Anda di halaman 1dari 5

DEBIT AIR PERAIRAN LOTIK

SOHMONO HENDRAIOS ANAKAMPUN


16/398833/PN/14804
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERIKANAN
Abstrak
Praktikum acara debit air perairan lotik memiliki tujuan untuk mengetahui cara pengukuran debit
air dengan berbagai macam metode, untuk mengetahui cara menghitung debit air, dan untuk
membandingkan metode yang lebih efektif dalam pengukuran debit. Acara praktikum dilakukan
pada hari jumat tanggal 15 september 2017 di selokan kolam jurusan perikanan Universitas
Gadjah Mada pukul 15:00 WIB sampai dengan selesai. Metode yang digunakan dalam
pengukuran debit air ini ada 3, yaitu Embody’s Float Method, Rectangular Weir Method, dan 90°
Triangular North Weir Method. Adapun faktor yang mempengaruhi debit dikolam ini yaitu bentuk
ukuran sungai memanjang, kondisi permukaan saluran yang mengandung rerumputan dan
sampah plastik, ukuran saluran yang kecil, dan kemiringan lahan. Hasil rerata yang diperoleh
pada saluran I dengan metode Embody’s adalah 151.991 ± 247.773 x10-3 m3/s dan saluran II
adalah 19.241 ± 3.706 x10-3 m3/s, metode Rectangular pada saluran I adalah 5.721 ± 2.296 x10-
3 m 3/s dan 80.182 ± 116.218 x10-3 m 3/s pada saluran II, dan metode Triangular pada saluran I

adalah 2.306 ± 1.782 x10-3 m3/s dan 3.27 ± 2.029 x10-3 m3/s pada saluran II. Dari percobaan
yang telah dilakukan didapat kesimpulan bahwa metode yang efektif untuk selokan ukuran kecil
yaitu 90° Triangular Notch Weir Method. Manfaat pengukuran debit air bagi program studi
Manajemen Sumberdaya perikanan adalah untuk pendistribusi air kedalam kolam dan
mengetahui seberapa besar kebutuhan air untuk irigasi.

Kata kunci: debit, metode, pengukuran, saluran, selokan

Pengantar
Arus merupakan gerakan yang mengalir dari suatu massa air yang disebabkan oleh densitas air
laut, tiupan angin, dan gerakan gelombang. Juga merupakan pergerakan massa air secara
horizontal yang disebabkan oleh angin yang bertiup terus-menerus dipermukaan dan densitas
air. Penentuan debit air sungai diperlukan unuk mengetahui besarnya air yang mengalir dari
sungai ke laut. Dalam penentuan debit air sungai, perlu diketahui luas penampangnya yaitu
dengan mengukur kedalaman dan lebar masing-masing titik pengukuran (Hadiwigeno, 1990).
Arus dan debit merupakan suatu gerakan air yang mengakibatkan perpindahan horizontal massa
air. Arus dapat menyebabakan terjadinya kerusakan fisik pada sungai atau selokan seperti
pengikisan daratan, perpindahan sedimen dan lain sebagainya (Koesoebiono, 1979).
Perairan lotik yang merupakan morfologi perairan mengalir, terdapat berbagai faktor yang
mempengaruhi kualitas perairan tersebut, salah satunya adalah debit air. Debit air merupakan
satuan besaran air yang keluar dari daerah aliran sungai. Debit air juga merupakan suatu gerakan
air yang mengakibatkan perpindahan horisontal massa air (Welch, 1948). Cara pengukuran debit
air dapat dilakukan dengan dibendung, perhitungan debit air dengan kecepatan aliran, dan luas
penampang melintang, didapat dari kerapatan larutan, dengan menggunakan pengukuran arus
magnitus, pengukuran arus gelombang super sonis, meter venturi, dan sebagainya. Salah satu
pemanfaatan debit air ialah untuk pengoptimalan waduk, terutama untuk jenis waduk serbaguna
yang tidak hanya untuk menghasilkan energi listrik, tetapi juga untuk irigasi, maka dari itu
diperlukan suatu teknologi strategi dengan memperkirakan debit perairan tersebut (Wurbs, 2006).

Adapun tujuan dari acara praktikum limnologi ini adalah untuk mengetahui cara pengukuran debit
air dengan berbagai macam metode, untuk mengetahui cara menghitung debit air, dan untuk
membandingkan metode yang lebih efektif dalam pengukuran debit.
Metode
Praktikum Pengukuran debit air ini dilaksanakan pada hari jumat 15 september 2017 pukul 15.00
WIB sampai dengan selesai. Tempat pelaksanaan praktikum ini berada disaluran air kolam
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Pada praktikum ini lokasi dibagi
menjadi dua bagian yaitu saluran satu dan saluran dua.
Pada Embody’s Float Method, alat yang digunakan adalah bola pingpong, meteran, penggaris,
danstopwatch. Bola pingpong dihanyutkan dari titik awal hingga titik akhir pada jarak yang telah
ditentukan. Waktu diukur dengan stopwatch, lalu dicatat dan dilakukan tiga kali pengulangan.
Kemudian mengukur lebar selokan (W), kedalaman (D), dan ditentukan konstanta dari materi
dasar saluran (0,8 = berbatu, 0,9 = berpasir). Debit air dihitung dengan menggunakan rumus; R
= WDAL / T, dengan R merupakan debit air (m3/s); W merupakan rata-rata lebar muka air (m); D
merupakan rata-rata kedalaman (m); A merupakan konstanta; L merupakan jarak yang ditempuh
bola pingpong (m); dan T merupakan waktu yang dibutuhkan bolah pingpong menempuh jarak
yang ditentukan.
Metode kedua yang digunakan adalah Rectangular Weir Method. Cara kerja dengan metode ini
adalah dengan membendung air dengan bendungan khusus yang memiliki celah persegi panjang
sehingga air akan melewati celah tersebut. Selanjutnya, ditentukan posisi bendungan/weir yang
akan digunakan. Kemudian, air diukur tingginya dimulai dari awal celah persegi panjang (H).
Langkah akhir adalah mengukur lebar celah persegi panjang (L). Setelah semua data telah
dikumpulkan, lalu debit air dapat dihitung dengan rumus Q = 3,33 x H 3/2 (L - 0,2H), dengan Q
merupakan debit air (m3/s); H merupakan tinggi weir (m); dan L merupakan lebar weir.
Setelah menggunakan kedua metode sebelumnya, debit air kembali dihitung dengan
menggunanakan 90ºTriangular Notch Weir Method. Bentuk bendungan yang digunakan pada
metode ini mirip dengan menggunakan Rectangular Weir Method, akan tetapi celahnya
berbentuk segitiga dengan sudut 90º. Mengukur debit air dengan metode ini hanya perlu
membendung aliran air dengan bendungan khusus 90ºTriangular Notch Weir dan menghitung
ketinggian air (H) selanjutnya dihitung dengan rumus Q = 2,54 x H5/2, dengan Q merupakan debit
air (m3/s) dan H merupakan tinggi weir (m).

Hasil dan Pembahasan


Hasil
Tabel hasil pengamatan pengukuran debit air kolam perikanan UGM

Saluran Stasiun Embody's (x10-3 m3/s) Rectangular (x10-3 m3/s) Triangular (x10-3 m3/s)

1 11.158 8.197 1.903


I 2 438.083 3.662 0.76
3 6.731 5.305 4.255
Rerata 151.991 ± 247.773 5.721 ± 2.296 2.306 ± 1.782

4 18.498 11.297 4.732


II 5 23.263 14.885 4.122
6 15.962 214.363 0.952
Rerata 19.241 ± 3.706 80.182 ± 116.218 3.27 ± 2.029
Pembahasan
Debit air merupakan besarnya air yang mengalir per satuan waktu tertentu. Debit air juga
didefinisikan sebagai laju aliran air yang melewati suatu penampang melintang perairan per
satuan waktu. Debit air dalam satuan SI dinyatakan dalam meter kubik per detik (m3/s). Aliran
permukaan air di alam mengalir tanpa dibuat, hubungannya terbuka, sejajar yang berasal dari
kondisi yang sama sesuai dengan hidrolik yang aplikasinya tergantung pada kecermatan (Asdak,
1995). Pergerakan air sangat dipengaruhi oleh jenis bentang alam, jenis batuan dasar, dan curah
hujan. Selain ketiga faktor di atas, bentuk dan ukuran saluran, serta kemiringan lahan juga
merupakan faktor pergerakan air. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan
lokasi pengukuran debit air yaitu yang pertama terletak pada bagian sungai yang lurus, jauh dari
permukaan cabang sungai, tidak ada tumbuhan air, tidak terdapat arus memutar, aliran air tidak
melimpah melewati tebing sungai (Bronmark, 1998).
Pengukuran debit air menggunakan metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Pada metode
Embody’s float, kelebihannya yaitu pengukuran yang paling sederhana sehingga dapat dilakukan
setiap orang serta hanya memerlukan alat yang sederhana, yaitu bola ping pong, stopwatch dan
meteran. Hal ini yang menjadikan pengukuran debit air dengan menggunakan metode ini dapat
diterapkan pada perairan dangkal maupun dalam. Selain itu juga dapat diterapkan pada saluran
yang memiliki badan air yang besar. Kekurangan dari metode ini adalah pelampung terpengaruh
oleh angin, gangguan permukaan sehingga dapat menimbulkan kesalahan pada saat
pengukuran. Metode selanjutnya adalah Rectangular weir, kelebihannya adalah tidak
membutuhkan banyak pengukuran dan tidak terpengaruh oleh konstanta perairan. Namun
kekurangannya sulit dalam mengukur ketinggian air saat dibendung dan adanya air yang lolos
saat dibendung, serta kurang praktis karena harus membuat weir terlebih dahulu dengan bahan
yang sesuai. Metode terakhir adalah 90° Triangular weir, kelebihannya adalah tidak memerlukan
banyak pengukuran dan tidak terpengaruh oleh konstanta perairan serta data yang diperoleh
lebih teliti dan akuran karena prinsip-prinsip hidrolika dapat diterapkan, namun kekurangan
metode ini sulit saat mengukur ketinggian suatu perairan (Sastrodarsono,1995).
Penjelasan mengenai kelebihan dan kekurangan dari masing-masing metode dapat dijadikan
dasar dalam pempraktikkan metode ini dilapangan. Penjelasan mengenai kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing metode, seperti metode Embody’s float cocok digunakan pada
perairan yang mengalir dengan pengaruh angin yang kecil, karena kecepatan arus disungai dapat
memungkinkan pengukuran dengan metode ini. Metode Rectangular weir cocok digunakan pada
perairan kecil dan tidak efektif pada perairan yang luas karena harus membendung aliran sungai.
Metode 90° Triangular weir cocok digunakan pada perairan yang kecil seperti selokan karena
metode ini dilakukan dengan membendung aliran air. Meskipun bisa dilakukan pada daerah yang
salurannya besar namun dibutuhkan biaya yang besar untuk membangun weir (Sastrodarsono,
1995).
Hasil pengukuran dan pengamatan dengan menggunakan ketiga metode tersebut dapat
dikatakan bahwa untuk pengukuran debit air pada selokan, metode 90°Triangular north weir
adalah metode yang paling efektif dan paling benar karena tidak berpengaruh terhadap konstanta
suatu perairan serta lebar weir, dan nilai perhitungan yang lebih kecil (teliti). Faktor yang
mempengaruhi debit air pada metode 90° triangular ini hanya tinggi celah weir, dengan demikian
setiap ketinggian celah yang dilewati air akan terjadi kenaikan debit. Sedangkan faktor yang
mempengaruhi debit air antara lain bentuk dan saluran perairan, kondisi perairan dan kemiringan
lahan.
Jenis dasar maupun dinding yang berasal dari tanah maupun lumpur membuat debit air semakin
kecil apabila dibandingkan dengan tepi maupun dasar yang berkerikil atau berbatu. Pada curah
hujan yang rendah juga memperkecil debit suatu perairan. Bentuk saluran perairan yang
berkelok-kelok dan dekat dengan percabangan memperkecil debit suatu peraira, begitu pula
apabila saluran berbentuk lurus akan membuat debit perairan menjadi semakin besar. Topografi
atau kemiringan lahan membuat debit suatu perairan semakin besar, jika sudut topografi kecil
debit perairan tersebut juga semakin kecil (Hall & Nathan, 2005). Dasar perairan berupa lumpur
membuat debit air kecil karena luas permukaan partikel lumpur yang besar atau luas sehingga
air dapat terserap, jika dasar berupa pasir ataupun batuan air akan mudah lolos melewatinya
(Shadiq &Mahmud, 2007).
Praktikum acara debit air dilakukan dengan 3 metode yaitu Embody’s Float Method, Rectangular
Weir, dan 90° Triangular Notch Weir Method, hasil yang didapat pada saluran 1 menggunakan
metode Embody’s float adalah 151.991 ± 247.773 x10-3 m3/s dan saluran II adalah 19.241 ±
3.706 x10-3 m3/s, metode Rectangular pada saluran I adalah 5.721 ± 2.296 x10-3 m3/s dan 80.182
± 116.218 x10-3 m3/s pada saluran II, dan metode Triangular pada saluran I adalah 2.306 ± 1.782
x10-3 m3/s dan 3.27 ± 2.029 x10-3 m3/s pada saluran II. Hasil ini didapat dari 2 kali ulangan pada
beberapa faktor yang mempengaruhi besar perhitungan debit air. Beberapa faktor tersebut
seperti kedalaman (D). Dari kedua ulangan pada setiap saluran terjadi perbedaan yang dapat
disebabkan karena perbedaan ketinggian dasar perairan saluran pada bagian tepi serta tengah
pada saluran, sehingga pada saat diukur mengakibatkan terjadinya perbedaan antara hasil
pengukurannya. Kemudian faktor waktu tempuh pelampung (bola ping pong) diamati sebanyak
dua kali pada masing-masing stasiun. Terjadi perbedaaan nilai t pada kedua ulangan pada setiap
stasiun disebabkan karena perbedaan lama tempuh pelampung (bola ping pong) yang
dikarenakan faktor aliran angin serta faktor-faktor penghambat laju aliran airnya (rerumputan dan
samph plastik). Sehingga dilakukan dua kali ulangan pada metode ini adalah agar data yang
diperoleh lebih akurat, konstanta yang dipakai adalah 0,9 karena substat dasar berupa lumpur.
Metode yang digunakan selanjutnya adalah Rectangular Weir, dan 90°Triangular Notch Weir
Method. Dan hasil yang didapat pada saluran 1 adalah 5.721 ± 2.296 x10-3 m3/s dan 80.182 ±
116.218 x10-3 m3/s pada saluran II, dan metode Triangular pada saluran I adalah 2.306 ± 1.782
x10-3 m3/s dan 3.27 ± 2.029 x10-3 m3/s pada saluran II. Terjadinya perbedaan nilai H pada
masing-masing ulangan tiap saluran disebabkan karena perbedaan ketinggian dasar. Perairan
pada bagian tepi saluran serta bagian tengah pada saluran sehingga pada pada saat diukur
mengakibatkan terjadinya perbedaan antara hasil pengukuran debit air dengan menggunakan
ketiga metode tersebut. Apabila dibandingkan dari ketiga hasil pengukuran debit air dengan
menggunakan metode tersebut, metode Embody’s float memiliki cara pengukuran paling
sederhana, karena pada saat praktikum ada 2 saluran yang berbeda, yang pertama pada saluran
sungai besar dengan metode Embody’s float dan saluran 2 dengan metode Rectangular weir dan
90°Triangular weir, jadi jika diterapkan metode rectangular weir dan 90° Triangular weir pada
saluran sungai yang besar tidak efektif dikarenakan factor efisiensi alat yang digunakan (weir),
serta factor ekonomi pembuatan weir yang besar untuk mendukung sungai yang besar tidak
efisien.
Dari masing-masing pengukuran pada setiap saluran terdapat perbedaan besar nilai debit air
pada masing-masing metode. Pada metode Embody’s float nilai debit air saluran 1 151.991 ±
247.773 x10-3 m3/s dan saluran II sebesar 19.241 ± 3.706 x10-3 m3/s, Terjadinya perbedaan besar
debit air disebabkan karena perbedaan pada lebar muka air, kedalaman, serta waktu tempuh
pelampung pada masing-masing saluran. Semakin besar nilai lebar muka air, kedalaman
semakin besar nilai debit airnya (Effendy, 2003). Kemudian perbedaan lama waktu tempuh
pelampung (bola ping pong) hal ini dapat disebabkan karena pengaruh aliran angin sehingga laju
pelampung bisa berubah-ubah setiap waktu dan bisa mengakibatkan perbedaan kecepatan laju
pelampung pada masing-masing saluran, selanjutnya perbedaan besar nilai debit air pada
saluran 1 dan 2 yang menggunakan metode Rectangular weir disebabkan karena lebar dan
ketinggian weir pada saat dimasukkan kedalam air pada masing-masing saluran berbeda-beda,
begitupun pada metode 90° Triangular weir, ketinggian weir pada saat masuk didalam air pada
saluran 1 lebih pendek dibandingkan saluran 2, hal ini disebabkan karena tingkat kekerasan dan
ketebalan lumpur pada dasar perairan yang berbeda menyebabkan tinggi weir pada saat
dimasukkan kedalam saluran menjadi berbeda. Selain itu, dari kedua saluran masing-masing
saluran hasil yang diperoleh antara metode Rectangular weir dan 90°Triangular weir berbeda
walaupun pengambilan data diperoleh dilokasi yang sama. Hal ini dikarenakan adanya air yang
lolos ketika dibendung menggunakan 90°Triangular weir, sehingga nilai debit airnya kecil. Namun
dari kedua saluran tersebut berdasarkan dari masing-masing hasil data pengukuran metode yang
sama-sama paling efektif pada kedua saluran kecil tersebut adalah metode 90° Triangular weir
karena memiliki perhitungan yang relative kecil (teliti) dari pada metode Rectangualar weir
ataupun metode Embody’s float. Selain itu dalam metode 90°Triangular weir dalam pengambilan
datanya hanya mengambil data tinggi air pada saat dimasukkan weir tanpa lebar, hal ini dapat
meminimalkan kesalahan.
Praktikum pengukuran debit air ini memiliki manfaat dalam bidang perikanan terutama
Manajemen Sumberdaya Perikanan dapat digunakan dalam mengatur distribusi air kolam,
kebutuhan oksigen untuk perairan, kebutuhan air untuk irigasi, serta dapat digunakan untuk
mengatur besar kecilnya aliran air yang masuk kekolam.

Kesimpulan
Dalam pengukuran debit air dapat menggunakan beberapa metode untuk mengukurnya, yaitu
embody’s float method, rectangular weir method, dan 90° triangular notch weir method. Debit air
pada saluran I dengan metode embody’s float ialah 151.991 ± 247.773 x10-3 m3/s dan saluran II
adalah 19.241 ± 3.706 x10-3 m3/s, metode rectangular weir pada saluran I 5.721 ± 2.296 x10-3
m3/s dan 80.182 ± 116.218 x10-3 m3/s pada saluran II, dan metode 90° triangular north weir pada
saluran I adalah 2.306 ± 1.782 x10-3 m3/s dan 3.27 ± 2.029 x10-3 m3/s pada saluran II Dari hasil
praktikum yang dilakukan, metode yang sesuai untuk pengukuran debit air pada saluran I dan
saluran II ialah metode 90° triangular north weir, karena bentuk segitiga siku-siku dapat
meminimalisir kesalahan pada debit air.

Saran
Sebaiknya sebelum praktikum dimulai maka lebar weir yang akan dipakai harus disesuaikan
dengan lebar selokan air yang akan digunakan dalam pengambilan data debit air.

Daftar Pustaka
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Bronmark, C. 1998. The Biology of Lakes and Ponds. Oxford Press. Oxford.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Hadiwigeno. 1990. Petunjuk Praktis Pengelolaan Perairan Umum Bagi Pembangunan
Perikanan. Departemen Perikanan, Badan Penelitian dan Pembangunan Perikanan.
Jakarta.
Hall, W.A., and Nathan, B. 2005. The Dynamic Programming Approach to Water Resources
Development. Journal Geophysis 66(2) : 517-520
Koesoebiono. 1979. Dasar-dasar Ekologi Umum. Bagian IV : Ekologi Perairan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Odum, E.P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sastrodarsono, T. 1995. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT Pradnoyo
Paramitha. Jakarta.
Shadiq, F., dan Mahmud. 2007. Pengaruh Faktor Penampang pada Kehilangan Debit Akibat
Rembesan pada Saluran Drainase Porus. Jurnal Teknik Lingkungan vol 13(2) : 5-15
Welch, P.S. 1948. Lymnological Method. MC.Grow-Hill Book Company Ink. New York.
Wurbs, R.A. 2006. Modelling and Analysis of Reservoir System Operations. Pretince Hall.
United States of America.

Anda mungkin juga menyukai