Anda di halaman 1dari 18

RHEOTAKSIS PADA IKAN

Disusun oleh :
Titin Atinah : B1J012024
Kelompok :6
Asisten : Shokhikhun Natiq

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI HEWAN

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO

2016
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan merupakan organisme akuatik yang memiliki organ kompleks dan


terdiri atas beberapa sistem organ yang saling bekerjasama melakukan aktivitas
hidup. Ikan juga salah satu hewan vertebrata yang berhabitat hidup di air, baik di
air tawar, payau maupun di laut. Ikan memiliki tubuh yang dapat dibedakan
menjadi 3 bagian, yaitu : kepala (caput), badan (truncus), dan ekor (caudal)
(Radiopoetro, 1977). Ikan merupakan kelompok vertebrata yang paling beraneka
ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia. Biasanya ikan
dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey
dan ikan hag), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies), dan
sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Contoh ikan yang
termasuk kedalam ikan bertulang rawan adalah ikan pari.
Tingkah laku ikan diartikan sebagai perubahan-perubahan ikan dalam
kedudukan, tempat, arah, maupun sifat lahiriah suatu makhluk hidup yang
mengakibatkan suatu perubahan dalam hubungan antara makhluk tersebut dan
lingkungannya yang pada gilirannya juga berpengaruh kembali pada makhluk itu
sendiri. Umpan merupakan salah satu alat bantu yang berpengaruh pada daya tarik
dan rangsangan ikan. Umpan merupakan salah satu bentuk rangsangan yang
berbentuk fisik/kimiawi yang dapat memberikan respons terhadap ikan-ikan
tertentu dalam tujuan penangkapan ikan. Menuru Wibisono, 2005 dalam jurnal
Jalil Al menyatakan bahwa arus merupakan parameter yang sangat penting dalam
lingkungan laut dan berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung
terhadap lingkungan laut dan biota yang hidup didalamnya, termasuk menentukan
pola migrasi ikan. Arus di laut dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satu di
antaranya adalah angin muson. Selain itu dipengaruhi juga faktor suhu permukaan
laut yang selalu berubah-ubah (Kurnani et al., 2011)
Prinsip tingkah laku ikan harus didukung oleh pemahaman terhadap indera
utama dari ikan (organ fisiologi) khususnya indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, peraba, linea literalis dan sebagainya. Indera-indera tersebut
merupakan indera penting pada ikan berhubungan dengan natural behaviour.
Ditegaskan pula oleh D. Grimaldi dan D. agosti (2001) bahwa tingkah laku
makan ikan merupakan hasil interaksi dari beberapa indera pada ikan bergantung
pada habitat dan pengaruh yang dihasilkan oleh makanan.

B. Tujuan

Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui respon suatu organisme


hewan akuatik yang mobil terhadap salah satu faktor penting dalam lingkungan,
perairan lotik diantaranya arus air.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup


di air dan bernapas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang
paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27,000 di seluruh dunia.
Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan
kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa
rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk lamprey dan ikan hag), ikan bertulang
rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk hiu dan pari), dan sisanya
tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan dalam berbagai bahasa
daerah disebut iwak, jukut. Fisiologi ikan mencakup proses osmoregulasi, sistem
sirkulasi, sistem respirasi, bioenergetik dan metabolisme, pencernaan, organ-
organ sensor, sistem saraf, sistem endokrin dan reproduksi (Yusuf, 2003).
Gupi dimasukkan ke Indonesia sebagai ikan akuarium pada sekitar tahun
1920an, namun kemudian terlepas atau dilepaskan ke perairan bebas. Ikan ini
semula diharapkan dapat membasmi larva nyamuk di alam untuk mengendalikan
penyakit malaria, akan tetapi tidak berhasil. Ikan gupi di akuarium dapat mencapai
panjang 60 mm, namun di alam kebanyakan hanya tumbuh hingga sekitar 35 mm
saja; dan ukuran ini terlalu kecil untuk memangsa jentik-jentik nyamuk. Gupi
merupakan anggota suku Poecilidae yang berukuran kecil. Jantan dan betina
dewasa mudah dibedakan baik dari ukuran dan bentuk tubuhnya, maupun dari
warnanya (dimorfisme seksual). Panjang total tubuh ikan betina antara 4 – 6 cm,
sedangkan jantannya lebih kecil, sekitar 2,5 – 3,5 cm. Ikan jantan memiliki warna
– warni yang cemerlang dan amat bervariasi, terutama pada ikan hibrida (Yusuf,
2003).
Menurut Djuhanda (1982) berikut adalah klasifikasi dari ikan seribu
(Lebistes sp.):
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Cyprinidontiformes
Familia : Poecilidae
Genus : Lebistes
Ikan nilem (O. hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang

hidup di sungai-sungai dan rawa-rawa. Ikan nilem termasuk hewan omnivora,

makanannya berupa ganggang penempel yang disebut epifition dan perifition

serta mempunyai ciri morfologi antara lain bentuk tubuh hampir serupa dengan

ikan mas. Bedanya, kepala ikan nilem relatif lebih kecil. Sudut-sudut mulutnya

terdapat dua pasang sungut peraba. Warna tubuhnya hijau abu-abu. Sirip

punggung memiliki 3 jari-jari keras dan 12-18 jari-jari lunak. Sirip ekor berbentuk

cagak dan simetris. Sirip dubur disokong oleh 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari

lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari-jari keras dan 8 jari-jari lunak. Sirip dada

terdiri dari 1 jari-jari keras dan 13-15 jari-jari lunak. Jumlah sisik pada gurat sisi

ada 33-36 keping. Dekat sudut rahang atas ada 2 pasang sungut peraba. Bentuk

tubuh agak memanjang dan pipih, ujung mulut runcing dengan moncong terlipat,

serta bintik hitam besar pada bagian ekornya merupakan ciri utama Ikan nilem

(A.R jalil, 2013).


III. DESKRIPSI LOKASI

Lokasi pengambilan sampel dilakukan di sungai belakang Laboratorium


Riset Universitas Jenderal Soedirman. Dilaksanakan mulai jam pukul 09.00
sampai dengan pukul 10.30.
IV. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah thermometer, pH


kertas universal, stopwatch, seser, penggaris, ember, dan kotak rheotaksis.
Bahan yang digunakan adalah ikan Nilem (Osteochillus hasselti), ikan
seribu (Lebistes sp.) dan ikan Nila (Oreochromis niloticus).

B. Metode

1. 3 jenis ikan yang akan dijadikan eksperimen rheotaksis sebelumnya diukur


panjangnya.
2. Kotak rheotaksis dimasukkan kedalam sungai yang sudah ditentukan. Kotak
diletakkan horizontal searah dengan arus air sungai dan dijaga ketinggian air
dari kotak eksperimen ±3-5 cm.
3. Kotak diperiksa kembali apakah ada kerusakan arau kebocoran, sehingga ikan
yang nantinya digunakan eksperimen tidak lepas ke sungai.
4. Ketiga jenis ikan yang digunakan sebagai eksperimen harus sehat dan masing-
masing ukurannya hampir sama besar.
5. Ikan jenis pertama yang menjadi eksperimen dimasukkan sebanyak 10 ekor
kedalam kotak kontrol dan dibiarkan selama 5 menit untuk aklimatisasi.
Setelah itu ikan diamati setiap menit selama 10 menit.
6. Kriteria yang dipakai dalam eksperimen ini adalah sebagai berikut:
a. Respon positif, jika ikan menghadap atau menyongsong datangnya arus.
b. Respon negatif, jika ikan memebelakangi arus.
7. Kemudian ikan jenis pertama dimasukkan kedalam kotak eksperimen dbiarkan
5 menit, setelah itu diamati setiap menit selama 10 menit. Gunakan kriteria
metode kerja No 6.
8. Metode kerja No 5-7 dilakukan untuk ikan jenis kedua dan ikan jenis ketiga.
9. Diukur kecepatan arus, suhu, pH air sungai dan juga habitat serta kekeruhan
air.
10. Selama kegiatan eksperimen diusahakan tidak ada gangguan yang
mengejutkan ikan dan dilakukan di tempat yang teduh. Data dicatat dalam
tabel.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Ikan Lebistes


MENI PERLAKUA POSITI NEGATI KONTRO POSITI NEGATI
T N F F L F F
1 8 2 4 6
2 7 3 9 1
3 7 3 4 6
4 9 1 8 2
5 10 0 5 5
6 8 2 6 4
7 7 3 6 4
8 10 0 7 3
9 10 0 5 5
10 6 4 9 1

Tabel 2. Ikan nilem


MENI PERLAKUA POSITI NEGATI KONTRO POSITI NEGATI
T N F F L F F
1 3 9 3 9
2 10 1 11 4
3 7 9 9 2
4 6 4 11 0
5 5 5 3 8
6 7 3 5 6
7 3 7 6 5
8 9 1 8 3
9 10 0 10 1
10 4 6 4 7

Tabel 3. Ikan Nila


MENI PERLAKUA POSITI NEGATI KONTRO POSITI NEGATI
T N F F L F F
1 10 0 10 0
2 10 0 9 1
3 9 0 10 0
4 10 0 10 0
5 10 0 10 0
6 10 0 9 1
7 10 0 10 0
8 10 0 9 1
9 10 0 9 1
10 10 0 9 1

Gambar 1. Pengamatan rheotaksis Gambar 1. Pengukuran pH air


pada ikan
B. Pembahasan

Respon ikan dalam menghadapi beberapa faktor lingkungan salah satunya

seperti arus air. Respon ikan ini terdiri dari respon positif yaitu pergerakan ikan

yang menghadapi kuat arus (Zulkifli, 1996). Respon negatif yaitu pergerakan ikan

yang melawan kuat arus dan respon indiferen yaitu pergerakan ikan yang tidak

jelas. Ikan tawes (putihan) lebih suka dengan air yang aliran airnya agak deras,

tapi juga tidak terlalu deras. Ikan tawes ini merupakan ikan yang hidup

bergerombol atau berkelompok dan umumnya dalam satu kelompok besrnya

hampir sama. Tips lain untuk mencari ikan tawes adalah dengan memperhatikan

adanya tanaman tepi sungai yang batang atau daunnya masuk ke air. Berdasarkan

hasil praktikum rheotaksis pada kotak kontrol maupun kotak perlakuan

pergerakan ikan memiliki respon fositif jauh lebih banyak dibandingkan dengan

respon positif (Soedjiran, 1988).

Ikan nilem (O. hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia yang

hidup di sungai-sungai dan rawa-rawa. Ikan nilem termasuk hewan omnivora,

makanannya berupa ganggang penempel yang disebut epifition dan perifition

serta mempunyai ciri morfologi antara lain bentuk tubuh hampir serupa dengan

ikan mas. Bedanya, kepala ikan nilem relatif lebih kecil. Sudut-sudut mulutnya

terdapat dua pasang sungut peraba. Warna tubuhnya hijau abu-abu. Sirip

punggung memiliki 3 jari-jari keras dan 12-18 jari-jari lunak. Sirip ekor berbentuk

cagak dan simetris. Sirip dubur disokong oleh 3 jari-jari keras dan 5 jari-jari

lunak. Sirip perut disokong oleh 1 jari-jari keras dan 8 jari-jari lunak. Sirip dada

terdiri dari 1 jari-jari keras dan 13-15 jari-jari lunak. Jumlah sisik pada gurat sisi

ada 33-36 keping. Dekat sudut rahang atas ada 2 pasang sungut peraba. Bentuk
tubuh agak memanjang dan pipih, ujung mulut runcing dengan moncong terlipat,

serta bintik hitam besar pada bagian ekornya merupakan ciri utama Ikan nilem

(Sumantadinata, 1981).

Klasifikasi ikan nilem (Osteochilus hasselti) Menurut D. Grimaldi & D.


Agosti (2001) adalah sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Pisces
Subclassis : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Cyprinoidae
Familia : Cyprinidae
Sub familia : Cyprininae
Genus : Ostechilus
Spesies : Osteochilus hasselti
Ikan nila memiliki ciri morfologis yaitu berjari-jari keras, sirip perut
torasik, letak mulut subterminal dan berbentuk meruncing. Selain itu, tanda
lainnya yang dapat dilihat dari ikan nila adalah warna tubuhnya hitam dan agak
keputihan. Bagian tutup insang berwarna putih, sedangkan pada nila lokal putih
agak kehitaman bahkan kuning. Sisik ikan nila berukuran besar, kasar dan
tersusun rapi. Sepertiga sisik belakang menutupi sisi bagian depan. Tubuhnya
memiliki garis linea lateralis yang terputus antara bagian atas dan bawahnya.
Linea lateralis bagian atas memanjang mulai dari tutup insang hingga belakang
sirip punggung sampai pangkal sirip ekor. Ukuran kepala relatif kecil dengan
mulut berada di ujung kepala serta mempunyai mata yang besar (Kottelat et al.
1993).
Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai
klasifikasi sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Acanthopterygii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus
Gupi dimasukkan ke Indonesia sebagai ikan akuarium pada sekitar tahun
1920an, namun kemudian terlepas atau dilepaskan ke perairan bebas. Ikan ini
semula diharapkan dapat membasmi larva nyamuk di alam untuk mengendalikan
penyakit malaria, akan tetapi tidak berhasil. Ikan gupi di akuarium dapat mencapai
panjang 60 mm, namun di alam kebanyakan hanya tumbuh hingga sekitar 35 mm
saja; dan ukuran ini terlalu kecil untuk memangsa jentik-jentik nyamuk (Yusuf,
2003).
Gupi merupakan anggota suku Poecilidae yang berukuran kecil. Jantan
dan betina dewasa mudah dibedakan baik dari ukuran dan bentuk tubuhnya,
maupun dari warnanya (dimorfisme seksual). Panjang total tubuh ikan betina
antara 4 – 6 cm, sedangkan jantannya lebih kecil, sekitar 2,5 – 3,5 cm. Ikan jantan
memiliki warna – warni yang cemerlang dan amat bervariasi, terutama pada ikan
hibrida (Yusuf, 2003). Seperti halnya dengan Ikan neon Parcheirodon innesi
merupaka spesies ikan hias dengan potensi ekonomi tinggi dan mengalami
peningkatan nilai ekspor relatif pusat pada beberapa tahun terakhir. Ikan ini
berasal dari Rio Putumayo, Peru Timur dan menjadi salah ikan peliharaan paling
dikenal dikalangan penghobi ikan hias. Permintaan ikan hias tetra di amerika
serikat sebagai salah satu pasar ikan hias terbesar, mencapai 22,7 juta ekor pada
tahun 1992 dan diproyeksikan akan terus meningkat. Tingkat permintaan yang
tinggi disebabkan harga ikan neon yang mencapai US$ 1 atau setara dengan Rp
9.000 untuk setiap ekornya (Firdaus et al., 2013).
Menurut Djuhanda (1982) berikut adalah klasifikasi dari ikan seribu
(Lebistes sp.):
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Cyprinidontiformes
Familia : Poecilidae
Genus : Lebistes sp.
Berdasarkan hasil praktikum rheotaksis pada kotak kontrol maupun pada
kotak perlakuan pergerakan ikan Lebiste, ikan nilem dan ikan nila memiliki
respon positif jauh lebih banyak dari pada yang respon negatif. Respon ikan
dalam menghadapi beberapa faktor lingkungan salah satunya seperti arus air.
Respon ikan ini terdiri dari respon positif yaitu pergerakan ikan yang menghadapi
kuat arus (Zulkifli, 1996).
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa:


1. Respon suatu organisme hewan akuatik terhadap arus air pada menit pertama
sampai menit ke-10 didapatkan hasil ikan seribu (Lebistes) pada kotak kontrol
dan kotak perlakuan pergerakannya positif jauh lebih banyak dibandingkan
dengan respon negaif. Sama halnya dengan ikan nila dan ikan nilem
didapakan hasil yang sama halnya dengan ikan seribu (Lebistes). Hal ini
sesuai dengan pernayataan Zulkifli, (1996) bahawa respon ikan dalam
menghadapi beberapa faktor lingkungan salah satunya seperti arus air.
Respon ikan ini terdiri dari respon positif yaitu pergerakan ikan yang
menghadapi kuat arus.

B. Saran

Saran pada praktikum Rheotaksis yaitu kotak untuk perlakuan Rheotaksis


diusahakan ketika praktikum dilakuakan jangan terlalu siang dikarenakan akan
mempengaruhi tingkah laku dari ikan yang akan diamati.
DAFTAR REFERENSI

A.R. Jalil (2013). Distribusi kecepatan arus pasang surut pada muson peralihan
barat-timur terkait hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan
Spermonde. Makasar.

D. Grimaldi & D. Agosti (2001). "A formicine in New Jersey Cretaceous amber
(Hymenoptera: Formicidae) and early evolution of the ants". Proc. Natl.
Acad. Sci. USA 97: 13678–13683.

Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari Empat Species Hewan Vertebrata. Armico,


Bandung.

Firdaus, M., Alimuddin., Sumantadinata, K. 2013. Transplantasi Sel Testikular


Ikan Neon Tetra Paracheirodon innesi (Characidae) Pada Larva Ikan Mas
Cyprinus carpio (Cyprinidae): Morfologi, Poporsi, dan Kolonisai. Jurnal
Akuakultur Indonesia 12 (1): 1-13.

Kodri,Ghufar.H. 2004. Budidaya Lele Keli. PT.Rineka Cipta dan PT Bina


Adiaksara, Jakarta.

Kottelat M, Whitten AJ, Kartikasari SN, Wirjoatmojo S. 1993. Freshwater fishes


of Western Indonesia and Sulawesi. Hong Kong: Periplus Editions. Hlm:
344.

Kurnani., Hidayanti.,Abdullah.,and sutendy. 2011. The Effect Of Lumbricus


Rubellus Seedling Density On Earthworm Biomass And Quantity As
WellAs Quality Of KascingIn Vermicomposting OfCattle Feces And
Bagasse Mix. Ecological Journal 234-334.

Radiopoetro. 1977. Zoologi. Erlangga, Jakarta Siwi, S.S. 1991. Kunci


Determinasi Serangga. Kanisius, Yogyakarta.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan kunci identifikasi ikan. Jakarta: Bina Cipta.

Soedjiran, R.1988. Pengantar Ekologi. Remadja Karya, Bandung.

Zulkifli, Hilda. 1996. Biologi Lingkungan. Departemen Pendidikan Dan


Kebudayaan, Jakarta.

Yusuf bachtiar. 2003. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Pekarangan. Jakarta: Agro
Media Pustaka

Anda mungkin juga menyukai