Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH DETEKSI DINI LETAK SUNGSANG DAN

DISTOSIA BAHU

OLEH
KELOMPOK 1

SUCI ANGGELLA (1610070130-003)


SINTIA RAMADANI (1610070130-005)
DIRA SUGANDA (1610070130-007)
RESNA (1610070130-003)
NUR ALPANA (1610070130-001)
ROSI ANUGRAH PUTRI (1610070130-002)

PROGRAM STUDI D3 JURUSAN KEBIDANAN


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur seraya dilimpahkan kehadirat-Nya yakni Allah SWT. Sehinga saya
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “DETEKSI DINI LETAK SUNGSANG DAN
DISTOSIA BAHU
”. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun tugas ini disusun guna memenuhi tugas yang diberikan oleh kepala ruangan
klinik bersalin puskesmas padang pasir.
Penulis menyadari makalah ini msaih sangat jauh dari sempurna.Untuk itu semua
saran dan kritik yang sifatnya membangun, penulis terima dengan tangan terbuka.
Besar harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi semua untuk menambah ilmu pengetahuan.
Aamiin ya rabb

Padang, 7 MEI 2018 Penyusun


SUCI ANGGELLA

DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………2
Daftar Isi……………………………………………………………………………3
Bab I Pendahuluan………………………………………………………………….
Latar Belakang………………………………………………………….4
Rumusan masalah .....................................................................................5
Bab II Pembahasan……………………………………………………………………

Bab III Penutup………………………………………………………………………..


3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………
3.2
Saran............................................................................................................
.
Daftar Pustaka…………………………………………………………………….
BAB 1
Latar Belakang

Letak sungsang

Persalinan adalah suatu moment yang menyenangkan sebagai suatu perjuangan


untuk menjalankan peranan sebagai wanita sekaligus peranan seorang ibu dengan
berbagai kemungkinan resiko, dalam hal ini ibu termasuk kategori ibu bersalin yang
beresiko tinggi karena kehamilan yang di alami ibu adalah kehamilan dengan letak
sungsang sehingga dalam proses persalinan bidan berperan memberikan motifasi
dan Asuhan Sayang Ibu, serta penerapan Lima Aspek Dasr atau Lima Benang Merah
yang penting dan saling terkait dalam asuhan yang bersih dan nyaman. Serta
pemantauan janin yang ketat diawali dari pemeriksaan kehamilan yang rutin.
Dengan demikian diharapkan depat mengurangi dan menangani morbiditas dan
mortalitas pada ibu bersalin, karena kejadian letak sungsang berkisar antara 2%-3%
bervariasi diberbagai tempat. Sekalipun kejadiannya kecil tetapi mempunyai penyulit
yang besar dengan angka kematian sekitar 20%-30%.
Padas letak kepala, kepala merupakan bagian terbesar lahir terlebih dahulu,
sedangkan persalinan letak sungsang justru kepala merupakan bagian dari bayi yang
lahir terakhir.

Persalinan kepala pada letak sungsang tidak mempunyai mekanisme “moulage”


karena susunan tulang dasar kepala yang rapat dan padat, sehingga hanya
mempunyai waktu 8 menit, setelah badan lahir. Keterbatasan waktu persalinan
kepala dan tidak mempunyai mekanisme moulage dapat menimbulkan kematian
bayi yang besar.

Persalinan letak sungsang dalam laporan ini, disebutkan banyak berpengaruh


terhadap ibu seperti : kemungkinan robekan pada perineum lebih besar, juga kiarena
dilakukan tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi
mudah terkena infeksi.

Terhadap janin bisa terjadi gangguan peredaran darah plasenta setelah bokong
lahir dan juga setelah perut lahir karena tali pusat terjepit antara kepala panggul dan
anak bisa menderita asfiksia. Yang mana pengaruh tersebut merupakan salah satu
penyebab angka morbiditas dan mortalitas maternal dan neonatal.

Distosia bahu

Distosia bahu merupakan presentasi kepala, kepala telah lahir tetapi bahu tidak
dapat dilahirkan dengan cara-cara biasa (Oxorn, 2003).

Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu saat
proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya manuver
obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi tidak berhasil
untuk melahirkan kepala bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah
kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan tidak
didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar
0,2-0,3% dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala (Prawirohardjo, 2009).
Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat digunakan
sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di suatu negara mencerminkan
tingginya resiko kehamilan dan persalinan. Berdasarkan Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI di Indonesia mencapai 228/100.000
kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 34/1000 kelahiran hidup umumnya
kematian terjadi pada saat melahirkan. Namun hasil SDKI 2012 tercatat, angka
kematian ibu melahirkan sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102
per seratus ribu kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu
kelahiran hidup.

Komplikasi yang bisa terjadi , yaitu tingginya angka kematian ibu dan besarnnya
resiko akibat distosia bahu pada saat persalinan maka fokus utama asuhan
persalinan normal adalah mencegah terjadinya komplikasi. Hal ini merupakan suatu
pergeseran paradigma dari sikap menunggu dan menangani komplikasi, menjadi
mencegah komplikasi yang mungkin terjadi. Pencegahan komplikasi selama
persalinan dan setelah bayi lahir akan mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta
bayi baru lahir (Depkes, 2004).

Sebagai tenaga kesehatan khususnya bidan yang dapat dilakukan adalah


mengupayakan agar setiap persalinan ditolong atau minimal di dampingi oleh bidan
dan pelayanan obstetrik sedekat mungkin pada ibu hamil, sehingga komplikasi dapat
terdeteksi lebih dini dan dapat ditangani sesegera mungkin.
Berdasarkan angka kejadian dan besarnya peran bidan dalam penanganan
komplikasi distosia bahu, maka penulis mengambil judul “Asuhan Kebidanan
Persalinan Patologis Dengan Distosia Bahu ”. Diharapkan dengan pelaksanan asuhan
kebidanan komprehensif dapat meningkatkan peran fungsi bidan dalam
menurunkan angka kematian ibu dan bayi yang disebabkan oleh distosia bahu
dengan upaya mencegah (preventif), mendeteksi dini komplikasi hingga menangani
komplikasi sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Defenisi Letak Sungsang dan Distosia Bahu
2. Etiologi Letak Sungsang dan Distosia Bahu
3. Patofisiologi Letak Sungsang dan Distosia Bahu
4. Tanda dan gejala terjadinya Letak Sungsang dan Distosia Bahu
5. Komplikasi Letak Sungsang dan Distosia Bahu
6. Faktor Resiko/bahaya Letak Sungsang dan Distosia Bahu
7. Pencegahan Letak Sungsang dan Distosia Bahu
8. Diagnosis Letak Sungsang dan Distosia Bahu
9. Penanganan Letak Sungsang dan Distosia Bahu

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui Defenisi Distosia Bahu
2. Mengetahui Etiologi
3. Mengetahui Patofisiologi
4. Mengetahui Tanda dan gejala terjadinya distosia bahu
5. Mengetahui Komplikasi
6. Mengetahui Faktor Resiko
7. Mengetahui Pencegahan
8. Mengetahui Diagnosis Distosia Bahu
9. Mengetahui Penanganan Distosia Bahu
10. Mengetahui Penatalaksanaan distosia bahu menurut Varney (2007)

1.4 MANFAAT
· Bagi Penulis
Makalah ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan yang didapat selama
perkuliahan serta dapat mengaplikasikan dalam penanganan kasus persalinan
dengan letak sungsang distosia bahu.
· Bagi Institusi
Makalah ini diharapkan mampu menjadikan acuan dan berguna untuk memberikan
informasi, pengetahuan dan ilmu baru bagi kemajuan di bidang kesehatan sebagai
bahan referensi guna pengembangan ilmu pengetahuan.

· Bagi Lahan Praktek


Makalah ini diharapkan dapat dijadikan gambaran informasi serta bahan untuk
meningkatkan manajemen kebidanan yang diterapkan oleh lahan praktek.

BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian

Letak sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di
fundus uteri dan bokong berada di bawah kavum uteri
(Ilmu Kebidanan, Sarwono)

JENIS – JENIS LETAK SUNGSANG LETAK SUNGSANG


1. Letak bokong murni: presentasi bokong murni, dalam bahasa Inggris “frank
breech”. Bokong saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua tungkai lurus
ke atas.
2. Letak bokong kaki (presentasi bokong kaki)/“complete breech”. Disebut letak
bokong kaki sempurna atau tidak sempurna jika disamping bokong teraba kedua
kaki atau satu kaki saja.
3. Letak lutut (presentasi lutut)
4. Letak kaki (presentasi kaki)
Tergantung pada terabanya kedua kaki atau lutut atau hanya teraba satu kaki atau
lutut disebut letak kaki atau lutut sempurna dan letak kaki atau lutut tidak sempurna.
Dari letak-letak ini letak bokong murni paling sering dijumpai. Punggung biasanya
terdapat di kiri depan. Frekuensi letak sungsang lebih tinggi pada kehamilan muda
dibandingkan dengan kehamilan aterm dan lebih banyak pada multigravida daripada
primigravida (Sulaeman, 1984).
Letak sungsang merupakan keadaan dimana bokong janin atau kaki berada di bagian
bawah kavum uteri (rongga rahim) (haryoga, 2008).

Klasifikasi

1. Letak bokong (Frank Breech)


Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas ( 75 % )
2. Letak sungsang sempurna (Complete Breech)
Letak bokong dimana kedua kaki ada disamping bokong (letak bokong kaki sempurna
/ lipat kejang )
3. Letak Sungsang tidak sempurna (incomplete Breech)
adalah letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki dan
lutut, terdiri dari :
· Kedua kaki : Letak kaki sempurna
· Satu kaki : Letak kaki tidak sempurna
· Kedua lutut : Letak lutut sempurna
· Satu lutut : Letak lutut tidak sempurna

Posisi bokong ditentukan oleh sakrum, ada 4 posisi :


· Left sacrum anterior (sakrum kiri depan)
· Right sacrum anterior (sakrum kanan depan)
· Left sacrum posterior (sakrum kiri belakang)
· Right sacrum posterior (sakrum kanan belakang)
2.2 Etiologi
Penyebab letak sungsang dapat berasal dari :
2.2.1 Sudut Ibu
a. Keadaan rahim
– Rahim arkuatus
– Septum pada rahim
– Uterus dupleks
– Mioma bersama kehamilan
b. Keadaan plasenta
– Plasenta letak rendah
– Plasenta previa
c. Keadaan jalan lahir
– Kesempitan panggul
– Deformitas tulang panggul
– Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala
2.2. Sudut Janin
Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang :
a. Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat
b. Hidrosefalus atau anensefalus
c. Kehamilan kembar
d. Hidramnion atau oligohidramnion
e. Prematuritas

2.3 PATOFISIOLOGI
Bayi letak sungsang disebabkan :
1. Hidramnion : anak mudah bergerak karena mobilisasi
2. Plasenta Previda : Menghalangi kepala turun ke panggul
3. Panggul Sempit : Kepala susah menyesuaikan ke jalan lahir
2.4TANDA DAN GEJALA
1. Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan ibu
sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.
2. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri.
3. Punggung anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan bagian-bagian kecil
pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang budar dan
lunak.
4. Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat

2.5Komplikasi Persalinan Sungsang Pervaginam

a. Komplikasi ibu
Perdarahan
Trauma jalan lahir
Infeksi
b. Komplikasi anak
1) Sufokasi / aspirasi :
Bila sebagian besar tubuh janin sudah lahir, terjadi pengecilan rongga uterus yang
menyebabkan gangguan sirkulasi dan menimbulkan anoksia. Keadaan ini
merangsang janin untuk bernafas dalam jalan lahir sehingga menyebabkan
terjadinya aspirasi.
2) Asfiksia :
Selain hal diatas, anoksia juga disebabkan oleh terjepitnya talipusat pada fase cepat
3) Trauma intrakranial:
Terjadi sebagai akibat :
· Panggul sempit
· Dilatasi servik belum maksimal (after coming head)
· Persalinan kepala terlalu cepat (fase lambat kedua terlalu cepat)
4) Fraktura / dislokasi:
Terjadi akibat persalinan sungsang secara operatif
· Fraktura tulang kepala
· Fraktura humerus
· Fraktura klavikula
· Fraktura femur
· Dislokasi bahu
5) Paralisa nervus brachialis yang menyebabkan paralisa lengan terjadi akibat
tekanan pada pleksus brachialis oleh jari-jari penolong saat melakukan traksi dan
juga akibat regangan pada leher saat membebaskan lengan.

Persalinan perabdominal: Sectio Caesar


Indikasi :
a. Janin besar
b. Janin “viable” dengan gawat janin
c. Nilai anak sangat tinggi ( high social value baby )
d. Keadaan umum ibu buruk
e. Inpartu tapi dengan kemajuan persalinan yang tidak memuaskan ( partus lama,
“secondary arrest“ dsbnya)
f. Panggul sempit atau kelainan bentuk panggul
g. Hiperekstensi kepala
h. Bila sudah terdapat indikasi pengakhiran kehamilan dan pasien masih belum
inpartu (beberapa ahli mencoba untuk mengakhiri kehamilan dengan oksitosin drip)
i. Disfungsi uterus (beberapa ahli mencoba untuk mengakhiri persalinan dengan
oksitosin drip)
j. Presentasi bokong tidak sempurna atau presentasi kaki
k. Janin sehat preterm pada pasien inpartu dan atau terdapat indikasi untuk segera
mengakhiri kehamilan atau persalinan.
l. Gangguan pertumbuhan intrauterine berat
m. Riwayat obstetri buruk
n. Operator tidak berpengalaman dalam melakukan pertolongan persalinan
sungsang spontan pervaginam
o. Pasien menghendaki untuk dilakukan sterilisasi setelah persalinan ini.
2.6 Penyebab terjadi
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah:
1 Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong,
2 air ketuban masih banyak dan kepala anak relatif besar
3 Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas
panggul.
4 Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang
sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
5 Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada, misalnya pada
panggulsempit, hidrosefalus, plasenta previa, tumor – tumor pelvis dan lain – lain.
Janin mudah bergerak,seperti pada hidramnion, multipara
Gemeli (kehamilan ganda)
Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.
Janin sudah lama mati.
Sebab yang tidak diketahui.

2.7faktor resiko / Bahaya persalinan sungsang

a. Anoksia intra dan ekstra uterin


b. Perdarahan intracranial
c. Fraktur dan dislokasi
d. Kerusakan otot dan syaraf terutama pada otot sterno mastoid dan fleksus
brachialis
e. Ruptur organ abdomen
f. Oedem genital dan memar atau lecet akibat capformation
Kejadian anomali kongenital tinggi pada bayi dengan presentasi atau letak sungsang
dan terutama pada BBLR.

2.8 Pencegahan
Sikap sewaktu hamil
Karena kita tahu bahwa prognosa bagi anak tidak begitu baik, maka usahakan
merubah letak janin dengan versi luar.
Tujuannya :
Untuk merubah letak menjadi letak kepala hal ini dilakukan pada primi
dengankehamilan 34 minggu, mulai dengan usia kehamilan 36 minggu dan tidak ada
panggul sempit, gemili atau plasenta previa.
Teknik :
Lebih dahulu bokong dilepaskan dari PAP dan ibu berada dalam posisi Trendelm Burg
Tangan kiri letakkan dikepala dan tangan kanan pada bokong
Putar ke arah muka atau perut janin
Lalu putar tangan kiri diletakkan dibokong dan tangan kanan dikepala
Setelah berhasil pasang gurita, observasi TTV, DDJ serta keluhan

Sikap Bidan Dalam Mengahadapi Letak Sungsang

Bidan yang menghadapi kehamilan dan persalinan letak sungsang sebaiknya :

1. Melakukan rujukan ke puskesmas, dokter keluarga atau dokter ahli untuk


mendapatkan petunjuk kepastian dalam lahir
2. Bila ada kesempatan, melakukan rujukan kerumah sakit untuk mendapatkan
pertolongan persalinan yang optimal
3. Bila terpaksa, melakukan pertolongan persalinan letak sungsang sebaiknya
bersama dokter
4. Klien harus diberikan KIE dan motifasi serta melakukan perjanjian tertulis
dalam bentuk Informed consent. (Prof. Dr. Ida Bagus Gde Manuaba, 199 8)

2.9. Diagnosis.
a. Palpasi: pemeriksaan Leopold di bagian bawah teraba bagian yang kurang keras
dan kurang bundar (bokong), sementara di fundus teraba bagian yang keras, bundar
dan melenting (kepala), dan punggung teraba dikiri atau kanan.
b. Auskultasi: DJJ (denyut jantung janin) paling jelas terdengar pada tempat yang
lebih tinggi dari pusat.
c. Pemeriksaan foto rontgen, USG, dan Foto Sinar -X : bayangan kepala di fundus
d. Pemeriksaan dalam: Dapat diraba os sakrum, tuber ischii, dan anus, kadang –
kadang kaki (pada letak kaki). Bedakan antara :
· Lubang kecil – Mengisap
· Tulang (-) - Rahang Mulut
· Isap (-) Anus – Lidah
· Mekoneum (+)
· Tumit - Jari panjang
· Sudut 90 derajat Kaki - Tidak rata Tangan siku
· Rata jari – jari - Patella (-)
· Patella Lutut
· Poplitea

2.10 PENANGANAN
TEHNIK PERTOLONGAN PERSALINAN SUNGSANG

Mekanisme Persalinan Sungsang Spontan Per Vaginam


Terdapat perbedaan dasar antara persalinan pada presentasi sungsang dengan
persalinan pada presentasi belakang kepala.
Pada presentasi belakang kepala, bila kepala sudah lahir maka sisa tubuh janin akan
mengalami proses persalinan selanjutnya dan umumnya tanpa kesulitan.
Pada presentasi sungsang, lahirnya bokong dan bagian tubuh janin tidak selalu dapat
diikuti dengan persalinan kepala secara spontan. Dengan demikian maka
pertolongan persalinan sungsang pervaginam memerlukan keterampilan khusus dari
penolong persalinan.
Engagemen dan desensus bokong terjadi melalui masuknya diameter bitrochanteric
bokong melalui diameter oblique panggul. Panggul anterior anak umumnya
mengalami desensus lebih cepat dibandingkan panggul posterior.
Pada saat bertemu dengan tahanan jalan lahir terjadi putar paksi dalam sejauh
450 dan diikuti dengan pemutaran panggul anterior kearah arcus pubis sehingga
diameter bi-trochanteric menempati diameter antero-posterior pintu bawah
panggul. Setelah putar paksi dalam, desensus bokong terus berlanjut sampai
perineum teregang lebih lanjut oleh bokong dan panggul anterior terlihat pada
vulva.
Melalui gerakan laterofleksi tubuh janin, panggul posterior lahir melalui
perineum. Tubuh anak menjadi lurus ( laterofleksi berakhir ) sehingga panggul
anterior lahir dibawah arcus pubis. Tungkai dan kaki dapat lahir secara spontan atau
atas bantuan penolong persalinan.
Setelah bokong lahir, terjadi putar paksi luar bokong sehingga punggung berputar
keanterior dan keadaan ini menunjukkan bahwa saat itu diameter bisacromial bahu
sedang melewati diameter oblique pintu atas panggul.
Bahu selanjutnya mengalami desensus dan mengalami putar paksi dalam sehingga
diameter bis-acromial berada pada diameter antero-posterior jalan lahir.
Segera setelah bahu, kepala anak yang umumnya dalam keadaan fleksi maksimum
masuk panggul melalui diameter oblique dan kemudian dengan cara yang sama
mengalami putar paksi dalam sehingga bagian tengkuk janin berada dibawah simfisis
pubis. Selanjutnya kepala anak lahir melalui gerakan fleksi.
Engagemen bokong dapat terjadi pada diameter tranversal panggul dengan sacrum
di anterior atau posterior. Mekanisme persalinan pada posisi tranversal ini sama
dengan yang sudah diuraikan diatas, perbedaan terletak pada jauhnya putar paksi
dalam ( dalam keadaan ini putar paksi dalam berlangsung sejauh 900 ).
Kadang-kadang putar paksi dalam terjadi sedemikian rupa sehingga punggung anak
berada dibagian posterior dan pemutaran semacam ini sedapat mungkin dicegah
oleh karena persalinan kepala dengan dagu didepan akan jauh lebih sulit bila
dibandingkan dengan dagu di belakang selain itu dengan arah pemutaran seperti itu
kemungkinan terjadinya hiperekstensi kepala anak juga sangat besar dan ini akan
memberi kemungkinan terjadinya “after coming head” yang amat besar.

PENATALAKSANAAN PERSALINAN
Selama proses persalinan, resiko ibu dan anak jauh lebih besar dibandingkan
persalinan pervaginam pada presentasi belakang kepala.
Pada saat masuk kamar bersalin perlu dilakukan penilaian secara cepat dan cermat
mengenai : keadaan selaput ketuban, fase persalinan, kondisi janin serta keadaan
umum ibu.
Dilakukan pengamatan cermat pada DJJ dan kualitas his dan kemajuan persalinan.
Persiapan tenaga penolong persalinan – asisten penolong persalinan - dokter anak
dan ahli anaesthesi.

Persalinan spontan pervaginam (spontan Bracht) terdiri dari 3 tahapan :


Fase lambat pertama:
· Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilikus (scapula).
· Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu ditangani secara
tergesa-gesa mengingat tidak ada bahaya pada ibu dan anak yang mungkin terjadi.
Fase cepat:
· Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut.
· Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi oklusi pembuluh
darah talipusat antara kepala dengan tulang panggul sehingga sirkulasi
uteroplasenta terganggu.
· Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus terselesaikan dalam 1 – 2 kali
kontraksi uterus (sekitar 8 menit).
Fase lambat kedua:
· Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.
· Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak boleh dilakukan
secara tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi kepala yang terlampau cepat yang
dapat menyebabkan perdarahan intrakranial.

DISTOSIA BAHU
3.1. Defenisi Distosia Bahu
Distosia bahu adalah kegagalan persalinan bahu setelah kepala lahir, dengan
mencoba salah satu metoda persalinan bahu ( Manuaba, 2001).
Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan manuver obstetrik
oleh karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil
untuk melahirkan bayi ( Prawirohardjo, 2009).
Distosia bahu merupakan kegawatdaruratan obstetri karena terbatasnya waktu
persalinan, terjadi trauma janin, dan komplikasi pada ibunya. Kejadiannya sulit
diperkirakan setelah kepala lahir, kepala seperti kura-kura, dan persalinan bahu
mengalami kesulitan (Manuaba, 2001).

3.2 Etiologi
1. Ibu mengalami diabetes mellitus. Kemungkinan terjadi makrosomia pada janin.
Makrosomia adalah berat badan janin lebih besar dari 4000 gram.
2. Adanya janin gemuk pada riwayat persalinan terdahulu
3. Riwayat kesehatan keluarga ibu kandung ada riwayat diabetes mellitus
4. Ibu mengalami obesitas sehingga ruang gerak janin ketika melewati jalan lahir
lebih sempit karena ada jaringan berlebih pada jalan lahir dibnding ibu yang tidak
mengalami obesitas.
5. Riwayat janin tumbuh terus dan bertambah besar setelah kelahiran.
6. Hasil USG mengindikasikan adanya makrosomia/janin besar. Dengan
ditemukannya diameter biakromial pada bahu lebih besar daripada diameter kepala.
7. Adanya kesulitan pada riwayat persalinan yang terdahulu
8. Terjadi Cephalo Pelvic Dispropotion (CPD) yaitu ketidak sesuaian antara kepala
dan panggul yang diakibatkan karena :
a. Diameter anteroposterior panggul dibawah ukuran normal
b. Abnormalitas panggul sebagai akibat dari infeksi tulang panggul (rakhitis) dan
kecelakaan.
9. Fase aktif yang lebih panjang dari keadaan normal. Fase aktif yang memanjang
menandakan adanya CPD.
10. Penurunan kepala sangat lambat atau sama sekali tidak terjadi penurunan
kepala.
11. Mekanisme persalinan tidak terjadi rotasi dalam (putar paksi dalam) sehingga
memerlukan tindakan forcep atau vakum. Hal ini menunjukkan adanya CPD dan
mengindikasikan pertimbangan dilaksanakan seksiosesarea. (Hakimi, 2003).

3.3. Patofisiologi
Pada mekanisme persalinan normal, ketika kepala dilahirkan, maka bahu memasuki
panggul dalam posisi oblik. Bahu posterior memasuki panggul lebih dahulu sebelum
bahu anterior. Ketika kepala melakukan paksi luar, bahu posterior berada di
cekungan tulang sakrum atu disekitar spina ischiadika, dan memberikan ruang yang
cukup bagi bahu anterior untuk memasuki panggul melalui belakang tulang pubis
atau berotasi dari foramen obturator. Apabila bahu berada dalam posisi
antero-posterior ketika hendak memasuki pintu atas panggul, maka bahu posterior
dapat tertahan promontorium dan bahu anterior tertahan tulang pubis. Dalam
keadaan demikian kepala yang sudah dilahirkan akan tidak dapat melakukan putaran
paksi luar, dan tertahan akibat adanya tarikan yang terjadi antara bahu posterior
dengan kepala (disebut dengan turtle sign) (Prawirohardjo, 2009).

3.4. Tanda dan gejala terjadinya distosia bahu


1. Pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada
distosia bahu kepala akan tertarik kedalam dan tidak dapat mengalami putar paksi
luar yang normal.
2. Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar.
Begitu pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obese.
3. Usaha untuk melakukan putar paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil
melahirkan bahu.

3.5. Komplikasi

1. Komplikasi Maternal
a. Perdarahan pasca persalinan
b. Fistula Rectovaginal
c. Simfisiolisis atau diathesis, dengan atau tanpa “transient femoral
neuropathy”
d. Robekan perineum derajat III atau IV
e. Rupture Uteri
f. Robekan perineum dan vagina yang luas

2. Komplikasi Fetal
a. Brachial plexus palsy
b. Fraktura Clavicle
c. Kematian janin
d. Hipoksia janin dengan atau tanpa kerusakan neurololgis permanen
e. Fraktura humerus
g. Paralisis plexus brachialis (Hakimi, 2003).

3.5. Faktor Resiko


Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian distosia bahu, yaitu:
1. Makrosomia/kelahiran sebelumnya bayi > 4 kg
2. Ibu Obesitas
3. Penambahan Berat Badan Berlebih
4. Panggul Sempit
5. Melahirkan dengan posisi setengah berbaring di tempat tidur dapat
menghambat gerakan koksik dan sakrum yang memperberat terjadinya “distosia
lahir-tempat tidur”
6. Diabetes maternal
7. Kala II Lama
8. Distosia bahu sebelumnya (Chapman, 2006)

3.6. Pencegahan
Upaya pencegahan distosia bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat
dilakukan dengan cara :
1. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal beresiko tinggi:
janin luar biasa besar (>5 kg), janin sangat besar (>4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin
besar (>4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang
memanjang dengan janin besar.
2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
3. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi.
4. Kenali adanya distosia bahu seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan
suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera pada
janin.
5. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia diketahui.
Bantuan diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalinan,
resusitasi bayi, dan tindakan anestesia (bila perlu).

3.7. Diagnosis Distosia Bahu


Distosia bahu dapat dikenali apabila didapatkan adanya:
1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan
2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi menekan vulva dengan kencang.
3. Dagu tertarik dan menekan perineum
4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan di
kranial simfisis pubis (Prawirohardjo, 2009)
3.8. Penanganan Distosia Bahu
Diperlukan seorang asisten untuk membantu, sehingga bersegeralah minta bantuan.
Jangan melakukan tarikan atau dorongan sebelum memastikan bahwa bahu
posterior sudah masuk ke panggul. Bahu posterior yang belum melewati pintu atas
panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan pada kepala. Untuk
mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul
tersebut, dapat dilakukan episiotomi yang luas, posisi McRobert, atau posisi
dada-lutut. Dorongan pada fundus juga tidak diperkenankan karena semakin
menyulitkan bahu untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptura uteri.
Disamping perlunya asisten dan pemahaman yang baik tentang mekanisme
persalinan, keberhasilan pertolongan dengan distosia bahu juga ditentukan oleh
waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH arteria umbilikalis dengan laju
0,04unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang sebelumnya tidak mengalamai
hipoksia tersedia waktu antara 4-5 menit untuk melakukan manuver melahirkan
bahu sebelum terjadi cedera hipoksik pada otak. Secara sistematis tindakan
pertolongan distosia bahu adalah sebagai berikut:

3.9 Diagnosis
Hentikan traksi pada kepala, segera memanggil bantuan

Manuver McRobert
(Posisi McRobert, episiotomi bila perlu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)

Manuver Rubin
(Posisi tetap McRobert, rotasikan bahu, tekanan suprapubik, tarikan kepala)
Lahirkan bahu posterior, atau posisi merangkak, atau Manuver Wood

1. Langkah pertama : Manuver McRobert


Manuver McRobert dimulai dengan memosisikan ibu dalam posisi McRobert, yaitu
ibu telentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut menjadi sedekat mungkinke
dada, dan rotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotomi yang
cukup lebar. Gabungan episiotomi dan posisi McRobert akan mempermudah bahu
posterior melewati promontorium dan masuk ke dalam panggul. Mintalah asisten
menekan suprasimfisis ke arah posterior menggunakan pangkal tangannya untuk
menekan bahu anterior agar mau masuk di bawah simfisis. Sementara itu lakukan
tarikan pada kepala janin ke arah posterokaudal dengan mantap.
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan
karena akan mencederai pleksus brakialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah
selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan persentasi kepala. Manuver ini
cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat
ringan sampai sedang (Prawirohardjo, 2009).
Gambar 1.1 Manuver McRobert
2. Langkah Kedua: Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit daripada
diameter oblik atau transversanya, maka apabila bahu dalam anteroposterior perlu
diubah menjadi posisi oblik atau transversanya untuk memudahkan melahirkannya.
Tidak boleh melakukan putaran pada kepala atau leher bayi untuk mengubah posisi
bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara langsung atau melakukan
tekanan suprapubik ke arah dorsal. Pada umumnya sulit menjangkau bahu anterior,
sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada bahu posteriornya. Masih
dalam posisi McRobert, masukkan tangan pada bagian posterior vagina, tekanlah
daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi oblik atau transversa.
Lebih menguntungkan bila pemutaran itu ke arah yang membuat punggung bayi
menghadap ke arah anterior (Manuver Rubin anterior) oleh karena kekuatan tarikan
yang diperlukan untuk melahirkannya lebih rendah dibandingkan dengan posisi bahu
anteroposterior atau punggung bayi menghadap ke arah posterior. Ketika dilakukan
penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat bahu
lebih abduksi, sehingga diameternya mengecil. Dengan bantuan tekanan
siprasimfisis ke arah posterior, lakukan tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan
mantap untuk melahirkan bahu anterior (Prawirohardjo, 2009).
3. Langkah ketiga: Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak, atau manuver
Wood
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu
posisi punggung bayi. Masukkan tangan penolong yang berseberangan dengan
punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan
kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atasdan buatlah sendi siku
menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan
bawah dan buatlah gerakan mengusap ke arah dada bayi. Langkah ini akan membuat
bahu posterior lahir dan memberikan ruang cukup bagi bahu anterior masuk ke
bawah simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis ke arah posterior, lakukan
tarikan kepala ke arah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu
anterior.
Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sandi sakroiliaka bisa
meningkatkan diameter sagital pintu atas panggul sebesar 1-2 cm dan pengaruh
gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi
telentang atau litotomi, sandi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya. Pasien
menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan kedua lututnya. Pada manuver ini
bahu posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan melakukan tarikan kepala.
Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar sebagai
uliran sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan mempermudah
melahirkannya. Manuver wood dilakukan dengan menggunakan dua jari tangan dan
berseberangan dengan punggung bayi yang diletakkan dibagian depan bahu
posterior menjadi bahu anterior. Bahu posterior dirotasi 180 derajat. Dengan
demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya berada di bawah
arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah
menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan mudah dapat
dilahirkan.
Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan selanjutnya adalah
melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pasca tindakan serta
perawatan pascatindakan. Perawatan pascatindakan termasuk menuliskan laporan
di lembar catatan medik dan memberikan konseling pascatindakan (Prawirohardjo,
2009).

3.10. Penatalaksanaan distosia bahu menurut Varney (2007)


a. Bersikap relaks. Hal ini akan mengkondisikan penolong untuk berkonsentrasi
dalam menangani situasi gawat darurat secara efektif.
b. Memanggil dokter. Bila bidan masih terus menolong sampai bayi lahir sebelum
dokter adatang, maka dokter akan menangani perdarahan yang mungkin terjadi atau
untuk tindakan resusitasi.
c. Siapkan peralatan tindakan resusitasi.
d. Menyiapkan peralatan dan obat-obatan untuk penanganan perdarahan.
e. Beritahu ibu prosedur yang akan dilakukan.
f. Atur posisi Mc Robert.

g. Cek posisi bahu. Ibu diminta tidak mengejan. Putar bahu menjadi diameter
oblik dari pelvis atau anteroposterior bila melintang. Kelima jari satu tangan
diletakkan pada dada janin, sedangkan kelima jari tangan satunya pada punggung
janin sebelah kiri. Perlu tindakan secara hati-hati karena tindakan ini dapat
menyebabkan kerusakan pleksus syaraf brakhialis.
h. Meminta pendamping persalinan untuk menekan daerah supra pubik untuk
menekan kepala ke arah bawah dan luar. Hati-hati dalam melaksanakan tarikan ke
bawah karena dapat menimbulkan kerusakan pleksus syaraf brakhialis. Cara
menekan daerah supra pubik dengan cara kedua tangan saling menumpuk
diletakkan di atas simpisis. Selanjutnya ditekan ke arah luar bawah perut.
i. Bila persalinan belum menunjukkan kemajuan, kosongkan kandung kemih
karena dapat menganggu turunnya bahu, melakukan episiotomy, melakukan
pemeriksaan dalam untuk mencari kemungkinan adanya penyebab lain distosia
bahu. Tangan diusahakan memeriksa kemungkinan :
1. Tali pusat pendek.
2. Bertambah besarnya janin pada daerah thorak dan abdomen oleh karena
tumor.
3. Lingkaran bandl yang mengindikasikan akan terjadi ruptur uteri.
4. Mencoba kembali melahirkan bahu. Bila distosia bahu ringan, janin akan dapat
dilahirkan.

j. Lakukan tindakan perasat seperti menggunakan alat untuk membuka botol


(corkcrew) dengan cara seperti menggunakan prinsip skrup wood. Lakukan
pemutaran dari bahu belakang menjadi bahu depan searah jarum jam, kemudian di
putar kembali dengan posisi bahu belakang menjadi bahu depan berlawanan arah
dengan jarum jam putar 180⁰. Lakukan gerakan pemutaran paling sedikit 4 kali,
kemudian melahirkan bahu dengan menekan kepada ke arah luar belakang disertai
dengan penekanan daerah suprapubik.
k. Bila belum berhasil, ulangi melakukan pemutaran bahu janin seperti langkah
11.
l. Bila tetap belum berhasil, maka langkah selanjutnya mematahkan klavikula
anterior kemudian melahirkan bahu anterior, bahu posterior, dan badan janin.
m. Melakukan maneuver Zavenelli, yaitu suatu tindakan untuk memasukkan kepala
kembali ke dalam jalan lahir dengan cara menekan dinding posterior vagina,
selanjutnya kepala janin di tahan dan dimasukkan, kemudian dilakukan SC.

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

Letak Sungsang merupakan suatu letak dimana bokong bayi merupakan bagian
rendah dengan atau tanpa kaki (keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri).

Ada 4 tipe kelainan letak sungsang,yaitu:

1. Presentasi bokong murni (frank breech) (50-70%).

Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki terangkat ke
atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau kepala janin. Dengan demikian
pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong

1. Presentasi bokong kaki sempurna ( complete breech ) ( 5-10%).

Pada presentasi bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kaki

1. Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki ( incomplete or


footling ) ( 10-30%).

Pada presentasi bokong kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping
bokong, sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian
paling rendah adalah satu atau dua kaki.

Prinsip dasar persalinan sungsang,yaitu:

1. Persalinan pervaginam

1) Persalinan spontan
2) Manual aid (partial breech extraction)

3) Ektraksi sungsang (total breech extraction)

1. Persalinan perabdominan (sectio caesarea)

Persalinan letak sungsang memiliki 2 penganut,yaitu:

1. Penganut absolut

 Semua bentuk letak sungsang harus dilakukan secsio sesarea, tanpa kecuali.
 Secsio sesarea menjamin keberhasilan yang ingin dicapai, yaitu well born
baby dan well health mother

1. Penganut faham relatif

 Memberikan kesempatan persalinan pervaginam

Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah
kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala terjadinya distosia bahu yaitu : pada proses
persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi. Pada distosia bahu kepala
akan tertarik ke dalam dan tidak dapat mengalami putaran paksi luar yang normal.
Ukuran kepala dan bentuk pipi menunjukkan bahwa bayi gemuk dan besar. Begitu
pula dengan postur tubuh parturien yang biasanya juga obesitas. Usaha untuk
melakukan putaran paksi luar, fleksi lateral dan traksi tidak berhasil melahirkan
bahu. Untuk penatalaksanaannya dengan melakukan episiotomi secukupnya dan
Manuver McRobert karena Manuver McRobert sebgai pilihan utama adalah sangat
beralasan. Karena manuver ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi
sebagian besar distosia bahu derajat ringan sampai sedang.

B. Saran
1. Ibu Hamil
Diharapkan kepada ibu selama dalam masa kehamilan agar melakukan kunjungan /
pemeriksaan kehamilan, untuk mengetahui perubahan berat badan pada ibu dan
bayi bertambah atau tidak sesuai dengan usia kehamilan ataupun ibu yang
mengalami riwayat penyakit sistematik. Agar nantinya bisa didiagnosa apakah ibu
bisa bersalin dengan normal atau tidak.
2. Petugas Kesehatan
Diharapkan kepada tenaga kesehatan khususnya bidan agar mampu menekan
AKI/AKB dengan cara mengurangi komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu hamil
3. Penulis
Agar dapat meningkatkan pengetahuan maupun wawasan pembelajaran serta
pengalaman dalam praktek asuhan kebidanan. Khususnya mengenai asuhan
kebidanan ibu bersalin dengan komplikasi seperti distosia bahu.
4. Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat menjadi bahan kajian maupun referensi dalam menambah
khazanah perpustakaan.

DAFTAR PUSTAKA

American College of Obstetricians and Gynecologists: ACOG committee opinion.


Mode of term singleton breech delivery. Number 265, December 2001.
Alarab M, Regan C,O’Connel MP et al: Singleton vaginal breech delivery at term: still
a safe option. Obstet Gynecol 103:407, 2004
Cunningham FG (editorial) : Breech Presentation and Delivery in “William
Obstetrics” 22nd ed p 565 - 586, Mc GrawHill Companies, 2005
Jones DL : Abnormal Fetal Presentation in Fundamentals of Obstetric & Gynaecology
7th ed Mosby, London1997.
Martohoesodo S, Hariadi: Distosia karena kelainan letak serta bentuk janin dalam
ILMU KEBIDANAN (ed), 3rd ed Jakarta, YBP-SP,1997
Myersough,PR: MunroKerr’s Operative Obstetrics,9th ed, London, Bailliere
Tindal,1977
Sumarah, Yani widyastuti, dkk. 2008. Perawatan Ibu Bersalin, Fitramaya : Yogyakarta.

Prawirohardjo, Sarwono.2009. Ilmu Kebidanan, PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Jakarta

Defkes RI, 2004, Asuhan persalinan normal, jaringan Nasional Pelatihan klinik
Kesehatan Reproduksi : Jakarta

Mochtar R, 1998, Sinopsis Obstetri Jilid 1 Edisi ke-2, EGC : Jakarta

Saifudin Abdul B, 2002, Buku Panduan Praktis pelayanan Kesehatan Maternal dan
neonatal, Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo : Jakarta

Winkjosastro, H, 1999, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono


prawirohardjo : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai