Anda di halaman 1dari 2

Kontroversi eksperimen di tahun 1932 yang

menimbulkan "gangguan darah"


Di tahun 1932, penelitian yang disebut Tuskegee Study of Untreated Syphilis in the Negro Male
dimulai. Eksperimen jahat dan rasis ini dilakukan untuk mengetahui apakah serangan sifilis pada pria
berkulit hitam berbeda dengan pada pria berkulit putih. Penelitian dilakukan selama 40 tahun –
hingga 1972 – dan meliputi sekitar 600 pria Afrika-Amerika yang miskin dan tidak berpendidikan.
Sejumlah total 399 pria menderita sifilis mematikan dan 201 pria lainnya berada dalam kelompok
kontrol.

Tidak satupun partisipan penelitian diberitahukan bahwa mereka menderita sifilis atau diobati untuk
penyakit ini, namun mengatakan bahwa mereka memiliki "gangguan darah". Peneliti ingin mencoba
menginjeksi dan membedah tubuh mereka setelah meninggal. Brosur eksperimen menjamin
pengobatan khusus untuk "orang berwarna" atas penyakit "gangguan darah".

"Yang saya tahu adalah mereka terus-menerus menyebutkan saya memiliki gangguan darah –
mereka tidak pernah menyebutkan sifilis kepada saya. Tidak sekalipun," kata Charles Pollard,
seorang korban terakhir, dalam bukunya "Bad Blood: The Tuskegee Syphilis Experiment."

"Mereka terus menjadi dokter saya. Dan mereka memberikan saya tonik darah."

Partisipan tidak boleh diobati


Sebagai kompensasi, pria ini disediakan pelayanan transportasi gratis dari dan ke klinik, makanan,
terapi obat bebas untuk luka minor dan asuransi pemakaman gratis. Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Amerika Serikat melakukan eksperimen rahasia dan tidak pernah mendapat persetujuan
dari partisipan. Karena terapi ini diberikan untuk gangguan darah, pria ini diberikan aspirin placebo
dan suplemen mineral.

Herman Shaw, seorang petani dan salah satu pria yang menderita karena penelitian ini menulis,
"Kami diberika tiga jenis obat. Satu pil bulat – terkadang kapsul – terkadang, sedikit obat vial –
semua orang mendapat obat yang sama."

Terapi sifilis tidak efektif dan terkadang bisa juga dikatakan tidak efektif dan terkadang berbahaya
atau fatal tetapi praktisi medis yang diliputi dalam penelitian masih menolak terapi ini. Daftar jadwal
eksperimen dari Centers for Disease Control (CDC) mengatakan, "Dokter lokal diminta untuk
membantu penelitian dan tidak mengobati para pria ini. Keputusan ini dibuat untuk meneliti pria ini
hingga meninggal."

Adapun seorang perawat, Eunice Rivers, yang bekerja sebagai medium antara peneliti dan pria
subjek penelitian, pernah mengikuti seorang partisipan ke dokter swasta untuk memastikan ia tidak
mendapat pengobatan. Bahkan saat 250 pria ini dicatat untuk ikut Perang Dunia Kedua, peneliti
memastikan mereka tetap ikut serta dalam penelitian.

Di tahun 1945, penicillin ditemukan dan digunakan untuk obat sifilis dan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Amerika membentuk 'pusat terapi cepat' untuk mengobati sifilis pada pria. Meskipun
demikian, mereka yang terlibat dalam penelitian tidak boleh mendapat terapi ini.
Penelitian berlangsung tanpa hambatan, hingga ada teriakan publik
Penelitian tidak disetujui untuk pertama kalinya pada 1966. Peter Buxtun, seorang peneliti
pelayanan kesehatan masyarakat menyerukan isu mengenai etika eksperimen dalam sehelai surat ke
direktur divisi penyakit kelamin Amerika, tetapi tidak dipedulikan.

Buxtun kemudian membocorkan informasi mengenai penelitian ke wartawan Jean Heller, yang
mempublikasikan sebuah artikel di halaman depan New York Times, dengan judul, "Sebuah
kejahatan hak asasi manusia paling menjijikan yang pernah saya bayangkan".

Teriakan publik mengenai penelitian ini akhirnya berakhir pada 1972; tetapi pada hari tersebut,
hanya 74 orang yang masih hidup. 28 orang meninggal akibat sifilis dan lebih dari ratusan orang
mengalami komplikasi. 40 dari istri pria ini terpengaruh dan 19 anak dilahirkan dengan sifilis
turunan.

Keturunannya masih tetap berjuang


Tahun berikutnya, di tahun 1973, mereka yang selamat mengajukan gugatan dan pengacara hak
masyarakat Fred Gray menang dengan memberikannya ganti rugi USD9 juta. Pemerintah Amerika
juga setuju untuk memberikan pengobatan medis sepanjang hidup dan pelayanan penguburan
untuk partisipan yang masih hidup. Sekarang, anak dari pria dalam penelitian juga meminta hakim
untuk memberikan sisa uang yang ada.

Voices of our Fathers Legacy Foundation ingin menggunakan uang ini untuk membantu biaya
beasiswa fakultas untuk keturunan dan membangun taman peringatan untuk para pria ini. Meskipun
demikian, museum lokal di Tuskegee yang dimiliki oleh Gray, juga meminta biaya untuk perawatan
dan peringatan bagi para pria.

Lilie Tyson Head, presiden yayasan ini mengatakan, "Pada mulanya, tujuan dari penelitian ini
memang agar diturunkan ke anak mereka."

Yayasan ini mengirimkan surat ke Hakim Distrik Myron Thompson yang memintanya untuk menahan
keputusan mengenai uang hingga mereka memiliki cukup waktu untuk mempekerjakan seorang
pengacara. Kasus ini masih terus berlanjut hingga sekarang. MIMS

Anda mungkin juga menyukai