Anda di halaman 1dari 6

MEKANISME KERJA OBAT ANTI JAMUR

a) Terbinafin
Terbinafin mampu menghambat enzim skualen epoksidase dalam membran sel
jamur sehingga menghambat biosintesis ergosterol. Skualen epoksidase
merupakan sebuah enzim mikrosomal nonsitokrom P450 yang kompleks, mampu
memicu langkah pertama enzimatik sintesis ergosterol yaitu mengkonversi
skualen menjadi skualen epoksid. Pada akhirnya, terbinafin menyebabkan
akumulasi abnormal skualen intraseluler dan defisiensi ergosterol. Akumulasi
skualen in-vitro menimbulkan efek fungisidal. Defisiensi ergosterol menimbulkan
efek fungistatik oleh karena ergosterol merupakan komponen penting membran
jamur untuk bertumbuh.
b) Griseofulvin
Griseofulvin bersifat fungistatik in vitro dan memiliki spektrum aktivitas
antimikotik yang sempit. Obat ini dapat mengganggu formasi microtubule mitotic
spindle sehingga menyebabkan penghentian mitotik pada fase metafase. Setelah
konsumsi oral, griseofulvin terkonsenterasi di kulit, rambut, kuku, hati, lemak dan
muskuloskeletal. Obat dapat terdeteksi di lapisan luar stratum korneum setelah
dikonsusi. Griseofulvin dideposit dalam sel prekusor keratin dan memiliki afinitas
tinggi terhadap jaringan terinfeksi. Obat akan terikat erat dengan keratin baru.
c) Golongan azole
Kelompok obat ini mampu menghambat CYP-dependent enzyme lanosterol 14α
demethlyase sehingga menghambat konversi lanosterol menjadi ergosterol.
Karena mekanisme inhibisi yang dimiliki, kelompok obat ini dikaitkan dengan
efek fungistatik. Organisme resisten azole terdeteksi dalam beberapa kasus langka
setelah pemberian profilaksis dan terapi jangka panjang.

Anda mungkin juga menyukai