Anda di halaman 1dari 52

CRITICAL BOOK REPORT

Mata Kuliah: Perpajakan


Dosen: Roza Thohiri S.E.,M.Si

DISUSUN
OLEH: KELOMPOK 9

1. Anastasya Sitohang (7163141003)


2. Dono Firdaus Harianja (7163141013)
3. Raysa Rejeki (7162141015)
4. Sundari (7163141034)
5. Yulia Putri (7162141017)
B-Reguler Pendidikan Ekonomi

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat,
inayah dan hidayahnya tugas ini dapat terselesaikan. Laporan ini disusun atas
dasar tugas Critical Book Report mata kuliah Perpajakan. Tidak lupa kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen mata kuliah Perpajakan, Bapak
Roza Thohiri, S.E.,M.Si, yang telah membimbing kami dalam penyelesaian tugas
ini.
Tujuan dari penulisan laporan ini adalah untuk pemenuhan tugas mata
kuliah Perpajakan. Semoga dengan adanya tugas ini dapat bermanfaat untuk kita
dan pembaca dimasa yang akan datang.
Penyusun menyadari bahwa penulisan maupun pelaporan tugas ini masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca yang
membangun sangat penulis harapkan guna menyempurnakan tugas ini. Semoga
para pembaca mendapatkan informasi dari tugas ini dan dapat bermanfaat untuk
kami juga pada para pembaca sekalian.

Medan, 26 Maret 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi...............................................................................................................ii
Bab I Pendahuluan..............................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan Penulisan.......................................................................................2
C. Manfaat Penulisan.....................................................................................2
Bab II Isi Buku.....................................................................................................3
A. Identitas Buku............................................................................................3
B. Ringkasan Buku Utama.............................................................................3
Bab III Pembahasan............................................................................................46
A. Kelebihan Buku.........................................................................................46
B. Kelemahan Buku.......................................................................................47
Bab IV Penutup...................................................................................................49
A. Kesimpulan................................................................................................49
B. Saran..........................................................................................................49
Daftar Pustaka.....................................................................................................50
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 Angka 1, pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Manfaat atau fungsi utama dari pajak
adalah sebagai sumber dana bagi negara untuk membiayai keperluan-keperluan
negara, fungsi pajak ini disebut sebagai fungsi budgetair. Karena hampir 85%
sumber pendapatan negara berasal dari penerimaan pajak yang digunakan untuk
belanja negara, belanja daerah, belanja kementerian/lembaga lainnya. Di samping
itu pajak juga dapat berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan-kebijakan pemerintah di berbagai aspek atau bidang kehidupan seperti
bidang ekonomi, sosial, budaya dan lainnya.
Sudah tidak dipungkiri lagi bahwa peran pajak tersebut sangatlah penting
untuk sebuah negara. Sehingga diperlukan kesadaran oleh setiap warga negara
untuk membayar pajak kepada negara. Karena seperti yang telah disampaikan di
atas, bahwa pajak tersebut dapat berfungsi untuk membiayai segala belanja negara
yang dibutuhkan untuk pembangunan guna meningkatkan kemakmuran
masyarakat dalam negara tersebut.
Di dalam memberikan pemahaman dan pembelajaran mengenai
perpajakan ini, dibuatlah sebuah buku yang dapat mendukung proses
pembelajaran khususnya pembelajaran mengenai perpajakan tersebut. Selain itu
agar mahasiswa memahami dan mengerti peran penting dan perhitungan
perpajakan, maka buku mengenai perpajakan yang akan dikritisi ini dibuat. Dalam
pengkritisann terhadap buku perpajakan tersebut, tidak semerta-merta penulis
memberikan kekurangan atau kelemahan yang dijumpai pada buku itu saja,
melainkan juga pada kelebihan atau kekuatan yang ada di buku tersebut.
Pengkritisan terhadap buku perpajakan ini juga dilakukan guna untuk
mengetahui segala informasi yang disampaikan dalam buku tersebut, khususnya
informasi mengenai perpajakan mulai dari pengertian pajak, hingga cara
membayar pajak itu sendiri.

B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan pada latar belakang di atas, tujuan penulisan dari laporan
tugas ini sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan yang diberikan oleh
dosen pengampu mata kuliah tersebut,
2. Untuk memahami konsep dan teori serta cara perhitungan pajak yang
dapat berguna untuk kehidupan yang akan datang,
3. Untuk mengasah kemampuan mahasiswa dalam mengkritisi,
menganalisis, dan membandingkan dua buku atau lebih,
4. Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif
mahasiswa.

C. Manfaat Penulisan
Berdasarkan tujuan penulisan di atas, manfaat yang dapat diperoleh
dengan penulisan tugas ini adalah:
1. Mahasiswa dapat memahami konsep dan teori serta cara perhitungan
pajak mulai dari pajak penghasilan sampai kepada pajak untuk bea
materai,
2. Mahasiswa dapat mengasah kemampuan dalam mengkritisi,
menganalisis, dan membandingkan dua buku atau lebih,
3. Mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
BAB II
ISI BUKU

A. Identitas Buku
Judul buku : Perpajakan
Penulis : Roza Thohiri S.E.,M.Si
Penerbit : Unimed Press
Tahun terbit : 2018
Jumlah halaman : 214 halaman
ISBN :-
Bahasa : Indonesia

B. Ringkasan Isi Buku


BAB I
PENGETAHUAN DASAR PERPAJAKAN
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, pajak adalah
kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sesuatu disebut
sebagai pajak jika memiliki unsur: (1) Pembayaran kepada negara, (2)
Berdasarkan Undang-Undang, (3) Tidak mendapatkan imbalan secara langsung,
dan (4) Digunakan untuk keperluan negara.
Manfaat atau fungsi utama dari pajak adalah sebagai sumber dana bagi
negara untuk membiayai keperluan-keperluan negara (fungsi budgetair), sebagai
alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan-kebijakan pemerintah di
berbagai aspek atau bidang kehidupan seperti bidang ekonomi, sosial, budaya dan
lainnya (fungsi mengatur).
Dasar Teori Pemungutan Pajak
Beberapa teori yang menjadi dasar didalam suatu negara untuk memungut
pajak, adalah :
a. Teori Asuransi
b. Teori Kepentingan
c. Teori Daya Pikul
d. Teori Bakti
e. Teori Asas Daya Beli
Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus
memenuhi persyaratan, yaitu:
a. Pemungutan pajak harus adil.
b. Pengaturan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.
c. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian.
d. Pemungutan pajak harus efisien.
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Stelsel Pajak
Pada umumnya sistem pemungutan pajak (stelsel pajak) ada 3, yaitu:
a. Stelsel Nyata (Riel Stelsel): Pengenaan pajak didasarkan pada objek
(penghasilan) yang nyata sehingga pemungutannya baru dapat
dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang
sesungguhnya telah dapat diketahui.
b. Stelsel Anggaran (Fictieve Stelsel): Suatu system pengenaan pajak yang
didasarkan pada suatu fiksi (anggapan) yang diatur oleh Undang-
Undang. Stelsel ini menerapkan system pemungutan pajak di depan.
c. Stelsel Campuran: Perpaduan dari stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Pada awal tahun besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan,
kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan
sebenarnya.
Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan
mengenakan pajak adalah:
a. Asas domisili atau asas kependudukan (domicile/residence principle)
b. Asas sumber
c. Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas
kewarganegaraan (nationality/citizenship principle)
Pengelompokan Pajak
a. Menurut golongannya pajak terdiri dari pajak langsung dan pajak tidak
langsung.
b. Menurut sifatnya pajak terdiri dari pajak subjektif dan pajak objektif
c. Menurut lembaga pemungutannya pajak terdiri dari pajak pusat dan
pajak daerah
d. Menurut kredit pajaknya pajak terdiri dari pajak final dan pajak tidak
final.
Sistem Pemungutan Pajak
a. Official Assessment System, adalah sistem pemungutan yang memberu
wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh WP.
b. Self Assessment System, adalah sistem pemungutan pajak yang
memberikan wewenang kepada WP untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang.
Tarif Pajak
Tarif pajak yang ada adalah sebagai berikut:
a. Tarif sebanding/proporsional adalah tarif berupa persentase yang tetap,
terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak
yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
b. Tarif tetap adalah tarif berupa jumlah yang tetap terhadap berapapun
jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang
tetap.
c. Tarif progresif adalah tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar
Lapisan Penghasilan Kena Progresif Progresif Progresif
Progresif Tetap Degresif
Pajak
0 – 50.000.000,- 5% 5% 5%
> 50.000.000 – 250.000.000,- 10% 15% 15%
> 250.000.000 – 500.000.000,- 20% 25% 22%
> 500.000.000,- 35% 35% 26%

d. Tarif degresif adalah tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah
yang dikenai pajak semakin besar.
Lapisan Penghasilan Kena Degresif Degresif Degresif
Progresif Tetap Degresif
Pajak
0 – 50.000.000,- 26% 35% 35%
> 50.000.000 – 250.000.000,- 22% 25% 20%
> 250.000.000 – 500.000.000,- 15% 15% 10%
> 500.000.000,- 5% 5% 5%
Perlawanan Pajak
Perlawanan pajak pasif, masyarakat tidak membayar pajak, yang dapat
disebabkan antara lain: (1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat, (2)
Sistem perpajakan yang mungkin sulit dipahami masyarakat, dan (3) Sistem
kontrol dan pengawasan yang tidak ada.

BAB II
KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana
dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.Fungsinya adalah sebagai sarana dalam administrasi perpajakan,
sebagai identitas wajib pajak, menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan
pengawasan administrasi perpajakan, dicantumkan dalam berbagai dokumen, dan
lain sebagainya.
Adapun yang wajib ber-NPWP adalah:
a. Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara
terpisah karena: (1) Hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim, (2)
Menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan
dan harta, atau (3) Memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannnya terpisah dari suaminya meskipun tidak terdapat keputusan
hakim
b. Wajib Pajak badan yang hanya memiliki kewajiban perpajakan sebagai
pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan
c. Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan pemungut pajak sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Tata cara pendaftaran NPWP telah diatur kembali melalui Peraturan
Direktoran Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013. Permohonan
pendaftaran dapat dilakukan secara elektronik dengan mengisi Formulir
Pendaftaran Wajib Pajak pada Aplikasi e-Regristration yang tersedia pada laman
Direktoran Jenderal Pajak di www.pajak.go.id atau datang langsung ke kantor
pajak.
NPPKP adalah nomor yang diberikan kepada pengusaha yang memenuhi
syarat sebagai pengusaha kena pajak. Pengusaha kena pajak adalah pengusaha
yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa kena pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang PPN
Surat Pemberitahuan
SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan
penghitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan bukan objek pajak dan
harta dan kwajiban. Jenis SPT meliputi SPT Tahunan dan Masa yang terdiri dari
SPT Masa PPh, SPT Masa PPN dan SPT Masa PPN bagi pemungut PPN.Bentuk
SPT meliputi formulir kertas dan dokumen elektronik.
Surat Setoran Pajak
SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan
dengan menggunaka formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan. Fungsi SSP
sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh pejabat kantor
penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatlan validasi.
Surat Ketetapan Pajak
Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada WP
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena
ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP. Fungsi SKP adalah
sebagai sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang
berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal, sarana untuk
mengenakan sanksi administrasi perpajakan, sarana administrasi untuk melakukan
penagihan pajak, dan lain sebagainya.
Jenis-jenis ketetapan pajak adalah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak
Nihil (SKPN), Surat Tagihan Pajak (STP)
Kewajiban dan Hak Wajib Pajak
Kewajiban Wajib Pajak adalah : (1) Mendaftarkan diri untuk NPWP, (2)
Melaporkan usahanya untuk PKP, (3) Menghitung dan membayar sendiri pajak
dengan benar, (4) Mengisi dengan benar SPT, dan melaporkannya ke KPP dalam
waktu yang ditentukan, (5) Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, (6)
Jika diperiksa wajib memperlihatkan atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek pajak yang terutang,
memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dipandang
perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, (7) Apabila dalam
waktu mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan
yang diminta, WP terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka
kewajiban merahasiakan itu ditiadakan.
Hak – hak Wajib Pajak adalah : (1) Mengajukan surat keberatan dan
banding, (2) Menerima tanda bukti pemasukan SPT, (3) Melakukan pembetulan
SPT yang telah dimasukkan, (4) Mengajukan permohonan penundaan
penyampaian SPT, (5) Meminta pengembalian kelebihan pembayaran pajak, (6)
Memberi kuasa kepada orang untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya, (7)
Meminta bukti pemotongan atau pemungutan pajak, (8) Mengajukan keberatan
dan banding.
BAB III
SENGKETA DALAM PAJAK
Sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan
dituruti/ditaati/dipatuhi.
Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada negara
khususnya yang berupa bunga dan kenaikan. Sanksi pidana merupakan siksaan
atau penderitaan dan meruapakan satu alat terakhir atau benteng hukum yang
digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi
Keberatan
Dalam kenyataan sering kali terjadi bahwa suatu ketetapan pajak yang
telah diteritkan oleh DJP ternyata tidak sesuai dengan harapan atau pajak terutang
yang diinginkan versi WP sesuai perhitungannya.
Banding
Alasan WP tidak menyetujui atas suatu Surat Keputusan Keberatan, WP
dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak sebagai upaya hukum
terakhir.Putusan dari Badan Peradilan Pajak ini merupakan keputusan pengadilan
khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara (sesuai ketentuan pasal 27 ayat
(2) UU KUP 2007). Putusan banding adalah putusan Badan Peradilan Pajak atas
banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Banding diajukan dengan Surat Banding dalam Bahasa Indonesia yang ditujukkan
kepada Pengadilan Pajak dengan melampirkan: (a) Salinan Keputusan Yang
disbanding; (b) Bukti pembayaran sebesar 50% dari pajak yang terutang yang
dibanding data dan bukti-bukti pendukung (SKP, Surat Permohonan Kebertan,
SPT, Laporan Keuangan dan lain-lain); (c) Pemohon Banding dapat melengkapi
bandingnya untuk memenuhi ketentuan yang berlaku sepanjang masih dalam
jangk waktu 3 bulan sejak diterima Keputusan yang disbanding, dan (d) Paling
lama 14 haris sebelum persidangan dimulai, Pemohon Banding mendapatkan
pemberitahuan sidang.
Pemeriksaan
Undang-undang perpajakan yang baru memberikan wewenang melakukan
penelitian serta penyelidikkan terhadap Wajib Pajak yang diduga kurang/tidak
melaksanakan kewajiban perpajakannya atau terhadap Wajib Pajak yang meminta
kelebihan pembayaran pajak. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk
mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk
mengji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam
rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penyidikan
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti
yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan yang
terjadi serta menemukan tersangkanya.Penyidikan tindak pidana bidang
perpajakan dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
Penagihan Pajak
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2000. Dalam melaksanakan penyitaan, juru sita pajak berwenang memasuki dan
memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk
menemukan objek sita ditempat usaha, ditempat kedudukan, atau ditempat tinggal
penanggung pajak, atau ditempat lain yang dapat diduga sebagai tempat
penyimpanan objek sita.Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan
penagihan pajak yang dilaksanakan oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak
tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang
pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak.
Pengadilan Pajak
Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 20 Tahun 2000 tentang Pengadilan
Pajak, definisi Pengadilan Pajak adalah Badan Peradilan yang melaksanakan
kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau penanggung pajak yang mencari
keadilan terhadap Sengketa Pajak. Peradilan administrasi pajak umumnya
melibatkan 2 pihak, yaitu pihak wajib pajak dengan aparat pajak
(fiskus).Peradilan pajak dapat dibagi menjadi 2, yaitu Peradilan Administrasi
Tidak Murni dan Peradilan Administrasi Murni.

BAB IV
PAJAK PENGHASILAN UMUM
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 2, subjek pajak
adalah orang yang di tuju oleh undang-undang untuk dikenakan pajak. PPh
dikenakan terhadapa subjek pajak atas penghasilan yang diterima/diperolehnya
dalam tahun pajak. Dalam peraturan DJP Nomor PER-43/PJ/2011 Tanggal 28
Desember 2011, yang menjadi Subjek Pajak adalah a) orang pribadi; b) Badan,
terdiri dari PT, CV, Perseroan lainnya, BUMN, BUMD, Persekutuan,
Perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis,
lembaga, dana pensiun, bentuk badan usaha lain; c) Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 2A, pajak
penghasilan merupakan jenis pajak suejktif yang kewajiban pajaknya melekat
pada subjek pajak bersangkutan, artinya kewajiban tidak dilimpahkan kepada
subjek pajak lainnya.
Menurut Undang-undang pajak penghasilan nomor 36 tahun 2008 didalam
Pasal 4 ayat (1) sebagai berikut: yang menjadi objek pajak adalah Penghasilan.
Penghasilan: setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima/diperoleh WP,
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai
untuk konsumsi/untuk menambah kekayaan WP yang bersangkutan, dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 didalam
Pasal 4 ayat (3) sebagai berikut:
- Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat/lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan
para penerima zakat yang berhak.
- Harta hibahan yang ditera oleh keluarga sedarah dalam garis keturuan lurus
satu derajat dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan
sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
- Warisan
- Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal.
- Penggantian/imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari WP/pemerintah
- Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
- Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP DN
- Iuran yang diterima/diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan
- Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-
bidang tertentu yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan
- Bagian laba yang diterima/diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma
dan kongsi
- Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5
tahun pertama sejak pendirian perusahaan/pemberian izin usaha
- Penghasilan yang diterima/diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian
laba dari baan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau
kegiatan di Indonesia.
WP DN atau BUT yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah
Penghasilan Kena Pajak (PKP).WP LN yang menjadi dasar adalah penghasilan
bruto. Ada 2 cara untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak; yaitu (1)
Perhitungan PPh dengan dasar pembukuan; dan (2) Perhitungan PPH dengan
dasar pencatatan, yang terbagi dalam 2 norma penghasilan, antara lain: a) Norma
Perhitungan Penghasilan Neto; dan b) Norma Perhitungan Penghasilan Bruto.
Wajib pajak dapat menghitung dan melunasi pajak penghasilan melalui 2
cara, yaitu (1) pelunasan pajak tahun berjalan; (2) pelunasan pajak sesudah akhir
tahun.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 17, tarif pajak
penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut:
Untuk WP OP DN
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
0 – 50.000.000 5%
50.000.000 – 250.000.000 15%
250.000.000 – 500.000.000 25%
>500.000.000 30%

Untuk WP Badan DN dan BUT


Tahun Pajak Penghasilan Tarif Pajak
Tahun 2009 28%
Tahun 2010, dst … 25%
Beban-beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto bagi WP DN
dan BUT:
a. Beban/biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun
merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan.
b. Beban/biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi.
Berdasarkan Undang-Undang Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6
dan Pasal 9, pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan oleh WP dapat dibedakan
menjadi 2 bagian, yaitu (1) pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya
(deductible expenses); (2) pengeluaran yang tidak dapat dibebankan sebagai biaya
(non-deductible expenses).
Penyusutan dan Amortisasi
Pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran
tersebut selama masa manfaat harta tersebut melalui penyusutan.

BAB V
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 ialah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib
pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa
dan kegiatan.
Pemotongan PPH pasal 21
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.
b. Bendahara pemerintah baik pusat maupun daerah.
c. Dana pension atau badan lain seperti jaminan social tenaga kerja
(jamsostek) dan badan-badan lainnya.
d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
serta badan yang membayar honorarium atau pembayaran lainnya
kepada jasa tenaga ahli, orang pibadi dengan status subjek pajak luar
negeri, peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
e. Penyelenggaraan kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi
yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi
serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan.
Penghasilan yang dipotong PPH Pasal 21
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik beripa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerimaan pension secara
teratur berupa uang pension atau pengahsilan sejenisnya.
c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan
penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara
sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
d. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang
dibayarkan secara bulanan;
e. imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,
komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk
apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan;
f. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama
apapun.
Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
a. pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
b. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk
apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali
diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak Penghasilan
berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran tunjangan hari tua
atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari
tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar
oleh pemberi kerja;
d. zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;
e. Beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari
Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan
formal/nonformal yang terstruktur baik di dalam negeri maupun luar
negeri.
Biaya Jabatan dan Biaya Pensiunan
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya sebesar
Rp. 6.000.000,00 setahun atau Rp. 500.000,00 sebulan.
Penghasilan tidak kena pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI
Nomor 162/PMK.011/2016 tentang penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak
Kena Pajak yang ditetapkan pada tanggal 27 Juni 2016.
Berikut ini adalah jumlah penghasilan tidak kena pajak (PTKP) terbaru:
1) Untuk diri wajib pajak orang pribadi = Rp. 54.000.000,-
2) Tambahan untuk wajib pajak kawin = Rp. 4.500.000,-
3) Tambahan untuk penghasilan istri yang
digabung dengan penghasilan suami = Rp. 54.000.000,-
4) Tambahan untuk anggota keluargab(max. 3 org)= Rp. 4.500.000,-
Tarif PPH Pasal 21 adalah menggunakan tariff pasal 17 Undang-undang
pajak penghasilan No. 36 Tahun 2008 Sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
0 – 50.000.000 5%
Di atas 50.000.000-250.000.000 15%
Di atas 250.000.000-500.000.000 25%
Di atas 500.000.000 30%
Cara menghitung PPH PAsal 21
Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah
tanpa anak, memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana
mengikuti program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi
Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing
0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung iuran Jaminan Hari
Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto membayar
iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT
Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra
Kirana membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar
Rp100.000,00, sedangkan Budi Karyanto membayar iuran pensiun sebesar
Rp50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto hanya menerima pembayaran
berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah sebagai berikut:
Gaji 3.000.000,00
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 15.000,00
Premi Jaminan Kematian 9.000,00
Penghasilan bruto 3.024.000,00
Pengurangan
1. Biaya jabatan
5%x3.024.000,00 151.200,00
2. Iuran Pensiun 50.000,00
3. Iuran Jaminan Hari Tua 60.000,00
261.200,00
Penghasilan neto sebulan 2.762.800,00
Penghasilan neto setahun
12x2.762.800,00 33.153.600,00
PTKP
- untuk WP sendiri 24.300.000,00
- tambahan WP kawin 2.025.000,00
26.325.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun 6.828.600,00
Pembulatan 6.828.000,00
PPh terutang
5%x6.828.000,00 341.400,00
PPh Pasal 21 bulan Juli
341.400,00 : 12 28.452,00
Catatan:
 Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang
bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan
ataupun tidak.
 Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki
NPWP. Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP,
maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Juli adalah
sebesar: 120% x Rp28.452,00=Rp 34.140,00

BAB VI
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
Pajak penghasilan pasal 22 adalah PPH yang dipungut oleh :
1) Bendahara pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah
dan lembaga-lembaga Negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran
atas penyerahan barang.
2) Bdan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan dibidang impor atau kegiatan usaha dibidang lain.
3) Wajib pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
Pemungut dan Objek PPH Pasal 22
1) Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) atas
impor barang.
2) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), bendahara pemerintah
pusat/daerah yang elakukan pembayaran atas pembelian barang.
3) BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari belanja Negara (APBN) dan atau belanja daerah
(APBD) kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.
4) Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan
Logistik (BULOG), PT.Telekomunikasi Indonesia (Telkom),
PT.Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT.Garuda Indonesia,
PT.Indosat, PT.Krakatau Steel, Pertamina danbank-bank BUMN yang
melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari
APBN maupun dari non APBN;
5) Badan usaha yang bergerak dalam bidang industry semen, industry
rokok, industry kertas, industry baja dan industry otomotif, yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil
produksinya di dalam negeri;
6) Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atau
penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7) Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur
Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri
atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
8) Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong
sangat mewah.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 107/PMK 010/2015 Tanggal
Juni 2015 Tentang pemungutan pajak penghasilan pasal 22 sehubungan dengan
pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain, diatur sebagai berikut :
Atas impor
a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua
setengah persen) dari nilai impor
b. yang tidak menggunakan API , 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai
impor
c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen)
d. nilai impor adalah penjumlahan dari nilai cost, insurance, freight, bea
masuk dan bea masuk tambahan.
Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, bendahara pemerintah,
BUMN/BUMD sebesar 1.5% dari harga pembelian tidak termasuk ppn
dan tidak termasuk final.
Pengecualian pemungutan PPH pasal 22
1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh.
2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk
3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk
di ekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya
yang jumlahna paling banyak Rp 2.000.000
5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM, benda-benda pos.
6. Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang
perhiasan
7. Pembayaran/pencairan dana jarring pengaman social oleh kantor
pembendaharaan dank as Negara.
8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh bulog.
Saat terutang dan pelunasan/pemungutan PPH pasal 22
1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
pemayaran bea masuk.
2. Atas pembelian barang terutang dan dipungut pada saat pembayaran.
3. Atas penjualan hasil produksi terutang dan dipungut pada saat
penjualan.
4. Atas penjualan hasil produksi dipungut pada saat surat penertiban surat
perintah pengeluaran barang.
5. Atas pembelian bahan-bahan terutang dan dipungut pada saat
pembelian.

Contoh perhitungan PPH pasal 22


PPh pasal 22 atas pembayaran pembelian oleh bendaharawan
Pada tanggal 1 april 2014, Dinas pendidikan dan kebudayaan medan membeli
mebel dan peralatan kantor dari perdana furniture senilai Rp 220.000.000
(termasuk PPN). Berapa PPh pasal 22 yang dipungut? Dan berapa tagihan yang
dibayar dinas pendidikan dan kebudayaan medan?
Jawab: DPP PPN = Rp 220.000.000/110%
= Rp 200.000.000,-
PPh pasal 22 (1.5%) = Rp 3.000.000
Tagihan yang dibayar = Rp 217.000.000

BAB VII
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
Pajak penghasilan Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan
yang berasal dari modal, penyerahan jasa atau hadiah dan penghargaan, selain
yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pemotong PPh Pasal 23 :
a. Badan pemerintah
b. Subjek pajak badan dalam negeri
c. Penyelenggaraan kegiatan
d. Badan usaha tetap
e. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
f. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yanh ditunjuk oleh
Direktur Jenderal Pajak.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23
a. Wajib pakak dalam negeri
b. Badan Usaha Tetap
CONTOH PPERHITUNGAN PPH PASAL 23
Nama Pemegang Jumlah penyertaan Jumlah dividen PPH Pasal 23
Saham modal
PT. A 10% 10.000.000 1.500.000
BANK MANDIRI 26% 26.000.000 0
PT. C 30% 30.000.000 0
CV. D 19% 19.000.000 2.850.000
TUAN HAKIM 15% 15.000.000 0
TOTAL 100% 100.000.000
Pada bulan April 2016 PT. Berkembang selalu membayar jasa auditor Rp.
22.000.000 (termasuk ppn) .Hiitung PPh Pasal 23 yang harus dipotong?
Jawab :
DPP PPN = Rp. 22.000.000 / 110%
= Rp. 20.000.000
PPh Pasal 23(2%) = Rp. 400.000

BAB VIII
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24
Pajak terutang yang dibayarkan di Luar Negeri atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dari Luuar Negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak
penghasilan terutang atas seluruh Penghasilan Wajib Pajak (WP) di dalam negeri.
Tujuan dari PPh Pasal 24 adalah meringankan beban pajak ganda yang
dapat terjadi karena penggunaan pajak atas penghasilan yang dapat diterima atau
diperole dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia
Penggabungan penghasilan dari dalam negeri adalah akumulasi dari
seluruh penghasilan dalam negeri termasuk kerugian, sedangkan yang dapat
dimasukkan untuk penggabungan penghasilan luar negeri adalah :
1. Untuk penghasilan dari usaha utam, penggabungan dilakukan pada
tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut
2. Untuk penghasilan diluar usaha utama
3. Untuk penghasilann dari deviden yang diterima wajib pajak dalam
negeri
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/
pertimbangan:
1. Jumlah pajak yang terutang atau dibayarkan di luar negeri
2. Jumlah pajak yang terutang didalam negeri
3. Batas maksimum dihitung dengan :
(Penghasilan LN : Seluruh PKP) x PPh atas seluruh penghasilan yang
dikenakan tarif pasal 17
- Jika pajak yang dibayar di luar nnegeri > dari batas maksimum, maka
kredit pajaknya sebesar batas maksimum
- Jika pajak yang dibayar di luar negeri < dari batas maksimum, maka
kredit pajaknya sbesar pajak yang dibayarkan siluar negeri
Perhitungan PPh Pajak 24
- Cari PPh/ pajak terutang/ dibayar di luar negeri
- Hitung jumlah total penghasilan yang diterima
- Cari PPPh terutang didalalam negeri berdasarkan tarif pasal 17
- Cari batas maksimum kredit pajak
- Tentukan besarnya PPh pasal 24
Contoh Perhitungan PPh Pasal 24
PT. Multi Agung delama tahun 2013 memiliki penghasilan netto di dalam
negeri sebesar Rp 3.000.000 dan penghasilan dari luar negeri sebesar Rp
5.000.000 dengan tarif pajak sebesar 40%. Hitung PPh Pasal 24!
Jawab :
- Cari PPh/ pajak terutang/ dibayar di luar negeri
Penghasilan di luar negeri Rp 5.000.000
Pajak (40%) Rp 2.000.000
- Hitung jumlah total penghasilan yang diterima
Penghasilan didalam negeri Rp 3.000.000
Penghhasilan diuar negeri Rp 5.000.000
Total penghasilan Rp 8.000.000
- Cari PPPh terutang didalalam negeri berdasarkan tarif pasal 17
Total seluruh penghasilan Rp 8.000.000
Pajak penghasilan (5%) Rp 2.000.000
- Cari batas maksimum kredit pajak
Mencari batas maksimum = Rp 5.000.000 x Rp 2.000.000
Rp 8.000.000
= Rp 1.250.000
- Tentukan besarnya PPh pasal 24
Jika PPh yang dibayar diluar negeri > batas maksimum, maka batas
maksimum adalah PPh Pasal 24
Jika PPh yang dibayar diluar negeri < batas maksimum, PPh yang
dibayar diluar negeri adalah PPh Pasal 24
Atau mana yang lebih kecil antara PPh yang dibayar diluar negeri
dengan batas maksimum, yang paling kecil adalah PPh Pasal 24
Jadi PPh Pasal 24 adalah sebear Rpp 1.250.000

BAB IX
Pajak Penghasilan Pasal 25, 28(a) dan Pasal 29
Angsuran PPh Pasal 25 dibayarkan setiap bulan paling lambat tanggal 15
bulan berikutnya dan dilaporkan ke kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal
20 bulan berikutnya.
Hal – hal tertentu untuk menghitung PPH Pasal 25
 Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian
 Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
 SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas
 Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian
SPT tahunan PPh
 Terjadi perububahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak
Pajak penghasilan Pasal 29 adalah pajak yang harus dilunasi oleh WP
orang pribadi dan / atau wajib pajak Badan sebagai akibat PPh terutang dalam
SPT tahunan pajak penghasilan lebih besar dari pada kredit pajak yang telah
dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan yang telah disetor sendiri.
Pajak penghasilan Pasal 28 (a) adalah pajak yang lebih di bayar oleh WP
orang pribadi dan / atau wajib pajak Badan sebagai akibat PPh terutang dalam
SPT tahun pajak Penghasilan lebih kecil dari pada kredit pajak yang telah
dipotong atau dipungut oleh pihak lain dan yang telah disetor sendiri.

BAB X
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
PPh pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang
bersumber di indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri (baik orang
pribadi maupun badan) selain BUT (bentuk usaha tetap) di indonesia.
Pemotongan PPh pasal 26 dikenakan terhadap wajib pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap. Subjek pajak luar negeri selain BUT adalah orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indosesia yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di indonesia. Jadi, wajib pajak
luar negeri seperti mendapatkan penghasilan dari indonesia tandap perlu melakuak
kagiatan usaha di indonesia melalui BUT.
Pemotongan PPh 26 dilakukan oleh:
 Badan Pemerintah
 Subjek pajak badan dalam negeri
 Penyelenggara kegiatan
 BUT (Bentuk Usaha Tetap)
 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Pemotongan PPh 26 bersifat final, kecuali:
1. Pemotongan atau pengahsailan kantor pusat dari usaha atau legiatan,
penjuakan barang atau pemberian jasa di indonesia yang sejenis dengan
yang dijalankan atau dilakukan BUT di indonesia.
2. Pemotongan atas penghasilan sebagaimana tersebut dalam PPh pasal 26
yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan
efektif antara harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan yang
dimaksud.
3. Pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi
atau badan luar negeri yang berubah status ,menjadi wajib pajak dalam
negeri atau BUT.
Bentuk usaha tetap (BUT) merupakan bentuk usaha yang dipergunakan
oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal si indonesia atau berada di di
indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, serta badan yang
tidak didirikan atau bertempat tinggal di indonesia untuk menjalankan atau
melakukan kegiatan usaha. Objek pajak BUT adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT dan dari harta yang dimiliki
atau dikuasai.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, pejualan barang atau
pemberian jasa di indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau
dilakukan BUT di Indonesia.
3. Penghasilan sebgaimana tersebut dalam PPh pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antar BUT
dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
BAB 11
PAJAK PENGHASILAN OBJEK TERTENTU
Dasar hukum dari objek ini adalah PP 131 Tahun 2000 (berlaku sejak 1
Januari 2001) tentang PPh atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBL
KMK-51/KMK.04/2001 (berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang pemotongan PPh
atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI dan SE-01/PJ 43/2001
(berlaku sejak 1 Januari 2001) tentang PP 131 Tahun 2000.
1. Bunga deposito tabungan diskon s BI dengan jumlah deposito dan
tabungan, serta diskon SBI tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 dan
bukan merupakan jumlah yang di pecah-pecah.
2. Bunga dan diskonto yang diperoleh bank yang didirikan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri dilndonesia.
3. Bunga deposito dan tabungan, serta diskon SBI yang diterima atau
diperoleh dana pensiun yang pendirianya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal29 UU No.11 Tahun 1992 tentang
Dana Pensiun.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka
kepemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana serta kaveling siap
bangun untuk rumah sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
untuk dihuni sendiri.
Besarnya tarif PPh sebesar 20% dari jumlah bruto dan bersifat final
apabila penerima penghasilan adalah Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha
Tetap (BUT. Jika penerima penghasilan adalah Wajib Pajak luar negeri maka akan
dikenakan tarif sebesar 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan bersifat final.
Dasar hukum dari penjualan saham adalah Keputusan Menteri Keuangan
Nomor 282/KMK 04/ 997.PPh ini dikenakan atas penghasilan yang diperoleh atau
diterima orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham, baik saham
pendiri maupun saham pendiri di bursa efek.Saham pendiri adalah saham yang
dimiliki oleh pendiri yang diperoleh dengan harga kurang dari 90% dari harga
saham pada saat penawaran umum perdana.
Termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah:
1. Saham yang diperoleh pendiri dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan
setelah penawaran umum perdana.
2. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
Yang tidak termasuk saham pendiri adalah:
1. Saham yang diperoleh pendiri dari pembagian dividen dalam bentuk
saham.
2. Saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana yang
berasal dari pelaksanaan hak memesankan efek terlebih dahulu (HMETD
or right issue), waran, obligasi, serta konversi dan efek konversi lainnya
3. Saham yang diperoleh pendiri perusahaan reksadana.
Atas penghasilan yang diperoleh dari transaksi penjualan saham, akan
dikenakan PPh dengan tarif sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi
penjualan. Khusus untuk pemilik saham pendiri, dikenakan tambahan PPh sebesar
0,5% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan, kecuali penjualan saham pendiri
oleh perusahaan modal ventura atas penyertaan modal kepada perusahaan
pasangan usahanya.
Pajak atas penghasilan dari transaksi obligasi yang diperdagangkan di
bursa efek dikenakan pajak dengan tarif 20% bagi Wajib Pajak Dalam Negeri dan
BUT atau sesuai ketentuan P3B yang berlaku bagi Wajib pajak luar negeri dengan
dasar pengenaan pajak (DPP) sebagai berikut:
 Bunga obligasi dengan Kupon: Jumlah bruto bunga sesuai dengan masa
kepemilikan obligasi
 Diskonto obligasi dengan Kupon: Selisih harga jual pada saat transaksi
atau nilai nominal pada saat jatuh tempo diatas harga perolehan obligasi
 Diskonto obligasi tanpa bunga: Selisih harga jual pada saat transaksi atau
nilai nominal pada saat jatuh tempo diatas harga perolehan obligasi.
Dasar hukum dari pajak penyerahan hadiah adalah Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER 11/PJ/2015 Tentang Pengenaan Pajak Penghasilan
Atas Hadiah dan Penghargaan. Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan,
yang pemberiannya melalui undian. Yang tidak termasuk dalam pengertian hadiah
undian yang dikenakan Pajak Penghasilan adalah sebagai berikut:
1. Hadiah langsung dalam penjualan barang/jasa sepanjang diberikan kepada
semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi
2. Hadiah yang diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembeliaan
barang atau jasa.
Pajak Penghasilan atas hadiah undian dikenakan tarif PPh sebesar 25%
dari jumlah penghasilan bruto dan bersifat final. Pemungut PPh atas hadiah
undian adalah penyelenggara undian,baik orang pribadi atau badan, kepanitiaan,
organisasi, maupun penyelenggara dalam bentuk apa pun yang telah mendapatkan
izin dari pihak yang berwenang, termasuk pengusaha yang menjual barang/jasa
yang memberikan hadiah dengan cara diundi, misalnya bank, supermarket,
perusahaan, panitia penarikan undian, dan sebagainya
Dasar hukum pajak atas sewa tanah dan bangunan adalah Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.03/2002 Tentang
Pelaksanaan Pembayaran Dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
Dari Persewaan Tanah Dan Atau Bangunan
Berdasarkan peraturan pemerintah No.51 Tahun 2008 yang menjadi dasar
dikenakannya PPh Final atas jasa konstruksi. Atas penghasilan dari penyerahan
jasa konstruksi, akan dikenakan pajak dengan tarif :
1. sebesar 2% dari jumlah bruto, untuk penghasilan yang diterima wajib
Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil.
2. Sebesar 3% dari jumlah bruto, untuk penghasilan yang diterima wajib
Pajak penyedia jasa pelaksanaan yang punya kualifikasi usaha dan tidak
termasuk usaha kecil
3. Sebesar 4% dari jumlah bruto, untuk penghasilan yang diterima Wajib
Pajak penyedia jasa pelaksanaan konstruksi, yang tidak memiliki
kualifikasi usaha dan penyedia jasa perencanaan dan pengawasan
konstruksi yang memiliki kualifikasi usaha.
4. Sebesar 6% dari jumlah bruto, untuk penghasilan yang diterima wajib
Pajak penyedia jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi yang tidak
memiliki kualifikasi usaha.
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi atau badan dari
1. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; yang diterima atau
diperoleh oleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau
bangunan melalui penjualan, tukar- menukar, pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati
antara para pihak.
2. Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta
perubahannya; yang diterima oleh pihak penjual yang namanya
tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli pada saat pertama kali
ditandatangani atau pihak pembeli yang namanya tercantum dalam
perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau
addendum perjanjian pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan
pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut
Peraturan yang menerangkan atas pajak yang dikenakan terhadap
penghasilan deviden yang diterima oleh orang pribadi diatur dalam PP No. 19
Tahun 2009 tanggal 9 Februari 2009 dan Peraturan Menteri Keuangan No.
111/PMK.03/2010
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah wajib Pajak yang
memenuhi kriteria sebagai berikut:
 Wajib Pajak orang pribadi atau wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk
usaha tetap; dan
 Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi adalah Wajib Pajak orang
pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam
usahanya:
 menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik
yang menetap maupun tidak menetap; dan
 menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum
yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
Tidak termasuk Wajib Pajak badan adalah:
 wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
 wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah
beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri adalah
perusahaan pelayaran atau penerbangan yang berkedudukan di luar negeri, yang
melakukan usaha melalui usaha Tetap (BUTI. Pajak Penghasilan dikenakan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau yang
dimuat dalam satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri. Penghasilan tersebut tidak
termasuk pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan luar negeri ke
pelabuhan Indonesia. Besarnya PPh bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran
dan/atau penerbangan luar negeri adalah 2,64% dari peredaran bruto. Peredaran
bruto bagi Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri adalah
semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima
atau diperoleh dari pengangkutan orang dan atau barang yang dimuat dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri.Yang menjadi dasar hukum
adalah peraturan menteri keuangan No.KMK 417/KMK.04/1996 dan SE
32/PJ.4/1996.
Wajib Pajak penerbangan dalam negeri adalah perusahaan penerbangan
yang berkedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan
perjanjian carter. Objek pengenaan pajak ini adalah penghasilan yang diterima
atau diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lain diindonesia dan dari pelabuhan indonesia ke
pelabuhan luar negeri. Besarnya PPh bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan
dalam negeri adalah 1,8% dari peredaran bruto. Penghasilan bruto yang dimaksud
adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak berdasarkan perjanjian carter dari satu
pelabuhan lain diindonesia dan/atau dari pelabuhan indonesia ke pelabuhan luar
negeri. Bersifat tidak final dan dasar hukum adalah peraturan menteri keuangan
No.KMK 475/KMK.04/1996 dan SE 35/PJ.4/1996.
Wajib Pajak pelayaran dalam negeri adalah perusahaan pelayaran yang
berkedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian
pengenaan pajak ini adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib Pajak
yang angkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan orang penyewa kapal
yang dilakukan dari 1 Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain ke Indonesia 2.
Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan diluar indonesia Pelabuhan di luar Indonesia
ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia Besarnya PPh bagi Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri adalah 1,2% dari peredaran bruto. Penghasilan
bruto yang dimaksud adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang yang
diterima atau diperoleh wajib Pajak berdasarkan perjanjian carter dari satu
pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di indonesia ke
pelabuhan di luar negeri. Dasar hukum adalah peraturan menteri keuangan
No.KMK 416/KMK.04/1996 dan SE 29/PJ4/1996.
BAB 12
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG
MEWAH
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas
a.Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh
Pengusaha; b.Impor Barang Kena Pajak; c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam
Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; d.Pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam daerah pabean;
e.Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
atau f. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
KARAKTERISTIK PPN
1. pajak objektif
2. PPN merupakan pajak tidak langsung
3. Multi stage tax
4. Mekanisme pemungutan yang merupakan faktur pajak
5. PPN adalah pajak atas konsumsi umum dalam negeri
Setiap Pengusaha Kena Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak yang
terutang. Pajak yang dipungut dinamakan Pajak Keluaran (output tax). Hal ini
sesuai dengan basis akrual ccrual basis) yang digunakan oleh UU PPN 1984 dan
perubahannya. Pada saat Pengusaha ena Pajak tersebut di atas membeli Barang
Kena Pajak atau menerima Jasa Kena Pajak dari Pengusaha Kena Pajak lain, juga
membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan (input tax) Pada
akhir Masa Pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran
sesuai dengan ketemtuan yang berlaku. Dalam hal jumlah Pajak Keluaran lenih
pada jumlah Pajak Masukan, kekurangannya dibayar ke Kas Negara selambat-
lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya.Sebaliknya, apabila Pajak Masukan yang
jumlahnya lebih besar dari pada Pajak Keluaran maka kelebihan pembayaran
Pajak Masukan ini dapat dikompensasikan dengan utang pajak dalam Masa Pajak
berikutnya atau diminta kembali. Sebagai catatan, ketentuan batas waktu setor di
atas sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 UU Kup 2007 juncto Pasal 2 ayat 15 PerMenkeu
No. 184/PMK.03/2007 juncto PerMenkeu No 80/PMK.03/2010). Akan tetapi,
mengacu pada Pasal 15A ayat 1 UU PPN 2009, penyetoran PPN oleh Pengusaha
Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak dan sebelum SPT Masa PPN disampaikan. Pada akhir
Masa Pajak, setiap Pengusaha Kena Pajak diwajibkan untuk melaporkan
pemungutan dan pembayaran pajak yang terutang kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat selambat-lambatnya: 1) Tanggal 20 setelah akhir Masa
Pajak (Pasal 3 ayat 3 huruf a UU KUP 2007). 2) Akhir bulan berikutnya setelah
berakhirnya Masa Pajak (Pasal 15A UU PPN 2009) Instansi Pemerintah, badan-
badan tertentu ditunjuk sebagai Pemungut PPN Pengusaha Kena Pajak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak kepada Pemungut PPN
pada saat membuat surat tagihan wajib membuat Faktur Pajak dan surat setoran
pajak. Pada saat melakukan pembayaran Harga Jual atau penggantian, Pemungut
Pajak tersebut memungut" pajak yang terutang, kemudian menyetorkan dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama Pengusaha Kena Pajak
tersebut dan melaporkannya kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat. SSP
tersebut kemudian diserahkan kepada Pengusaha Kena Pajak yang
bersangkutan.Pelaporan atas penyerahan kepada pemungut tersebut di SPT masa
PPN pada masa pembayaran bukan pada saat penagihan atau penyerahan.
Undang-undang PPN baru ditetapkan berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009
tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah. UU ini ditetapkan tanggal 15 oktober 2009 dan berlaku mulai 1 April
2010.Di dalam UU PPN tidak diatur secara jelas tentang objek PPN.Hal ini
terlihat pada Pasal 4 dan 4A UU PPN, erti dijelaskan pada uraian di bawah
ini.objek PPN terdiri dari Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang
definisinya dijelaskan dalam Pasal 1. UU PPN hanya mengatur barang dan jasa
yang tidak terutang PPN. Dengan demikian, UU PPN menganut kaidah sebagai
berikut: 1) Semua barang kena PPN kecuali yang ditentukan lain oleh peraturan;
2) Semua jasa kena PPN kecuali yang ditentukan lain oleh peraturan. Dari sekian
banyak jasa atau barang kena pajak, UU PPN hanya mengatur 4 jenis Barang
tidak kena pajak (non BKP) dan 17 jenis jasa tidak kena pajak (non JKP). Dengan
kata lain, Barang Kena Pajak adalah barang selain barang tidak kena pajak atau
selain barang yang tidak terutang PPN, sedangkan Jasa Kena Pajak adalah jasa
selain jasa tidak kena pajak atau selain jasa yang tidak terutang PPN.
Istilah yang dipakai untuk pihak yang wajib melakukan kewajiban PPN-
nya disebut Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah
1. Orang pribadi atau
2. Badan (sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha
3. Yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
4. Yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan Jasa
Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN.
5. Tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih
untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. Ilustrasi perbedaan
antara pengusaha, pengusaha kena pajak dan pengusaha kecil
Tarif pajak pertambahan nilai secara umum adalah sebagai berikut
1. Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen). Dengan Peraturan Pemerintah,
tarif pajak ini dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5% (ima persen)
dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen). Sampai saat ini, belum
ada Peraturan Pemerintah yang mengubah tarif 10% tersebut.
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:
a. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud,
b. Penyerahan Jasa Kena Pajak dalam daerah pabean ke luar daerah
pabean oleh pengusaha kena pajak yang menghasilkan dan
melakukan ekspor barang kena pajak berwujud atas dasar pesanan
atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesanan di
luar daerah pabean; atau
c. Ekspor Jasa Kena Pajak dan/atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud.
Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) merupakan pungutan pajak
tambahan, selain PPN atas konsumsi barang. Berbeda dengan PPN yang dipungut
pada setiap rantai produksi dan distribusi, PPnBM anya dikenakan satu kali, yaitu
pada tingkat pabrikan, tepatnya pada saat penyerahan Barang Kena Pajak
Tergolong Mewah (BKPTM) atau saat impor BKPTM oleh pabrikan. Karena
hanya dipungut satu kali pada tingkat pabrikan, maka dalam PPnBM tidak dikenal
adanya kredit pajak masukan. Dasar pertimbangan dikenakan PPnBM adalah: 1)
Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang
berpenghasilan rendah dengan konsumen berpenghasilan tinggi. 2) Perlu adanya
pengendalian pola konsumsi atas BKPTM. 3) Untuk melindungi produsen kecil.
PPnBM dihitung berdasarkan tariff PPnBM dikalikan dengan dasar pengenaan
pajaknya. Tarif untuk PPnBM bervariasi mulai dari 10% sampai 75%, tergantung
jenis BKPTM sebagaimana diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan
106/PMK.010/2015, 206/PMK.010/2015, 35/PMK.010/2017 Tentang Jenis Pajak
Barang Tergolong Mewah. Atas ekspor BKPTM, akan dikenakan pajak dangan
tarif 0%.
BAB 13
FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak didefinisikan di dalam Pasal 1 UU PPN (UU No.42 Tahun
2009) sebagai bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
Faktur Pajak wajib diterbitkan oleh PKP untuk semua transaksi yang PKP
lakukan.
Sejak pemberlakuan UU PPN 2009 mulai 1 April 2010, peraturan
implementasi yang berkaitan dengan Faktur Pajak mengalami beberapa kali
perubahan.Hal Ini dilakukan seiring dengan perkembangan dunia usaha dan
permasalahan faktur pajak fiktif. Secara hirarkis, aturan Faktur Pajak mengacu
pada Pasal 13 ayat (5) UU PPN 2009 dan peraturan yang bersifat kebijakan diatur
dengan Peraturan Menkeu, sedangkan peraturan teknisnya melalui peraturan
dirjen pajak
PROSEDUR MEMBUAT FAKTUR PAJAK
1. Registrasi ulang PKP
2. Verivikasi oleh KPP
3. Pengajuan surat permohonan kode aktivasi dan password ke KPP
4. Penerbitan surat pemberitahuan kode aktivasi dan password oleh KPP
5. Permintaan nomor seri faktur pajak
6. Pemberitahuan nama PKP atau pejabat/pegawai menandatangi faktur pajak
7. Pemberitahuan nomor seri faktur pajak yang tidak digunakan
PERMASALAHAN FAKTUR PAJAK
1. kewajiban pemungutan PPN
2. Kewajiban PKP membuat faktur pajak
3. Bukti pungutan PPN
4. Bentuk dan ukura faktur pajak
5. Keterangan dalam faktur pajak
6. Jenis faktur pajak
Dari sisi PKP yang memanfaatkan Pajak Masukan sesuai Faktur Pajak
yang cacat.Masukan tersebut tidak dapat dikreditkan. Dari sisi PKP yg
menerbitkan Faktur Pajak, sesuai dengan Pasal 14 UU KUP 2007, di antaranya
diatur bahwa Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
1. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi
tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat
waktu;
2. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang
tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya, selain
a. Identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b
Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, atau
b. Identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud d 13
ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha
sana pedagang eceran; atau
3. Pengusaha kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak.
Selain wajib menyetor pajak yang terutang, berdasarkan STP tersebut,PKP
juga dikenal sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar
Pengenaan pajak
BAB 14
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah pajak negara yang dikenakan
terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan UU No. 12 Tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 12 Tahun
1994 dan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2002. PBB adalah pajak yang
bersifat kebendaan dalam arti besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan
objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan.
Objek PBB adalah "Bumi dan atau Bangunan". Bumi yaitu permukaan bumi
(tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah
Indonesia.Sedangkan bangunan yaitu konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan.
Objek pajak yang tidak dikenakan PBB adalah objek yang:
1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang
ibadah, sosial,kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis
dengan itu.
3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional,
tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang
belum dibebani suatu hak.
4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asas perlakuan timbal
balik.
5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan.
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata,
mempunyai suatu hak atas bumi dan atau memperoleh manfaat atas bumi dan atau
memiliki bangunan, dan atau menguasai bangunan, dan atau memperoleh manfaat
atas bangunan. Wajib pajak adalah subjek pajak yang dikenakan kewajiban
membayar pajak.
Cara mendaftarkan objek PBB yaitu orang atau badan yang menjadi
subjek PBB harus mendaftarkan objek pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama, Kantor Pelayanan PBB (KP PBB), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan
Konsultasi Perpajakan (KP2KP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
Perpajakan (KP4) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan
menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia
gratis di KPP Pratama, KP PBB, KP2KP, dan KP4 setempat.
Dasar pengenaan PBB adalah "nilai jual objek pajak (NJOP)". NJOP
ditetapkan perwilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan
mendengar pertimbangan gubernur serta memperhatikan: a) harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, b) perbandingan harga
dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan
telah diketahui harga jualnya, c) nilai perolehan baru, d) penentuan nilai jual objek
pajak (NJOP).
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) adalah batas NJOP
atas bumi dan bangunan yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP untuk setiap
daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp 12.000.000,- dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak satu
kali dalam satu tahun pajak,
b. Apabila wajib pajak mempunyai beberapa objek pajak, maka yang
mendapatkan pengurangan NJOPTKP hanya satu objek pajak yang
nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya.

Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya
NJKP adalah sebagai berikut:
1. Objek pajak perkebunan adalah 40%
2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
3. Objek pajak pertambangan adalah 20%
4. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotaan): apabila NJOP nya lebih
besar Rp 1.000.000.000,- adalah 40% dan apabila NJOP nya lebih kecil
dari Rp 1.000.000.000,- adalah 20%
Besarnya tarif PBB adalah 0,5% dan rumus perhitungan PBB= Tarif x
NJKP
Tarif PBB Kota Medan yaitu:
PBB Kota Medan = tarif x NJKP
NJKP = NJOP - NJOPTKP
Tarif PBB Kota Medan sebagai berikut:
Di bawah Rp 499.999.999 = 0,115%
Rp 500.000.000 - Rp 999.999.999 = 0,125%
Rp 1.000.000.000 - Rp 1.999.999.999 = 0,215%
Rp 2.000.000.000 - Rp 3.999.999.999 = 0,225%
Di atas Rp 4.000.000.000 =0,275%

Saat yang menentukan pajak terutang atau belum dibayar adalah keadaan
objek pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau
perubahan atas objek pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan
pajak pada tahun berikutnya.

BAB XV
BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) adalah pajak yang
dikenakan atas perolehan ahk atas tanah dan atau bangunan, yang selanjutnya
disebut pajak.Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah perbuatan atau
peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas dan atau bangunan
oleh orang pribadi atau badan. Hak atas tanah adalah hak atas tanah termasuk hak
pengelolaan, beserta bangunan diatasnya sebagaimana dalam undang undang
Nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok – pokok agraria, Undang
undang nomor 16 tentang rumah susun dan ketentuan peraturan perundang
undangan yang lainnya
1. Objek Pajak BPHTB
Yang menjadi objek pajak BPHTB ialah
a. Pemindahan hak karena :
1) Jual beli
2) Tukar menukar
3) Hibah
4) Hibah wasiat
5) Waris
6) Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya
7) Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan
8) Penunjukan pembeli dalam lelang
9) Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum
tetap
10) Penggabungan usaha
11) Peleburan usaha
12) Pemekaran usaha
13) Hadiah
b. Pemberian hak baru karena
1) Kelanjutan pelepasan hak
2) Diluar pelepasan hak
Hak atas tanah adalah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,
hak pakai. Hak milik atas satuan rumah susun atau hak
pengelolaanObjek Pajak yang Tidak Dikenakan BPHTB
2. Yang bukan merupakan objek pajak dari BPHTB adalah
a. Perwakilan dplomatik
b. Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau pelaksanaan
pembangunan guna kepentingan umum
c. Badan atau perwakilan organisasi interantional yang ditetapkan dengan
keputusan menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan
organisasi tersebut
d. Orang pribadi atau badan atau karena konversi hak dan perbuatan
hukum lalin dengan tidak adanya perubahan nama
e. Orang pribadi atau badan karena wakaf
f. Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah
Yang menjadi Subjek Pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang
memperoleh hak atas tanah atau atas bangunan. Subjek pejak tersebut diatas yang
dikenakan kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak menurut undang
undang bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
Tarif pajak ditetapkan sebesar 5% dan dasar pengenaan pajak adalah nilai
perolehan objek pajak (NPOP) dalam hal ini adalah
a. Jual beli adalah harga transaksi
b. Tukar menukar adalah nilai pasar
c. Hibah adalah nilai pasar
d. Hibah wasiat adalah nilai pasar
e. Waris adalah nilaipasar
f. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar
g. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah nilai pasar
h. Peralihan hak karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap adalah nilai pasar
i. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah nilai pasar
j. Pemberian hak baru atas tanah diluar pelepasan hak adalah nilai pasar
k. Penggabungan usaha adalah nilai pasar
l. Peleburan usaha adalah nilai pasar
m. Pemekaran usaha adalah nilai pasar
n. Hadiah adalah nilai pasar
o. Penunjukan kembali dalam lelang adalah harga transaksi yang tercantum
dalam risalah lelang
Saat terutang atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan untuk
a. Jual beli adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta
b. Tukar menukar adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta
c. Hibah adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta
d. Wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan
haknya ke kantor pertanahan
e. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya sejak tanggal
dibuat dan ditanda tanganinya akta
f. Pemisahan hak yang mengakibatkan peraliahan adalah sejak tanggal
dibuat dan ditanda tanganinya akta
g. Lelang adalah sejak tanggal penunjukan pemenang lelang
h. Putusan hakim adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya ke kantor pertahanan
i. Hi bah wasiat adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan
peralihan haknya kekantor pertanahan
j. Pemberian hak baru atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak
adalah sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat keputusan
pemberian hak
k. Pemberian hak bary diluar pelepasan hak sejak tanggal ditanda tangani dan
diterbitkannya surat keputusan pemberian hak
l. Penggabungan usaha sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta
m. Peleburan usaha sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta
n. Pemekaran usaha sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta
o. Hadiah adalah sejak tanggal dibuat dan ditanda tanganinya akta
Cara Perhitungan BPHTB
Besarnya BPTHB terutang adalah nilai perolehan Objek Pajak (NPOP)
dikurangi nilai perolehan objek pajak tidak kena pajak (NPOPTKP) dikalikan tarif
5%. Secara matematis adalah
BPHTB = 5% x (NPOP – NPOPTKP)

BAB XVI
BEA MATERAI
Menurut pasal 1 undang undang No 13 tahun 1985, Bea Materai adalah
pajak atas dokumen. Beberapa definisi yang sering digunakan dalam bea materai
adalah Dokumen adalah kertas yang berisikan tulisan yang mengandung arti dan
maksud tentang perbuatan, keadaan atau kenyataan bagi seseorang dan atau pihak
yang berkepentingan
Saat Terutang Dan Pihak yang Terutang Bea Materai Ditentukan
dalam hal ini
a. Dokumen yang dibuat oleh satu pihak, adalah pada saat dokumen itu
diserahkan
b. Dokumen yang dibuat oleh lebih dari satu pihak adalah pada saat
selesainya dokumen itu dibuat
c. Dokumen yang dibuat diluar negeri adalah pada saat digunakan di
Indonesia
Pihak yang terutang bea materai adalah pihak yang menerima atay
mendapat manfaat dari dokumen, kecuali pihak yang besangkutan menentuka lain.
Pelunasan bea materai atas dokumen menggunakan cara
a. Menggunakan benda matera
b. Menggunakan cara lain misalnya membubuhkan tanda tera sebagai
pengganti benda materai diatas dookumen dengan mesin teraan
Dokumen yang dikenakan bea materai adalah
a. Dikenakan bea materai dengan tarif Rp. 3.ooo,-
1) Surat yang memuat jumlah uang, yaitu
a) Menyebutkan penerimaan uang
b) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening bank
c) Berisi pemberitahuan saldo rekening bank
d) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya
telah dilunasi atau diperhitungkan yang memiliki harga nominal
Rp. 250.000 sampai Rp.1.000.000
b. Cek dan bilyet giro tanpa batas pengenaan besarnya harga nominal
c. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga
nominal sampai dengan Rp. 1.000.000
d. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantu,
dalam surat kolektif yang mempunyai jumlah harga nominal sampai
dengan Rp. 1.000.000
e. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian dimuka
pengadilan yaitu
1) Surat surat biasa dan surat surast kerumahtanggaan
2) Surat surat yang semula tidak dikenakan bea materai berdasrkan
tumuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain, selain dari maksud semula.
f. Surat yang memuat jumlah uang yaitu
1) Menyebutkan penerimaan uang
2) Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening
Bank
3) Berisi pemberitahuan saldo rekening bank
4) Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagian telah
dilunasi atau diperhitungkan yang memilihik harga nominal lebih dari
Rp. 1.000.000
g. Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang mempunyai harga
nominal lebih dari Rp. 1.000.000
h. Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tecantum
dalam surat kolektif yang memiliki jumlah harga nominal lebih dari Rp.
1.000.000
Dokumen yang tidak terutang bea materai adalah
1) Surat yang memuat jumlah uang yaitu
a. Menyebutkan penerimaan uang
b. Menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening
di bank
c. Berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
d. Berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagainya telah
dilunasi atau diperhitungkan yang memiliki nominal sampai dengan
Rp. 250,000
2) Surat berharga seperti wesel, promes dan akses yang mempunyai harga
nominal sampai dengan Rp. 250.000
Dokumen yang tidak dikenakan tarif bea materai adalah
a. Dokumen yang berupa
1) Surat penyampaian barang
2) Konosemen
3) Surat angkutan penumpang dan barang
4) Keterangan pemindahan yuyang dituliskan diatas dokumen
sebagaimana dimaksud dalam anga 1, 2, 3
5) Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang
6) Surat pengiriman untuk dijaul atas tanggungan pengirim
7) Surat surat lainnya yang dapat disamakan dengan surat surat
sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai 6
b. Segala bentuk ijazah
c. Tanda terima gaji, uang tunggu, pensiun, uang tunjangan, dan pembayaran
lainnya yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat surat yang
diserahkan untuk mendapatkan pembayaran itu
d. Tanda bukti penerimaan uang negara dan kas negara, kas pemerintaqh
daerah dan bank
e. Kuitansi untuk semua jensi pajak dan untuk penerimaan lainnya yang
dapat disamakan dengan itu dari kas negara, kas pemerintah daerah dan
bank
f. Tanda penerimaan uang yang diuat guna keperluan intern organisasi
g. Dokumen yang menyebutkan tabungan, pembayaran uang tabungan
kepada penabung oleh bank, koperasi, dan badan badan lainnya yang
bergerak dibidang tersebut
h. Surat gadai yang diberkan perusahaan umum pergadaian
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek, dengan nama dan
dalam bentuk apapun
Cara melunasi Bea Materai adalah
1) Materai tempel direkatkan seluruhnya dengan utuh dan tidak rusak diatas
dokumen yang dikenakan bea materai
2) Materai tempel direkatkan ditempat dimana tanda tangan akan dibubuhkan
3) Pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan
dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga
sebagian tanda tangan ada diatas kertas dan sebagian lagi ada diatas
materai tempel
4) Jika digunakan lebih dari satu materai tempel, tanda tangan harus
dibubuhkan disebagian diatas semua materai tempel dan sebagian diatas
kertas.
Apabila ketentuan diatas tidak terpenuhi, maka dokumen yang dikenakan bea
materai dianggap tidak bermaterai.
Dokumen yang terutang dikenaka bea materai yang tidak atau kurang
bayar dilunasi sebagai mana mestinya dikenakan denda administrasi sebesar 200%
dari bea materai yang tidak atau kurang dibayar. Pemegang dokumen harus
melunasi bea materai yang terutang berikut dendanya dengan cara pemateraian
kemudian.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kelebihan Buku
Buku diktat yang ditulis oleh Tim Dosen FE Unimed yang berjudul
Perpajakan tersebut memiliki kelebihan di antaranya sebagai berikut:
1. Penyampaian informasi mengenai perpajakan dalam buku tersebut
mudah dimengerti, karena penulis menggunakan kalimat yang
komunikatif sehingga mudah dipahami oleh para pembacanya,
2. Pada setiap akhir bab, terdapat latihan pemahaman dan pertanyaan-
pertanyaan berupa pilihan ganda dan essay. Hal ini dapat membantu
para pembaca untuk lebih memahami isi buku tersebut dan mengerti
materi yang disampaikan dalam buku tersebut.
3. Penulis juga memberikan pendapat para ahli dalam mendefinisikan
kata seperti yang terlihat pada halaman 1, penulis memberikan
beberapa pendapat ahli mengenai definisi pajak. Hal ini dapat
dijadikan nilai tambah, karena itu artinya penulis tidak sembarangan
dalam mengutip definisi, dan terbukti kebenarannya bahwa definisi
tersebut merupakan pendapat dari para ahli.
4. Dalam buku perpajakan tersebut juga dituliskan beberapa terminologi
perpajakan yang mencakup istilah-istilah perpajakan beserta dengan
definisi dari masing-masing istilah tersebut. Hal tersebut tentu dapat
membantu para pembaca dalam memahami seluruh isi buku, dan dapat
langsung mengetahui makna dari istilah-istilah perpajakan yang ada di
buku tersebut.
5. Di dalam buku tersebut juga dituliskan dan dijelaskan bagaimana tata
cara dan syarat yang diperlukan untuk memperoleh NPWP, seperti
yang terlihat pada halaman 16 sampai dengan 17. Hal ini dapat
membantu para pembaca dalam memahami bagaimana cara perolehan
NPWP tersebut karena berguna untuk di kemudian hari.
6. Di setiap awal bab dalam buku tersebut, terdapat beberapa kata kunci
yang menjadi dasar materi dari bab tersebut. Hal ini sangat berfungsi
untuk para pembaca karena kata kunci tersebut dapat dijadikan kunci
utama untuk memahami materi yang disampaikan pada setiap bab.
7. Dalam setiap bab pada buku tersebut juga dituliskan beberapa
indikator keberhasilan. Dengan itu, para pembaca atau mahasiswa
menjadi lebih mengetahui hal-hal apa sajakah yang harus dipahami dan
dimengerti dari setiap bab dalam buku tersebut, untuk mengukur
tingkat pemahaman dan keberhasilan para pembaca dalam menguasai
materi yang disampaikan.

B. Kelemahan Buku
Selain memiliki kelebihan, buku yang ditulis oleh Tim Dosen FE Unimed
yang berjudul perpajakan tersebut juga memiliki beberapa kelemahan di antaranya
sebagai berikut:
1. Dalam buku tersebut tidak memiliki identitas buku yang jelas
mengenai ISBN atau penerbit buku tersebut.
2. Pada pembahasan mengenai Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP),
tidak diberikan gambaran atau penjelasan mengenai orang-orang yang
termasuk ke dalam tanggungan wajib pajak yang masuk ke dalam
PTKP. Dalam buku tersebut, hanya diberikan keterangan jumlah
tanggungan anggota keluarga yaitu maksimal 3 orang. Tidak diberikan
penjelasan siapa-siapa saja anggota keluarga yang bisa menjadi
tanggungan dan termasuk pada PTKP.
3. Dalam buku tersebut pada halaman 72 diberikan penjelasan
bahwasanya tarif pajak yang tidak memiliki NPWP sebesar 20% lebih
tinggi dari tarif yang ber-NPWP. Namun dalam memberikan
prakteknya, tidak diberikan contoh perhitungan dari wajib pajak yang
tidak ber-NPWP tersebut, seharusnya contoh tersebut dicantumkan,
agar para pembaca lebih memahami bagaimana praktik perhitungan
untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP. Memang hal tersebut
dapat diperdalam melalui buku panduan atau buku pedoman lainnya,
namun alangkah lebih baik lagi jika di dalam buku tersebut terdapat 1
contoh perhitungan yang dapat membantu pembaca dalam memahami
materi yang disampaikan.
4. Dalam buku tersebut, bahasa yang digunakan komunikatif, namun
kelengkapan informasi yang diberikan masih perlu diperdalam melalui
buku pedoman lainnya. Karena masih terdapat pokok pembahasan
yang tidak menjelaskan materi secara lebih rinci.
5. Dalam buku tersebut, tata cara penulisan dari setiap materi yang
disampaikan masih kurang baik atau kurang rapi. Seperti salah satunya
yang terdapat pada halaman 22. Cara penulisan materi yang
disampaikan masih kurang baik dan kurang rapi.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pajak merupakan iuran wajib yang harus dikeluarkan oleh setiap warga
negara yang sudah memiliki penghasilan. Kesadaran akan pembayaran pajak ini
masih kurang oleh sebagian besar warga negara terkhususnya negara Indonesia.
Untuk itu buku ini dituliskan oleh ahli, sehingga kita sebagai warga negara
Indonesia sadar dan memahami bahwa pajak itu adalah sangat penting dalam
upaya membangun bangsa dan negara. Buku ini juga memberikan pembahasan
mengenai teori perpajakan dan cara perhitungan pajak mulai dari pajak
penghasilan sampai kepada pajak untuk bea materai.
Selain itu, pada hasil analisis dan kritisi buku perpajakan ini, tidka terdapat
kelemahan yang mencolok. Buku yang membahas mengenai perpajakan tersebut
juga memiliki kelebihan yang tidak kalah dengan buku lainnya. Walaupun sesuatu
hal itu tidak ada yang sempurna, namun buku tersebut sudah mampu memberikan
informasi yang diperlukan untuk para pembaca khususnya mahasiswa dalam
menunjang pembelajaran mata kuliah perpajakan tersebut.

A. Saran
Berdasarkan pada kesimpulan di atas, saran yang dapat diberikan yaitu kita
sebagai warga negara Indonesia, harus mengetahui dan memahami bagaimana
pajak itu sebenarnya. Sehingga kita sadar bahwa pajak itu memang berarti dan
sangat membantu negara dalam upaya untuk mencapai kemakmuran. Untuk lebih
kedepannya diharapkan kepada seluruh pihak terkhususnya para wajib pajak di
seluruh daerah Indonesia, agar lebih sadar untuk membayar pajak. Karena pajak
itu dapat membantu kita untuk membangun bangsa dan negara. Dan yang pada
akhirnya dampak atau akibatnya akan dirasakan oleh seluruh masyarakat
walaupun tidak secara langsung, namun kelak akan dirasakan bersama-sama
dampaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Thohiri, Roza. 2018. Perpajakan. Unimed Press : Medan

Anda mungkin juga menyukai