“Locus” (jamak “loci”) dalam bahasa latin berarti tempat atau lokasi sedangkan “control”
berarti kendali. Konsep tentang pusat kendali (locus of control) pertama kali dikemukakan oleh Julian
B. Rotter, seorang ahli teori pembelajaran sosial (sosial learning theory) pada tahun 1966. Rotter
memperluas gagasan dari Albert Bandura (1925) tentang determinisme timbal balik (reciprocal
determinism), dan ia mengembangkan istilah locus of control untuk menggambarkan bagaimana
individu memandang hubungan mereka dengan lingkungan (Corner & Norman, 2005). Pada tahun
1966, Rotter mempublikasikan artikel yang ditulis bersama muridnya dalam Psychological
Monographs yang berisi rangkuman penelitian selama satu dekade. Dalam artikel ini, Rotter
membahas harapan umum seseorang yang dikendalikan oleh dirinya sendiri atau dari luar dirinya
(Lau, 1982).
Locus of control merupakan salah satu variabel kepribadian (personility) yang didefinisikan
sebagai gambaran keyakinan individu terhadap mampu tidaknya mengontrol nasibnya (destiny)
sendiri akibat pengalaman selama hidup atau penguatan dari luar dirinya (Kreitner dan Kinicki, 2005).
Pengertian lainnya, Locus of control didefinisikan sebagai keyakinan individu bahwa mereka mampu
mengontrol peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya (internal locus of control) atau keyakinan
individu bahwa lingkunganlah yang mampu mengontrol peristiwa-peristiwa dalam kehidupannya
(external locus of control) (Sumawan, 2005). Berdasarkan uraian-uraian definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa Locus of Control adalah kecenderungan keyakinan seseorang terhadap sebab
terjadinya suatu peristiwa dalam kehidupannya. Locus of control ini kemudian dikaitakan dengan
keyakinan individu yang menimbulkan sebuah perilaku yang berhubungan dengan kesehatannya yang
dikenal dengan health locus of control.
Health Locus of Control pertama kali dipopulerkan pada tahun 1970 oleh Wallston, melihat
sejauh mana individu percaya bahwa kesehatan mereka dikendalikan oleh faktor internal atau
eksternal (Mackey, 1999). Menurut Morowatisharifabad et al, 2009, mendefinisikan Health Locus of
Control sebagai harapan umum mengenai kesehatan seseorang yang dikendalikan oleh perilakunya
atau diluar dirinya.
Komponen HLoC terbagi menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Kemudian Wallston et al
(dalam Conner & Norman, 2005) mengembangkan HLoC menjadi multidimensi. Multidimensi HLoC
membedakan faktor eksternal menjadi faktor lingkungan (Powerful Others Health Locus of Control)
dan faktor keberuntungan (Chance Health Locus of Control). Multidimensi ini mencoba mengukur
pemahaman manakah yang lebih dominan dalam diri individu melalui tiga dimensi tersebut.
1. Faktor internal (Internal Health Locus of Control) mendasari bahwa individu percaya bahwa
keseluruhan kesehatannya berada di bawah tanggung jawab dirinya sendiri. Individu yang
memiliki HLoC internal, dia akan menyadari pentingnya kesehatan bagi dirinya. Tanpa ada
paksaan dari luar, dirinya sudah mengerti hal-hal yang harus dilakukan dalam memelihara
kesehatannya. Sebagai contoh saat seseorang sakit sariawan, dia merasa bahwa penyebab
penyakitnya adalah karena seseorang tersebut kurang asupan vitamin C dalam tubuhnya
(Wida, 2014)
2. Faktor lingkungan (Powerful Others Health Locus of Control), individu meyakini bahwa
orang lain atau lingkungan sekitarnya memegang peranan penting dalam menentukan
kesehatan dirinya. Sebagai contoh apabila seseorang jatuh sakit maka kesalahan ada pada
orang lain dan dia menganggap bahwa sembuh tidaknya dirinya dari penyakit bergantung
pada dokter, perawat, ataupun keluarga yang merawatnya. Seseorang dengan dimensi ini
memeliki ketergantungan pada orang lain dan enggan mengambil inisiatifnya sendiri untuk
menjaga kesehatnnya (Wida, 2014).
3. Faktor keberuntungan (Chance Health Locus of Control), individu percaya bahwa semua
yang berhubungan dengan kesehatannya merupakan masalah takdir dan keberuntungan. Diri
sendiri dan orang lain tidak memiliki pengaruh pada kesehatan mereka. Seseorang tersebut
menganggap bahwa apapun yang ia lakukan tidak berdampak apapun pada kesehatannya.
Sebagai contoh seorang perokok menganggap bahwa rokok tidak berdampak buruk bagi
kesehatannya. Jika memang dia jatuh sakit atau meninggal itu semua adalah takdir yang harus
diterimanya bukan karena dia seorang perokok dan apabila dia tidak memiliki masalah
pernapasan dibandingkan dengan orang yang tidak merokok, itu semua adalah keberuntungan
yang dia dapatkan (Wida, 2014).
Conner, Mark & Paul Norman. (2005). Predicting Health Behavior (2nd Edition). New York: Open
University Press.
Kreitner dan Kinicki. 2005. Perilaku Organisasi, buku 1 Jakarta : Salemba Empat
Lau, R.R. 1982. Origins of Health Locus of Control Beliefs. Journal of Personality and Social
Psychology. Vol. 42, No. 2, 322-334
Mackey, A. (1999). Power, Pessimism & Prevention: The Impact of Locus of Control on Physical
Health. http://www.units.miamoh.edu/psybersite/control/health.shtml Diakses pada tanggal 5 April
2019 pukul 13.25 WIB
Rotter, J.B. 1975. Some Problems And Misconceptions Related To The Construct Of Internal Versus
External Control Of Reinforcement. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 43: 56-67
Sumawan. 2005. Hubungan Antara Lokus Kendali, Pemahaman Informasi Karier, Pretasi Akademik
dengan Kematangan Karier Siswa SMA Negeri Kota Malang. Tesis. Malang: Program Pascasarjana
Universitas Negeri Malang.