Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

TENTANG
“ ATROPI SEL ”

OLEH
FIRNAWITA SIRLY Nim. 103124744
ALFRED,M Nim. 103124738
SRI DEWI FITRIA Nim. 103124755
ASNANI Nim. 103124740
LILIS ARIANI Nim. 103124747
SURYANTI Nim. 103124756
ERLINAWATI Nim. 103124743
NADIAS Nim. 103124749
JURUSAN KEPERAWATAN NON REGULER
POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN 2011

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha esa atas
rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ATROPI”
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dalam pembuatan
makalah ini, terutama pada dosen yang telah membimbing mahasiswa.
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan banyak kritikan dan saran yang
membangun dari pembaca untuk perbaikan di masa datang.

Padang , Oktober 2011

Penulis

Atropi
Atropi adalah perubahan ukuran sel dari normal menjadi lebih kecil akibat
berkurangnya substansi sel sehingga jaringan yang disusun oleh sel tersebut menjadi lebih
kecil. Mengecilnya alat tubuh tersebut karena sel-sel yang menjalankan fungsi alat tubuh
tersebut mengecil. Jadi bukan mengenai sei-sel jaringan ikat atau stroma alat tubuh
tersebut. Stroma tampaknya bertambah yang sebenarnya relative karena stroma tetap.
Atropi dibedakan menjadi :
a. Atropi fisiologik
Atropi fisiologik adalah atropi yang merupakan proses normal pada manusia. Beberapa
alat tubuh dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan
kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut tidak menghilang pada usia tertentu malah dianggap
patologik. Contoh : kelenjar thymus, ductus thyroglosus. Misalnya pada atropi senilis,
organ tubuh pada usia lanjut akan mengalami pengecilan. Atropi senilis juga dapat disebut
atropi menyeluruh(general) karena terjadi pada seluruh organ tubuh. Atropi menyeluruh
juga terjadi pada keadaan kelaparan (Starvation).
Penyebab atropi senilis adalah :
1. Involusi akibat menghilangnya rangsang tumbuh (growth stimuli),
2. berkurangnya perbekalan darah akibat arteriosklerosis
3.berkurangnya rangsang endokrin
Vaskularisasi berkurang karena arteriosklerosis akan menyebabkan kemunduran pada
otak sehingga menimbulkan kemunduran kejiwaan yang disebut demensia senilis. Begitu
pula rangsang endokrin yang berkurang pada masa menopause menyebabkan payudara
menjadi kecil, ovarium dan uterus menjadi tipis dan keriput.
Starvation atropi terjadi bila tubuh tidak mendapat makanan untuk waktu yang lama
misainya pada yang tidak mendapatkan asupan makanan seperti orang terdampar dilaut,
padang pasir, atau pada orang yang mengalami gangguan saluran pencernaan seperti pada
striktura oesofagus. Karena itu alat-alat tubuh tidak mendapat makanan cukup dan
mengecil.
b. Atropi patologik
Atropi patologik dapat dibagi beberapa kelompok :
1. Atropi disuse adalah atropi yang terjadi pada organ yang tidak beraktifitas dalam jangka
waktu lama.
2. Atropi desakan terjadi pada suatu organ tubuh yang terdesak dalam waktu lama.
3. Atropi endokrin terjadi pada organ tubuh yang aktivitasnya tergantung pada rangsang
hormon tertentu.
4. Atropi vaskuler terjadi pada organ yang mengalami penurunan aliran darah hingga
dibawah nilai krisis.
5. Atropi payah (exhaustion atrophy) terjadi karena kelenjar endokrin yang terus
menghasilkan hormone yang berlebihan akan mengalami atropi payah.
6. Atropi serosa dari lemak terjadi pada malnutrisi berat atau pada kakheksia. Jaringan lemak
yang mengalami atropi akan menjadi encer seperti air atau lender.
7. Atropi coklat juga memiliki hubungan dengan malnutrisi berat atau kakheksia dan organ
yang mengalami atropi adalah jantung dan hati.

1.1.1 Atrofi

Atrofi merupakan pengurangan ukuran yang disebabkan oleh mengecilnya ukuran sel atau
mengecilnya/berkurangnya (kadang-kadang dan biasa disebut atrofi numerik) sel
parenkim dalam organ tubuh (Syhrin, 2008).

Atrofi dapat disebabkan oleh berbagai faktor tergantung pada jenis atrofi tersebut. Sebelum
membahas mengenai penyebab terjadinya, maka harus diketahui terlebih dahulu jenis-jenis
atrofi agar pembahsannya lebih spesifik. Secara umum, terdapat dua jenis atrofi, yaitu atrofi
fisiologis dan atrofi patologis.

Atrofi fisiologis merupakan atrofi yang bersifat normal atau alami. Beberapa organ tubuh
dapat mengecil atau menghilang sama sekali selama masa perkembangan atau
pertumbuhan, dan jika alat tubuh tersebut organ tubuh tersebut tidak menghilang ketika
sudah mencapai usia tertentu, malah akan dianggap sebagai patologik ( Saleh, 1973).
Contoh dari atrofi fisiologis ini yaitu proses penuaan (aging process) dimana glandula
mammae mengecil setelah laktasi, penurunan fungsi/produktivitas ovarium dan uterus, kulit
menjadi tipis dan keriput, tulang-tulang menipis dan ringan akaibat resorpsi. Penyebab
proses atrofi ini bervariasi, diantaranya yaitu berkurangnya/hilangnya stimulus
endokrin, involusi akibat menghilangnya rangsan-rangsang tumbuh (growth stimuli),
berkurangnya rangsangan saraf, berkurangnya perbekalan darah, dan akibat
sklerosis arteri. Penyebab-penyebab tersebut terjadi karena peoses normal penuaan (Saleh,
1973). Berbeda dengan atrofi fisiologis, atrofi patologis merupakan atrofi yang terjadi di
luar proses normal/alami.

Secara umum, atrofi patologis dan fisiologis terbagi menjadi lima jenis, yaitu atrofi senilis,
atrofi local, atrofi inaktivas, atrofi desakan, dan atrofi endokrin.

1. Atrofi senilis

Atrofi senilis terjadi pada semua alat tubuh secara umum, karena atrofi senilis termasuk
dalam atofi umum (general atrophy). Atropi senilis tidak sepenuhnya merupakan atropi
patologis karena proses aging pun masuk ke dalam kelompok atrofi senilis padahal proses
aging merupakan atropi fisiologis. Contoh atropi senilis yang merupakan proses patologik
yaitu starvation (kelaparan). Starvation atrophy terjadi bila tubuh tidak mendapat
makanan/nutrisi untuk waktu yang lama. Atropi ini dapat terjadi pada orang yang
sengaja berpuasa dalam jangka waktu yang lama (tanpa berbuka puasa), orang yang
memang tidak mendapat makanan sama sekali (karena terdampar di laut atau di
padang pasir). Orang yang menderita gangguan pada saluran pencernaan misalnya
karena penyempitan (striktura) esophagus. Pada penderita stiktura esophagus tersebut
mungkin mendapatkan suplai makanan yang cukup, namun makanan tersebut tidak dapat
mencapai lambung dan usus karena makanan akan di semprotkan keluar kembali. Karena
itu, makanan tidak akan sampai ke jaringan-jaringan tubuh sehingga terjadilah emasiasi,
inanisi, dan badan menjadi kurus kering.
2. Atrofi Lokal

Atrofi local dapat terjadi akibat keadaan-keadaan tertentu.

3. Atropi inaktivitas

Terjadi akibat inaktivitas organ tubuh atau jaringan. Misalnya inaktivitas otot-otot
mengakibatkan otot-otot tersebut mengecil. Atropi otot yang paling nyata yaitu bila terjadi
kelumpuhan otot akibat hilangnya persarafan seperti yang terjadi pada poliomyelitis.

Atrofi inaktivitas disebut juga sebagi atrofi neurotrofik karena disebabkan oleh hilangnya
impuls trofik. Tulang-tulang pada orang yang karena suatu keadaan terpaksa harus
berbaring lama mengalami atrofi inaktivitas. Akibatnya, tulang-tulang menjadi berlubang-
lubang karena kehilangan kalsiumnya sehingga tidak dapat menunjang tubuh dengan baik.
Sel-sel kelenjar akan rusak apabila saluran keluarnya tersumbat untuk waktu yang lama. Ini
misalnya terjadi pada pankreas. Jika terjadi sumbatan (occlusion) pada saluran keluar
pancreas, sel-sel asinus pancreas (eksokrin) menjadi atrofik. Namun, pulau-pulau
Langerhans (endokrin) yang membentuk hormon dan disalurkan ke dalam darah tidak
mengalami atrofi.

4. Atrofi desakan

Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus-menerus atau desakan dalam waktu yang
lama dan yang mengenai suatu alat tubuh atau jaringan. Atrofi desakan fisiologik
terjadi pada gusi akibat desakan gigi yang mau tumbuh dan dan yang mengenai gigi (pada
nak-anak). Atroi desakan patologik misalnya terjadi pada sternum akibat aneurisma aorta.
Pelebaran aorta di daerah substernal biasanya terjadi akibat sifilis. Karena desakan yang
tinggi dan terus menerus mengakibatkan sternum menipis.
Atrofi desakan ini pun dapat terjadi pada ginjal. Parenkim ginjal dapat menipis akibat
desakan terus-menerus. Ginjal seluruhnya berubah menjadi kantung berisi air, yang
biasanya terjadi akibat obstruksi ureter, yang biasanya disebabkan oleh batu. Atrofi dapat
terjadi pada suatu alat tubuh kerena menerima desakan suatu tumor didekatnya
yang makin lama makin membesar ( Saleh, 1973).

5. Atrofi endokrin

Terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantung pada rangsangan hoemon tertentu.
Atrofi akan terjadi jika suplai hormon yang dibutuhkan oleh suatu organ tertentu
berkurang atau terhenti sama sekali. Hal ini misalnya dapat terjadi pada penyakit
Simmonds. Pada penyakit ini, hipofisis tidak aktif sehingga mrngakibatkan atrofi pada
kelenjar gondok, adrenal, dan ovarium.

Secara umum, atrofi dapat terjadi karena hal-hal/kondisi berikut.

1. Kurangnya suplai Oksigen pada klien/seseorang

2. Hilangnya stimulus/rangsangan saraf

3. Hilangnya stimulus/rangsangan endokrin

4. Kekurangan nutrisi

5. Disuse/inaktivitas (organ tidak sering digunakan, maka akan mengakibatkan pengecilan


organ tersebut).

Mekanisme atropi secara singkat adalah sebagai berikut.


Secara umum, seluruh perubahan dasar seluler (dalam hal ini merupakan perubahan ke arah
atropi) memiliki proses yang sama, yaitu menunjukkan proses kemunduran ukuran sel
menjadi lebih kecil. Namun, sel tersebut masih memungkinkan untuk tetap bertahan hidup.
Walupun sel yang atropi mengalami kemunduran fungsi, sel tersebut tidak mati.

Atropi menunjukkan pengurangan komponen-komponen stutural sel. Sel yang mengalami


atropi hanya memiliki mitokondria dengan jumlah yang sedikit, begitu pula dengan
komponen yang lain seperti miofilamen dan reticulum endoplasma. Akan tetapi ada
peningkatan jumlah vakuola autofagi yang dapat memakan/merusak sel itu sendiri.

Contoh kasus :

Bimaariotejo's Blog

IMMOBILISASI LAMA

Juli 7, 2009 pada 10:40 am · Disimpan dalam referat, Rehabilitasi Medis

I. PENDAHULUAN
Semakin bertambahnya usia manusia dapat menimbulkan beberapa penyakit degenerasi,
seperti mengalami gangguan pergerakan. Berbagai penyakit kronik yang diderita orang tua,
membuat mereka menjadi IMMOBILE yaitu suatu keadaan tidak dapat bergerak yang
dikarenakan akibat – akibat yang ditimbulkan oleh kondisi berbaring lama. Jadi bisa
dikatakan bahwa immobilitas secara garis besar merupakan sindrom kemunduran fisiologis
yang disebabkan oleh:

 penurunan aktivitas
 ketidakberdayaan

Adapun dampak yang disebabkan karena immobilisasi adalah :

1. Timbulnya berbagai penyakit, contohnya :

 Otot menjadi kisut (atrofi)


 Sendi kaku
 Infeksi saluran nafas
 Infeksi saluran kencing dan sembelit
 Luka lecet pada jaringan kulit yang ditekan akibat tirah baring lama

2.Ketergantungan kepada orang lain

3. Rendahnya kualitas hidup


4. Kematian

II. DEFINISI
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak
bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat / organ tubuh
(impaitment) yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan
tidak bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan
fungsi fisiologis.

Didalam praktek medis imobilisasi digunakan untuk menggambarkan suatu sindrom


degenerasi fisiologis akibat dari menurunnya aktivitas dan ketidakberdayaan.

III. EPIDEMIOLOGI

Immobilisasi lama bisa terjadi pada semua orang tetapi kebanyakan terjadi pada orang –
orang lanjut usia (lansia), pasca operasi yang membutuhkan tirah baring lama.

Dampak imobilisasi lama terutama Dekubitus mencapai 11% dan terjadi dalam kurun
waktu 2 minggu, Perawatan Emboli Paru berkisar 0,9%,dimana tiap 200.000 orang
meninggal tiap tahunnya.

IV. PENYEBAB

Istirahat di tempat tidur lama dan inaktivitas menurunkan aktivitas metabolisme umum. Hal
ini mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional sistem tubuh yang multipel, dengan
manifestasi klinis sindrom imobilisasi. Konsekuensi metaboliknya tidak tergantung
penyebab untuk apa imobilisasi diresepkan. Hal ini bisa disebabkan oleh salah satu dari
yang disebutkan dibawah ini:
1. Cedera tulang: penyakit reumatik seperti pengapuran tulang atau patah tulang (fraktur)
tentu akan menghambat pergerakan.

2. Penyakit saraf: adanya stroke, penyakit parkinson, paralisis, dan gangguan saraf tapi
juga menimbulkan gangguan pergerakan dan mengakibatkan imobilisasi.

3. Penyakit jantung dan pernapasan penyakit jantung dan pernapasan akan menimbulkan
kelelahan dan sesak napas ketika beraktivitas. Akibatnya pasien dengan gangguan pada
organ – organ tersebut akan mengurangi mobilisasinya. Ia cenderung lebih banyak duduk
dan berbaring.

4. Gips ortopedik dan bidai.

5. Penyakit kritis yang memerlukan istirahat.

6. Menetap lama pada posisi gravitasi berkurang, seperti saat duduk atau berbaring.

7. Keadaan tanpa bobot diruang hampa, yaitu pergerakan tidak dibatasi, namun tanpa
melawan gaya gravitasi.

V. GAMBARAN ANATOMI
VI. DIAGNOSA

1. TULANG & SENDI

A. Anatomi
Sendi adalah tempat dimana dua tulang saling berhubungan,baik terjadi pergerakan atau
tidak.

Stabilitas sendi tergantung pada :

1. Bentuk, ukuran & susunan permukaan sendi


2. Ligamentum
3. Tonus otot yang terletak disekitar sendi

Daya ekstensibilitas dari jaringan kendor yang berada di seputar sendi, jika tidak
digerakkan akan menurun sehingga menyebabkan kekakuan yang mengakibatkan
kontraktur.

B.Anamnesa
I. Nyeri pada tulang dan sendi.
II. Kaku / susah digerakkan.
III. Nyeri leher.
IV. Arthritis pasca trauma.
V. Osteoporosis.

C.Pemeriksaan Fisik

Cedera tulang belakang harus selalu diduga pada kasus dimana setelah cedera pasien
mengeluh nyeri serta terbatasnya pergerakan leher dan pinggang.

D.Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan Radiologis

Perlu dilakukan pemeriksaan radiografi tulang belakang servikal pada semua pasien cedera
kepala sedang dan berat. Radiograf yang diambil di UGD kualitasnya tidak selalu baik dan
bila tetap diduga adanya cedera tulang belakang, radiograf selanjutnya diambil lagi
termasuk tampilan oblik bila perlu, serta (pada daerah servikal) dengan leher pada fleksi
serta ekstensi bila diindikasikan. Tampilan melalui mulut terbuka perlu untuk
memperlihatkan proses odontoid pada bidang antero – posterior.

 Pemeriksaan Mielografi atau MRI

2. SARAF

A. Anatomi

B. Anamnesa

1) Daya hantar saraf menurun.

2) Koordinasi terganggu.

3) Aktivitas terganggu.
C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan imobilisasi/keterbatsan aktifitas dapat merubah input sensoris. Hal ini akan
mengakibatkan gangguan koordinasi pada intelektual dan kemampuan aktifitas motorik
sehingga emosi terganggu.

Contohnya pada penderita yang melakukan istirahat total di tempat tidur tanpa melakukan
kegiatan apapun sehingga mengakibatkan pasien tersebut mengeluh timbul rasa tidak
nyaman, tegang, mudah marah. Selain itu hilangnya nafsu makan dan menolak
terapi,sehingga akan nampak hilangnya inisiatif,agresifitas untuk menuju kesembuhan.
Dapat juga dilihat pada saat penderita mengambil bolpoint, penderita mengalami kesulitan (
kecepatan hantar saraf turun ).

D. Pemeriksaan Penunjang

1. CT Scan
2. EEG (Electro Encephalo Grafi)

3. SISTEM KARDIOVASKULAR

A. Anatomi
Efek immobilisasi meliputi: peningkatan tonus simpatikus (status adrenergik), peningkatan
denyut jantung, penurunan efisiensi jantung.

Mengakibatkan pusing atau pingsan bila mencoba untuk berdiri.Kesulitan dalam mencapai
posisi tegak mengganggu aktivitas fungsional.

Salah satu resikonya flebotrombosis dan infark miocard akut.

B. Anamnesa

1. Pusing atau pingsan bila mencoba untuk berdiri (tegak).


2. Mudah lelah

C. Pemeriksaan FIsik

Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi.


D. Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium darah

Kurangnya bergerak juga dapat menyebabkan aliran darah di extremitas bawah tidak lancar
(stasis) yang mengganggu faktor – faktor pembekuan pada endotel pembuluh darah. Bila
faktor pembekuan terganggu maka akan timbul bekuan darah (trombus) di katub – katub
vena extremitas bawah,

 Foto rontgen

4.TRACTUS RESPIRATORIUS

A. Anatomi

Hidung> faring > laring >trachea > bronchus> bronkiolus>alveolus


Fungsi jalan pernapasan :

1. 1.Udara dihangatkan oleh permukaan konka dan septum à udara dilembabkan


dalam jumlah besar sebelum melewati hidung à udara disaring oleh rambut dan jauh
lebih banyak oleh prestisipasi partikel diatas konka. Disebut : ” Fungsi air
conditioning ” jalan nafas atas
2. Reflek batuk. Merupakan jalan agar paru bebas dari benda asing.
3. Membersihkan saluran pernapasan terutama silia
4. Vokalisasi

B. Anamnesa

1. Sekret susah keluar


2. Sesak nafas
C. Pemeriksaan Fisik

Melakukan inspeksi, palpasi, perkusi


5. KULIT

A. Anamnesa

1. Atrofi kulit

2. Ulkus tekan/ulkus dekubitus

Temperatur meningkat di daerah pembuluh darah yang tertekan sehingga tekanan


hidrostatiknya meningkat tekanan hidrostatik normal pembuluh darah maka pembuluh
darah akan menyempit sehingga daerah daerah tertentu akan kekurangan vaskularisasi,hal
ini dapat menyebabkan nekrosis.
B. Pemeriksaan Fisik

Kulit yang anestetik pada pasien paraplegik menyebabkan sakrum,trochanter major dan
tumit cepat menjadi merah dan ulserasi bila perawatan terlantar.

C. Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium:

a) Tes kadar albumin

b) Tes hemoglobin

6. MUSCULOSCELETAL

A. Anatomi

B. Pemeriksaan Fisik

Atrofi otot menyebabkan kekuatan otot menurun sehingga aktivitas terganggu.

7. TRAKTUS URINARIUS
A. Anatomi

B. Anamnesa

1. Sisa urine

Karena posisi baring pasien ini tidak dapat mengosongkan kandung kemih secara
sempurna.

Infeksi Saluran Kemih

Diakibatkan karena keadaan stagnasi urine maupun karena batu saluran kencing.

2. Batu Saluran Kencing


Karena factor osteoporosis dan diet yang tinggi kalsium maka mengakibatkan
hiperkalsiuria.

8. TRAKTUS DIGESTIVUS

A. Anatomi

B. Anamnesa

1. Konstipasi

VI. TERAPI

1. TULANG
A. Obat

 · Meningkatkan pembentukan tulang: Na – Florida, steroid anabolic.


 Menghambat resorbsi tulang: kalsium, estrogen, kalsitonin, difosfonat.
 Diet tinggi kalsium (1.000 mg/hari).
B. Fisioterapi

 Berlatih berjalan dengan alat bantu / alat penyangga.


 Latihan teratur setiap hari, menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh lainnya
(Range of Motion = ROM).

C. Operasi

Fusi secara bedah melintas garis fraktur dapat dilakukan. Pada tulang belakang servikal
operasi dilakukan baik dari depan maupun belakang. Pada daerah toraks tulang belakang
difiksasi dengan pelat metal dan tandur tulang yang menyatukan lamina dengan proses
spinosus berdekatan.

D. Larangan

Hindari diet tinggi protein, kopi, alkohol, merokok, antasida aluminium.

E. Saran

Ranjang khusus, rangka, atau selubung plester dengan pasien dapat dirawat untuk waktu
yang lama dengan mempertahankan posisi yang telah direduksi bahkan saat membalik
untuk memandikan atau merawat kulit.

2. SARAF

A. Obat

Minum vitamin B1, B2, B12.

B. Fisioterapi
Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada, memaksimalkan
pemulihan neurologis, tindakan atas cedera lain yang menyertai, dan mencegah serta
mengobati komplikasi serta sekuele kerusakan neural.

Terapinya yang penting adalah dengan menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh
lainnya supaya merangsang aktivitas saraf.

C. Operasi

Bila diperlukan operasi, dekompresi kanal spinal dilakukan pada saat yang sama.

D. Larangan

 Hindari hilangnya sensasi.


 Hindari stress: perasaan tertekan, depresi.
 Bekerja yang terlalu keras.

E. Saran

 Menggunakan terapi musik.


o Ø Mintalah terapi rekreasi untuk integrasi psikososial, resosialisasi, dan
penyesuaian terhadap fungsi mandiri.
o Ø Berikan semangat pasien untuk berinteraksi dengan staf, pasien lain dan
anggota keluarga.
o Ø Segera lakukan operasi bila keadaan pasien memburuk untuk menghindari
kelumpuhan.

3. SISTEM KARDIOVASKULAR

A. Obat
 Antikoagulan: heparin, wasfarin.
 Antitrombosis: aspirin, ticlopidin, dipiridamol, sulfin pirazon.
 Trombolitik: streptokinase, urokinase, anistreplase.

B. Fisioterapi

 Sasaran terapi adalah mempertahankan fungsi kerja jantung yang optimal dan
menyingkirkan adanya gangguan kerja jantung yang normal.
 Melatih terutama otot ekstremitas.

C. Larangan

 Hindari diet tinggi lemak dan kolesterol.


 Hindari stress.
 Bekerja terlalu berat
 Hindari Kelelahan

D. Saran yang harus dikerjakan

 Plantar / dorso fleksi


 Aktivitas.
 Berdiri .

4. TRACTUS RESPIRATORIUS

A. Obat

 Bronkodilator: teofilin, agonis B2, prednisone, atropine, kromolin.


 Mukolitik: bromheksin, ambroksol, asetil sistein.
 Ekspektorat: aluminium klorida, gliseril gualakolat, kalium yodida.
 Kortikosteroid.

B. Fisioterapi

 Latihan pernafasan (mengambil nafas dalam – dalam).


o Ø Pembalikan tubuh berulang, perangsangan batuk, pernafasan dalam,
Spirometri insentif, dan pernafasan bertekanan positif yang sinambung
dengan masker adalah cara mempertahankan ekspansi paru-paru atau
kapasitas residual fungsional.
o Ø Tracheostomi dilakukan bila pasien tak mungkin dilepaskan dari
ventilator.
o Ø Perkusi dilakukan dengan tujuan melepaskan sekret di dinding saluran
napas.

C. Larangan

 Hindari ruangan berasap (polusi udara).


 Hindari merokok.
 Hindari alkohol.

D. Saran yang harus dikerjakan

 Gunakan pakaian yang longgar.


 Sediakan O2 linhaler (untu mengatasi sesak nafas).
 Rekreasi ke alam terbuka bebas polusi.

5. KULIT

A. Obat
Bila timbul luka diberi antiseptik.

B. Fisioterapi

 Perubahan posisi badan setiap 2 jam.


 Latihan gerak sendi – sendi tubuh secara teratur

C. Larangan

 Ø Jangan tidur atau berbaring terlalu lama.


 Jangan biarkan kulit menjadi basah karena keringat,lembab atau kencing.

D. Saran

Menghindari melebarnya luka dengan menutup bagian yang luka terutama pada bagian
yang tertekan saat berbaring.

6. MUSCULOSCELETAL

A. Terapi

- Latihan teratur setiap hari,menggerakkan ekstremitas dan anggota tubuh lainnya -,ROM (
Range of Motion )

- Latihan penguatan (stretching )

B. Larangan

Mengangkat beban terlalu berat.

C. Saran
Sama dengan terapi

TRAKTUS URINARIUS

Pencegahan dan penanganan yang dilakukan untuk mengatasi terjadinya keadaan patologi
pada system urinarius yang terjadi akibat imobilisasi lama, adalah dengan cara:

1. Mobilisasi sedini mungkin, paling tidak pasien sering didudukkan, mengubah posisi
vesika urinaria
2. Banyak minum sekitar 3 liter (8-12gelas) dalam sehari
1. Pantaulah pasien dengan cermat dan rutin terhadap adanya tanda dan gejala
hiperkalsemia, ISK, dan terapi secara adekuat.
3. Supaya tidak retensi urine dipasang kateter.

8. TRAKTUS DIGESTIVUS

Sesegera mungkin melakukan aktivitas maksimal, memberikan dorongan semangat untuk


berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan, pendekatan dokter, terapi dan perawat.

Saran:

1. Makan banyak buah-buahan,sayur-sayuran.

TERAPI UMUM IMOBILISASI LAMA


.

DAFTAR PUSTAKA

Ganong, F. William Buku ajar Fisiologi kedokteran. Penerbit: EGC, 1998.

Dasar – Dasar Terapi Dan Rehabilitasi Fisik, Susan J. Garrison.

Neurologi Klinik Dasar, Prof. DR. Mahaar Mardjono Dan Prof. DR. Priguna Sidharta.

Neurologi Klinik, Prof. Dr. dr. S.M. Lumantobing.

Ilmu Kedokteran Fisik Dan Rehabilitasi Medik, RSUD Dr. Soetomo / FK Unair Sby, 1992

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/062002/war-2.htm

http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/093/kes1.htm

http://www.amsar.com/smu-indo/bahasa/images/5-2.jpg
http://web.indstate.edu/ehcme/psp/elabs/radiology/chf-xtray.jpg

http://yogapoint.com/iamges/brain4.jpg

http://www.medused.com/iamges/inventory-picture/41619-02.jpg

jam 10.20 hari rabi tgl 19 oktober 2011

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/03/10/jejas-sel-injury-of-cells/ hari :kamis jam


1:44 pm
http://lunaticdipa.blogspot.com/2011/01/kelainan-retrogesif-setiap-sel.html

Anda mungkin juga menyukai