Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA PADA Ny.

C
DENGAN STROKE

A. KONSEP DASAR STROKE


2.1 Pengertian Stroke
Stroke atau cidera cerebrovaskuler (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke otak (Suzanne).
Stroke adalah kerusakan sirkulasi dalam satu atau lebih pembuluh darah yang
menyediakan darah pada otak. Penyediaan oksigen dan darah ke otak menjadi kurang atau
berhenti, yang kemudian merusak atau memusnahkan area – area tertentu dalam jaringan
otak (discases penyakit )
Storke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang
utama di indonesia, serangan otak ini merupakan kegawat daruratan media yang harus
ditangani secara cepat, tepat dan cermat.
Stroke adalah sindrome klinis yang awal timbulnya mendadak, progresif cepat,
berupa defisit neurologis fokal dan global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau
langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak non traumatik (Doengoes, 2004:290).
Cidera serebrovaskuler atau stroke adalah penyekit cerebrovaskuler menunjukkan
adanya beberapa kelainan otak baik secara fungsioanal maupun struktural yang disebabkan
oleh keadaan patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh
darah otak (doengoes:290)
Stroke adalah gangguan aliran darah otak yang bersifat mendadak dan disertai
dengan defisit neuologik (Dr. H. Soedomo Hadinoto)
Menurut kriteria WHO stroke secara klinis didefinisikan sebagai gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal
maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menimbulkan kematian yang
disebabkan oleh karena gangguan peredaran dareh otak.

2.2 Klasifikasi stroke


a. Transtient Iskemia Attach (TIA)
Yaitu gangguan neurologik setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam saja, gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna
dalam waktu kurang dari 24 jam
b. Stroke in evolution ( SIE)
Yaitu stroke yang wujud kelainannya terjadi secara bertahap
c. Completeted stroke iskemic (CSI)
Yaitu stroke yang wujud kelainannya bersifat menetap
d. Reversible iscemic neurological defisit (RIND)
Yaitu stroke yang mirip dengan transient iskemik attack hanya saja kelainan yang ada
menghilang sesudah berlangsung lebih dari 24 jam

2.3 Penyebab Stroke


Berdasarkan penyebab stroke dibedakan menjadi 2:
a. Stroke hemorhagic
Merupakan perdarahan cerebral dan mungkin perdarahan sub arachnoid. Disebabkan
oleh pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu biasanya kejadiannya saat
melakukan aktifitas atau saat aktif namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun.
b. Stroke non hemorhagic
Dapat berupa ischemia atau emboli dan trombosis cerebral, biasanya terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksi dan selanjutnya dapat timbul
oedema skunder. Kesadaran umumnya baik

2.4 Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain:
a. Trombosis cerebral
b. Emboli
c. Tumor otak
d. Hemorhagic
e. Tekanan darah tinggi
f. Kelemahan dinding arteri
g. Cidera kepala
2.5 Faktor resiko
Sedangkan faktor resiko dari stroke adalah kondisi atau penyakit atau kelainan yang
memiliki potensi untuk memudahkan seseorang mengalami serangan stroke pada suatu
saat.
1. Faktor resiko yang tidak dapat diobati terutama
a. Usia
Stroke dapat menyerang segala usia, tetapi semakin tua usia seseorang, maka semakin
besar kemungkinan orang tersebut terserang stroke.
b. Jenis Kelamin
Laki - laki dua kali lebih berisiko daripada perempuan, tetapi jumlah perempuan
yang meninggal akibat stroke lebih banyak.
c. Riwayat Keluarga
Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami stroke berisiko lebih
besar daripada keluarga tanpa riwayat stroke.
d. Ras
Ras Afrika - Amerika mempunyai risiko yang lebih tinggi mengalami kematian dan
kecatatan akibat stroke dibandingkan dengan ras kulit putih.
2. Faktor Risiko yang Dapat Diobati
a. Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko utama penyebab stroke.
b. Merokok
Merokok dapat mengakibatkan rusaknya pembuluh darah dan peningkatan plak
pada dinding pembuluh darah yang dapat menghambat sirkulasi darah. Nikotin dari
rokok dapat meningkatkan tekanan darah.
c. Diabetes Melitus
Penyakit diabetes mellitus dapat mempercepat timbulnya plak pada pembuluh
darah yang dapat mengakibatkan risiko terjadinya stroke iskemik. Penderita
diabetes cenderung menderita obesitas. Obesitas dapat mengakibatkan hipertensi
dan tingginya kadar kolesterol, di mana keduanya merupakan faktor risiko stroke.
d. Obesitas
Peningkatan berat badan dapat meningkatkan risiko stroke. Obesitas juga dapat
menimbulkan faktor risiko lainnya seperti tekanan darang tinggi, tingginya
kolesterol jahat, dan diabetes.
e. Penyakit pada Arteri Carotid dan Arteri Lainnya
Pembuluh darah arteri carotid merupakan pembuluh darah utama yang membawa
darah ke otak dan leher. Rusaknya pembuluh darah carotid akibat lemak
menimbulkan plak pada dinding arteri sehingga menghalangi aliran darah di arteri.
f. Kurangnya Aktivitas Fisik
Latihan penting untuk mengontrol faktor risiko stroke, seperti berat badan, tekanan
darah, kolesterol, dan diabetes.
g. Alkohol, Kopi, dan Penggunaan Obat - Obatan
Konsumsi alkohol meningkatkan risiko stroke. Minum alkohol lebih dari satu gelas
pada pria dan lebih dua gelas pada pria dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
darah. Selain itu, minum tiga gelas kopi sehari dapat meningkatkan tekanan darah
dan risiko stroke. Penggunaan obat - obatan seperti kokain dan amphetamine
merupakan risiko terbesar terjadinya stroke pada dewasa muda.
h. Kurang Nutrisi
Diet tinggi lemak, gula, dan garam meningkatkan risiko stroke. Penelitian
menunjukkan bahwa mengkonsumsi 5 porsi buah dan sayur sehari dapat
mengurangi risiko stroke sebesar 30%.
i. Stres
Penelitian menunjukkan hubungan antara stress dengan mempersempit pembuluh
darah carotid.
j. Estrogen Pemakaian pil KB atau Hormone Replacement Theraphy (HRT) yang
mengandung estrogen dapat mengubah kemampuan penggumpalan darah yang
dapat mengakibatkan stroke.

2.6 Patofisiologi
Pada keadaan fisiologis normal, aliran darah pada otak selalu tetap yaitu 50 ml/
menit / 100 gr otak. Hal ini terjadi karena auto regulasi yang mengembangkan arteri pada
waktu hipotensi yang menguncup waktu hipertensi. Apabila tekanan darah tinggi terus
menerus terjadi maka dapat menimbulkan perubahan atroklerotik karena perfusi dapat
menyebabkan perdarahan intra kranial. Ruptur arteri juga dapat menyebabkan perdarahan
yang akan menimbulkan ekstavasasi darah ke jaringan otak sekitarnya. Darah yang
merembes ini dapat menekan, mengiritasi, dan menimbulkan fase spasme arteri hemisfer
otak.
Ruptur arteri juga dapat mengakibatkan terhentinya aliran darah sehingga timbul
iskemik focal dan infark jaringan otak. Daerah ini akan mengalami defisit neurologis yang
berupa hemiparalisis. Keluarnya darah yang mendadak dari pembuluh darah otak dapat
meningkatkan tekanan darah cerebrospinalis, hilang kesadaran maupun gegar otak. Koma
terjadi karena apabila daerah ekstravasal terjadi hematoma yang menimbulkan penekanan
pada seluruh isi kranial (Dr. H. Soedomo)

2.7 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Suzane (2001) adalah:
a. Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunteer terhadap gerakan motorik. Disfungsi motorik paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain.
b. Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Stroke
adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut:
1. Disartria (kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk berbicara.
2. Disfasia atau afasia (bicara defektif atau kehilangan bicara) yang terutama ekspresif
atau reseptif.

2.8 Komplikasi
Komplikasi-komplikasi yang yang biasa disebabkan oleh stroke antara lain :
a. Hipoxia serebral, diminimalkan dengan memberikan oksigen ke darah yang adekuat
ke otak, pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin dan
hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membentu dalam
mempertahankan oksigen jaringan.
b. Aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah jantung dan integritas
pembuluh darah serebral, hipertensi atau hipotensi perlu dihindari untuk mencegah
perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluanya area cedera.
c. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infrak miokard atau fibrilasi atrium atau
dapat berasal dari katub jantung protestik, embolisme akan menurunkan aliran darah
ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran darah serebral (Smeltzer, 2002, p.2137)
d. Vasospasme, terjadi stroke hemorrhage juga sebelum pembedahan. Pada individu
dengan aneurisme biasanya terjadi dari 3-12 hari setelah hemorrhage aubarakhnoid.
e. Hidrosefalus, menandakan adanya ketidak seimbangan antara pembetukan dan
reabsorbsi dari cairan serebro spinal (CSS). Hidrosefalus terjadi pada 15-20 % pasien
dengan hemorrhage subaraknoid.
f. Disritmia, karena darah dalam CSS yang membasahi batang otak mengiritasi area
tersebut, batang otak mempengaruhi frekuensi jantung sehingga adanya iritasi kimia,
dapat mengakibatkan ketidakteraturan ritme jantung
g. Perdarahan ulang, pada pasien hemorrhage subarakhnoid mengalami perdarahan
ulang aneurisme yang tidak diperbaiki. (Hudak and Gallo, 1996, p.273)

2. 9 Pemeriksaan diagnostik
a. Computerized tomografi Scan (CT Scan) dapat memperlihatkan adanya hematoma,
infark dan perdarahan. Scan ini baik untuk meneliti lesi yang letaknya dipermukaan
b. Fungsi lumbal untuk menunjukkan kelainan cerebro spinalis fluid (CSF). Tekanan
yang meningkat dan adanya cairan darah menunjukkan adanya hemorhagic.
c. Elektro Encephalography (EEG) menggunakan gelombang untuk menentukan lesi
spesifik
d. Angiografi (arteriografi) sangat esensial untuk memperlihatkan penyebab dan letak
ganguan otak, biasanya menggunakan arteri femoralis. Ada tidaknya oklusi, rupture
atau obstruksi dapat difisualisasi dengan alat ini.
e. Magnetik Resonance Imaging (MRI) dapat menampakkan daerah patologis

2.10 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
Untuk mengobati keadaan acut perlu diperhatikan faktor faktor kritis sebagai berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda – tanda vital
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi setiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif
b. Tindakan konservatif
1) Fasodilator yang meningkatkan aliran darah cerebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibutuhkan
2) Dapat diberikan histamin, aminophilin, acetazolamide, papaverin intra arterial
3) Anti agregasi trombosis seperti aspirin, digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi. Trombosis yang terjadi ulcerasi alteroma
c. Tindakan pembedahan untuk memperbaiki aliran darah cerebral, misalnya pada
tindakan endarterectomy carotis.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan bagian penting dalam proses pemulihan stroke. Tujuan
rehabilitasi ini adalah untuk menolong penderita stroke untuk memperoleh kembali apa
yang mungkin dapat dipertahankan untuk memaksimalkan fungsi tubuh pada penderita
stroke (Stroke and Heart Foundation, 2010). Lumbantobing (2004) menyatakan bahwa
tujuan rehabilitasi ialah menjaga atau meningkatkan kemampuan jasmani, rohani,
keadaan ekonomi dan kemampuan kerja semaksimal mungkin. Berbagai usaha
dilakukan untuk mencapai tujuan ini, diantaranya terapi fisik/ fisioterapi, latihan bicara,
latihan mental, terapi okupasi, psikoterapi , memberi alat bantu, ortotik prostetik, dan
olah raga. Bentuk tindakan di atas tentunya disesuaikan dengan berat ringan cacat,
bentuk cacat, kemampuan atau tingkat mental penderita. Young & Forster (2007) dan
Duncan et al (2005) menyatakan bahwa penanganan rehabilitasi merupakan pendekatan
multidisiplin, beberapa ahli di berbagai bidang bekerja sama, misalnya dokter keluarga,
ahli rehabilitasi medik, ahli saraf, perawat dan anggota keluarga. Koordinator tindakan
rehabilitasi ini sebaiknya dipegang oleh dokter keluarga, yang lebih banyak mengetahui
penderita, keluarganya, latar belakang pendidikannya, serta tugas jabatan. Dokter
keluarga dapat bertidak sebagai motivator, memberi bimbingan dan petunjuk kepada
penderita dan keluarganya (Bradford Institute for Health Research, 2010).

2. Perawatan Penderita Stroke di Rumah


Menurut Batticaca (2008), penanganan dan perawatan penderita stroke di rumah
antara lain, berobat secara teratur ke dokter, tidak menghentikan atau mengubah dan
menambah dosis obat tanpa petunjuk dokter, meminta bantuan petugas kesehatan atau
fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh, memperbaiki
kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah, membantu kebutuhan klien, memotivasi
klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik, memeriksakan tekanan darah secara
teratur, dan segera bawa klien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke. Vallery (2006) dalam Agustina,dkk (2009) mengemukakan bahwa pasien dan
orang yang merawat/ keluarga perlu menyadari semua tantangan dan tanggung jawab
yang akan dihadapi sebelum meninggalkan rumah sakit atau fasilitas rehabilitasi lain.
Meskipun sebagian besar pasien telah mengalami pemulihan yang cukup bermakna
sebelum di pulangkan, sebagian masih memerlukan bantuan untuk turun dari tempat
tidur, mengenakan pakaian, makan, dan berjalan. Keluarga sebaiknya mengetahui tentang
layanan komunitas lokal yang dapat memberikan bantuan, termasuk dokter keluarga,
perawat kunjungan rumah, ahli fisioterapi, petugas sosial, ahli terapi wicara, dan layanan
relawan. Kebutuhan pasien pasca rawat dapat meliputi kebutuhan fisiologis, psikologis,
sosial dan spiritual. Berikut ini merupakan perawatan penderita stroke yang dapat
dilakukan oleh keluarga di rumah.
Jika pasien selalu membuka mata dalam jangka panjang, maka mata mereka dapat
mengering dan menyebabkan infeksi dan ulkus kornea. Untuk mencegah hal ini, keluarga
dianjurkan penggunaan pelumas, salep, atau air mata buatan yang dapat dibeli bebas
(Edmund, 2007). Penderita stroke yang tidak dapat minum tanpa bantuan harus
membersihkan mulutnya dengan sikat lembut yang lembab atau kapas penyerap sekitar
satu jam. Perawatan mulut yang teratur sangat penting, terutama untuk penderita yang
sulit atau tidak dapat menelan (Edmund, 2007).
1. Menangani masalah makan dan minum
2. Penderita stroke memerlukan makanan yang memadai, lezat, dan seimbang dengan
cukup serat, cairan (2 liter atau lebih sehari), dan miktonutrien. Jika nafsu makan
penderita berkurang maka penedrita stroke dapat diberi makanan ringan tinggi - kalori
yang lezat dalam jumlah terbatas setiap 2 -3 jam, bersama dengan minuman suplemen
nutrisional. Penderita stroke harus makan dalam posisi duduk, bukan berbaring, untuk
mencegah tersedak dan pneumonia aspirasi (John, 2004; Lotta, 2006; David
2004). Keluarga dapat elakukan modifikasi dalam penggunaan alat makan penderita
stroke, seperti meletakkan antiselip pada alas piring atau menggunakan piring yang
cekung sehingga makanan tidak mudah tumpah. Keluarga dapat juga
menyediakankan alat - alat bantu untuk penderita stroke yang makan dengan satu
tangan, seperti
3. mangkuk telur yang dapat ditempelkan pada meja (John, 2004; Lotta, 2006; David
2004).
4. Kepatuhan program pengobatan di rumah
5. Pelayanan kesehatan berperan dalam upaya promotif, pencegahan, diagnosa dini dan
pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan (rehabilitasi) suatu penyakit
(Maryam, 2008). Dukungan keluarga diketahui sangat penting dalam kepatuhan
terhadap program pengobatan jangka panjang (Schatz, 1998 dalam Stanley, 2006).
Keluarga bertanggung jawab terhadap semua prosedur dan pengobatan anggota
keluarga yang sakit, seperti menggunakan obat menggunakan alat - alat khusus, dan
menjalankan latihan (Friedman, 2005).
6. Mengatasi Masalah Emosional dan Kognitif
Sebagian masalah emosional muncul segera setelah stroke, sebagai akibat
kerusakan di otak. Hampir 70% pasien stroke sedikit banyak mengalami masalah
emosional, misalnya reaksi sedih, mudah tersinggung, tidak bahagia, murung, atau
depresi. Terdapat bukti bahwa orang yang menderita depresi pasca stroke memiliki
kemungkinan tiga kali lebihbesar meninggal dalam 10 tahun dibandingkan dengan
penderita stroke tanpa depresi. Namun, jika penderita stroke dan orang yang
merawatnya menyadari masalah ini, biasanya ada hal - hal yang dapat dikerjakan
untuk mengatasi masalah tersebut (Lotta, 2006).
Ketidakmampuan seseorang untuk mengekspresikan dirinya sendiri akibat
masalah bahasa dapat menimbulkan sikap mudah marah. Masalah emosional lain
timbul pada tahap lebih belakangan, misalnya sewaktu pasien akhirnya menyadari
dampak penuh stroke atas kemandirian mereka. Orang yang pernah mengalami stroke
sangat rentan terhadap perubahan dalam situasi mereka, terutama jika mereka akan
meninggalkan rumah sakit atau saat mereka pertama kali keluar rumah untuk berjalan
- jalan. Ini merupakan reaksi fisiologis normal, dan penderita stroke harus didorong
untuk membahas kekhawatiran mereka akan karier serta anggota keluarga sehingga
masalah tersebut dapat diatasi sebanyak mungkin (Lotta, 2006).
Pada sebagian besar kasus, masalah emosional mereda seiring waktu, tetapi
ketika terjadi, masalah itu dapat menyebabkan penderita stroke menolak terapi atau
kehilangan motivasi untuk menjalani proses rehabilitasi, yang dapat memengaruhi
pemulihan penderita. Masalah emosional reaktif ini sering dapat dikurangi secara
substansial dengan mendorong penderita stroke membicarakan ketakutan dan
kemarahan mereka. Penderita stroke harus merasa bahwa mereka adalah anggota
keluarga yang berharga. Penting bagi keluarga untuk mempertahankan lingkungan
rumah yang suportif, yang mendorong timbulnya perhatian orang lain dan aktivitas
waktu luang, misalnya membaca, memasak, berjalan -jalan, berbelanja, bermain, dan
berbicara. Penderita stroke yang keluarganya atau orang yang merawatnya tidak
suportif dan yang memiliki kehidupan keluarga yang tidak berfungsi cenderung
memiliki prognosis lebih buruk dibandingkan dengan penderita lainnya. Sebagian
penderita stroke mungkin merasa nyaman jika mereka berbagi pengalaman mereka
dengan penderita stroke lain (Lotta, 2006).
Masalah emosional penderita stroke dapat diatasi dengan konseling individual
atau terapi kelompok. Psikoterapi juga dapat membantu sebagian penderita, misalnya
mereka yang mengalami apatis berat, depresi, tak tertarik atau menentang
pengobatan. Jika masalahnya menetap, terutama depresi, dokter mungkin
menganjurkan obat antidepresan (misalnya, fluoksetin dan amitriptilin) atau
berkonsultasi dengan psikiater atau ahli psikologi klinis. Konsultasi dini biasanya
dianjurkan untuk penderita stroke yang mengalami depresi berat, terutama mereka
yang mungkin ingin bunuh diri (Lotta, 2006).
Masalah kognitif pada penderita stroke mencakup kesulitan berpikir,
memusatkan perhatian, mengingat, membuat keputusan, menggunakan nalar,
membuat rencana, dan belajar. Hal - hal ini sering menjadi komplikasi stroke,
mengenai sekitar 64% dari penderita stroke yang selamat dan menyebabkan demensia
pada 1 dari 5 penderita stroke usia yang lebih lanjut. Namun, bagi banyak penderita
stroke, masalah kognitif yang ringan cenderung akan mereda seiring dengan waktu,
dan kemampuan mereka akan pulih sepenuhnya (John, 2004). Jika penderita stroke
tidak dapat mengikuti instruksi di obat resep, orang yang merawat perlu menjamin
bahwa penderita stroke minum obat dalam jumlah dan saat yang tepat. Ada baiknya
dibuat bagan atau tabel tentang aktivitas harian, obat, dan kemajuan penderita stroke
pada selembar kertas (John, 2004). Penderita stroke dengan gangguan kognitif yang
parah, misalnya demensia, jarang pulih sempurna dan dapat bertambah buruk seiring
dengan waktu. Hal ini terutama berlaku pada orang berusia lanjut yang pernah
mengalami beberapa kali stroke serta mengidap penyakit - penyakit lain (John, 2004).
7. Pencegahan cedera/ jatuh
Thomas (2004) dan Leigh (2005) menyatakan faktor risiko yang
mempermudah pasien jatuh antara lain masalah ayunan langkah dan keseimbangan,
obat - obat sedatif, kesulitan melakukan aktivitas sehari - hari, inaktivitas,
inkontinensia, gangguan penglihatan, dan berkurangnya kekuatan tungkai bawah.
Yudi (2007) menyatakan bahwa indikasi terbaik bahwa penderita stroke siap bergerak
ke tingkat mobilitas vang lebih tinggi adalah kemampuan menoleransi tingkat
mobilitas yang telah mereka capai.
Demi alasan keamanan, sebaiknya ada satu atau dua orang asisten berdiri di
samping penderita stroke dan membantu penderita, terutama pada tahap - tahap awal.
Ketika berdiri atau berjalan, penderita stroke sebaiknya berupaya menggunakan
tungkai mereka yang lumpuh dengan menopangkan beban badan mereka pada
tungkai tersebut sebisa mungkin dan dengan memindahkan beban badan dari satu sisi
tubuh ke sisi lainnya. Pada awalnya, penderita stroke harus mencoba hanya beberapa
langkah kecil. Sesi latihan yang sering dan singkat, dengan peningkatan gerakan
secara perlahan, merupakan cara yang paling aman dan efektif. Jika penderita stroke
telah yakin dapat berjalan di lantai yang datar, mereka dapat mulai naik tangga, tetapi
tetap memperhatikan bahwa susunan tangganya telah aman dan kuat. Selain itu,
Graham (2006) menyatakan jika penderita stroke menggunakan kursi roda, sebaiknya
rumah mereka memiliki tangga, dibangun jalan masuk landai dari kayu atau beton.
Keluarga juga mungkin perlu memperlebar pintu - pintu rumah agar penderita stroke
dapat bergerak bebas di dalam rumah. Pemasangan kabel listrik yang aman, pegangan
tangan di kamar mandi dan adaptasi rumah lainnya juga dapat membantu penderita
stroke.

B. KONSEP DASAR KELUARGA


1. Pengertian Keluarga
Friedman (2005) mendefinisikan keluarga sebagai kumpulan dua orang atau lebih
yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai
peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga. Pengertian keluarga yang lain
sebagaimana dinyatakan oleh Suprajitno (2004) yaitu suatu ikatan/ persekutuan hidup atas
dasar perkawinan antar orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau
seorang laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik
anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah rumah tangga. Sementara itu
Effendi (2005:30) mendefinisikan keluarga sebagai perkumpulan dua atau lebih dari dua
individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan
dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam
peranannya masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
Berdasarkan ketiga pengertian tersebut diambil kesimpulan (Suprajitno, 2004:14)
bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas dua orang atau lebih
yang tinggal disuatu tempat atau rumah dan berinteraksi satu sama lain, mempunyai
perannya masing-masing-masing-masing dan mempertahankan suatu kebudayaan.
Maka untuk itu indonesia merupakan salah satu negara yang menjunjung tinggi adat
ketimuran yang menekankan bahwa keluarga harus dibentuk atas dasar perkawinan, seperti
yang tertulis dalam peraturan pemerintah (PP) No. 21 tahun 1994 bahwa keluarga dibentuk
berdasarkan atas perkawinan yang sah.
2. Tipe – tipe keluarga menurut (suprajinto 2004)
a. Keluarga inti ( Nuclear family )
Adalah suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak.
b. Keluarga besar ( Exstended family )
Adalah keluarga inti ditambah dengan sanak saudara, misalnya nenek,
kakek,keponakan, saudara sepupu, paman, atau bibi.
c. Keluarga bentukan kembali (dyadic family)
Adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau
kehilangan pasangannya
d. Orang tua tunggal (single parent family) yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu
orang tua dengan anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal pasangannya,
e. Ibu dengan anak tanpa perkawinan yang sah (the unmarried teenage mother)
f. Orang dewasa laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the
single adult living alone)
g. Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the non marital heterosecual
cohabiting family)
h. Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian
family).
3. Tahap perkembangan keluarga dan tugas perkembangan menurut (Suprajitno 2004)
Bukan hanya individu saja yang memiliki tahap perkembangan, keluargapun
memiliki tahap perkembangan dengan berbagai tugas perkembangan masing-masing.
Tahap–tahap perkembangan itu antara lain:
1. Tahap I pasangan baru atau keluarga baru (beginning family).
Keluarga baru dimulai saat masing-masing individu laki-laki (suami) dan
perempuan (istri) membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan
keluarga masing-masing. Meninggalkan keluarga bisa berarti psikologis karena
kenyataannya banyak keluarga baru yang masih tinggal dengan orang tuanya.
Dua orang yang membentuk keluarga baru membutuhkan penyesuaian peran
dan fungsi. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi dengan kebiasaan
sendiri dan pasangannya, misalnya makan, tidur, bangun pagi dan sebagainya
Tugas perkembangan
1) Membina hubungan intim dan memuaskan.
2) membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial.
3) mendiskusikan rencana memiliki anak.
Keluarga baru ini merupakan anggota dari tiga keluarga ; keluarga suami, keluarga istri
dan keluarga sendiri.
2. Tahap II keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family).
Dimulai sejak hamil sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak berumur
30 bulan atau 2,5 tahun.
Tugas perkembangan kelurga yang penting pada tahap ini adalah:
1. Persiapan menjadi orang tua
2. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan
sexual dan kegiatan.
3. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan.
Peran utama perawat adalah mengkaji peran orang tua; bagaimana orang tua
berinteraksi dan merawat bayi. Perawat perlu menfasilitasi hubungan orang tua
dan bayi yang positif dan hangat sehingga jalinan kasih sayang antara bayi dan
orang tua dapat tercapai.

3. Tahap III keluarga dengan anak prasekolah (families with preschool).


Tahap ini dimulai saat anak pertama berumur 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia
5 tahun.
Tugas perkembangan
1. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan
rasa aman.
2. Membantu anak untuk bersosialisasi
3. Beradaptasi dengan anaky baru lahir, sementara kebutuhan anak lain juga
harus terpenuhi.
4. Mempertahankan hubungan yang sehat baik didalam keluarga maupun
dengan masyarakat.
5. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak.
6. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
7. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh kembang.
4. Tahap IV keluarga dengan anak usia sekolah (families with children).
Tahap ini dimulai saat anak berumur 6 tahun (mulai sekolah ) dan berakhir pada saat
anak berumur 12 tahun. Pada tahap ini biasanya keluarga mencapai jumlah maksimal
sehingga keluarga sangat sibuk. Selain aktivitas di sekolah, masing-masing anak memiliki
minat sendiri. Dmikian pula orang tua mempunyai aktivitas yang berbeda dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga.
1. Membantu sosialisasi anak dengan tetangga, sekolah dan lingkungan.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat,
termasuk kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga.
Pada tahap ini anak perlu berpisah dengan orang tua, memberi kesempatan pada anak
untuk nbersosialisasi dalam aktivitas baik di sekolah maupun di luar sekolah.

5. Tahap V keluarga dengan anak remaja (families with teenagers).


Dimulai saat anak berumur 13 tahun dan berakhir 6 sampai 7 tahun kemudian.
Tujuannya untuk memberikan tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk
mempersiapkan diri menjadi orang dewasa.
1. Tugas perkembangan
2. Memberikan kebebasan yang seimbnag dengan tanggung jawab.
3. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
4. Mempertahankan komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua
Hindari perdebatan, kecurigaan dan permusuhan.
5. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
Merupakan tahap paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya
dan membimbing anak untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik
orang tua dan remaja.

6.Tahap VI keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center family).
Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat anak
terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahapan ini tergantung jumlah anak dan ada atau
tidaknya anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.
Tugas perkembangan
1. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
2. Mempertahankan keintiman pasangan.
3. Membantu orang tua memasuki masa tua.
4. Membantu anak untuk mandiri di masyarakat.
5. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga.

7. Tahap VII keluarga usia pertengahan (middle age families).


Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir
saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada beberapa pasangan fase ini
dianggap sulit karena masa usia lanjut, perpisahan dengan anak dan perasaan gagal sebagai
orang tua.
Tugas perkembangan
1. Mempertahankan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak- anak.
3. Meningkatkan keakraban pasangan.
4. Fokus mempertahankan kesehatan pada pola hidup sehat, diet seimbang, olah raga
rutin, menikmati hidup, pekerjaan dan lain sebagainya.

8. Tahap VIII keluarga usia lanjut


Dimulai saat pensiun sampai dengan salah satu pasangan meninggal dan keduanya
meninggal.
Tugas perkembangan
1. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
2. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik
dan pendapatan.
3. Mempertahankan keakraban suami/istri dan saling merawat.
Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
4. Melakukan life review.
5. Mempertahankan penataan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga
pada tahap ini.

4. Struktur Keluarga menurut Suprajino (2004:7)


Struktur keluarga dapat menggambarkan bagaimana keluarga melaksanakan fungsi keluarga
di masyarakat, antara lain:
a. Struktur peran keluarga
Menggambarkan peran masing-masing anggota keluarga dalam keluarga sendiri
dan perannya di lingkungan masyarakat atau peran formal dan informal
b. Nilai dan norma keluarga
Menggambarkan nilai dan norma yang dipelajari dan diyakini oleh keluarga,
khususnya yang berhubungan dengan kesehatan
c. Pola komunikasi keluarga
Menggambarkan bagaimana cara dan pola komunikasi ayah-ibu, orang tua dengan
anak, anak dengan anak dan anggota keluarga lain dengan keluarga inti.
d. Struktur kekuatan keluarga
Menggambarkan kemampuan anggota keluarga untuk mempengaruhi dan
mengendalikan orang lain untuk mengubah perilaku keluarga yang mendukung
kesehatan.
5. Fungsi keluarga menurut Friedman (2005)
Secara umum fungsi keluarga (friedman, 2005) adalah:
a. Fungsi afektif
Adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk
mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi
Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial
sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah
c. Fungsi reproduksi
Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d. Fungsi ekonomi
Adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan
tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan keluarga
e. Fungsi pemerliharaan kesehatan
Adalah fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar
tetap memiliki produktivitas tinggi
6. Lima tugas keluarga dibidang kesehatan menurut Suprajitno (2004:4)
keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan antara
lain:
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga
b. Memutuskan tindakan kesehatan yang tepat Kesehatan merupakan kebutuhan
keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu akan tidak
berarti dan karena kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana
keluarga akan habis.
c. bagi keluarga
d. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan keadan keluarga, dengan mempertimbangkan siapa diantara
keluarga yang mempunyai kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan
keluarga.
e. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan Seringkali keluarga telah
mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang
telah diketahui oleh keluarga itu sendiri
f. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
g. Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitar keluarga.

C. PROSES KEPERAWATAN KELUARGA


Menurut Friedman (2005:54), Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan
keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam kerangka referensi
tertentu, konsep tertentu, teori atau falsafah.
Friedman dalam Proses keperawatan keluarga juga membagi dalam lima tahap proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga
dan individu atau diagnosa keperawatan, rencana perawatan, implemntasi rencana
pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.
Dalam melakukan asuhan keperawatan kesehatan keluarga menurut Effendi (2004) dengan
melalui membina hubungan kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu dengan mengadakan
kontrak dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta minat untuk membantu
keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga, menyatakan kesediaan untuk
membantu memenuhi kebutuhan – kebutuhan kesehatan yang dirasakan keluarga dan
membina komunikasi dua arah dengan keluarga.
Friedman (2005: 55) menjelakan proses asuhan keperawatan keluarga terdiri dari lima
langkah dasar meliputi :
1. Pengkajian
Menurut Suprajitno (2004:29) pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang
perawat mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang dibinanya.
Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar
diperoleh data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat
diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan sehari-hari), lugas dan
sederhana (Suprajitno: 2004).
Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan informasi
dengan cara sistematis dengan menggunakan suatu alat pengkajian keluarga,
diklasifikasikan dan dianalisa (Friendman, 2005: 56)
a. Identitas keluarga
yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat tinggal, dan tipe keluarga.
1. Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga
2. Kebiasaan makan
3. Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh Keluarga.
Untuk penderita stroke biasanya mengkonsumsi makanan yang bayak
menandung garam, zat pengawet, serta emosi yang tinggi.
4. Pemanfaatan fasilitas kesehatan
5. Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan merupakan faktor
yang penting dalam penggelolaan penyakit stroke fase rehabilitasi terutama ahli
fisiotherapi.
6. Pengobatan tradisional
7. Karena penderita stroke memiliki kecenderungan tensi tinggi, keluarga bisa
memanfaatkan pengobatan tradisional dengan minum air ketimun yang dijus
sehari dua kali pagi dan sore.

b. Status Sosial Ekonomi


a. Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal hipertensi
beserta pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk
mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.
b. Pekerjaan dan Penghasilan
Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam
melakukan pengobatan dan perawatan pada angota keluarga yang sakit salah satunya
disebabkan karena hipertensi. Menurut (Effendy,2005) mengemukakan bahwa
ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya
disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.
c. Tingkat perkembangandan riwayat keluarga
Menurut Friedmen (2005:125), Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini.
termasuk riwayat perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau
berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum terpenuhi
berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapat mengakibatkan kecemasan.
d. Aktiftas
Aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan tekanan darah.
Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu melakukan kegiatan fisik, seperti
olah raga (Friedman, 2005:9).
e. Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah,
penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai faktor penyebab terjadinya
cedera pada penderita stroke fase rehabilitasi.
b. Karakteristik Lingkungan
Menurut (friedman,2005:22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh lingkungan.
Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada
hipertensi
f. Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Menurut (Friedman, 2005) Semua interaksi perawat dengan pasien adalah
berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik merupakan suatu tekhnik
diman usaha mengajak pasien dan keluarga untuk bertukar pikiran dan perasaan.
Tekhnik tersebut mencakup ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati
dan rasa kepedulian yang tinggi.
b. Struktur Kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan
yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam
tekanan darah pasien stroke.
c. Struktur peran
Menurut Friedman(2005), anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap
peran yang dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak ada
konflik dalam peran, dan sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai
dengan harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga.

g. Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita hipertensi,
maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan
suatu keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena
kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
(Friedman,2005).
b. Fungsi sosialisasi .
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita stroke
dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan
kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi
sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.
c. Fungsi kesehatan
Menurut suprajitno (2004) fungsi mengembangkan dan melatih anak untuk
berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang
lain diluar rumah.
h. Pola istirahat tidur
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang mengalami masalah
yang belum terselesaikan.
i. Pemeriksaan fisik anggota keluarga
Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan fisik juga
dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku untuk semua anggota keluarga.
Setelah ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih terfokuskan.
j. Koping keluarga
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping keluarga tidak
efektif, maka ini akan menjadi stress anggota keluarga yang berkepanjangan.

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia
atas perubahan pola interaksi potensial atau aktual individu. Perawat secara legal dapat
mengidentifikasi dan menyusun intervensi masalah keperawatan. Kolaburasi dan
koordinasi dengan anggota tim lain merupakan keharusan untuk menghindari
kebingungan anggota akan kurangnya pelayanan kesehatan.
diagnosa keperawatan stroke atau cerebro vasculer accident didapatkan
diagnosa keperawatan sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan cerebral (Doengoes, 2006)
b. Kerusakan mobilitas fisik ( Doengoes, 2006)
c. Komunikasi, kerusakan verbal dan tertulis (Doengoes, 2006)
d. Perubahan persepsi sensori (Doengoes, 2006)
e. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi (Lynda Juall, 2004)
f. Ketidakmampuan merawat diri (Lynda Juall, 2004)
g. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan (Doengoes, 2006)

3. Intervensi Keperawatan
a. Menyusun prioritas
Friedman (2005:64), menjelaskan perencanaan perawatan meliputi seleksi
bersama yang dirancang untuk mencapai tujuan. Faktor penetapan prioritas perasaan peka
terhadap klien dan efek terpeutik terhadap tindakan dimasa mendatang.
b. Menyusun tujuan
Friedman (2005:64) menjelaskan perencanaan meliputi perumusan tujuan yang
berorientasi kepada klien kemungkinan sumber-sumber penggambaran pendekatan
alternatif untuk memenuhi tujuan dan operasional perencanaan.
Ada 3 kegiatan menurut Friedman (2005:64) yaitu:
1. Tujuan jangka pendek yang sifatnya dapat diukur langsung dan spesifik
2. tujuan jangka menengah
3. tujuan akhir atau jangka panjang yang sifatnya umum dan mempunyai tujuan
c. Menentukan kriteria dan standar evaluasi.
Kriteria yang akan dicapai adalah respon verbal, afektif dan psikomotor keluarga
mengenai penjelasan tentang masalah kesehatan (Friedman:2005:71)

4. Implementasi keperawatan
Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat masalah dan sumber-
sumber yang tersedia.
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah post stroke.
Intervensi:
1) Berikan informasi kepada keluarga mengenai: pengertian, tanda dan gejala, penyebab,
komplikasi, cara perawatan, penanganan dan pencegahan stroke
2) Motivasi keluarga untuk mengenal masalah stroke
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang dapat mengenai tindakan
kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita post stroke
Intervensi:
1) Memberikan informasi tentang alternatif pencegahan dpat diambil untuk mengatasi
pasien stroke, seperti menjaga kesehatan lingkungan, menghindari faktor pencetus,
serta minum obat secara teratur
2) Mendiskusikan akibat bila tidak melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi
stroke
3) Memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan tentang tindakan kesehatan
yang diambil pada anggota keluarga yang terkena stroke
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit atau perawatan post
stroke
Intervensi :
1) Sarankan atau anjurkan kepada keluarga untuk melakukan perawatan secara teratur,
jaga diet penderita stroke.
2) Demonstrasikan teknik latihan tentang gerak dirumah
d. Ketidakmampuan keluarga untuk memelihara lingkungan yang dapat menyebabkan atau
mempengaruhi kesehatan
Intervensi :
1) Memberikan semangat pada penderita terutama yang berasal dasri keluarga itu sendiri
atau melalui orang atau sumber-sumber yang dipercaya mempunyai pengaruh
terhadap proses penyembuhan
2) Modifikasi lingkungan yang dapat mendukung proses penyembuhan klien
e. Ketidakmampuan keluarga untuk mengenal sumber-sumber pelayanan kesehatan terhadap
perawatan post stroke
Intervensi :
1) Memberikan informasi tentang sumber-sumber yang dapat digunakan utnuk
memperoleh pelayanan kesehatan misalnya rujukan kontrol, perawatan fisiotherapi
dan sumber-sumber lain.
2) Memberikan motivasi agar keluarga memanfaatkan sumber-sumber yang ada secara
berkesinambungan.
5. Evaluasi
Friedman (2005:71) menjelaskan bahwa evaluasi didasarkan pada seberapa efektifnya
intervensi yang dilakukan keluarga, perawat dan yang lainny. Keefektifan dilihat dari respon
keluarga bukan intervensi yang diimplementasikan. Modifikasi dlam asuhan keperawatan
mengikuti perencanaan evaluasi dan mulai dengan proses siklus kembali ke pengkajian
dengan memberikan informasi yang diperoleh dari pertemuan sebelumnya dan diteruskan
dengan revisi setiap fase dalam siklus bila dibutuhkan.
Evaluasi dalam asuhan keperawatan keluarga dengan stroke post rehabilitasi
berdasarkan respon keluarga terhadap implementasi yang kita lakukan sesuai dengan kriteria
evaluasi yaitu mengetahui pengertian stroke, mengetahui gangguan pada penderita stroke
dan mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan bagi penderita stroke post rehabilitasi.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne; Suzanne; and Benda G Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata: EGC.


Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosa. Edisi 8, Alih Bahasa Monica Ester. (2001).
Jakarta: EGC

Carpenito, L. J. (2004) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7, Alih Bahasa Monica Ester.
Jakarta: EGC

Friedman, M. M. (2005). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek, Edisi 3. Jakarta: EGC

Effendy. N (2005). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC

Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for Planning and Documenting Patient
Care, Edisi 3. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Et. All. 2004. Jakarta: EGC

Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing, Penerjemah R. Karnaen, Et. All,
Edisi ke 3. 2005. Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Suyono, Haryono, 2006. Meningkatnya Penduduk Rawan Stroke, (Online),
(http://www.cybermed.cbn.net.id. Diakses 2 November 2007)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Stroke, (Online), (http://


depkes.co.id/stroke.html)
http://bintangdilaut-siputih.blogspot.com/2012/03/askep-keluarga-dg-stroke.html di unduh
pada tanggal 24 April 2014 jam 12.30 WIB

Anda mungkin juga menyukai