Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Natrium Diklofenak

2.1.1 Uraian Bahan

Rumus bangun :

Rumus molekul : C14H10Cl2NNaO2

Berat molekul : 318,13

Nama kimia : asam benzeneasetat, 2-[(2,6-diklorofenil)amino]-

monosodium

Nama lain : Sodium [o-(dikloroanilino)fenil]asetat

Pemerian : serbuk hablur, berwarna putih, tidak berasa

(USP 30 NF 25, 2007).

Kelarutan : Sedikit larut dalam air, larut dalam alkohol;

praktis tidak larut dalam kloroform dan eter; bebas

larut dalam alkohol metil. pH larutan 1% dalam air

adalah antara 7.0 dan 8. (Martindale 36, 2009).

pKa : 4,2 (Clarke’s, 2005)

23
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Farmakologi Natrium Diklofenak

Diklofenak adalah turunan asam fenilasetat sederhana yang menyerupai

florbiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat siklooksigenase

yang kuat dengan efek anti inflamasi, analgesik dan anti piretik. Diklofenak cepat

diabsorbsi setelah pemberian oral dan mempunyai waktu paruh yang pendek.

Seperti flurbiprofen, obat ini berkumpul di cairan sinovial. Potensi diklofenak

lebih besar dari pada naproksen. Obat ini dianjurkan untuk kondisi peradangan

kronis seperti artritis rematoid dan osteoartritis serta untuk pengobatan nyeri otot

rangka akut (Katzung, 2004 ).

Mekanisme kerjanya, bila membran sel mengalami kerusakan oleh suatu

rangsangan kimiawi, fisik, atau mekanis, maka enzim fosfolipase diaktifkan untuk

mengubah fosfolipida menjadi asam arachidonat. Asam lemak poli-tak jenuh ini

kemudian untuk sebagian diubah oleh ezim cyclo-oksigenase menjadi

endoperoksida dan seterusnya menjadi prostaglandin. Cyclo-Oksigenase terdiri

dari dua iso-enzim, yaitu COX-1 (tromboxan dan prostacyclin) dan COX-2

(prostaglandin). Kebanyakan COX-1 terdapat di jaringan, antara lain dipelat-pelat

darah, ginjal dan saluran cerna. COX-2 dalam keadaan normal tidak terdapat

dijaringan tetapi dibentuk selama proses peradangan oleh sel-sel radang.

Penghambatan COX-2 lah yang memberikan efek anti radang dari obat NSAIDs.

NSAID yang ideal hanya menghambat COX-2 (peradangan) dan tidak COX-1

(perlindungan mukosa lambung).

Diklofenak merupakan obat NSAIDs (Non Steroidal Anti Inflammatory

Drugs) yang bersifat tidak selektif dimana kedua jenis COX di blokir. Dengan

dihambatnya COX-1, dengan demikian tidak ada lagi yang bertanggung jawab

24
Universitas Sumatera Utara
melindungi mukosa lambung-usus dan ginjal sehingga terjadi iritasi dan efek

toksik pada ginjal (Tjay dan Rahardja, 2002).

2.2 Kapsul

Kapsul dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat, dimana satu

macam obat atau lebih dan/atau bahan inert lainnya yang dimasukkan ke dalam

cangkang atau wadah kecil yang dapat larut dalam air. Pada umumnya cangkang

kapsul terbuat dari gelatin. Tergantung pada formulasinya kapsul dapat berupa

kapsul gelatin lunak atau keras. Bagaimana pun, gelatin mempunyai beberapa

kekurangan, seperti mudah mengalami peruraian oleh mikroba bila menjadi

lembab atau bila disimpan dalam larutan berair (Ansel, 2005).

Kapsul tidak berasa, mudah pemberiannya, mudah pengisiannya tanpa

persiapan atau dalam jumlah yang besar secara komersil. Didalam praktek

peresepan, penggunaan kapsul gelatin keras diperbolehkan sebagai pilihan dalam

meresepkan obat tunggal atau kombinasi obat pada perhitungan dosis yang

dianggap baik untuk pasien secara individual. Fleksibilitasnya lebih

menguntungkan daripada tablet. Beberapa pasien menyatakan lebih mudah

menelan kapsul daripada tablet, oleh karena itu lebih disukai bentuk kapsul bila

memungkinkan. Pilihan ini telah mendorong pabrik farmasi untuk memproduksi

sediaan kapsul dan di pasarkan, walaupun produknya sudah ada dalam bentuk

sediaan tablet (Gennaro, 2000).

Stabilitas disolusi dari sediaan kapsul gelatin keras terutama ditentukan

oleh kandungan uap lembab dari cangkang, yang kemudian dihubungkan dengan

kondisi penyimpanan. Normalnya cangkang kapsul mengandung air 13-16% dan

aman disimpan dengan kelembapan 40-60% kelembapan relatif (KR). Kandungan

25
Universitas Sumatera Utara
air di bawah 12%, cangkang menjadi rapuh dan mudah pecah. Di atas 18% uap

air, cangkang akan menjadi lembab, lembut dan menyimpang cenderung

memindahkan lembabnya ke dalam isi kapsul jika isi kapsulnya bersifat

higroskopik.

Belakangan ini, beberapa bahan telah diuji untuk menggantikan gelatin

sebagai bahan untuk pembuatan cangkang kapsul, salah satunya adalah dengan

alginat. Masalah-masalah dari kapsul gelatin mungkin dapat diatasi oleh kapsul

alginat. Alginat merupakan polimer β-D mannuronic dan α-L guluronic yang

diperoleh dari alga coklat (Phaeophyceae) (Belitz, 1987).

2.3 Natrium Alginat

Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang

diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah

Natrium alginat larut dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental; tidak

larut dalam etanol dan eter Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis

pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum (Belitz, dkk., 1987).

Gambar 2.3.1 Struktur G: α- L asam guluronat dan M: β- D asam mannuronat

26
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3.2 Struktur Alginat

Asam alginat adalah kopolimer biner yang terdiri dari residu β-D-

mannuronat (M) dan α-L-asam guluronat (G) yang tersusun dalam blok-blok yang

membentuk rantai linear (Grasdalen, dkk., 1979). Kedua unit tersebut berikatan

pada atom C1 dan C4 dengan susunan homopolimer dari masing-masing residu

(MM dan GG) dan suatu blok heteropolimer dari dua residu (MG) (Thom, dkk.,

1980).

Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam

industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat

dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan

penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium

tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat

antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom, dkk., 1980).

Di Laboratorium Farmasi Fisik Fakultas Farmasi USU dalam beberapa

tahun terakhir telah dikembangkan kapsul yang tahan terhadap asam lambung.

Cangkang kapsul ini dibuat dari natrium alginat dengan kalsium klorida

menggunakan cetakan. Telah terbukti bahwa cangkang kapsul alginat tahan atau

tidak pecah dalam cairan lambung buatan (pH 1,2). Kapsul mengembang dan

pecah dalam cairan usus buatan (pH 4,5 dan pH 6,8).

27
Universitas Sumatera Utara
Utuhnya cangkang kapsul kalsium alginat di dalam medium pH 1,2

disebabkan komponen penyusun cangkang alginat yaitu kalsium guluronat masih

utuh, sedangkan pelepasan kalsium kemungkinan berasal dari kalsium yang

terperangkap dalam kapsul dan terikat dengan manuronat saja. Hal itu berarti

kalsium guluronat yang bertanggung jawab terhadap keutuhan kapsul di dalam

medium pH 1,2 (Bangun, dkk., 2005).

Cangkang kapsul kalsium alginat dapat mengembang dan pecah di dalam

medium pH 4,5 dan 6,8 (cairan usus buatan). Terlihat bahwa waktu cangkang

kapsul pecah dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3 dimana dalam medium pH 4,5 dan

6,8 cangkang kapsul kalsium alginat dapat mengembang dan terjadi pertukaran

ion kalsium dari kalsium alginat (kalsium guluronat) dengan ion natrium yang

terdapat pada cairan usus buatan, sehingga terbentuk natrium alginat (natrium

guluronat). Pembentukan natrium alginat pada kapsul dapat menyebabkan kapsul

bersifat hidrofilik, sehingga mudah menyerap air, mengembang dan pecah

(Bangun, dkk. 2005). Kapsul lebih cepat pecah di medium pH 6,8 dari pada

medium pH 4,5.

2.4 Viskositas

Viskositas adalah suatu sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk

mengalir. Viskositas dapat dianggap sebagai suatu sifat yang relatif dengan air

sebagai bahan rujukan dan semua viskositas dinyatakan dalam istilah-istilah

viskositas air murni pada suhu 200C. Viskositas air dianggap satu centipoise

(sebenarnya 1,008 centipoise). Suatu bahan cair yang 10 kali kental (viscous)

dengan suhu yang sama viskositasnya sama dengan 10 centipoise. Singkatan

centipoise cp (dan jamaknya cps) merupakan istilah yang lebih sesuai daripada

28
Universitas Sumatera Utara
unit dasar, satu poise, sama dengan 100 centipoise (Ansel, 2005). Makin kental

suatu cairan, makin besar kekuatan yang diperlukan agar cairan tersebut mengalir

dengan laju tertentu (Martin, 1993).

2.5 Studi Stabilitas

Waktu nyata dan studi dipercepat dilaksanakan pada bets primer atau bets

yang ditetapkan sesuai protocol uji stabilitas untuk menetapkan atau memastikan

masa uji ulang dari suatu zat aktif dengan masa simpan atau edar suatu produk.

2.5.1 Uji Dipercepat

Studi didesain untuk meningkatkan derajat degradasi kimiawi atau

perubahan fisis dari zat aktif atau produk dengan menggunakan kondisi

penyimpanan “berlebihan” sebagai bagian dari studi stabilitas formal. Data yang

diperoleh dari studi ini, dapat digunakan untuk menilai efek kimiawi jangka

panjang pada kondisi yang tidak dipercepat. Uji dipercepat dilakukan selama 3-6

bulan.

2.5.2 Pengujian Jangka Panjang atau Waktu Nyata.

Pengujian jangka panjang biasanya dilaksakan setiap 3 bulan selama tahun

pertama, setiap 6 bulan selama tahun ke 2 dan selanjutnya tiap tahun selama masa

simpan atau edar pada paling sedikit 3 bets primer. Studi stabilitas lanjutan atau

jangka panjang dilakukan selama 3,6,9,12,18,24,36 dan seterusnya akan

dilaksanakan sesuai panduan uji stabilitas setempat dan ASEAN.

2.5.3 Pengujian Pasca Pemasaran

Studi stabilitas hendaknya dilakukan tiap tahun terhadap produk yang

dipasarkan. Studi tersebut hendaknya dilaksanakan pada 1 bets dari tiap

29
Universitas Sumatera Utara
produk/tahun dan meliputi paling sedikit selama 12 bulan untuk jangka waktu

yang cukup mencakup masa simpan/edar yang diusulkan (Balai POM, 2009).

2.6 Pengujian Stabilitas

Parameter pengujian yang tidak boleh dikurangi adalah :

1. Pemerian

2. Identifikasi sesuai dengan monografinya

3. Uji disolusi

4. Kadar bahan aktif

5. Degradasi

Sebagai contoh, untuk sediaan tablet parameter pemeriksaan selama proses

yang dapat dikurangi antara lain keseragaman bobot, kekerasan, kerenyahan dan

waktu hancur. Contoh lain adalah pengujian ukuran partikel, homogenitas, kadar

air antara lain menggunakan near-infrared spectrometer (NIR) dan Raman

spectroscopy,uji logam berat, vitamin dan mineral dengan atomic absorption

spectroscopy (AAS). (Balai POM, 2009)

2.6.1 Warna

Warna, merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi penilaian

konsumen terhadap kualitas produk. Stabilitas formulasi obat dapat dideteksi

dalam beberapa hal dengan suatu perubahan fisik, warna, bau dan tekstur dari

formulasi tersebut. Temperatur, pH, kekuatan ion, intensitas cahaya dapat

mempengaruhi perubahan kestabilan pada obat (Ansel, 2005).

2.6.2 Kerapuhan

Perlu diketahui bahwa cangkang kapsul bukan tidak reaktif, secara fisika

atau kimia. Perubahan kondisi penyimpanan seperti temperatur dan kelembaban

30
Universitas Sumatera Utara
dapat mempengaruhi sifat kapsul. Dengan terjadinya kenaikan temperatur dan

kelembaban dapat menyebabkan kapsul mengikat/melepaskan uap air. Sebagai

akibatnya kapsul dapat menjadi rapuh atau lunak (Margareth, dkk., 2009).

Laju pengeringan kapsul juga mempengaruhi kekerasan dan kerapuhan

kapsul, kemampuan pelarutan, dan kecenderungan untuk melekat satu sama lain..

Kadar air yang rendah pada kapsul dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Jika

kadar air pada kapsul kurang dari 10%, kapsul cenderung menjadi rapuh, dan

sebaliknya jika kadar air lebih tinggi dari 18% kapsul melunak. Kondisi

penyimpanan yang direkomendasikan untuk bentuk sediaan kapsul berkisar 15-

300C dan 30%-60% kelembaban relatif (RH). (Margareth, dkk., 2009).

Perubahan kerapuhan kapsul oleh kelembaban relatif telah dipelajari oleh

Kontny dan Mulski. Pemantauan terhadap karakteristik kapsul yang disimpan

pada kelembaban yang bervariasi membuktikan bahwa kelembaban merupakan

salah satu parameter yang penting dalam pembuatan dan penyimpanan kapsul.

Kriteria yang diterima bahwa kerapuhan kapsul yang signifikan tidak boleh

terdeteksi pada kapsul yang disimpan pada kelembaban relatif 30% dan 50%

selama 4 minggu (Kontny, dkk., 1989).

2.6.3 Disolusi

Proses melarutnya suatu obat disebut disolusi (Ansel, 1989). Uji disolusi

yaitu uji pelarutan invitro mengukur laju dan jumlah pelarutan obat dalam suatu

media “aqueous” dengan adanya satu atau lebih bahan tambahan yang terkandung

dalam produk obat. Pelarutan obat merupakan bagian penting sebelum kondisi

absorbsi sistemik (Shargel dan Andrew, 1988).

31
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu :

a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi :

i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama

dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan laju

disolusi yang cepat.

ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar luas

permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga laju

disolusi meningkat.

b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi :

i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi bila

dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan

penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil pada

bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah,

sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju

disolusi.

ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat mempercepat

laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan bahan pengisi

yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah hidrofilisitas

bahan aktif dan menambah laju disolusi.

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi :

i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan

mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat. Surfaktan

dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat meningkatkan

proses penetrasi medium disolusi ke matriks. Formulasi tablet dan

32
Universitas Sumatera Utara
kapsul konvensional juga menunjukkan penambahan laju disolusi obat-

obat yang sukar larut dengan penambahan surfaktan kedalam medium

disolusi.

ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin kecil

laju disolusi bahan obat.

iii. pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet sedikit

lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu mempercepat laju

disolusi (Gennaro, 2000). Obat-obat asam lemah disolusinya kecil

dalam medium asam, karena bersifat nonionik, tetapi disolusinya besar

pada medium basa karena terionisasi dan pembentukan garam yang

larut (Martin,dkk., 1993).

United States Pharmacopeia (USP) XXI memberi beberapa metode resmi

untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu:

a. Metode Keranjang (Basket )

Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh tangkai

motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu bulat yang

berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak yang bersuhu

konstan 37oC. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus memenuhi

rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia standar

kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan syarat

operasi telah dipenuhi.

b. Metode Dayung (Paddle)

Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang

berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung

33
Universitas Sumatera Utara
diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan yang

terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang beralas bulat

yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media pelarutan. Alat

ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti pada metode

basket dipertahankan pada 37oC. Posisi dan kesejajaran dayung ditetapkan dalam

USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan dayung. Pada beberapa

produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara drastis dapat

mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang sama digunakan

untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan.

c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi

Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP ”basket and rack” dirakit

untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram

dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan partikel

tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan dimasukkan

dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan dan getaran

membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat (Shargel dan

Andrew, 1988).

2.7 Stabilitas Disolusi

Stabilitas disolusi dari suatu sediaan obat dapat didefinisikan sebagai

pemeliharaan karakteristik disolusi dari sediaan dalam batas-batas tertentu dari

waktu pembuatan sampai dalam tanggal kadaluarsa.

Selama penyimpanan suatu produk obat dapat mengalami perubahan

karakteristik-karakteristik fisiko-kimia yang dapat mempengaruhi bioavailabilitas

sediaan. Parameter-parameter fisiko-kimia penting yang menurunkan kualitas dari

34
Universitas Sumatera Utara
sediaan dan peka terhadap perubahan selama penyimpanan adalah penampilan

fisik, pengujian kimia, tingkat produk degradasi, kandungan uap air, waktu

desintegrasi, laju disolusi, kekerasan dan friabilitas.

Diharapkan bahwa apabila suatu produk disimpan pada kondisi yang

ditentukan pada label, maka profil disolusi awal tidak berubah selama

penyimpanan.

Pentingnya stabilitas disolusi dalam pengembangan dan pemeliharaan

kualitas produk adalah :

1. Stabilitas disolusi sebagai suatu alat kontrol kualitas.

Pelepasan obat dari sediaan adalah suatu parameter utama dalam menilai

kualitas. Oleh karena itu merupakan tanggung jawab etika dan hukum dari pabrik

untuk menjamin bahwa produk memenuhi semua spesifikasi-spesifikasi kualitas

selama penyimpanan sepanjang disimpan pada kondisi yang ditentukan pada

kemasan. Kegagalan untuk memenuhi spesifikasi-spesifikasi disolusi selama

penyimpanan merupakan satu alasan untuk menarik kembali produk.

2. Pemenuhan terhadap peraturan perundang-undangan

Jika produk gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkan selama masa

penyimpanan maka produk ini menjadi tidak cocok untuk pemakaian dan

pemasaran.

3. Pengaruh perubahan disolusi terhadap bioavailabilitas

Profil disolusi dari sediaan padat oral dapat mempengaruhi laju dan jumlah

obat yang tersedia untuk absorbsi dan oleh karena itu dapat mempengaruhi

kemanjuran terapi dari sediaan. Oleh karena itu diperlukan sekali bahwa

karakteristik disolusi dari sediaan tetap tidak berubah selama penyimpanan.

35
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas disolusi dari produk oral padat

selama penyimpanan.

1. Faktor-faktor pembuatan

Kondisi pembuatan seperti suhu pengeringan, kondisi penyalutan adalah

penting dalam penetapan apakah produk bisa stabil selama penyimpanan dari

sudut disolusi. Jika lapisan film penyalut tidak sepenuhnya menyalut sediaan

obatnya, maka sifat permeabilitasnya dapat ditingkatkan selama penyimpanan dan

laju disolusi akan lebih mudah untuk berubah tergantung pada kondisi lingkungan

penyimpanannya.

2. Variabel Formulasi

Hasil dari stabilitas disolusi dari produk oral selama penyimpanan

berhubungan langsung terhadap komposisi kualitatif dan kuantitatif dari

formulasi. Kelarutan, higroskopisitas dan sifat termal dari bahan aktif dan bahan

tambahan termasuk bahan penyalut merupakan parameter kritis yang bermakna

mempengaruhi hasil dari stabilitas disolusi. Misalnya selama penyimpanan, pada

kelembapan tinggi, bahan aktif dapat larut dan mengkristal kembali dan pada

prosesnya merubah sifat pelepasan tablet. Selain itu juga, bergantung pada kondisi

penyimpanan, tablet dapat mengabsorbsi atau kehilangan kelembapan dan

mengeras, demikian juga perubahan-perubahan sifat desintegrasi dari bentuk

sediaan.

3. Kondisi penyimpanan

Perubahan disolusi lebih sering terjadi jika sediaan disimpan dalam wadah

terbuka dibanding bila dalam wadah tertutup, khususnya jika formulasi beberapa

komponen sensitif terhadap kelembapan dan sediaan terpapar oleh kelembapan

36
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi. Jika produk disimpan dalam wadah terbuka pada temperatur tinggi

ada kecenderungan kelembapan dari sampel hilang ke udara bebas,

mengakibatkan perubahan disolusi (Murthy and Sellassie, 1993).

4. Pengemasan

Pengemasan berperan untuk melindungi pindahnya kelembapan dari

lingkungan luar terhadap kandungan produk dan melindungi produk dari oksidasi

dan cahaya. Hubungan antara kondisi penyimpanan dan variabel pengemasan

pada stabilitas disolusi produk dipengaruhi oleh sifat-sifat bahan pengemasnya

mengenai ketahanan terhadap kelembapan. Misalnya sediaan tablet salut enterik

yang dibungkus dengan kertas kurang stabil dari sudut pandang sifat-sifat disolusi

sedangkan yang disimpan dalam botol kaca tidak mempengaruhi laju disolusi

walaupun terpapar suhu 40oC, RH 75% atau 50oC, RH 50% selama 40 hari. Dari

penelitian lain juga disebutkan bahwa tablet yang disimpan di foil blister lebih

terlindungi, dibandingkan sampel yang dikemas dalam polivinilklorida/polietilen

menunjukkan perlambatan laju disolusi. Pada studi mengatakan bahwa ibuprofen

dalam kapsul gelatin keras disimpan pada suhu dan kelembapan tinggi dengan

atau tanpa cahaya. Ternyata laju disolusi mengalami perlambatan ketika terkena

cahaya pada kondisi dipercepat (Dey, 1993).

2.8 Pengukuran Hasil Disolusi Natrium Diklofenak Menggunakan

Spektrofotometri UV

Spektrofotometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi elektromagnit

panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati monokromatik yang diserap

zat. Pengukuran serapan dapat dilakukan pada daerah ultraviolet (panjang

gelombang 200 nm-400 nm).

37
Universitas Sumatera Utara
Penetapan kadar Natrium diklofenak bisa dilakukan dengan

Spektrofotometri UV, High Perfomance Liquid Chromatography (HPLC), Infra-

red Spectrum dan Massa Spectrum. Untuk Uji disolusi Diklofenak sodium

menggunakan spekrofotomertri UV dengan panjang gelombang pada suasana

asam yaitu 273nm (A11 = 309b) dan suasana basa yaitu 275 (A11 = 351b)

(Moffats, 2005)

Natrium diklofenak delayed-release, dalam medium HCl 0,1 N sebanyak

900 ml, menggunakan metode dayung dengan kecepatan 50 rpm selama 2 jam.

Selanjutnya diganti dengan medium dapar posfat pH 6,8 sebanyak 900 ml,

menggunakan metode dayung dengan kecepatan pengadukan 50 rpm selama 45

menit dihitung jumlah terlarut Natrium diklofenak yang terlarut dengan

menggunakan spektrofotometer UV (USP 30 NF 25, 2007).

38
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai