Atropi
Atropi
TENTANG
“ ATROPI SEL ”
OLEH
FIRNAWITA SIRLY Nim. 103124744
ALFRED,M Nim. 103124738
SRI DEWI FITRIA Nim. 103124755
ASNANI Nim. 103124740
LILIS ARIANI Nim. 103124747
SURYANTI Nim. 103124756
ERLINAWATI Nim. 103124743
NADIAS Nim. 103124749
JURUSAN KEPERAWATAN NON REGULER
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha esa atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ATROPI”
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dalam pembuatan
makalah ini, terutama pada dosen yang telah membimbing mahasiswa.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan banyak kritikan dan saran yang
membangun dari pembaca untuk perbaikan di masa datang.
Penulis
Atropi
Atropi adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat
berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih
kecil. Mengecilnya alat tubuh tersebut karena sel-sel yang menjalankan fungsi alat tubuh
tersebut mengecil. Jadi bukan mengenai sei-sel jaringan ikat atau stroma alat tubuh
tersebut. Stroma tampaknya bertambah yang sebenarnya relative karena stroma tetap.
Atropi dibedakan menjadi :
a. Atropi fisiologik
Atropi fisiologik adalah atropi yang merupakan proses normal pada manusia. Beberapa
alat tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan
kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut tidak menghilang pada usia tertentu malah dianggap
patologik. Contoh : kelenjar thymus, ductus thyroglosus. Misalnya pada atropi senilis,
organ tubuh pada usia lanjut akan mengalami pengecilan. Atropi senilis juga dapat disebut
atropi menyeluruh(general) karena terjadi pada seluruh organ tubuh. Atropi menyeluruh
juga terjadi pada keadaan kelaparan (Starvation).
Penyebab atropi senilis adalah :
1. Involusi akibat menghilangnya rangsang tumbuh (growth stimuli),
2. berkurangnya perbekalan darah akibat arteriosklerosis
3.berkurangnya rangsang endokrin
Vaskularisasi berkurang karena arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran pada
otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis. Begitu
pula rangsang endokrin yang berkurang pada masa menopause menyebabkan payudara
menjadi kecil, ovarium dan uterus menjadi tipis dan keriput.
Starvation atropi terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan untuk waktu yang lama
misainya pada yang tidak mendapatkan asupan makanan seperti orang terdampar dilaut,
padang pasir, atau pada orang yang mengalami gangguan saluran pencernaan seperti pada
striktura oesofagus. Karena itu alat-alat tubuh tidak mendapat makanan cukup dan
mengecil.
b. Atropi patologik
Atropi patologik dapat dibagi beberapa kelompok :
1. Atropi disuse adalah atropi yang terjadi pada organ yang tidak beraktifitas dalam jangka
waktu lama.
2. Atropi desakan terjadi pada suatu organ tubuh yang terdesak dalam waktu lama.
3. Atropi endokrin terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada rangsang
hormon tertentu.
4. Atropi vaskuler terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga
dibawah nilai krisis.
5. Atropi payah (exhaustion atrophy) terjadi karena kelenjar endokrin yang terus
menghasilkan hormone yang berlebihan akan mengalami atropi payah.
6. Atropi serosa dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia. Jaringan lemak
yang mengalami atropi akan menjadi encer seperti air atau lender.
7. Atropi coklat juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia dan organ
yang mengalami atropi adalah jantung dan hati.
1.1.1 Atrofi
Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau
mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel
parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008).
Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Sebelum
membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis
atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi
fisiologis dan atrofi patologis.
Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh
dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau
pertumbuhan, dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika
sudah mencapai usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik ( Saleh, 1973).
Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula
mammae mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit
menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab
proses atrofi ini bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus
endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli),
berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan akibat
sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut terjadi karena peoses normal penuaan (Saleh,
1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di
luar proses normal/alami.
Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis,
atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.
1. Atrofi senilis
Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk
dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi
patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses
aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik
yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat
makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada orang yang
sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang
memang tidak mendapat makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di
padang pasir). Orang yang menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya
karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut
mungkin mendapatkan suplai makanan yang cukup, namun makanan tersebut tidak dapat
mencapai lambung dan usus karena makanan akan di semprotkan keluar kembali. Karena
itu, makanan tidak akan sampai ke jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi,
inanisi, dan badan menjadi kurus kering.
2. Atrofi Lokal
3. Atropi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot
mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi
kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.
Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya
impuls trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus
berbaring lama mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-tulang menjadi berlubang-
lubang karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan baik.
Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya tersumbat untuk waktu yang lama. Ini
misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi sumbatan (occlusion) pada saluran keluar
pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik. Namun, pulau-pulau
Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan ke dalam darah tidak
mengalami atrofi.
4. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang
lama dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik
terjadi pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada
nak-anak). Atroi desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta.
Pelebaran aorta di daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang
tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat
desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang
biasanya terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat
terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya
yang makin lama makin membesar ( Saleh, 1973).
5. Atrofi endokrin
Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu.
Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu
berkurang atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit
Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan atrofi pada
kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.
4. Kekurangan nutrisi
Contoh kasus :
Bimaariotejo's Blog
IMMOBILISASI LAMA
I. PENDAHULUAN
Semakin bertambahnya usia manusia dapat menimbulkan beberapa penyakit degenerasi,
seperti mengalami gangguan pergerakan. Berbagai penyakit kronik yang diderita orang tua,
membuat mereka menjadi IMMOBILE yaitu suatu keadaan tidak dapat bergerak yang
dikarenakan akibat – akibat yang ditimbulkan oleh kondisi berbaring lama. Jadi bisa
dikatakan bahwa immobilitas secara garis besar merupakan sindrom kemunduran fisiologis
yang disebabkan oleh:
penurunan aktivitas
ketidakberdayaan
II. DEFINISI
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak
bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat / organ tubuh
(impaitment) yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan
tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan
fungsi fisiologis.
III. EPIDEMIOLOGI
Immobilisasi lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada orang –
orang lanjut usia (lansia), pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama.
Dampak imobilisasi lama terutama Dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam kurun
waktu 2 minggu, Perawatan Emboli Paru berkisar 0,9%,dimana tiap 200.000 orang
meninggal tiap tahunnya.
IV. PENYEBAB
Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas metabolisme umum. Hal
ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang multipel, dengan
manifestasi klinis sindrom imobilisasi. Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung
penyebab untuk apa imobilisasi diresepkan. Hal ini bisa disebabkan oleh salah satu dari
yang disebutkan dibawah ini:
1. Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulang (fraktur)
tentu akan menghambat pergerakan.
2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan gangguan saraf tapi
juga menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.
3. Penyakit jantung dan pernapasan penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan
kelelahan dan sesak napas ketika beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada
organ – organ tersebut akan mengurangi mobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak duduk
dan berbaring.
6. Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau berbaring.
7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi, namun tanpa
melawan gaya gravitasi.
V. GAMBARAN ANATOMI
VI. DIAGNOSA
A. Anatomi
Sendi adalah tempat dimana dua tulang saling berhubungan,baik terjadi pergerakan atau
tidak.
Daya ekstensibilitas dari jaringan kendor yang berada di seputar sendi, jika tidak
digerakkan akan menurun sehingga menyebabkan kekakuan yang mengakibatkan
kontraktur.
B.Anamnesa
I. Nyeri pada tulang dan sendi.
II. Kaku / susah digerakkan.
III. Nyeri leher.
IV. Arthritis pasca trauma.
V. Osteoporosis.
C.Pemeriksaan Fisik
Cedera tulang belakang harus selalu diduga pada kasus dimana setelah cedera pasien
mengeluh nyeri serta terbatasnya pergerakan leher dan pinggang.
D.Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Perlu dilakukan pemeriksaan radiografi tulang belakang servikal pada semua pasien cedera
kepala sedang dan berat. Radiograf yang diambil di UGD kualitasnya tidak selalu baik dan
bila tetap diduga adanya cedera tulang belakang, radiograf selanjutnya diambil lagi
termasuk tampilan oblik bila perlu, serta (pada daerah servikal) dengan leher pada fleksi
serta ekstensi bila diindikasikan. Tampilan melalui mulut terbuka perlu untuk
memperlihatkan proses odontoid pada bidang antero – posterior.
2. SARAF
A. Anatomi
B. Anamnesa
2) Koordinasi terganggu.
3) Aktivitas terganggu.
C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan imobilisasi/keterbatsan aktifitas dapat merubah input sensoris. Hal ini akan
mengakibatkan gangguan koordinasi pada intelektual dan kemampuan aktifitas motorik
sehingga emosi terganggu.
Contohnya pada penderita yang melakukan istirahat total di tempat tidur tanpa melakukan
kegiatan apapun sehingga mengakibatkan pasien tersebut mengeluh timbul rasa tidak
nyaman, tegang, mudah marah. Selain itu hilangnya nafsu makan dan menolak
terapi,sehingga akan nampak hilangnya inisiatif,agresifitas untuk menuju kesembuhan.
Dapat juga dilihat pada saat penderita mengambil bolpoint, penderita mengalami kesulitan (
kecepatan hantar saraf turun ).
D. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan
2. EEG (Electro Encephalo Grafi)
3. SISTEM KARDIOVASKULAR
A. Anatomi
Efek immobilisasi meliputi: peningkatan tonus simpatikus (status adrenergik), peningkatan
denyut jantung, penurunan efisiensi jantung.
Mengakibatkan pusing atau pingsan bila mencoba untuk berdiri.Kesulitan dalam mencapai
posisi tegak mengganggu aktivitas fungsional.
B. Anamnesa
C. Pemeriksaan FIsik
Laboratorium darah
Kurangnya bergerak juga dapat menyebabkan aliran darah di extremitas bawah tidak lancar
(stasis) yang mengganggu faktor – faktor pembekuan pada endotel pembuluh darah. Bila
faktor pembekuan terganggu maka akan timbul bekuan darah (trombus) di katub – katub
vena extremitas bawah,
Foto rontgen
4.TRACTUS RESPIRATORIUS
A. Anatomi
B. Anamnesa
A. Anamnesa
1. Atrofi kulit
Kulit yang anestetik pada pasien paraplegik menyebabkan sakrum,trochanter major dan
tumit cepat menjadi merah dan ulserasi bila perawatan terlantar.
C. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium:
b) Tes hemoglobin
6. MUSCULOSCELETAL
A. Anatomi
B. Pemeriksaan Fisik
7. TRAKTUS URINARIUS
A. Anatomi
B. Anamnesa
1. Sisa urine
Karena posisi baring pasien ini tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara
sempurna.
Diakibatkan karena keadaan stagnasi urine maupun karena batu saluran kencing.
8. TRAKTUS DIGESTIVUS
A. Anatomi
B. Anamnesa
1. Konstipasi
VI. TERAPI
1. TULANG
A. Obat
C. Operasi
Fusi secara bedah melintas garis fraktur dapat dilakukan. Pada tulang belakang servikal
operasi dilakukan baik dari depan maupun belakang. Pada daerah toraks tulang belakang
difiksasi dengan pelat metal dan tandur tulang yang menyatukan lamina dengan proses
spinosus berdekatan.
D. Larangan
E. Saran
Ranjang khusus, rangka, atau selubung plester dengan pasien dapat dirawat untuk waktu
yang lama dengan mempertahankan posisi yang telah direduksi bahkan saat membalik
untuk memandikan atau merawat kulit.
2. SARAF
A. Obat
B. Fisioterapi
Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada, memaksimalkan
pemulihan neurologis, tindakan atas cedera lain yang menyertai, dan mencegah serta
mengobati komplikasi serta sekuele kerusakan neural.
Terapinya yang penting adalah dengan menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh
lainnya supaya merangsang aktivitas saraf.
C. Operasi
Bila diperlukan operasi, dekompresi kanal spinal dilakukan pada saat yang sama.
D. Larangan
E. Saran
3. SISTEM KARDIOVASKULAR
A. Obat
Antikoagulan: heparin, wasfarin.
Antitrombosis: aspirin, ticlopidin, dipiridamol, sulfin pirazon.
Trombolitik: streptokinase, urokinase, anistreplase.
B. Fisioterapi
Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi kerja jantung yang optimal dan
menyingkirkan adanya gangguan kerja jantung yang normal.
Melatih terutama otot ekstremitas.
C. Larangan
4. TRACTUS RESPIRATORIUS
A. Obat
B. Fisioterapi
C. Larangan
5. KULIT
A. Obat
Bila timbul luka diberi antiseptik.
B. Fisioterapi
C. Larangan
D. Saran
Menghindari melebarnya luka dengan menutup bagian yang luka terutama pada bagian
yang tertekan saat berbaring.
6. MUSCULOSCELETAL
A. Terapi
- Latihan teratur setiap hari,menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh lainnya -,ROM (
Range of Motion )
B. Larangan
C. Saran
Sama dengan terapi
TRAKTUS URINARIUS
Pencegahan dan penanganan yang dilakukan untuk mengatasi terjadinya keadaan patologi
pada system urinarius yang terjadi akibat imobilisasi lama, adalah dengan cara:
1. Mobilisasi sedini mungkin, paling tidak pasien sering didudukkan, mengubah posisi
vesika urinaria
2. Banyak minum sekitar 3 liter (8-12gelas) dalam sehari
1. Pantaulah pasien dengan cermat dan rutin terhadap adanya tanda dan gejala
hiperkalsemia, ISK, dan terapi secara adekuat.
3. Supaya tidak retensi urine dipasang kateter.
8. TRAKTUS DIGESTIVUS
Saran:
DAFTAR PUSTAKA
Neurologi Klinik Dasar, Prof. DR. Mahaar Mardjono Dan Prof. DR. Priguna Sidharta.
Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Medik, RSUD Dr. Soetomo / FK Unair Sby, 1992
http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062002/war-2.htm
http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/093/kes1.htm
http://www.amsar.com/smu-indo/bahasa/images/5-2.jpg
http://web.indstate.edu/ehcme/psp/elabs/radiology/chf-xtray.jpg
http://yogapoint.com/iamges/brain4.jpg
http://www.medused.com/iamges/inventory-picture/41619-02.jpg