Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Dukungan Keluarga

a. Pengertian

Menurut Departemen Kesehatan RI (1988), keluarga adalah unit

terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa

orang yang berkumpul serta tinggal di suatu tempat di bawah satu atap

dalam keadaan saling bergantung.

Sedangkan Freidman (2010) mendefinisikan bahwa keluarga

adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan

keterikatan aturan dan emosional dan individu mempunyai peran masing-

masing yang merupakan bagian dari keluarga.

Berdasarkan beberapa definisi para ahli, maka dapat disimpulkan

bahwa keluarga adalah suatu ikatan/persekutuan hidup atas dasar

perkawinan antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama

atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian

dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri atau adopsi, dan tinggal

dalam sebuah rumah tangga. Menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1992

tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga

sejahtera, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari

9
10

suami-istri atau suami-istri dan anak-anaknya, atau ayah dan anaknya, atau

ibu dan anaknya (Freidmen, 2010).

Adapun tipe keluarga menurut Freidmen (2010) dikelompokkan

menjadi dua yaitu:

1) Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri

ayah ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi

atau keduanya.

2) Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah

anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah

(kakek-nenek, paman-bibi).

Friedman (2010) menyatakan Dukungan keluarga adalah sikap,

tindakan dan penerimaan keluarga terhadap anggotanya. Anggota keluarga

dipandang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam lingkungan

keluarga. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika di

perlukan.

Komponen-komponen dukungan keluarga menurut Freidmen,

2010, terdiri dari :

1) Dukungan pengharapan

Dukungan pengharapan meliputi pertolongan pada individu untuk

memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi

dan strategi koping yang dapat digunakan dalam menghadapi


11

stressor. Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila

ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu.

2) Dukungan nyata

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti

pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata

(instrumental support material support), suatu kondisi dimana

benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis,

termasuk di dalamnya bantuan langsung.

3) Dukungan informasi

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung

jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari

masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan

balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang.

4) Dukungan emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara

emosional, sedih, cemas, dan kehilangan harga diri. Jika depresi

mengurangi perasaan seseorang akan hal dimiliki dan dicintai.

Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman.


12

b. Alat Ukur Dukungan Keluarga

Menurut (Nurslam 2008), efek dari dukungan sosial terhadap

kesehatan dan kesejahteraan berfungsi bersamaan. Pada penelitian ini

akan digunakan metode pengisian ulang dan penggunaan kuesioner.

Total pertanyaan berjumlah 12 pertanyaan mengenai dukungan keluarga

yang di dalamnya lengkap dengan komponen dukungan keluarga.,

memiliki 4 model skor yaitu selalu=3, sering=2, kadang-kadang=1, dan

tidak pernah=0.

c. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kepatuhan

Dukungan keluarga mempengaruhi kesehatan dengan melindungi

diri penderita hipertensi terhadap tingkat kenyamanan. Dukungan

keluarga yang baik seseorang dapat memberikan rasa aman misalnya

dengan memberikan perhatian dengan dukungan yang baik. Dukungan

keluarga yang positif berbanding terbalik dengan intensitas stres pada

penderita, misalnya seseorang dengan dukungan keluarga tinggi

memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi sehingga tidak mudah

terserang stres dan patuh terhadap pengobatan yang dilakukan. Peran

keluarga mempunyai pengaruh yang sangat tinggi dalam berobat, sebuah

keluarga yang memiliki harga diri yang rendah akan tidak mempunyai

kemampuan dalam membangun tingkat kepatuhan anggota keluarganya

dengan patuh, keluarga akan memberikan umpan balik yang negatif dan

berulang-ulang akan merusak pengobatan yang sedang dilakukan oleh

penderita, tingkat kepatuhannya akan terganggu jika kemampuannya


13

menyelesaikan masalahnya tidak adekuat. Akhirnya penderita

mempunyai pandangan negatif terhadap penyakitnya dan kemampuan

bersosialisasi dengan lingkungannya (Freidmen, 2010).

2. Health Locus Of Control

a. Pengertian

Locus of control pertama kali dirumuskan oleh Julian Rotter. Locus

of control menurut Petri (1980) merupakan konsep yang secara khusus

berhubungan dengan harapan individu mengenai kemampuannya untuk

mengendalikan penguat yang menyertai perilaku. Pendapat ini diperkuat

oleh Rotter (1966) yaitu pada dasarnya locus of control menunjuk pada

keyakinan atau harapan-harapan individu mengenai sumber penyebab

peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya (Widodo, 2007).

Munandar (2010) menyatakan bahwa health locus of control

sebagai keyakinan atau harapan individu mengenai sumber penyebab

peristiwa yang terjadi dalam hidupnya, yaitu kecenderungan untuk merasa

apakah peristiwa itu dikendalikan dari dalam dirinya (internal) atau dari

luar dirinya seperti keberuntungan, nasib, kesempatan, kekuasaan orang

lain dan kondisi yang lain yang dapat dikuasai (eksternal).

Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli, maka dapat

disimpulkan bahwa health locus of control adalah suatu keyakinan yang

dimiliki individu terhadap kemampuannya dalam mengontrol kesehatan

dirinya.
14

b. Dimensi Health Locus of Control

Pada mulanya Rotter melihat locus of control sebagai hal yang

bersifat unidimensional (internal dan eksternal). Namun pada tahun 1973,

Levenson mengembangkan konsep locus of control dan membaginya

menjadi tiga dimensi independen yaitu: internalisasi (internality), powerful

other, dan chance. Menurut model Levenson, seseorang dapat

memunculkan masing-masing dimensi locus of control secara independen

dalam waktu yang sama (Zawawi dalam Tektonika, 2012).

Levenson (1973), mengungkapkan bahwa individu yang memiliki

orientasi ke arah internal locus of control yang dalam hal ini adalah

internalisasi (internality), akan memiliki keyakinan yang kuat bahwa

semua kejadian atau peristiwa yang terjadi pada dirinya ditentukan oleh

usaha dan kemampuannya sendiri. Individu yang memiliki orientasi pada

locus of control eksternal dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu

individu yang meyakini bahwa kehidupan dan peristiwa yang mereka

alami ditentukan oleh orang-orang yang lebih berkuasa yang berada

disekitarnya (powerful other), dan individu yang meyakini bahwa

kehidupan dan peristiwa yang mereka alami ditentukan oleh takdir, nasib

keberuntungan serta adanya kesempatan (chance).


15

Wallston, Wallston & DeVellis (1978) dalam Mandasari (2012)

membagi dimensi Health Locus of Control menjadi:

1) Internal health locus of control (IHLC)

Merupakan pandangan seseorang yang meyakini bahwa kendali

atas kejadian-kejadian dalam hidupnya termasuk kualitas

kesehatannya ditentukan oleh kemampuan dirinya sendiri.

2) Powerful others health locus of control (PHLC)

Merupakan pandangan seseorang yang meyakini bahwa kendali

atas kejadian-kejadian dalam hidupnya termasuk kesehatannya

ditentukan oleh orang lain yang lebih berkuasa.

3) Chance health locus of control (CHLC)

Merupakan pandangan seseorang yang meyakini bahwa kendali

atas kejadian-kejadian dalam hidupnya termasuk kesehatannya

ditentukan oleh nasib, peluang dan keberuntungan.

c. Alat Ukur Health Locus of Control

Wallston dan Wallston memperkenalkan konsep keyakinan kendali

yang berhubungan dengan kesehatan sebagai suatu konsep

multidimensional yang disebut health locus of control. Multidimentional

health locus of control scales (MHLC) yang disusun oleh Wallston,

menyebutkan bahwa health locus of control merupakan tingkat

kepercayaan subyek terhadap kesehatan yang dilihat dari aspek internal

health locus of control dan eksternal health locus of control (Wallston,

K.A., Wallston, B.S, 1998).


16

Wallston mengatakan pada akhir penyelesaian kuisioner, tidak ada

total skor MHLC, karena tidak ada batas yang memisahkan antara internal

dan eksternal. Hasil dari kuisioner ini nantinya berupa internal atau

eksternal.

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah form A MHLC

yang memiliki 18 item pernyataan yang sudah diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia. Model asli dari skala MHLC menggunakan enam

pilihan jawaban yaitu. “Sangat tidak setuju”, “agak tidak setuju”, “tidak

setuju” dikatagorikan dalam eksternal dan “setuju”, “agak setuju” dan

“sangat setuju” dikatagorikan ke dalam internal, serta jika nilai skor pada

pengisian seimbang dikatagorikan ke dalam ekstrenal karena seorang

tersebut masih di anggap memerlukan bantuan keyakinan dari luar dirinya.

Nilai dari masing-masing skor adalah “Sangat tidak setuju=1”,

“agak tidak setuju=2”, “tidak setuju=3”, “setuju=4”, “agak setuju=5” dan

“sangat setuju=6”.
17

d. Hubungan Health Locus of Control dengan Tingkat Kepatuhan

Perkembangan locus of control menurut monks (1987) dalam

nurhalimah dan muslimah (2013) dipengaruhi oleh berbagai aspek, yaitu

lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Lingkungan sosial pertama adalah

keluarga. Apabila tingkah laku anak di dalam keluarga mendapatkan

respon, anak akan merasakan sesuatu dalam lingkungannya. Dengan

demikian, tingkah laku itu menimbulkan motif yang dipelajari dan

merupakan awal terbentuknya internal locus of control. Sebaliknya, jika

tingkah lakunya tidak mendapatkan reaksi, anak akan merasa bahwa

perilakunya tidak mempunyai akibat apapun, anak merasa tidak dapat

menentukan akibatnya, keadaan di luar dirinyalah yang menentukan.

Pengalaman ini akan mendorong perkembangan ke arah eksternal locus of

control

3. Tingkat Kepatuhan

a. Pengertian

Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti,

disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Sari (2011), adalah tingkat

perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan pengobatan, misalnya

dalam menentukan kebiasaan hidup sehat dan ketetapan berobat. Menurut

sacket (Ester,2008), kepatuhan pasien adalah sejauh mana perilaku pasien

sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.

Secara umum, istilah kepatuhan (compliance atau adherence)


18

didefinisikan sebagai ukuran sejauh mana pasien mengikuti instruksi-

instruksi atau saran medis (Sabate, 2005; Dusing, Lottermoser &

Mengden, 2005).

Kepatuhan adalah suatu perubahan perilaku dari perilaku yang

tidak mentaati peraturan ke perilaku yang menaati peraturan (Notoatmojo

2012). Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan

ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.

Berdasarkan beberapa definisi para ahli, maka dapat disimpulkan

bahwa kepatuhan adalah perilaku pasien taat dan disiplin dalam mengikuti

seluruh instruksi-instruksi yang diberikan oleh professional kesehatan

yang berhubungan dengan pengobatan yang sedang dijalani.

b. Jenis Kepatuhan

Menurut Snider dikutip Aditama (dalam Khoiriyah, 2009)

menyatakan bahwa salah satu indikator kepatuhan dalam pengobatan

Hipertensi adalah datang atau tidaknya penderita setelah mendapat anjuran

untuk kontrol kembali. Seseorang penderita akan dikatakan patuh jika

dalam proses pengobatan penderita meminum obat sesuai dengan aturan

paket obat dan tepat waktu dalam pengambilan obat.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan (Notoatmojo, 2012)

yaitu:

1) Pemahaman tentang instruksi

Tidak seorang pun yang mematuhi instruksi jika dirinya salah

paham tentang instruksi yang diberikan. Hal ini disebabkan karena


19

kesalahan dalam memberikan informasi, penggunaaan istilah-

istilah medis dan memberikan banyak instruksi yang harus diingat

oleh penderita.

2) Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan,

sepanjang pendidikan tersebut diperoleh secra mandiri lewat

tahapan-tahapan tertentu.

3) Kesakitan dan pengobatan

Perilaku kepathan lebih rendah untuk penyakit kronis (karena

tidak ada akibat buruk yang segera dirasakan atau resiko yang

jelas), saran mengenai gaya hidup dan kebiasaan lama, pengobatan

yang kompleks , pengobatan dengan efek samping.

4) Keyakinan, sikap, dan kepribadian

Kepribadian antara orang yang patuh dan orang yang gagal

berbeda. Orang yang tidak patuh adalah orang yang mengalami

depresi, ansietas, sangat tidak memperhatikan kesehatannya,

memiliki kekuatan ego yang lemah, memiliki kehidupan sosial

yang lebih rendah, dan memusatkan perhatian kepada dirinya

sendiri.

5) Dukungan keluarga

Dukungan keluarga dapat menjadi faktor yang dapat berpengaruh

dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta

menentukan program pengobatan yang akan mereka terima.


20

Keluarga juga memberi dukungan dan membuat keputusan

mengenai perawatan kepada anggota keluarga yang sakit.

Seseorang yang tidak mendapatkan pendampingan dari orang lain,

mengalami isolasi sosial, akan berpengaruh terhadap kepatuhan.

6) Tingkat ekonomi

Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk

memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi adakalanya

seseorang yang sudah pensiun dan tidak bekerja biasanya ada

sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai

semua program pengobatan dan perawatan sehingga belum tentu

tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami

ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi menengah ke atas

terkadang mengalami ketidakpatuhan.

7) Dukungan sosial

Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi ansietas yang

disebabkan oleh penyakit tertentu, mereka dapat menghilangkan

ketidakpatuhan dan mereka seringkali dapat menjadi kelompok

pendukung untuk mencapai kepatuhan.

d. Alat Ukur Tingkat Kepatuhan

Pada penelitian ini akan digunakan metode pengisian ulang dan

penggunaan kuesioner. Total pertanyaan berjumlah dua belas pertanyaan

yang berhubungan dengan kepatuhan pasien dalam meminum obat, waktu

minum obat, jumlah obat yang diminum serta pemeriksaan ulang ke


21

Puskesmas. Kuesioner ini memiliki model skor patuh dengan nilai 1 dan

tidak patuh dengan nilai 0 tiap masing-masing pertanyaan.

4. Hipertensi

a. Pengertian

Tekanan darah adalah sejumlah tenaga yang dibutuhkan untuk

mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Sepanjang hari, tekanan darah akan

berubah-ubah tergantung dari aktivitas tubuh. Latihan yang berat dan

stres cenderung meningkatkan tekanan darah. Sementara itu, dalam

keadaan berbaring atau istirahat, tekanan darah akan turun kembali. Hal

itu merupakan peristiwa yang normal. Jika tekanan darah tinggi atau

hipertensi (Palmer, A & Williams, B. 2007).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana

seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal dalam

jangka waktu yang lama. Indikatornya adalah bila diperiksa dengan

sphygmomanometer, angka tekanan darah menunjukan di atas 140/80

mmHg. Angka 140 menunjukan angka sistolik, artinya tekanan terhadap

dinding arteri setiap waktu jantung berkontraksi dan angka 80

menunjukan angka diastolik, artinya tekanan di dalam arteri sewaktu

jantung relaksasi (Palmer, A & Williams, B. 2007).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi berarti ada tekanan yang

tinggi di dalam pembuluh darah arteri. Arteri merupakan pembuluh darah

yang membawa darah dari jantung menuju ke seluruh jaringan dan organ
22

tubuh. Jadi darah tinggi bukanlah tekanan emosi yang berlebihan

meskipun kondisi ini bisa memicu kenaikan tekanan darah. Dengan

menggunakan alat yang bernama tensimeter, bisa diketahui seberapa

tinggi atau rendahnya tekanan darah. Jika tekanan darahnya lebih dari

140/90 mmHg sudah bisa dikatakan hipertensi (Palmer, A & Williams, B.

2007).

b. Penyebab Hipertensi

Beberapa penyebab yang membuat tekanan darah diatas 140/90

mmHg adalah (Palmer, A & Williams, B. 2007):

1) Gaya hidup modern

Kerja keras penuh tekanan yang mendominasi gaya hidup masa

kini menyebabkan stress berkepanjangan, kondisi ini memicu

berbagai penyakit seperti sakit kepala, sulit tidur, maag, jantung

dan hipertensi gaya hidup modern cenderung membuat

berkurangnya aktivitas fisik (olahraga), konsumsi alkohol tinggi,

minum kopi, dan merokok. Semua perilaku tersebut merupakan

pemicu naiknya tekanan darah.

2) Pola makan tidak sehat

Tubuh membutuhkan natrium untuk menjaga keseimbangan cairan

dan mengatur tekanan darah. Tetapi bila asupannya berlebihan,

tekanan darah akan meningkat akibat adanya retensi cairan dan

bertambahnya volume darah.


23

3) Obesitas

Saatasupan natrium berlebih, tubuh sebenarnya bisa membuangnya

melalui air seni. Tetapi proses ini bisa terhambat karena kurang

minum air putih, berat badan berlebih, kurang gerak atau ada

keturunan hipertensi maupun diabetes. Berat badan yang berlebih

membuat aktivitas fisik menjadi berkurang. Akibatnya, jantung

bekerja lebih keras untuk memopa darah.

c. Gejala Hipertensi

Pada umumnya gejala hipertensi antara lain (Palmer, A &

Williams, B. 2007): pusing, mudah marah, telinga berdenging, mimisan

(jarang), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat ditekuk, mudah lelah ,dan

mata berkunang-kunang

d. Jenis hipertensi

Hipertensi digolongkan menjadi dua yaitu (Palmer, A & Williams,

B. 2007):

1) Hipertensi primer atau esensial

Merupakan hipertensi yang belum diketahui penyebabnya. Dari

sejumlah penderita hipertensi secara umum, 90 % termasuk di

dalam golongan ini. Faktor pemicu terjadinya hipertensi primer

adalah karena faktor bertambahnya usia, stres psikologis yang

berkepanjangan, keturunan (hereditas), gangguan pada fungsi

jantung dan pembuluh darah sehingga dapat memicu peningkatan


24

tekanan darah. Umumnya penderita hipertensi jenis ini tidak

merasakan gejala apapun.

2) Hipertensi sekunder

Merupakan hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya. Dari

total penderita hipertensi, 10 % dari golongan hipertensi sekunder.

Penyebab hipertensi sekunder yaitu gangguan pada endokrin

(adrenal, tiroid, hipofisis, dan paratiroid), penyakit ginjal,

kelaianan hormonal, obat oral kontrasepsi.

e. Klasifikasi Hipertensi

Menurut WHO (World Health Organization), klasifikasi tekanan

darah tinggi sebagai berikut:

1) Tekanan darah normal, yakni sistolik ≤ 140 mmHg dan diastolik ≤

90 mmHg.

2) Tekanan darah perbatasan, yakni sistolik 141-149 mmHg dan

diastolik 91-94 mmHg.

3) Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni sistolik ≥ 160 mmHg

dan diastolik ≥ 95 mmHg.


25

B. Kerangka Teori

Kerangka teori merupakan bagian dari tinjauan pustaka yang di

tuangkan secara skematis yang menjelaskan variabel-variabel yang

mempengaruhi variabel terikatnya. Selain itu kerangka teori juga menjadi

pedoman untuk membaca pustaka. Adapun kerangka teori dari penelitian ini

adalah:

Patuh
terhadap
berobat
Dukungan Health Locus of Kepatuhan
keluarga Control

Tidak Patuh
terhadap
berobat
1. Dimensi 1. Keberuntungan, 1. Pemahaman tentang
emosional, 2. Nasib,
instruksi
2. Penghargaan, 3. Kesempatan,
3. Instrumental, 4. Kekuasaan 2. Tingkat Pendidikan
4. Informasi. 5. Orang lain,
3. Kesakitan dan
6. Kondisi yang lain
yang dapat Pengobatan
dikuasai.
4. Keyakinan, sikap dan
kepribadian
5. Dukungan keluarga
6. Tingkat ekonomi
7. Dukungan sosial

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Hubungan Dukungan Keluarga dan Health Locus Of Control
Dengan Tingkat Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi (Modifikasi
Notoatmojo, 2005
yang dimodifikasi).
26

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan bagian dari kerangka teori dan biasanya

hanya berkonsetrasi pada bagian dari kerangka teori. Adapun kerangka

konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Faktor Predisposisi (Predisposing Factors):


 Pemahaman tentang instruksi
 Tingkat Pendidikan
 Kesakitan dan Pengobatan
 Keyakinan, sikap dan kepribadian
 Dukungan Keluarga

 Tingkat Ekonomi
 Tingkat Sosial
Tingkat kepatuhan
pengobatan pasien
Hipertensi

Health Locus of Control

1. Internal health locus of control


2. Eksternal health locus of control

Keterangan : = diteliti

= tidak diteliti

= alur

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Hubungan Dukungan Keluarga dan Health Locus Of

Control Dengan Tingkat Kepatuhan Berobat Penderita Hipertensi


27

D. Perumusan Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pernyataan penelitian. Hipotesis merupakan suatu pernyataan asumsi tentang

hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa menjawab suatu

pertanyaan dalam penelitian (Nursalam, 2008). Hipotesis dalam penelitian ini

yaitu:

Ha:

- Ada Hubungan dukungan keluaraga dengan tingkat kepatuhan berobat

penderita hipertensi.

- Ada Hubungan health locus of control dengan tingkat kepatuhan berobat

penderita hipertensi.

E. Desain Penelitian

Berdasarkan tujuan, maka peneliti menggunakan jenis survey analitik

deskritif yaitu menganalisis hubungan dukungan keluarga dan health locus of

control dengan tingkat kepatuhan berobat penderita Hipertensi.

Metode pendekatan pada penelitian ini menggunakan pendekatan cross-

sectional (hubungan dan asosiasi). Pada dasarnya rancangan ini variabel

independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat, jadi tidak ada

tindak lanjut. Tentunya tidak semua subjek penelitian harus diobservasi pada

waktu yang sama, akan tetapi baik variabel dependen maupun variabel

independen dinilai hanya satu kali saja. Dengan studi ini diperoleh prevalensi atau

efek suatu fenomena dihubungkan dengan penyebab (Nursalam, 2008).

Anda mungkin juga menyukai