Anda di halaman 1dari 3

C.

Karakteristik Masyarakat Madani

Didalam ajaran islam terdapat karakteristik-karakteristik universal baik dalam konteks


relasi vertikal, maupun relasi horizontal. Dalam hal ini Yusuf al-Waradhawi mencatat, ada
tujuh karakteristik universal tersebut, yang kemudian ia jelaskan secara spesifik didalam
bukunya al-Khasha’ish al-Ammah li al-Islam. Ketujuh karakteristik tersebut antara lain:

1. Ketuhanan (al-rabbaniyah)
2. Kemanusiaan (al-insyaniyyah)
3. Kompreshensifitas (al-syumuliyah)
4. Kemoderatan (al-wasathiyah)
5. Realitas (al-waqiyah)
6. Kejelasan (al-wudhuh)
7. Kohesi antara stabilitas dan fleksibilitas (al-jam’bayna al-isabat wa al-murunah)

Dari ketujuh karakteristik tersebut, ada dua karakteristik fundamental yang menjadi
tolak ukur pembangunan masyarakat madani, yaitu humanisme (al-insaniyyah) dan
kemoderatan (al-wasathiyah). Al-rabbaniyah, menurut al-qaradhawi, merupakan tujuan dan
muara dari masyarakat madani itu sendiri. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa
rasulullah mengajarkan tiga karakteristik keislaman yang yang menjadi fondasi pembangunan
masyarakat madani yaitu:

1. Islam yang Humanis


Yang dimaksud dengan islam yang humanis disini adalah bahwa substansi ajaran
islam yang diajarkan Rasulullah, sepenuhnya kompatibel dengan fitrah manusia.
Karena itu, dalam aktualisasinya, ajaran islam yang disampaikan oleh Rasulullah
dengan mudah diterima oleh nurani dan nalar manusia.

Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengatakan bahwa manusia-berdasarkan fitrahnya


memiliki tendensi untuk melakukan hal-hal yang bersifat kontruktif dan destruktif
sekaligus. Lingkungan memberikan oengaruh yang begitu kuat dalam membentuk
karakter dan kepribadian seorang muslim.

Jika kaum kapitalis lebih menjadikan manusia sebagai sosok egois dan pragmatis,
sehingga cenderung mendiskreditkan aspek-aspek sosial dengan mengatasnamakan
kebebasan personal; kaum sosialis melakukan sebaliknya, yaitu cenderung mengebiri
hak-hak personal dengan mengatasnamakan kepentingan sosial.

2. Islam yang Moderat


Yang dimaksud dengan islam yang moderat adalah keseimbangan ajaran islam dalam
berbagai dimensi kehidupan manusia, baik pada dimensi vertikal (al-wasathiyah al
diniyah) maupun horizontal (al-tawazun al ijtima’iy). Secara etimologis. Kata
‘moderat’ meru[akan terjemahan dari al-wasathiyah yang memiliki sinonim al-
tawazum (keseimbangan) dan al-i’tidal (proporsional). Dalam hal ini Allah
menjelaskan karakteristik umat Rasulullah sebagai umat yang moderat.

Jadi, kemoderatan merupakan salah satu karakteristik fundamental islam sebagai


agama paripurna. Dari kemoderatan inilah konsepsi-konsepsi kemasyarakatan yang
asasi diturunkan menjadi konsep yang utuh dalam membangun masyarakat Madani
yang solid kemasyarakatan tersebut adalah keamanan, keadilan, konsisten, kesolidan,
superioritas dan kesentralan.

Dalam hal ini Sayyid Quthb dalam bukunya al-Salam al-Alamy wa al islamy
mengamini bahwa keseimbangan sosial (al-tawazun al ijtima’iy) merupakan fondasi
utama guna mewujudkan keadilan sosial (al adalah al-ijtima’iyah) di tengah-tengah
masyarakat. Nilai keseimbangan sosial ini dalam tahapannya menjadi tolak ukur
untuk mewujudkan ketrentaman dan kedamaian didalam kehidupan bersyarakat dalam
konteks pembangunan masyarakat madani.

3. Islam yang Toleran


Kata toleran merupakan terjemahan dari al-samahah atau al-tasamuh yang
merupakan sinonim dari kata al-tasahul atau al-luyunah yang berarti kelonggaran,
kemudahan, fleksibilitas, dan toleransi itu sendiri. Kata toleran didalam ajaran uislam
memiliki dua pengertia, yaitu yang berkaitan dengan penganut agama islam sendiri
(Muslim), dan berkaitan dengan penganut agama lain (Nonmuslim).

Jika dikaitakan dengan kaum muslimin, maka toleran yang dimaksud adalah
kelonggaran, kemudahan, dan fleksibilias ajaran Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
Sebab pada hakikatnya, ajaran isla, telah dijadikan mudah dan fleksibel untuk
dipahami. Sehingga islam sebagai rahmatan lil alamin benar –benar dimanisfestisikan
didalam konteks masyarakat Madinah pada masa Rasulullah. Untuk itu, sebagai
konsekuensi logis dari Islam sebagai Rahmatan lil al-alamin yang shalih li kulli
zaman wa makan, maka substansi ajaran islam harus benar-benar mudah dipahami
dan fleksibel untuk diaplikasikan.

Anda mungkin juga menyukai