Pengertian Albinisme
Secara etimologi, albinisme berasal dari kata albus dalam bahasa latin yang artinya putih. Albinisme adalah kelainan bawaan
berupa ketiadaan atau kekurangan pigmen melanin di kulit, rambut dan mata. Oleh karena itu, albinisme kadang-kadang disebut
juga dengan istilah akromia, akromasia, atau akromatosis ( a = tidak, chroma = warna ).
Klasifikasi Albino
Secara umum, ada 2 tipe albinisme yaitu :
1. Oculocutaneous albinism (OCA)
Albino jenis ini adalah albino yang sering kita temui pada penderita albino. yaitu kehilangan pigmen pada mata, kulit, dan
rambut.
a) OCA 1
OCA 1 adalah gangguan hasil dari mutasi pada gen tirosinase ditemukan pada kromosom 11. Beberapa jenis mutasi pada
gen tirosinase bertanggung jawab untuk memproduksi 2 jenis OCA 1 (OCA 1A dan OCA 1B). Mutasi dapat mengakibatkan tidak
aktif/ tidak tirosin (mutasi nol) atau dalam produksi enzim tirosin yang telah mengurangi aktivitas dari normal (mutasi bocor). Null
mutasi menghasilkan OCA 1A, sementara hasil mutasi bocor di OCA 1B. Karakteristik yang membedakan penting dari OCA 1 adalah
adanya hipopigmentasi ditandai pada saat lahir. Kebanyakan individu dengan OCA 1 memiliki rambut putih, kulit putih susu, dan
irides biru saat lahir. Para irides bisa sangat ringan biru dan tembus, sehingga seluruh iris muncul merah muda atau merah dalam
cahaya ambient atau terang. Namun, dengan usia, irides biasanya menjadi biru gelap dan mungkin tetap bening atau berpigmen ringan,
dengan tembus berkurang.
b) OCA 2
OCA 2 (tirosin-positif OCA) adalah jenis yang paling umum dari albinisme di semua ras. Gangguan ini juga resesif
autosomal, tapi dikodekan pada kromosom yang berbeda dari OCA 1 (pita 15q11-13). Dalam OCA 1, mutasi genetik mempengaruhi
gen coding untuk tirosinase, namun OCA 2 mutasi genetik mempengaruhi gen coding untuk protein P dan tirosinase adalah normal.
Hal ini mendalilkan bahwa gen ini mengkode P manusia untuk protein membran mela nosomal terlibat dalam transportasi dari tirosin.
Spektrum fenotipik OCA 2 bervariasi, mulai dari pigmentasi absen pigmentasi hampir normal. Meskipun gen tirosinase normal,
kebanyakan orang albino tipe 2 tidak memiliki pigmen hitam (eumelanin) di kulit, rambut, atau mata saat lahir. Akibatnya, pigmen
hampir tidak ada pada saat lahir, sehingga kadang-kadang dibedakan dari OCA 1. Namun, pigmentasi cenderung ber kembang dengan
usia. Mekanisme yang tepat dari keterlambatan dalam albinisme tidak diketahui. Intensitas akumulasi pigmen tergan tung pada latar
belakang ras pasien.
c) OCA 3
OCA 3 (sebelumnya dikenal sebagai red / rufous OCA) disebabkan oleh mutasi pada gen manusia coding untuk TRP-1.
Sebuah mutasi pada posisi ini menyebabkan bulu menjadi coklat daripada hitam. Pada manusia, pembentukan TRP-1 tidak sepenuh
nya dipahami. Namun, ia bertindak sebagai protein regulator dalam produksi melanin hitam (eumelanin). Dengan mutasi, sebuah
disregulasi berikutnya tirosinase terjadi, dan coklat pigmen disintesis bukan pigmen hitam.
2. Oscular Albinism
Albino jenis ini hanya kehilangan pigmen pada mata, sedangkan pada rambut dan kulit mereka normal. Tetapi ada juga
yang memiliki penampilan warna mata normal biarpun mata mereka tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Kategori Albino
a. Albino tirosinase positif
Enzim tirosinase ada, namun melanosit (sel pigmen) tidak mampu untuk memproduksi melanin karena alasan tertentu yang
secara tidak langsung melibat kan enzim tirosinase.
b. Albino tirosinase negative
Enzim tirosinase tidak diproduksi atau versi non fungsional diproduksi. Albinisme merupakan cacat menurun dimana
seseorang tidak mempunyai tirosin yang akan diubah menjadi pigmen melanin. Akibatnya alis, rambut, dan kulit tampak putih
(albino), dan matanya peka terhadap cahaya. Gen yang menyebabkan albino bersifat resesif, sedangkan alel dominannya
mengendalikan sifat normal. Seorang anak albino lahir dari pasangan suami isteri yang masing – masing membawa gen albino
(carrier) (Elrod S, 2002).
P1 : (normal) AA X aa (albino)
Gamet : A a
F1 : Aa (normal)
P2 : (normal) Aa X Aa (normal)
Gamet : A, a A, a
F2 : AA, Aa, aA = Normal
aa, = Albino
Jadi dari perkawinan seorang pria normal dengan wanita normal yang keduanya heterozigot menghasilkan keturunan dengan
rasio fenotip normal : albino = 3 : 1.
Contoh dalam populasi:
Dalam suatu populasi 1000 orang terdapat 50 orang menderita albino (aa). Tentukan perbandingan antara homozigot dominan
(AA), heterozigot (Aa), dan homozigot resesif (aa) yang menunjukkan populasi seimbang menurut Hardy-Weinberg!
Frekuansi gen albino: p2 + 2pq + q2 = 1
Dari hasil perhitungan menggunakan rumus Hardy-Weinberg, dapat diimplikasikan dalam populasi penduduk untuk
mengurangi jumlah angka penderita albino di Indonesia dengan melalui frekuensi gen yang sudah di dapat. Dalam hal ini digunakan
Hukum Hardy-Weinberg. Dimana Hukum Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam suatu
populasi adalah konstan. Arti konstan yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi ke generasi lainnya kecuali apabila
terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang mengganggu kesetimbangan tersebut.
Pengaruh-pengaruh tersebut meliputi perkawinan tak acak, ada mutasi, ada seleksi, ada migrasi, ukuran populasi terbatas,
hanyutan genetik, dan aliran gen. Oleh karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg sangatlah tidak mungkin terjadi di alam.
Kesetimbangan genetik adalah suatu keadaan ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur perubahan genetik.
Frekuensi alel yang statis dalam suatu populasi dari generasi ke generasi mengasumsikan adanya perkawinan acak, tidak adanya
mutasi, tidak adanya migrasi ataupun emigrasi, populasi yang besarnya tak terhingga, dan ketiadaan tekanan seleksi terhadap sifat-
sifat tertentu.
2. Penyebab Albino
Penyakit Albino disebabkan karena defisiensi enzim tyrosinase yang diturunkan secara genetik dan bisa juga disebabkan oleh
perkawinan silang antara mahkluk hidup yang menghasilkan gen homozygot resesif. Enzim tyrosinase yang dapat menyebabkan tidak
terbentuknya pigmen pada mahkluk hidup, khususnya pada manusia yang menyebabkan tidak terbentuknya pigmen kulit dan rambut.
Penyakit ini tidak bisa di sembuhkan karena penyakit albino merupakan penyakit yang diturunkan oleh gen.
Albinisme adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan, kelainan ini disebab kan karena kurang atau tidak adanya pigmen
melanin di dalam kulit. Keadaan tersebut bersifat genetik atau diwariskan. Albino ada lah murni penyakit kelainan genetik, bukan
penyakitinfeksi dan tidak dapat ditularkan memalui kontak fisik ataupun melalui transfusi darah. Sebenarnya albino adalah panyakit
perpaduan gen resesif pada orang tua dan menjadi gen dominan pada anak mareka. Gen resesif sendiri adalah gen yang tidak muncul
pada diri kita sedangkan gen dominan adalah gen yang muncul pada diri kita dan menjadi sifat fisik dari kita. Jika seseorang memiliki
satu gen normal dan untuk pigmentasi satu gen untuk albinisme, ia akan memiliki informasi yang cukup genetik untuk membuat
pigmen normal dan tidak akan menderita penyakit tersebut. Ketika kedua orang tua membawa gen dan tidak satu pun dari mereka
memiliki albinisme (opera tor), maka ada kemungkinan 25% bahwa bayi akan lahir dengan albinisme. Jenis warisan disebut warisan
resesif autosomal. Di sisi lain dua orang dengan albinisme tidak akan secara otomatis menghasilkan seorang anak albino meskipun
risiko beberapa kali lebih tinggi.
Jumlah manusia penderita albino di seluruh dunia beragam. Albino di Tanzania, Afrika Timur, adalah negara yang memiliki
penderita Albino terbanyak di dunia, yakni sekitar 200.000 jiwa. Ini sama halnya lebih banyak dari penderita di negara lain.
Disebagian besar negara, penderita albino hanya sekitar 1 orang per 20.000 penduduk. Sedangkan di Denmark, sekitar 1orang pen
derita per 60.000 penduduk. Dan di Afrika, 1 orang penderita albino per 5000 penduduk.
3. Ciri-Ciri dan Gejala Penyakit Albino
4. Persentase Kehidupan
Di Tanzania, harapan hidup rata-rata untuk penderita albino yaitu sekitar 30 tahun, karena resiko kanker kulit dan serangan dari
orang lain.
5. Penanganan
Penyakit albino/bule adalah suatu kondisi penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi ada beberapa perlakuan yang dapat
dikerjakan untuk memperingan gejala penyakit tersebut. Berikut penjelasannya,
KRETINISME
1. Pengertian
Kretinisme merupakan suatu gangguan akibat kekurangan hormone tiroid yang disebabkan karena kurangnya iodium pada
masa awal setelah bayi dilahirkan. Penderita kelainan ini mengalami kelambatan dalam perkembangan fisik maupun mentalnya.
Kretinisme dapat diderita sejak lahir atau pada awal masa kanak-kanak (Green, 2002).
Kretin terdiri dua macam, yaitu kretin sporadik dan kretin indemik, yang sepintas lalu tampak sama tetapi sebenarnya
berbeda simptomatologinya (Kumorowulan, 2010).
1. Kretin sporadik
Kretin sporadik atau dikenal juga sebagai hipotiroid kongenital berbeda dengan kretin endemik. Etiologi kretin sporadik bukan
karena defisiensi yodium tetapi kelenjar tiroid janin yang gagal dlam memproduksi hormon tiroid secara cukup karena berbagai
macam sebab. Kretin Sporadik ialah terdapatnya penderita-penderita kretin pada daerah yang bukan endemik goiter (daerah gondok
endemik). Jadi pada penderita kretin sporadik tidak pernah terjadi kekurangan Iodine sejak mulai hidupnya, tetapi terjadi gangguan
faal dari glandula thyroid.
Menurut Krupp-chatton (1973) dikatakan bahwa penderita kretin sporadik akan terdapat glandula thyroid yang mengalami
rudimenter. Jadi pada penderita kretin sporadik ini yang sangat jelas dan menonjol adalah gejala-gejala hypothyroidisme.
2. Kretin endemik
Menurut Djokomoeljanto (1974) terjadinya kretin endemik disebabkan oleh karena kekurangan lodine selama kehamilan dan saat-
saat berikutnya, tetapi tak selalu menyebabkan hypothyroidisme post—natal. Umumnya terdapat di daerah gondok endemik. ini
berarti bahwa selama dalam kandungan anak telah mengalami cidera dan setelah lahir anak tersebut dapat saja mempunyai hormon
thyroid yang cukup untuk pertumbuhan selanjutnya. Cidera di dalam kandungan ini dapat menyebabkan gangguan neurologik yang
lebih luas misalnya : paresis, mata juling, gangguan waktu berjalan dan sebagainya.
Kretin endemik adalah istilah gabungan untuk beberapa perkembangan yang abnormal, yang secara geografik kebetulan
bersamaan dengan adanya gondok endemik dan disebabkan oleh laesi yang didapat sebelum atau segera sesudah kelahiran. Lebih
tepat didefinisikan sebagai ekses dari kelainan- kelainan yang ditemukan pada populasi gondok yang tidak mendapat pencegahan yang
cukup terhadap gondok. (Symposium Penyakit Kelenjar Gondok 1975). Syndrom kretin endemik dapat dikenal dari dua komponen
utama.
a. Type nervosa. Terdapat kerusakan pada susunan saraf pusat yang terdiri dari : Retardasi mental, Gangguan pendengaran type
perseptiv (tuli saraf), Kerusakan batang otak, dan Retardasi neuromotorik.
b. Type myxoedema. Pada type ini yang paling menyolok adalah tanda-tanda hypothyroid, yang berupa: Gangguan pertumbuhan,
Myxoedematosa, Rambut kering dan kasar, Tonus otot yang lembek, Penimbunan lemak di pangkal leher, sehingga leher
kelihatan, lebih pendek, Perut buncit dan sering terdapat Hernia Umbilicalis
Untuk membedakan kedua type tersebut diatas sangatlah sukar sekali, karena kita harus mengadakan pemeriksaan khusus serta
pemeriksaan laboratorium khusus. Menurut (Djokomoeljanto, 1974) dikatakan bahwa dalam penyelidikan-penyelidikan jarang
diketemukan type tersebut yang berdiri sendiri, tetapi biasanya diketemukan dalam bentuk campuran. Kretin endemik yang
disebabkan kekurangan yodium menyangkut 3 hal yaitu epidimologis, klinis dan pencegahannya. Secara epidimologis kretin endemik
selalu berhubungan dengan defisiensi yodium yang berat, dan secara klinis gejalanya disertai dengan defisiensi mental. Defisiensi
mental meliputi gejala neurologis yang terdiri atas gangguan pendengaran dan bicara, gangguan berjalan dan sikap berdiri yang klinis;
gejala yang menyolok lain adalah gangguan pertumbuhan (cebol) dan hipotiroidisme. Dari sisi pencegahan, kretin endemik dapat
dicegah dengan menggunakan yodium, dan jika hal ini dilakukan dengan adekuat maka terjadinya kretin endemik ini dapat dicegah.
2. Penyebab Kretinisme
Kretin endemik terdapat didaerah gondok endemik, dapat disebabkan oleh adanya defisiensi iodium pada saat masih dalam
kandungan atau tidak lama setelah anak dilahirkan (masa neonatal). Defisiensi iodium pada masa kehamilan tersebut selain dapat
mengakibatkan kretin, juga dapat berakibat abortus, lahir mati, cacat bawaan, meningkatnya angka kematian perinatal dan lain-lain.
Defisiensi iodium pada masa anak-anak dapat menyebabkan pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental dan
pertumbuhan fisik. Sedangkan pada orang dewasa berakibat pembesaran kelenjar gondok, hipotiroidi dan gangguan mental.
Dalam beberapa kasus, mungkin ada perbaikan atau kemerosotan( karena infeksi bakteri yang ditransfer).Creti jarang hidup lebih
dari 30-40 tahun, namun pada usia 30, pada kebanyakan pasien, gondok menjadi lebih kecil, bentuk kobaran berkurang. Perilaku
mereka menjadi agak lebih hidup. Di seluruh dunia prevalensi dari kretinisme sporadik atau hipotiroid kongenital mendekati
l:3000 dengan prevalensi tinggi sekali di daerah kekurangan yodium (l:900). Prevalensi di Asia Timur bervariasi dari 1:1000 sampai
1:6467. Sehingga bila dilihat dari jumlah penduduk maka bayi dengan kretinisme sporadic atau hipotiroid kongenital yang lahir tiap
tahun mendekati 40.000. Kretin endemic pada umumnya terdapat di daerah defisiensi Iodium yang sangat berat dengan median kadar
iodium urin < 25 ug/L (Kumorowulan, 2010). Prevalensi kretin di daerah defisiensi Iodium berat berkisar antara 1%-15%.
Hal ini tentu saja berdampak terhadap masalah kesehatan dan sumber daya manusia. Di Indonesiahasil skreening bayi baru lahir di
beberapa propinsi ditemukan bayi denganhipotiroid kongenital l (satu) diantara 4.305 bayi lahir hidup. Hasil penelitian Sunartini
(1999) pada 10.000 bayi baru lahir di daerah endemis kekurangan yodium di Yogyakarta dan sekitarnya ditemukan 8 bayi
dengan hipotiroid kongenital atau 1 diantara 1.250 bayi (Kumorowulan, 2010).
5. Penanganan
Pengobatan yang dianjurkan tergantung pada sebabnya. Pada umumnya seseorang dengan hipotiroid congenital perlu mendapat
substitusi dengan hormon tiroid selama hidupnya, yang dosisnya disesuaikan dengan kebutuhan dan usianya. Tentu tidak perlu segera
diberikan substitusi hormon pada kasus “transient hypothyroidism” sedangkan pada GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium)
cukup hanya diberikan iodium. Walaupun demikian kalau gangguan akibat GAKI sudah lama dan memberi atrofi pada kelenjar tiroid,
maka perlu dipertimbangkan diberi tiroksin.
Umur Dosis
Cara pemberian dimulai dengan dosis kecil 6-8 µg/kg BB pada bayi (pada anak yang lebih besar 4 µg/kg) selama 1-2 minggu. Lalu
dosis dinaikkan sampai mendekati dosis toksis (gejala hipertiroid), lalu diturunkan lagi sampai dosis diperkirakan optimal. Penilaian
dosis yang tepat ialah dengan menilai gejala klinis dan hasil laboritorium yaitu serum T3 dan T4. Tanda dosis berlebihan adalah anak
tidak bisa tidur, banyak berkeringat, gelisah, poliuria, takikardi, hipertensi, muntah dan diare. Biasanya perbaikan tampak setelah 7-12
hari. Dosis initial pada umumnya 100-150 µg/hari jarang yang melebihi 200 µg/hari. Kalau sampai melebihi 200 µg/hari, maka
diagnosis perlu dipertanyakan.
Saat ini dalam rangka penanggulangan GAKI nasional, pemerintah menggunakan “blood spof” TSH untuk memonitor
programnya pada neonatus didaerah rawan GAKI. Kalau memungkinkan, dianjurkan untuk melakukan neonatal TSH skrining untuk
mengetahui hipotiroid congenital, terutama pada bayi yang lahir di Rumah Sakit.