Anda di halaman 1dari 8

KONTRAKSI OTOT GASTROKNEMUS DAN OTOT JANTUNG KATAK

Oleh :
Nama : Rizka Isnaeni
NIM : B1A015108
Rombongan : IV
Kelompok : 4
Asisten : Dini Darmawati

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Otot hewan dapat dibedakan menjadi 2 menurut strukturnya, yaitu otot
seranlintang dan otot polos. Pertama yaitu otot polos. Jaringan otot polos bila diamati
di bawah mikroskop tampak polos atau tidak bergaris-garis. Otot polos berkontraksi
secara sistem dan di bawah pengaruh saraf otonom. Bila otot polos dirangsang,
reaksinya lambat. Otot polos terdapat pada saluran pencernaan, dinding pembuluh
darah, saluran pernafasan. Jaringan otot polos yang berperan untuk kontraksi secara
terus menerus dan tidak terlalu kuat, serta terdapat pada organ-organ yang kecil
seperti saluran pencernaan, saluran pembuluh darah, dan saluran pembuluh
reproduksi mempunyai struktur yang lebih halus dan berukuran kecil (Campbell,
2002).
Otot seranlintang tersusun atas benang paralel dengan panjang beberapa
sentimeter dan tersusun atas fibril halus. Fibril halus mempunyai ciri adanya Z-lines
atau Z-bands. Daerah diantara Z-band disebut sarkomer. Pada Z-band terdapat
filamen tipis (aktin) pada dua arah dan disebelah tengah bersisipan dengan filamen
tebal (miosin). Selama kontraksi panjang filamen tipis dan tebal tidak berubah.
Kontraksinya menurut kehendak kita dan di bawah pengaruh saraf sadar. Dinamakan
otot lurik karena bila dilihat di bawah mikroskop tampak adanya garis gelap dan
terang berselang-seling melintang di sepanjang serabut otot. Nama lain dari otot lurik
atau otot rangka adalah otot bergaris melintang. Kontraksi otot lurik berlangsung
cepat bila menerima rangsangan, berkontraksi sesuai dengan kehendak dan di bawah
pengaruh saraf sadar (Campbell, 2002).
Otot jantung walaupun secara struktur terlihat sebagai seran lintang, namun
dibedakan sebagai jenis otot yang berbeda. Hal itu karena cara kerja otot jantung
yang involuntari atau tidak mudah lelah, sama seperti otot polos. Kontraksi otot
dapat berlangsung melalui dua bentuk yaitu kontraksi isometrik dimana tidak terjadi
perubahan panjang otot, dan kontraksi isotonik dimana otot memendek selama
kontraksi. Didalam tubuh hewan sebenarnya tidak ada gerakan otot yang murni
isometrik atau isotonik, sebab biasanya baik panjang maupun beban otot berkurang
selama kontraksi otot terjadi (Gordon, 1997).

I.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan elektrik
terhadap besarnya respon kontraksi otot gastroknemus dan efek perangsangan kimia
terhadap kontraksi otot jantung katak.

II. MATERI DAN CARA KERJA


II.1 Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah katak sawah (Fejervarya
cancrivora), larutan ringer, dan larutan asetilkolin 3 – 5 %.
Alat yang digunakan adalah bak preparat, Universal Kimograf lengkap dengan
asesorinya, alat bedah, gunting, pinset, benang dan jarum.
II.2 Cara Kerja
2.2.1 Pengukuran kontraksi otot gastroknemus
1. Universal Kimograf dan asesorinya disiapkan.
2. Katak sawah dimatikan dengan cara dirusak otak dan sumsum tulang
belakangnya. Tanda katak mati adalah tidak adanya reflek yang terjadi bila
kaki katak disentuh.
3. Katak ditelentangkan pada bak preparat, lalu dibuat irisan kulit melingkar
pada pergelangan kaki katak.
4. Tepi kulit yang telah dipotong dipegang erat-erat dan disingkap kulitnya
hingga terbuka sampai lutut.
5. Otot gastroknemus dipisahkan dari otot lain pada tungkai bawah.
6. Tendon diikat dengan benang yang cukup kuat dan panjang, lalu tendon
achiles dipotong.
7. Otot gastroknemus selalu ditetesi dengan larutan Ringer agar sel-selnya
tetap hidup.
8. Sediaan katak dipasang pada papan fiksasi yang terdapat pada asesori
Kimograf.
9. Besar skala pada Kimograf dicatat untuk tiap rangsangan elektrik yang
digunakan yaitu 0, 5, 10, 15, 20 dan 25 volt.
2.2.2 Pengukuran kontraksi otot jantung
1. Katak sawah dimatikan dengan cara dirusak otak dan sumsum tulang
belakangnya. Tanda katak mati adalah tidak adanya reflek yang terjadi bila
kaki katak disentuh.
2. Pembedahan dilakukan pada bagian dada katak mulai dari arah perut
hingga jantung katak kelihatan.
3. Selaput jantung katak (perikardium) disobek
4. Dihitung detak jantung selama 15 detik.
5. Asetilkolin 3% atau 5% diteteskan dan diamati kontraksinya
6. Detak jantung dibandingkan sebelum dan sesudah diamati.
II.3 Pembahasan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot adalah jumlah serabut otot
yang aktif dan adanya energi yang diperoleh dari ATP dan keratin fosfat. Masing-
masing zat tersebut akan mengalami perubahan pada waktu otot berkontraksi, ATP
akan terurai menjadi ADP+ energi, kemudian ADP terurai menjadi AMP dan energi.
Sedangkan keratin fosfat akan terurai menjadi keratin fosfat energi (Hodgkin, 1989).
Menurut Soetrisno (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi fisiologis jantung
antara lain: temperatur lingkungan, zat kimia (alkohol), ukuran tubuh dan umur.
Hewan-hewan kecil mempunyai frekuensi (frekuensi pulsus) denyut jantung yang
lebih cepat dari pada hewan yang besar. Hal ini disebabkan hewan kecil memiliki
kecepatan metabolisme yang lebih tinggi pada setiap unit berat badannya. Hewan
yang muda memiliki frekuensi pulsus yang lebih cepat dari pada hewan dewasa. Hal
ini disebabkan karena pengaruh hambatan nerves vagus pada hewan-hewan muda
belum berkembang.
Otot gastroknemus katak merupakan otot yang sering digunakan katak dalam
melakukan aktivitas hidupnya seperti melompat. Kontraksi otot didefinisikan sebagai
pembongkaran aktif tenaga dalam otot. Penggunaan tenaga oleh otot pada beban
eksternal disebut tekanan otot. Jika tekanan yang terbentuk oleh otot lebih besar dari
penggunaan tenaga eksternal pada otot oleh beban, maka otot akan memendek. Jika
penggunaan tenaga dengan beban lebih besar atau sama dengan tekanan otot, maka
otot tidak memendek (Hill and Wyse, 1989). Hasil percobaan setelah otot
gastroknemus katak ditetesi dengan larutan ringer disertakan dengan peletakkan
katak pada alat kimograf universal menunjukkan bahwa ketika voltage dinaikkan
dari 0 hingga 25 volt, amplitudo mengalami kenaikan yaitu pada tegangan 0 volt
menghasilkan amplitudo 0 mm, 5 volt menghasilkan amplitudo 0 mm, 10 volt
menghasilkan amplitudo 0,8 mm, 15 volt menghasilkan amplitudo 0 mm, 20 volt
menghasilkan amplitudo 0 mm, dan untuk tegangan 25 volt menghasilkan amplitudo
0,8 mm. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Duellman (1986), semakin tinggi
tegangan (voltase) maka panjang kontraksi (amplitudo) semakin panjang. Hal ini
dipengaruhi oleh beban dan kekuatan otot gastroknemus yang semakin melemah.
Menurut Guyton (1993), kontraksi maksimal terjadi bila terdapat overlap maksimal
antara filamen aktin makin besar kekuatan kontraksinya. Teknik sonomicrometry dan
ultrasound dapat meningkatkan kemampuan kuantitas panjang otot sehingga dapat
memacu fungsi otot (Higham, 2011).
Jantung hewan vertebrata tingkat tinggi mengandung serat-serat jantung yang
termodifikasi yang berfungsi untuk mengkoordinasikan detak jantung dengan
mengatur waktu kontraksi dari atrium dan ventrikel, secara normal berawal pada
nodus sinoatrium (SA) yang berlokasi dalam atrium kanan pada pintu masuk vena
kava superior. Berawal dari nodus sino atrium sampai nodus antrio ventrikulum,
terletak di bagian belakang septum inter ventrikulum dan mulai dari titik ini,
seberkas sel-sel otot jantung yang termodifikasi (serat-serat purkinje) bercabang dua
dan cabang yang terpisah berjalan melalui jaringan subendokardial dari ventrikel
kanan dan kiri. Sel-sel dalam dua daerah nodus itu berbentuk spul, sel-sel yang
sangat bercabang yang dipisahkan satu sama lain oleh sedikit jaringan penyambung
(Johnson, 1989).
Otot jantung katak merupakan otot yang membentuk dinding kontraktil
jantung. Otot jantung tampak lurik sepeti otot rangka, akan tetapi sel otot jantung
bercabang, dan ujung sel-sel tersebut dihubungkan dengan cakram berinterkalar,
yang merelai sinyal dari satu ke sel lain dalam waktu satuan denyutan jantung
(Campbell, 2004). Setelah percobaan dilakukan dengan membelah dada katak,
didapatkan hasil bahwa kontraksi otot jantung sebelum ditetesi larutan asetilkolin 3-
5% adalah 64, 84, 92, 80 dan 56 kali per menit, sedangkan setelah ditetesi larutan
asetilkolin denyut jantung menjadi 48, 64, 72, 60 dan 16 kali per menit. Hal ini tidak
sesuai dengan pernyataan Gordon (1981) yang menyatakan bahwa asetilkolin
merupakan neurotransmitter yang berfungsi untuk merangsang otot untuk
berkontraksi. Senyawa Clenbuterol dapat meningkatkan kerja serabut otot pada
jantung maupun otot rangka (Douillard, 2011).
Mekanisme kontraksi otot diawali dari sebuah impuls saraf yang datang pada
persambungan neuromuscular yang akan dikontraksikan ke sarkomer oleh sistem
tubula transversal. Sarkomer otot akan menerima sinyal untuk berkontraksi sehingga
otot dapat berkontraksi. Sinyal listrik dihantamkan menuju retikulum sarkoplasmik
(SR) yang merupakan sistem vesikel yang pipih. Membran SR yang secara normal
non permeable terhadap Ca2+ mengandung transmembran Ca2+ ATPase yang
memompa Ca2+ ke dalam SR untuk mempertahankan konsentrasi Ca2+ pada saat otot
relaksasi. Kedatangan impuls saraf membuat SR menjadi impermeable terhadap Ca2+,
akibatnya Ca2+ terdifusi melalui saluran-saluran khusus Ca2+ menuju interior
miofibril dan konsentrasi internal Ca2+ ini cukup untuk memacu konformasional
traponin dan trapomiosin yang mengakibatkan otot berkontraksi (Hodgkin, 1989).
Jaringan otot yang dilalui arus listrik akan mengalami kerusakan yang dapat pulih
(reversible) maupun tidak dapat pulih (irreversible) melalui mekanisme
elektroporasi, panas (joule heating), hiperkontraksi dan ruptur serabut-serabut otot
(Syamsun, 2007).

III. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :
1. Respon otot gastroknemus katak tidak stabil seiring dengan meningkatnya
voltase sebagai rangsangan.
2. Respon otot jantung katak melemah dengan pemberian larutan asetilkolin
sebagai rangsangan.
DAFTAR REFERENSI

Campbell, N.A. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga

Campbell, N.A. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Jakarta: Erlangga.

Duellman, W. E. 1986. Biology of Amphibians. New York: Mc Graw Hill Book


Company.
Douillard, A. 2011. Skeletal and Cardiac Muscle Ergogenics and Side Effects of
Clenbuterol Treatment. INRA, UMR866 Dynamique Musculaire et
Métabolisme, Université Montpellier 1, F-34060 Montpellier, France.

Gordon, M. S., G. A. Bortholomew., A. D. Grinell., C. B. Jorgenscy and F. N. White.


1997. Animal Physiology.: Principle and Adaptation, 4th Edition. New York:
MacMillan Publishing Co INC.

Gordon, M. S. 1981. Animal Physiology. New York: Mc Millan Publishing Inc.

Guyton, A. C. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.

Hill, R. W. and G. A. Wyse. 1989. Animal Physiology Second ed. New York: Harper
andCollins Inc., New York.

Higham, E.T., A.B Andrew, and L.D Scott. 2011. Mechanics, modulation and
modelling: how muscles actuate and control movement. Department of
Biological Sciences, Clemson University, 132 Long Hall, Clemson, SC
29634, USA. Phil. Trans. R. Soc. B (366), pp.1463–1465

Hodgkin, C. D. and C. P. Jr. Hickman. 1989. Biology of Animal. Saint Louis: The
CV. Mosby Company.

Irawati, I. 2015. Aktifitas Listrik pada Otot Jantung. Jurnal Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas Padang.

Johnson, K. D., Rayle and H. L. A. Ledberg. 1984. Biology An Introduction. London:


The Benyamin Comings Publishing Co Inc.

Johnson, R. W. and G. A. Wyse. 1989. Animal Physiology Second ed. New York:
Harper and Collins Inc.

Nani, D. 2009. Pengaruh Air Rendaman Rumput Fatimah (Anastatica Hierochuntica


L) terhadap Frekuensi Kontraksi Uterus Tikus Galur Spragua Dawley pada
Fase Estrus. Jurnal Keperawatan Soedirman (JKS), 4(1), 1-8.

Syamsun, Arfi. 2007. Efek Paparan Arus Listrik terhadap Jumlah Titik
Hiperkontraksi Otot Gastrocnemius dan Kadar Kreatin Kinase Serum Tikus
Wistar.; hal 5.

Soetrisno. 1987. Diktat Fisiologi Hewan. Purwokerto: Fakultas Peternakan Unsoed.

Anda mungkin juga menyukai