Anda di halaman 1dari 15

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS

REVIEW

HARDFACING : PROSES, MATERIAL DAN APLIKASI

HARY OLYA ADRIANSYAH


1006803991

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM PASCASARJANA

DEPARTEMEN METALLURGI DAN MATERIAL

DEPOK

JANUARI/2012
1
1. Pendahuluan
Didalam suatu industri keausan merupakan faktor penyebab utama dari kerusakan suatu
komponen dan peralatan yang tergabung dalam suatu rancang bangun mesin. Kerusakan ini
mengakibatkan terjadinya kegagalan yang bukan disebabkan oleh perpatahan namun adanya
keausan yang dialami oleh komponen, menyebabkan kehilangan dimensi dan fungsi pada
komponen tersebut. Adanya kerusakan yang terjadi pada komponen membuat biaya yang
dikeluarkan untuk mengganti dengan komponen yang baru menjadi besar, namun hal ini
dapat diatasi dengan menggunakan alternatif lain dengan biaya yang lebih murah yaitu proses
pengerasan permukaan (hardfacing) dengan pengelasan [wang et al., (2005)].
Proses hardfacing dengan pengelasan telah lama digunakan dan sampai saat ini, proses
hardfacing masih menjadi pilihan utama dalam mengembalikan dimensi permukaan
komponen yang mengalami keausan akibat permukaan yang terabrasi, korosi, dan mengalami
temperatur tinggi dimana permukaan yang dihasilkan lebih keras sehingga lebih tahan
terhadap keausan, korosi dan temperatur tinggi [Suchanek et al., (1999)]. Disamping itu,
proses hardfacing juga digunakan pada komponen baru untuk meningkatkan ketahanan
keausan dan kekerasan. Hardfacing atau juga disebut dengan hardsurfacing umumnya
digunakan dalam mengembalikan sifat-sifat permukaan pada peralatan pertanian, komponen
dalam pengerjaan pertambangan, peralatan untuk pengolahan tanah dan lain – lain [Buchely
et al., (2005); Coronado et al., (2008)].
Material paduan digunakan dalam pendepositan ke permukaan subsrate dimana bahan dari
material subsrate berasal dari baja karbon rendah atau baja karbon menengah. Penggunaan
paduan dalam material elektroda yang digunakan berdasarkan sifat material yang ingin
dicapai seperti ketahanan terhadap keausan, korosi dan temperatur tinggi [Wu et al., (1996)].
Elektroda yang banyak digunakan dalam proses hardfacing adalah elektroda dengan
kandungan yang kaya kromium, pemakaian kromium dikarenakan harganya yang murah
dengah hasil baik. Sedangkan pemakaian elektroda dengan bahan yang kaya kandungan
tungsten (W) atau vanadium (V) akan menghasilkan kombinasi kekerasan dan ketangguhan
yang baik namun harganya mahal [Buchely et al., (2005)].
Beberapa proses pengelasan telah digunakan dalam proses hardfacing seperti oxyacetylene
gas welding (OAW), gas metal arc welding (GMAW), shielded metal arc welding (SMAW),
submerged arc welding (SAW) dan lain – lain [Wu et al., (1996); Buchely et al., (2005);
Badisch et a.l, (2008); wang et al., (2008)]. Namun dari beberapa proses tersebut pengelasan
yang paling banyak digunakan secara luas adalah proses pengelasan SMAW kerena mudah
2
dalam pengoperasian dengan harga elektroda yang murah [Buchely et al., (2005); wang et al.,
(2008)]. Pentingnya hardfacing dalam proses manufaktur menjadi sesuatu yang menarik
untuk dikaji lebih lanjut mengenai proses, mikrostruktur yang terbentuk, material yang
digunakan sebagai base metal dan sifat mekanik yang dihasilkan khusus ketahanan terhadap
keausan dan kekerasan serta ketangguhan.

2. Proses Hardfacing
Hardfacing (pengerasan permukaan) atau juga dikenal dengan hardsurfacing merupakan
aplikasi yang diterapkan ke dalam suatu komponen dengan proses pengelasan dengan tujuan
untuk memperbaiki dimensi suatu komponen yang mengalami kerusakan akibat keausan dan
juga meningkatkan kekerasan sehingga akan mengembalikan fungsinya seperti sebelumnya.
Proses hardfacing tidak hanya diterapkan pada komponen yang mengalami kerusakan
(keausan) tetapi juga diterapkan pada komponen/peralatan baru untuk meningkatkan
ketahanan keausan, korosi, kekerasan dan ketahanan terhadap temperatur tinggi sehingga
meningkatkan umur dari komponen (material) yang digunakan [Pradeep et al., (2010)].
Pada dasar proses hardfacing sama seperti pada proses pengelasan dimanan busur (nyala api
akan bergerak disepanjang substrate kemudian terjadi pelelehan pada elektroda dan
mengalami fusi dengan logam (substrate). Biasanya pendepositan pada substrate sebanyak 3
lapis, hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya dilution antara lapisan bagian atas
dengan substrate [Svensson, E.L. e. al., (1986)] dan ketebalan yang dapat didepositkan ke
permukaan logam bisa mencapai 750 μm sampai beberapa mm [wang et al., (2005)].
Penggunaan material dalam proses hardfacing sebagai pelapis harus compatible dengan base
material yang digunakan sekaligus juga harus memperhatikan parameter – parameter dari
proses hardfacing seperti terlihat pada gambar 1 dibawah ini [aachen ISF].

Gambar 1. Parameter dalam proses hardfacing

3
Pada gambar 1 menjelaskan bahwa material yang mendapat pelapisan dengan proses
pengelasan harus memperhatikan kondisi manufaktur dimana komponen tersebut digunakan,
kemudian metoda pelapisan yang akan dijalankan, pemilihan material pelapis (filler) apakah
bersifat consumable atau nonconsumable dan dampak yang ditimbulkan setelah dilakukan
pelapisan dengan menggunakan pengelasan, ini dapat berupa tegangan sisa (residual stress).
Beberapa proses pengelasan yang sering digunakan dalam hardfacing adalah sebagai berikut:

 Proses TIG/ GTAW


Proses TIG/GTAW merupakan metode yang cocok dengan kontur permukaan yang kecil dan
rumit dalam jumlah yang sedikit dengan tingkat pendepositan yang relatif rendah. Pada
gambar 2 dibawah ini menjelaskan proses hardfacing dengan TIG/GTAW.

Gambar 2. Prinsip kerja TIG/GTAW dalam proses

Proses TIG/GTAW menggunakan bahan tungsten sebagai elektroda yang nonconsumble.


Elektroda digunakan untuk menghasilkan nyala busur. Penambahan bahan berupa batang las
(rod) yang dicairkan oleh nyala busur sebagai material harfacing pada subsrate. Untuk
mencegah terjadinya oksidasi digunakan gas pelindung seperti argon, helium dan freon.

 Proses MIG/ GMAW

Gambar 3. Prinsip kerja MIG/GMAW dalam proses


4
Pada proses hardfacing dengan menggunakan metoda pengelasan MIG/GMAW filler
(pengisi) yang digunakan berbentutk wire rod dimana laju pendepositan dengan proses
pengelasan MIG tinggi. Timbulnya nyala api (busur) diakibatkan adanya beda pontensial
yang terjadi dimana pada wire rod kontak dengan tabung yang terhubung dengan kutub
positif dari sumber arus sedangkan kutub negatif terhubung dengan benda kerja. Nyala api ini
juga yang akan membakar wire rod untuk melapisi permukaan dari komponen. Untuk
melindungi terjadinya oksidasi pada proses MIG digunakan gas pelindung berupa argon dan
lain - lain.

 Proses SAW

Gambar 4. Prinsip kerja dari SAW proses

Submerged arc welding (SAW) merupakan proses yang efektif dalam mengembalikan
permukaan dari suatu komponen yang mengalami keausan dan memperpanjang umur dari
pemakaian komponen tersebut. Di dalam proses SAW parameter pengelasan seperti arus,
tegangan busur, kecepatan pengelasan, jumlah pemakaian elektroda dan temperatur preheat
akan memperngaruhi perilaku dilusi dari lasan yang dihasilkan serta berpengaruh terhadap
mikrostruktur lapisan permukaan yang dikeraskan (hardfacing) [Tsai et a.l, (1996)]. Oleh
karena itu, laju pendepositan dalam proses ini sangat diperhatikan.

3. Material yang digunakan sebagai substrate


Dalam proses hardfacing hampir 85% logam yang digunakan sebagai substrate berasal dari
baja. Adapun berbagai jenis baja yang digunakan untuk membuat komponen yang berbeda –
beda dengan aplikasi yang berbeda pula dapat dikelompokkan sebagai berikut [Pradeep et
al., (2010)].
 Low carbon steel dan low alloy steel termasuk AISI dengan seri C-1080 sampai ke C-
1020 [Wang et al., (2008), dengan kandungan karbon antara 0.10 sampai 0.25 %,
5
mangan dari 0.25 sampai 1.5%, phosphorous maksimum 0.40%, sulfur maksimum
0.50%. baja ini digunakan secara luas pada fabrikasi dan konstruksi.
 Medium carbon steels termasuk pada AISI seri C-1025 sampai C-1050 [Wang et
al.,(2005)]. Komposisi dari baja ini sama dengan baja karbon rendah kecuali pada karbon
yang digunakan dari 0.25 sampai ke 0.50% dan mangan dari 0.60 sampai 1.65 % . Baja
karbon menengah dapat dilakukan pengelasan dengan semua proses pengelasan busur
listrik, gas dan proses pengelasan yang ditujukan untuk ketahanan pada suatu material
atau komponen.
 Baja karbon tinggi termasuk pada AISI seri C-1050 sampai ke C – 1095 [Kwok et al.,
(2001)]. Komposisi dari baja karbon tinggi sama dengan baja karbon menengah kecuali
rentang karbon yang digunakan dari 0.30 sampai 1.00%. proses pengelasan dari baja
karbon tinggi dapat dilakukan seperti pada baja karbon rendah dan baja karbon
menengah.
Base metal (substrate) dengan kadar karbon tinggi, sebelum dilakukan proses pengelasan
diberi preheating. Hal ini diperlukan untuk meminimalkan terjadinya keretakan (cracking),
distorsi, shrinkage, spalling (lifting) pada lasan yang telah didepositkan ke base metal
(substrate) [Stoody Industrial & Welding Supply, Inc]. Disamping itu, juga diperlukan
proses PWHT (post weld heat treatment) dengan tujuan untuk menghilangkan tegangan sisa
selama pengelasan (residual stress).

4. Elektroda hardfacing
Elektroda merupakan bagian terpenting dari proses hardfacing, terbentuknya sifat ketahanan
aus pada komponen tergantung dari paduan elektroda yang digunakan. Penambahan unsur
paduan seperti vanadium, molybedum, chromium, niobium pada elektroda sangat diperlukan
sebagai unsur pembentuk karbida, sehingga akan meningkatkan kekerasan dan ketangguhan
pada hardfacing karena pada kenyataannya ketahanan terhadap keausan ditentukan oleh
kedua faktor tersebut, dilaporkan ketangguhan pada lasan meningkat karena terbentuknya
karbida didalam butir bahkan terdistribusi di dalam matrik logam [wang et al, 2006].
Pradeep dan kawan – kawan membagi penggunaan elektroda material menjadi 4 kategori
umum yaitu:
 Berbahan dasar besi dengan paduan rendah memiliki kandungan paduan sampai 12
%, biasanya menggunakan chromium [Berns et al., (1997)], molybdenum [wang et
al., (2008)] dan manganese [Jun–ki et al., (2001)].
6
 Berbahan dasar besi dengan paduan tinggi dimana memiliki kandungan paduan 12 –
50 %, adanya penambahan chromium dan juga nickel [EL Mansori et al., (2007)]
atau cobalt [Fouilland et al., (2009)].
 Dengan bahan dasar cobalt [Fouilland et al., (2009)] dan nikel [EL Mansori et al.,
(2007)] dengan sejumlah kecil unsur besi (1.3 sampai 12.5 %). Penggunaan elektroda
ini mahal tetapi juga memiliki manfaat yang serbaguna seperti memiliki ketahanan
korosi dan oksidasi tinggi, memiliki koefisien gesek yang rendah, dapat digunakan
pada temperatur 550 C atau lebih tinggi. Pada elektroda dengan berbahan dasar
cobalt dengan tambahan paduan, ketahanan kekerasan bisa mencapai 800 C.
 Penggunaan material tungsten carbide [Blombery et al, (1974)], yang merupakan
salah satu material keras yang cocok digunakan di industri. Tungsten carbide ini
tidak dapat dilebur dengan proses nyala api (flame). Salah satu dari penggunaan dari
tungsten carbide pada steel tube rod.

5. Mikrostruktur
Mikrostruktur dari proses hardfacing yang terbentuk sangat dipengaruhi oleh material
paduan yang digunakan dalam elektroda. Disamping itu, parameter pengelasan juga dapat
memperngaruhi dari mikrostruktur seperti arus, tegangan busur (nyala api), kecepatan
pengelasan, jumlah pemakain elektroda dan temperatur preheat yang digunakan [Tsai et a.l,
(1996)].
 Fe based yang dipadukan dengan Ti, V, Mo, C [wang et al., (2008)]

(a) (b) (c)

Gambar 5. Mikrostruktur hardfacing Fe based dengan penambahan Ti, V, Mo dan C

Pada gambar 5a merupakan mikrostruktur dari lapisan hardfacing yang dihasilkan dari
elektroda dengan komposisi 10C–15(Fe–Ti)–12(Fe–V)–4(Fe–Mo) (wt%). Pada gambar

7
tersebut terlihat sejumlah kecil partikel putih dengan ukuran 1 – 3 μm yang tertanam
(embedded) didalam matrik. Partikel ini berbentuk cuboidal yang tersebar dan terdistribusi
seragam di dalam matrik. Lapisan hardfacing mempunyai rata – rata kekerasan 62.5 HRC.
Sedangkan pada gambar 5b menunjukkan mikrostruktur 12% graphite (15% FeTi, 12% FeV
and 4% FeMo) dimana kandungan karbonnya meningkat menjadi 12 % dan pastinya
menghasilkan kekerasan yang meningkat pula. Namun kenyataanya yang terjadi sebaliknya
dimana sejumlah graphite memilik nilai kurang dari 6% sehingga tidak cukup untuk bereaksi
dengan V atau Mo dan beberapa karbida yang ditemukan dalam lapisan hardfacing akibatnya
nilai kekerasan dan ketahanan terhadap aus menjadi turun. Meningkatnya graphite membuat
mikrostruktur matrik berubah menjadi martensit kembar (twin martensite). Gambar 5c
menunjukkan mikrostruktur dengan komposisi 5% FeMo (10% graphite, 15% FeTi and 12%
FeV didalam flux) akan menghasilkan presipitat karbida disepanjang batas butir. Adanya
peningkatan Fe – Mo menjadi 5% menyebabkan peningkatan sensitivitas retak (crack) pada
lapisan hardfacing. Oleh karena itu, Fe – Mo harus dikontrol dalam 4%.
 ASTM A36 carbon steel plates dengan 3 lapisan hardfacing [Buchely et al., (2005]

Gambar 6. Mikrostruktur lapisan hardfacing dengan ASTM A36 (subsrate) dengan 3 lapisan

8
Pada gambar 6 menunjukan mikrostruktur lapisan hardfacing dengan material substrate
ASTM A36 (carbon steel plates) dimana pada gambar (a) dan (b) merupakan lapisan pertama
dan kedua yang mengandung deposit kaya chromium dengan eutectic matrik dan proeutectic
M7C3 (chromium carbides) memiliki kekerasan mikto 1800HV. Gambar (c) lapisan
hardfacing yang kaya tungsten (W) terdiri dari proeutectic MC (carbides) yang memiliki
kekerasan mikro 2500 HV dimana disekirtar dari preutectic MC terdapat struktur eutectic
berisikan M6C (fishbone) karbida dengan kekerasan mikro 1600 HV serta beberapa struktur
martensit. Gambar (d), (e) dan (f) merupakan lapisan hardfacing dengan deposit complex
carbides dimana lapisan pertama (d) terdiri dari eutectic dengan partikel keras (Nb dan Mo)
yang halus dan tersebar (dipersed) sedangkan untuk lapisan kedua (e) dan lapisan ketiga (f)
mempunyai mikrostruktur yang sama dimana mikrostruktur kaya chromium dengan M7C3
karbida, kaya niobium dengan MC karbida, kaya molybdenum dengan M2C karbida dan kaya
akan tungsten dengan WC karbida.

 Cobalt based lapisan hardfacing [Fouiland, L. et al., (2007)]

Gambar 7. Mikrostruktur lapisan hardfacing dengan cobalt based

Pada gambar 7 menunjukkan lapisan hardfacing cobal based dimana pada gambar (a)
mikrostruktur yang terdiri dari eutectic precipitate yang dikelilingi oleh partikel halus dimana
pengamatannya dapat dilakukan dengan optical microscope. Sedangkan pada gambar (b)
menunjukkan pengamatan mikrostruktur dengan menggunakan SEM dengan pembesaran
yang lebih tinggi dari gambar (a), dari pengamatan ini terlihat bahwa partikel halus terlokasi
disekitar eutectic precipitate di dalam dendritic zone.
9
6. Aplikasi dari hardfacing
Pengerasan permukaan (hardfacing) telah banyak digunakan dalam industri pada komponen
– komponen mesin, hal ini bukan saja akan menghasilkan kekerasan permukaan, ketahanan
aus yang tinggi tetapi penggunaan hardfacing dengan proses pengelasan memiliki proses
biaya yang lebih murah jika dibandingkan dengan proses pengerasan sejenisnya seperti
thermal spray, cladding, plasma spray dan lain – lain. Adapun beberapa proses pengerasan
(hardfacing) adalah sebagai berikut:

1. Hardfacing pada homogenizer housing dengan pengelasan SMAW


proses pengelasan yang digunakan dalam mengatasi keausan pada rotasi equipment (mixer
equipment). Sebagaimana diketahui bahwa beberapa bagian dari rotasi equipment seperti
homogenizer dengan rotor, inner stator atau housing akan mengalami keausan atau abrasi
bila partikel – partikel keras dalam produk, hadirnya partikel – partikel keras ini akan
menyebabkan terjadinya pengikisan pada bagian – bagian yang berputar dan menyebabkan
keausan serta adanya efek kavitasi yang juga menyebabkan keausan pada rotor. Housing dan
stator bekerja dalam putaran tinggi yaitu 3000 – 4000 rpm. Pada gambar 8a ini merupakan
housing homogenizer.

(a)

(b)

Gambar 8. (a) Housing homogenizer, (b) makro dan mikrostruktur dari lasan bagian dalam
stator material 316L

10
Pada gambar 8b merupakan proses hardfacing housing homogenizer menggunakan proses
pengelasan metoda SMAW dengan material yang digunakan sebagai substrate adalah 316L.
Dalam proses pengelasan dengan menggunakan SMAW ini, parameter las yang digunakan
yaitu 70 amper, tegangan 25 V dengan kecepatan pengumpanan 30 cm/menit. Hasil
kekerasan di daerah lasan (weldment) mencapai 325 HV sedangkan material inti SS316L
kekerasan hanya sekitar 98 – 120 HV. Sebagaimana diketahui bahwa semakin keras
permukaan maka ketahanan akan keausan semakin tinggi karena disebabkan kehadiran
partikal- partikel keras dipermukaan lapisan hardfacing.

2. Hardfacing sambungan material lapis baja terhadap balistik [Reddy, M. G., et


al. (1990)]
Proses hardfacing dengan menggunakan proses pengelasan SMAW pada material kendaraan
lapis baja seperti tank untuk meningkatkan perfomance terhadap balistik. Proses hardfacing
dilakukan pada sambungan material lapis baja yang biasanya menggunakan proses
pengelasan dengan menggunakan filler (pengisi) dari austenitic stainless steel (AAS) dimana
penggunaan filler metal ini untuk mencegah terjadinya hidrogen dan keretakkan akibat
pemanasan yang berulang – ulang pada lasan. Namun dari hasil proses pengelasan ini
menunjukkan kekuatan penyambungan yang buruk ketika dilakukan pengujian ballistic
dibandingkan dengan base metal. Adapun komposisi dari base metal, filler hardfacing dan
parameter pengelasan yang digunakan dalam proses hardfacing adalah sebagai berikut:
Tabel 1.

Tabel 2.

Tabel 3.

11
Proses hardfacing dengan pengelasan SMAW pada plate lapis baja ini dilakukan kombinasi
filler dengan austenitic consumable dan hardfacing consumble seperti pada gambar dibawah
ini.

Gambar 9. Kombinasi filler metal padan lasan dan kekerasan yang dihasilkan

Pada gambar 9 menunjukkan kombinasi pengelasan pada lasan dimana gambar 9a


menunjukkan kombinasi lasan dengan root filler dari austenitic dan hardfacing di atasnya
sedangkan pada gambar 9b menunjukkan urutan weld bead dengan filler metal berasal dari
austenitic, hardfacing dan autenitic. Dari dua metoda tersebut menunjukkan bahwa kekerasan
yang dihasilkan pada lasan harfacing lebih tinggi dibandingkan dengan austenitic seperti
yang ditunjukkan pada tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4

Sedangkan dari uji balistik menunjukkan bahwa penurunan kecepatan pada proyektil pada
lasan austenitic dan hardfacing tanpa kombinasi mempunyai kekerasan yang lebih tinggi
namun sebaliknya ketika dikombinasikan dengan austenitic, penurunan kecepatan terhadap
proyektil menjadi kecil seperti yang ditunjukkan pada gambar 10 dibawah ini. pada gambar
tersebut menunjukkan secara jelas peningkatan perfomance terhadap balistik dengan adanya
lapisan hardfacing dengan berbagai ketebalan. Sebagaimana diketahui bahwa base metal
12
lapis baja dapat menahan kapasitas kecepatan proyektil dari 820 m/s tanpa mengalami
kehancuran dan penetrasi pada material lapis baja tersebut.

Gambar 10. Penurunan kecepatan pada proyektil pada lasan austenitic dan hardfacing

7. Kesimpulan
Proses hardfacing dengan menggunakan pengelasan merupakan metoda pengerasan
permukaan dengan biaya murah dan sifat mekanik yang dihasilkan tinggi. Proses ini telah
digunakan secara luas pada komponen industri baik berupa proses untuk mengembalikan
permukaan komponen yang telah rusak akibat keausan maupun meningkat kekerasan dan
ketahanan aus pada komponen baru. Beberapa penerapan hardfacing dengan pengelasan
yaitu pada homogenizer housing dan sambungan material lapis baja pada tank. Dari kedua
proses hardfacing tersebut menunjukkan peningkatan kekerasan yang lebih baik
dibandingkan tanpa menggunakan proses hardfacing sehingga dari peningkatan ini akan
membuat umur pemakaian dari komponen semakin panjang dan juga meningkat efisiensi.

13
Reference

Aachen ISF. Surfacing and Shape Welding (2002)


Buchely, M. F., Gutierrez, J. C., Leon, L. M., Toro, A. (2005). The effect of microstructure
on abrasive wear of hardfacing alloys. Wear 259, pp. 52 – 61.
Berns, H., Fischer, A. (1997). Microstructure of Fe-Cr-C Hardfacing Alloys with additions of
Nb, Ti &, B. Materials Characterization, pp. 499-527.
Blombery, R.I., Perrott, C.M. (1974). Wear of sprayed tungsten carbide hardfacing deposits.
Wear, pp. 95-109.
Coronado, J. J., Caicedo, H. F., Gomez, A. L. (2009). The effects of welding processes on
abrasive wear resistance for hardfacing deposits. Tribology International, pp. 745 –
749.
EL Mansori, M., Nouari, M. (2007). Dry machinability of nickel-based weld-hardfacing
layers for hot tooling. International Journal of Machine Tools and Manufacture, pp.
1715-1727.
Fouiland L., El Mansori, M., Gerland, M. (2007). Role of welding process energy on the
microstructural variations in a cobalt base superalloy hardfacing. Surface & Coatings
Technology 201, pp. 6445–6451.
Fouilland L., El Mansori, M. Massaq, A. (2009). Friction-induced work hardening of cobalt-
base hardfacing deposits for hot forging tools. Journal of Materials Processing
Technology, pp. 3366-3373.
Jun-ki Kim, Geun-mo Kim, Seon-jin Kim (2001). The effect of manganese on the strain-
induced martensitic transformation and high temperature wear resistance of Fe–20Cr–
1C–1Si hardfacing alloy. Journal of Nuclear Materials, pp.263-269.
Kirchgabner, M., Badisch, E., Franek, F. (2008). Behaviour of iron-based hardfacing
alloys under abrasion and impact. Wear 265, pp. 772 – 779.
Kwok, C. T., Man, H. C., Cheng, F. T. (2001). Cavitation erosion–corrosion behaviour of
laser surface alloyed AISI 1050 steel using NiCrSiB. Materials Science and
Engineering, pp. 250-261.
Pradeep, G. R. C., A. Ramesh, B. D. Prasad. (2010). A preview paper on hardfacing process
and materials. International Journal of Engineering Science and Technology, pp. 6507
– 6510.

14
Reddy, M. G., Mohandas, Papukutty, K. (1999). Enhancement of ballistic capabilities of soft
welds through hardfacing. International Journal of Impact Engine, pp. 775 - 791
Suchanek, J., Smrkovsky, J., Blaskovic, P., Grinberg, N. A. (1999). Erosive and
hydroabrasive resistance of hardfacing materials. Wear 233–235, pp. 229–236
Svensson, L. E., Gretoft, B., Ulander, B., Bhadeshia, H. K. D. H. (1986). Fe-Cr-C hardfacing
alloys for high-temperature applications. Journal Of Materials Science 21, pp. 1015-
1019.
Tsai, H. L., Tang, Y. S., Tseng, C. M. (1996). Optimisation of Submerged Arc Welding
Process Parameters in Hardfacing. Int J Adv Manuf Techno 12, pp. 402-406
Wang, X.H., Zou, Z.D., Qu, S.Y. , Song, S.L. (2005). Microstructure and wear properties of
Fe-based hardfacing coating reinforced by TiC particles. Journal of Materials
Processing Technology, pp. 89-94.
Wu, W., Wu, L.T. (1996). The Wear Behavior Between Hardfacing Materials. Metallurgical
And Materials Transactions A, Volume 27A.

Wang, X. H., Han, F., Qu, S. Y., Zou, Z. A. (2008). Microstructure of the Fe-based
hardfacing layers reinforced by TiC-VC-Mo2C particles. Surface & Coatings
Technology 202, pp. 1502–1509
www.Stoodyind.Com - Introduction To Hardfacing
www.gammabuana.co.id - homogenizer housing hardfacing

15

Anda mungkin juga menyukai