Pada retensi urin akut di tandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh dan
distensi kandung keimih yan ringan. Pada retensi kronik ditandai dengan gejala iritasi
kandung kemih ( frekuensi,disuria,volume sedikit) atau tanpa nyeri retensi yang nyata.
Adapun tanda dan gejala dari penyakit retensi urin ini adalah :
1. Di awali dengan urin mengalir lambat
2. Terjadi poliuria yang makin lama makin parah karena pengosongan kandung kemih
tidak efisien.
3. Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih
4. Terasa ada tekanan, kadang trasa nyeri dan kadang ingin BAK
5. Pada retensi berat bisa mencapai 2000-3000 cc
Tanda klinis retensi:
a. Ketidak nyamanan daerah pubis
b. Distensi vesika urinaria.
c. Ketidak sanggupan untuk berkemih.
e. Ketidak seimbangan jumlah urin yang di keluarkan dengan asupannya.
Retensi urine dapat menimbulkan infeksi yang bisa terjadi akibat distensi kandung
kemih yang berlebihan gangguan suplai darah pada dinding kandung kemih dan proliferasi
bakteri. Gangguan fungsi renal juga dapat terjadi, khususnya bila terdapat obstruksi saluran
kemih.
Penyebab paling umum retensi urin adalah Benign Prostate Hypertrophy(BPH) .
Penyebab umum lainnya meliputi prostatitis, sistitis, uretritis, dan vulvovaginitis;
menggunakan obat-obatan di kelas agonis antikolinergik dan alfa-adrenergik; dan lesi saraf
kortikal, tulang belakang, atau perifer.
Retensi urin yang tersering adalah penyumbatan saluran kandung kemih yang disebabkan
oleh BPH. Pasien umumnya memiliki riwayat gangguan buang air kecil, termasuk frekuensi,
urgensi, nokturia, mengejan saat miksi, aliran urin lemah, sensasi pengosongan kandung
kemih yang tidak lengkap (miksi kurang puas), dan pancaran urine putus - putus.
Pemeriksaan perut harus mencakup perkusi dan palpasi kandung kemih. Kandung
kemih harus bisa dikenali jika mengandung setidaknya 150 mL urin; dapat teraba dengan
lebih dari 200 mL. Pemeriksaan rektal harus dilakukan untuk memperkirakan ukuran prostat
dan untuk memeriksa nodul prostat dan impaksi feses. Urinalisis harus dilakukan untuk
mengevaluasi kemungkinan infeksi. Jika diagnosisnya tetap diragukan, urin sisa dapat diukur
secara akurat dengan ultrasonografi kandung kemih atau kateterisasi. Jika tersedia,
ultrasonografi kandung kemih lebih disukai karena tidak invasif dan lebih nyaman untuk
pasien, dan karena komplikasi (misalnya ISK) dapat dihindari. (Gambar 1). Volume urin sisa
yang dianggap signifikan bervariasi dalam literatur, berkisar antara 50 sampai 300 mL.
Gambar 1 : USG kandung kemih yang mengandung lebih dari 450 mL urin
Sumber : Brian et al (2008) ; Urinary Retention in Adults: Diagnosis and Initial
Management
NEUROGENIC BLADDER
Penyebab lain retensi urin adalah neurogenic bladder. Pasien dapat hadir dengan
inkontinensia overflow atau ISK rekuren. Pasien biasanya memiliki riwayat penyakit
neurologis, trauma tulang belakang atau tumor, diabetes, dan perubahan status neurologis
dasar harus dicatat secara hati-hati. Pasien dengan suspek neurogenic bladder harus
menjalani pemeriksaan neurologis umum, serta pemeriksaan spesifik yang berkaitan dengan
fungsi kandung kemih, termasuk refleks bulbo-kavernosus (kontraksi otot bulbocavernosus
saat penis glans dipegang) & refleks anal (kontraksi sfingter anal). Pemeriksaan radiologi
dapat digunakan bila ingin mencari tumor atau lesi lain di otak dan sumsum tulang belakang.
Daftar pustaka: Brian et al, 2008. Urinary Retention in Adults: Diagnosis and Initial
Management. American Family Physician.