa anggota mewakili bagian
atau departemen di tempat kerja dan disebut Komisariat Pimpinan Unit Kerja
yang dipilih langsung oleh anggota di bagian atau departemen tersebut baik
berdasarkan musyawarah mufakat ataupun suara terbanyak yang dinyatakan
secara tertulis.
BAB V
SYARAT- SYARAT UNTUK MENJADI PIMPINAN
Pasal 17
(1) Syarat-syarat untuk menjadi Pimpinan Organisasi baik di tingkat Pimpinan
Pusat, Pimpinan Daerah, ataupun Pimpinan Cabang adalah:
a. Telah menjadi anggota selama 5 (lima) tahun;
b. Menguasai dan memahami masalah organisasi;
c. Menandatangani pernyataan kesediaan dan bersedia aktif menjadi pimpinan.
(2) Syarat-syarat untuk menjadi Pimpinan Unit Kerja adalah:
a. Pekerja pada perusahaan industri barang dan jasa sektor Rokok, Tembakau,
Makanan, Minuman dan sejenisnya serta subsektor industri lainnya
sebagaimana disebut dalam Anggaran Dasar Pasal 3;
b. Telah menjadi anggota sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun, kecuali untuk
pembentukan PUK baru;
c. Menandatangani pernyataan kesediaan untuk menjadi pimpinan organisasi.

BAB VI
PERANGKAPAN JABATAN DAN PENGGANTIAN PIMPINAN ANTAR WAKTU

Pasal 18
PERANGKAPAN JABATAN
(1) Setiap pimpinan organisasi disemua tingkatan dibenarkan merangkap 1 (satu)
jabatan dalam organisasi secara vertikal ke atas atau ke bawah.
(2) Setiap pengurus organisasi dibenarkan merangkap jabatan secara horizontal
dengan Konfederasi pada tingkatan masing-masing.

Pasal 19
MASA JABATAN DAN BERAKHIRNYA JABATAN KEPEMIMPINAN
(1) Masa jabatan Ketua Umum PP dan Ketua PD, PC, PUK SP RTMM-SPSI
maksimal selama dua periode secara berturut-turut;
(2) Masa jabatan kepemimpinan berakhir apabila:
a. Berakhirnya masa jabatan;
b. Meninggal dunia;
c. Mengundurkan diri secara tertulis atas permintaan sendiri;
d. Diberhentikan oleh organisasi.

Pasal 20
PENGGANTIAN PIMPINAN ANTAR WAKTU
(1) Penggantian Pimpinan Antar Waktu adalah penggantian satu atau lebih anggota
pimpinan karena:
a. Meninggal dunia;
b. Mengundurkan diri secara tertulis atas permintaan sendiri;
c. Diberhentikan oleh organisasi.
(2) Penggantian Pimpinan Antar Waktu dilakukan dengan melalui keputusan rapat
organisasi pada tingkatan masing-masing.
BAB VII
KEDUDUKAN DAN TUGAS BADAN DAN LEMBAGA
Pasal 21
(1) Badan dan/atau Lembaga dapat dibentuk di setiap tingkatan organisasi sesuai
dengan kebutuhan dan berfungsi sebagai sarana penunjang pelaksanaan
program organisasi, terdiri dari:
a. Lembaga Bantuan Hukum RTMM (LBH-RTMM);
b. Lembaga Pekerja Wanita dan Anak RTMM (LPWA-RTMM;
c. Lembaga Satuan Tugas Khusus RTMM (SATGASSUS-RTMM).
(2) Komposisi dan personalia kepengurusan Badan dan/atau Lembaga diangkat
dan diberhentikan oleh Pimpinan Pusat.
(3) Badan dan/atau Lembaga yang berada di semua tingkatan tidak berdiri sendiri
tetapi merupakan kepanjangan dari Badan dan/atau Lembaga Pusat yang atas
rekomendasi dari semua tingkatan organisasi sesuai kebutuhannya.
(4) Badan dan/atau Lembaga dapat melakukan koordinasi dengan Badan dan/atau
Lembaga yang berada satu tingkat di bawahnya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan dan atau Lembaga diatur dalam
Peraturan Organisasi.

BAB VIII
KEDUDUKAN, SUSUNAN DAN PERSONALIA MAJELIS PERTIMBANGAN ORGANISASI
(MPO)
Pasal 22
(1) Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) merupakan badan yang bersifat
kolektif.
(2) Susunan dan Personalia MPO ditetapkan oleh formatur dalam MUNAS.
(3) Mekanisme dan tata kerja MPO ditetapkan oleh MPO setelah berkoordinasi
dengan PP FSP RTMM-SPSI.
(4) Jumlah anggota MPO sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang dan sebanyak-
banyaknya 9 (sembilan) orang.

BAB IX
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT

Bagian Kesatu
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT NASIONAL
Pasal 23
(1) Musyawarah Nasional dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Pimpinan Pusat;
b. Majelis Pertimbangan Organisasi;
c. Pimpinan Daerah;
d. Pimpinan Cabang;
e. Pimpinan Unit Kerja.
(3) Peninjau adalah:
a. Unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Pusat
b. Unsur PUK, PC, atau PD diluar dari peserta yang dianggap perlu.
(4) Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat
(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(6) Pimpinan Musyawarah Nasional dipilih dari dan oleh Peserta.
(7) Sebelum Pimpinan Musyawarah Nasional terpilih, Pimpinan Sementara adalah
Pimpinan Pusat.

Pasal 24
Ketentuan mengenai Musyawarah Nasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 23
ayat (1) sampai dengan ayat (7) juga berlaku bagi Musyawarah Nasional Luar Biasa.

Pasal 25
(1) Rapat Pimpinan Nasional dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Pimpinan Pusat;
b. Unsur Majelis Pertimbangan Organisasi;
c. Unsur Pimpinan Daerah;
d. Unsur Pimpinan Cabang;
e. Unsur Pimpinan Unit Kerja.
(3) Peninjau adalah unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Pusat.
(4) Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat.
(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Pimpinan Nasional ditetapkan
oleh Pimpinan Pusat.

Pasal 26
(1) Rapat Kerja Nasional dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Pimpinan Pusat;
b. Unsur Majelis Pertimbangan Organisasi;
c. Unsur Pimpinan Daerah;
d. Unsur Pimpinan Cabang;
e. Unsur Pimpinan Unit Kerja.
(3) Peninjau adalah unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Pusat.
(4) Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Pusat
(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Kerja Nasional ditetapkan oleh
Pimpinan Pusat.

Pasal 27
(1) Rapat Konsultasi Nasional dihadiri peserta dari:
a. Pimpinan Pusat;
b. Unsur Majelis Pertimbangan Organisasi;
c. Unsur Pimpinan Daerah;
d. Unsur Pimpinan Cabang;
e. Unsur Pimpinan Unit Kerja.
(2) Pimpinan Pusat dapat mengundang pihak lain sebagai narasumber.
Bagian Kedua
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT DAERAH
Pasal 28
(1) Musyawarah Daerah dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Unsur Pimpinan Pusat;
b. Pimpinan Daerah;
c. Unsur Pimpinan Cabang;
d. Unsur Pimpinan Unit Kerja.
(3) Peninjau adalah unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Daerah.
(4) Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(6) Pimpinan Musyawarah Daerah dipilih dari dan oleh Peserta.
(7) Sebelum Pimpinan Musyawarah Daerah terpilih, Pimpinan Sementara adalah
Pimpinan Daerah.

Pasal 29
Ketentuan mengenai Musyawarah Daerah sebagaimana tercantum dalam Pasal 28
ayat (1) sampai dengan ayat (7) juga berlaku bagi Musyawarah Daerah Luar Biasa.

Pasal 30
(1) Rapat Pimpinan Daerah dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Unsur Pimpinan Pusat;
b. Pimpinan Daerah;
c. Unsur Pimpinan Cabang;
d. Unsur Pimpinan Unit Kerja.
(3) Peninjau adalah unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Daerah.
(4) Undangan yang ditetapkan oleh Pimpinan Daerah.
(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Pimpinan Daerah ditetapkan
oleh Pimpinan Daerah.

Pasal 31
(1) Rapat Kerja Daerah dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas :
a. Unsur Pimpinan Pusat;
b. Pimpinan Daerah;
c. Unsur Pimpinan Cabang.
d. Unsur Pimpinan Unit Kerja.
(3) Peninjau terdiri atas unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Daerah.
(4) Undangan terdiri atas:
a. Perwakilan Institusi;
b. Perorangan.
(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Kerja Daerah ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah.

Bagian Ketiga
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT CABANG
Pasal 32
(1) Musyawarah Cabang dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Unsur Pimpinan Daerah;
b. Pimpinan Cabang;
c. Unsur Pimpinan Unit Kerja.
(3) Peninjau terdiri atas unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Cabang.
(4) Undangan terdiri atas:
a. Perwakilan Institusi;
b. Perorangan.
(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan ditetapkan oleh Pimpinan Cabang.
(6) Pimpinan Musyawarah Cabang dipilih dari dan oleh peserta.
(7) Sebelum Pimpinan Musyawarah Cabang terpilih, Pimpinan Sementara adalah
Pimpinan Cabang.

Pasal 33
Ketentuan mengenai Musyawarah Cabang sebagaimana tercantum dalam Pasal 32
ayat (1) sampai dengan ayat (7) juga berlaku bagi Musyawarah Cabang Luar Biasa.

Pasal 34
(1) Rapat Kerja Cabang dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Unsur Pimpinan Daerah;
b. Pimpinan Cabang;
c. Unsur Pimpinan Unit Kerja.
(3) Peninjau terdiri atas unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Cabang.
(4) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Pimpinan Cabang ditetapkan
oleh Pimpinan Cabang.

Pasal 35
(1) Rapat Pimpinan Cabang dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Unsur Pimpinan Daerah;
b. Pimpinan Cabang;
c. Unsur Pimpinan Unit Kerja.
(3) Peninjau terdiri atas unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Cabang.
(4) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Kerja Cabang ditetapkan oleh
Pimpinan Cabang.

Bagian Keempat
MUSYAWARAH DAN RAPAT-RAPAT UNIT KERJA
Pasal 36
(1) Musyawarah Unit Kerja dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Unsur Pimpinan Cabang;
b. Pimpinan Unit Kerja;
c. Komisariat Pimpinan Unit Kerja;
d. Anggota atau perwakilan anggota.
(3) Peninjau dari unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Unit Kerja.
(4) Undangan terdiri dari:
a. Perwaklilan institusi;
b. Perorangan.
(5) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan ditetapkan oleh Pimpinan Unit Kerja.
(6) Pimpinan Musyawarah Unit Kerja dipilih dari dan oleh peserta.
(7) Sebelum Pimpinan Musyawarah Unit Kerja terpilih, Pimpinan Sementara adalah
Pimpinan Unit Kerja.

Pasal 37
Ketentuan mengenai Musyawarah Unit Kerja sebagaimana tercantum dalam Pasal
36 ayat (1) sampai dengan ayat (7) juga berlaku bagi Musyawarah Unit Kerja Luar
Biasa.

Pasal 38
(1) Rapat Kerja Unit Kerja dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Unsur Pimpinan Cabang;
b. Pimpinan Unit Kerja;
c. Komisariat;
d. Anggota atau perwakilan anggota.
(3) Peninjau dari unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Unit Kerja.
(4) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Pimpinan Unit Kerja ditetapkan
oleh Pimpinan Unit Kerja.

Pasal 39
(1) Rapat Pimpinan Unit Kerja dihadiri oleh:
a. Peserta;
b. Peninjau;
c. Undangan.
(2) Peserta terdiri atas:
a. Unsur Pimpinan Cabang;
b. Pimpinan Unit Kerja;
c. Komisariat.
(3) Peninjau dari unsur Badan dan Lembaga Pimpinan Unit Kerja.
(4) Jumlah Peserta, Peninjau, dan Undangan Rapat Kerja Unit Kerja ditetapkan oleh
Pimpinan Unit Kerja.

BAB X
HAK BICARA DAN HAK SUARA

Pasal 40
(1) Hak suara adalah hak untuk memilih dan dipilih dalam musyawarah dan rapat
organisasi.
(2) Hak bicara adalah hak untuk menyampaikan usul, saran, dan masukan dalam
musyawarah dan rapat organisasi.
(3) Peserta memiliki hak suara dan bicara, sedangkan peninjau hanya memiliki hak
bicara.

Bagian Pertama
HAK SUARA MUSYAWARAH NASIONAL
Pasal 41
(1) Pengaturan hak suara diatur berdasarkan jumlah anggota yang sah dan telah
memenuhi kewajiban sebagai anggota;
(2) Hak suara Pimpinan Unit Kerja (PUK) diatur sebagai berikut:
a. Sampai dengan 500 (lima ratus) anggota mempunyai 1 (satu) suara;
b. Lebih dari 500 (lima ratus) anggota, setiap 500 (lima ratus) anggota
kelebihannya mendapat tambahan 1 (satu) suara, sebanyak-banyaknya 10
(sepuluh) suara.
(3) Hak suara Pimpinan Cabang (PC) diatur sebagai berikut:
a. Sampai dengan 1000 (seribu) anggota, mempunyai hak 1 (satu) suara;
b. Lebih dari 1000 (seribu) anggota, setiap 1000 (seribu) anggota kelebihannya
mendapat tambahan 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh)
suara.
(4) Hak suara Pimpinan Daerah (PD) diatur sebagai berikut:
a. Sampai dengan 1000 (seribu) anggota, mempunyai hak 1 (satu) suara;
b. Lebih dari 1000 (seribu) anggota, setiap 1000 (seribu) anggota kelebihannya
mendapat tambahan 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh)
hak suara.
(5) Tiap Pengurus Pimpinan Pusat yang demisioner mempunyai hak 1 (satu) suara.
(6) Majelis Pertimbangan Organisasi (MPO) mempunyai hak 5 (lima) suara.

Bagian Kedua
HAK SUARA MUSYAWARAH DAERAH
Pasal 42
(1) Pengaturan hak suara diatur berdasarkan jumlah anggota yang sah dan telah
memenuhi kewajiban sebagai anggota;
(2) Hak Suara Pimpinan Unit Kerja (PUK) diatur sebagai berikut:
a. Sampai dengan 250 (dua ratus lima puluh) anggota, mempunyai hak 1
(satu) suara;
b. Lebih dari 250 (dua ratus lima puluh) anggota, setiap 250 (dua ratus lima
puluh) anggota kelebihannya mendapat tambahan hak 1 (satu) suara dan
sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) hak suara.
(3) Hak Suara Pimpinan Cabang (PC) diatur sebagai berikut:
a. Sampai dengan anggota 1000 (seribu) orang, mempunyai hak 1 (satu)
suara;
b. Lebih dari 1000 (seribu) anggota, setiap 1000 (seribu) anggota kelebihannya
mendapat tambahan 1 (satu) suara dan sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh)
hak suara;
(4) Tiap Pengurus Pimpinan Daerah yang demisioner mempunyai hak 1 (satu)
suara.

Bagian Ketiga
HAK SUARA MUSYAWARAH CABANG
Pasal 43
(1) Pada dasarnya perhitungan dan pengaturan hak suara diatur berdasarkan
jumlah anggota yang sah dan telah memenuhi kewajiban sebagai anggota;
(2) Hak Suara Pimpinan Unit Kerja (PUK) diatur sebagai berikut:
a. Sampai dengan 200 (dua ratus) anggota, mempunyai hak 1 (satu) suara;
b. Lebih dari 200 (dua ratus) anggota, setiap 200 (dua ratus) anggota
kelebihannya mendapat tambahan hak 1 (satu) suara dan sebanyak-
banyaknya 10 (sepuluh) hak suara.
(3) Tiap Pengurus Pimpinan Cabang yang demisioner mempunyai hak 1 (satu)
suara.

Bagian Keempat
HAK SUARA MUSYAWARAH UNIT KERJA
Pasal 44
(1) Setiap anggota yang sah dan telah memenuhi kewajiban sebagai anggota
mempunyai hak 1 (satu) suara;
(2) Dalam hal menggunakan perwakilan, maka setiap wakil yang diberi mandat atau
ditunjuk anggota di bagian atau departemennya maksimal hanya boleh mewakili
50 (lima puluh) anggota, mempunyai hak 1 (satu) suara;
(3) Lebih dari 50 (lima puluh) orang anggota, setiap 50 (lima puluh) anggota
kelebihannya mendapat tambahan hak 1 (satu) suara.

BAB XI
PEMILIHAN PIMPINAN ORGANISASI
Pasal 45
(1) Pemilihan Ketua Umum Pimpinan Pusat, Ketua Pimpinan Daerah, Ketua
Pimpinan Cabang, dan Ketua Pimpinan Unit Kerja dilaksanakan secara
langsung oleh Peserta Musyawarah;
(2) Pemilihan dilaksanakan melalui tahapan Pencalonan dan Pemilihan;
(3) Ketua Umum atau Ketua Terpilih ditetapkan sebagai Ketua Formatur;
(4) Penyusunan Pengurus Pimpinan Organisasi dilakukan oleh Ketua Formatur
dibantu beberapa orang Anggota Formatur.
(5) Tata Cara Pemilihan Pimpinan Organisasi sebagaimana tercantum pada ayat (1)
sampai dengan ayat (4) dalam Pasal ini diatur dalam Peraturan Organisasi.
BAB XII
KEUANGAN
Pasal 46
(1) Sumber-sumber keuangan organisasi terdiri atas:
a. Uang pangkal tiap anggota sebanyak 2% dari upah bruto/bulan pada waktu
pendaftaran;
b. Iuran wajib tiap anggota sebanyak 1% dari upah bruto/bulan dipungut setiap
bulan;
c. Sumbangan sukarela yang tidak mengikat;
d. Uang Konsolidasi;
e. Usaha-usaha lain yang sah;
f. Bantuan dari Anggaran Negara/Daerah.
(2) Semua pemasukan dan pengeluaran keuangan organisasi
dipertanggungjawabkan oleh Pimpinan organisasi pada musyawarah sesuai
tingkatannya dan dilaporkan kepada instansi yang berwenang menurut
peraturan perundang-undangan juncto BAB VII UU No. 21 Tahun 2000 tentang
Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
(3) Ketentuan mengenai pengelolaan dan mekanisme pertanggungjawaban
keuangan organisasi diatur dalam Peraturan Organisasi.

BAB XIII
PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUKUM
Pasal 47
(1) Jenis perselisihan hukum:
a. Sengketa Organisasi;
b. Sengketa Perdata.
(2) Penyelesaian perselisihan hukum:
a. Musyawarah;
b. Arbitrase;
c. Peradilan.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang penyelesaian perselisihan hukum diatur dalam
Peraturan Organisasi.

BAB XIV
ATRIBUT ORGANISASI
Pasal 48
(1) FSP RTMM-SPSI mempunyai atribut yang terdiri dari:
a. Logo;
b. Bendera;
c. Hymne;
d. Mars Pekerja.
(2) Logo sebagaimana tercantum pada ayat (1) butir a, terdaftar secara resmi di
Departemen Hukum dan HAM Republik Indonesia.
(3) Logo sebagaimana tercantum pada ayat (1) butir a, mempunyai arti dan makna
sebagai berikut:
a. Lingkaran dengan 20 gerigi warna hitam, lambang semangat dan persatuan
pekerja sebagai kelanjutan SBLP yang lahir pada 20 Februari 1973;
b. Dasar logo warna biru laut, bermakna dinamika (laut) dan etos kerja;
c. Padi dan tangkai warna kuning terikat erat dengan kapas warna putih,
bermakna bersatu padu bekerja keras meningkatkan produktivitas untuk
kesejahteraan pekerja dan bangsa Indonesia;
d. Tangkai Kapas warna hijau, lambang kesuburan Tanah Air dan lingkungan
hidup yang harus secara terus menerus dipelihara, dimanfaatkan, dan
dikembangkan untuk kemakmuran masyarakat;
e. Segi lima warna merah dan dasar putih, lambang semangat kebangsaan
yang berdasar Pancasila dan UUD 1945;
f. Tulisan FSP RTMM-SPSI warna merah, bermakna FSP RTMM-SPSI sebagai
wahana yang dinamis untuk mencapai cita-cita.
(4) Ketentuan tentang atribut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi.

BAB XV
PENUTUP
Pasal 49
(1) Hal-hal yang belum ditetapkan dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur dalam
Peraturan Organisasi dan keputusan-keputusan lainnya.
(2) Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Anda mungkin juga menyukai