Purchasing Power Parity

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

Teori Purchasing Power Parity

Teori purchasing power parity atau indeks paritas daya beli ini dikemukakan
oleh ahli ekonomi Swedia, bernama Gustav Cassel. Dasar teorinya bahwa,
perbandingan nilai satu mata uang dengan mata uang lain ditentukan oleh tenaga beli
uang tersebut (terhadap barang dan jasa) di masing-masing negara. Ada 2 versi teori
PPP, yaitu Interpertasi absolut dan relatif.

Menurut Interpertasi absolut PPP, perbandingan nilai satu mata uang dengan
mata uang lain (kurs) ditentukan oleh tingkat harga di masing-masing negara.

Contoh : harga 1 kg gandum di AS adalah $1 dan di Indonesia sebesar Rp


1.000 , maka kurs antara dolar dan rupiah adalah $1 = Rp 1.000.

𝑅𝑝 1000/𝑘𝑔
𝑃𝑃 = = 1000
$1/𝑘𝑔
Jika terjadi perubahan harga yang berbeda di kedua negara, maka kurs
tersebut haruslah mengalami perubahan pula. Misalnya, kalau harga-harga di
Indonesia naik 3x lipat dan di AS hanya naik 2x lipat, maka kurs Ppnya akan
menjadi:

1000 3 𝑅𝑝 1500
𝑥 =
$1 2 $1

Kurs PP yang didasarkan pada perubahan harga inilah yang sering disebut kurs PP
dalam arti relatif.

Namun demikian, perhitungan diatas kurang mencerminkan kenyataan kurs


yang terjadi di negara-negara berkembang. Dengan dasar teori PP, kurs di negara
berkembang akan selalu rendah, sebab biasanya harga barang-barang yang tidak
termasuk dalam perdagangan luar negeri (tukang cukur atau jasa dokter) terlalu
rendah bila dibandingkan dengan harga jasa tersebut di negara maju. Biasanya
negara berkembang mengalami defisit neraca pembayaran (terdapat kelebihan
permintaan valas) sehingga kurs naik.
Purchasing Power Parity
Purchasing Power Parity (PPP) atau Paritas daya beli adalah sebuah metode
yang digunakan untuk menghitung sebuah alternatif nilai tukar antar mata uang dari dua
negara. PPP mengukur berapa banyak sebuah mata uang dapat membeli dalam
pengukuran internasional (biasanya dollar), karena barang dan jasa memiliki harga
berbeda di beberapa negara.
Contoh : harga 1 kg gandum di USA = $2, harga 1 kg gandum di UK = ₤1,
maka nilai tukar antara dollar dan poundsterling: ER = $2/₤ 1 = 2.

Ada 2 pendekatan yang dapat dilakukan :


1. Absolute Purchasing Power Parity
Teori ini menyatakan bahwa nilai tukar antara dua mata uang sama dengan
perbandingan (ratio) antara dua tingkat harga umum kedua negara tersebut.
Contoh : harga 1 kg gandum di USA = $2, harga 1 kg gandum di UK =
₤1, maka nilai tukar antara dollar dan poundsterling: ER = $2/₤ 1 = 2.

Pendekatan ini didasari oleh hukum satu harga (law of one price) yang
menyatakan bahwa dalam keadaan perdagangan bebas (free trade) barang-
barang yang sejenis seharusnya mempunyai harga yang sama di kedua negara
(setelah dikurangi ongkos angkut), sehingga kemampuan membeli masing-masing
mata uang menjadi setara.

Ada beberapa kelemahan dari “hukum satu harga”,yaitu :


a. Biaya transportasi, hambatan perdagangan, dan biaya transaksi lainnya,
bisa menjadi signifikan.
b. Harus ada pasar yang kompetitif untuk barang dan jasa di kedua negara.
c. Hukum satu harga hanya berlaku untuk barang yang diperjual-belikan;
barang tidak bergerak seperti rumah, dan banyak layanan yang bersifat
lokal, tidak dapat diperdagangkan antar negara.
2. Relative Purchasing Power Parity
Teori ini menyatakan bahwa perubahan nilai tukar selama satu periode
tertentu proporsional terhadap perubahan relatif tingkat harga di kedua negara
dalam periode yang sama.
Contoh : Jika tingkat harga-harga umum di negara B dari tahun dasar ke-
tahun 1 tidak mengalami perubahan, sementara itu tingkat harga-harga umum
di negara A meningkat 50%, maka menurut PPP relatif, nilai tukarantara
mata uang negara A dan negara B (B/A) naik menjadi 50% (atau mata
uang negara A mengalami depresiasi sebesar 50%) pada periode 1
dibandingkan pada periode dasar.

Kelemahan dari Relative Purchasing Power Parity :


a. Rasio antara harga barang dan jasa non-traded terhadap harga barang dan
jasa traded lebih tinggi di negara-negara maju daripada di negara-negara
berkembang. Salah satu alasannya, adalah bahwa teknik produksi barang
dan jasa non-traded di negara berkembang dan negara maju relatif
hampirsama, namun para pekerja di bidang ini di negara maju menerima gaji
yang lebih besar dibandingkan dengan para pekerja pada produksi barang
dan jasa traded.
b. Selama indeks harga umum termasuk didalamnya barang dan jasa traded
dan non-traded, dan harga-harga barangdan jasa non-traded tidak sama
dalam perdagangan internasional tetapi lebih tinggi di negara maju, maka
pendekatan PPP relatif akan cenderung memberikan hasil bahwa mata uang
negara berkembang dinilai terlalu rendah atau nilai tukardi negara
berkembang mengalami undervalued.

Anda mungkin juga menyukai