Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM ANFISMAN PRAKTIKUM GOLONGAN Q

KELOMPOK 1
SELASA (13.00-15.00 WIB)
KONTRAKSI OTOT LAMBUNG

NAMA PENANGGUNG JAWAB LAPORAN : Lionita Fajar R (2443018110)


Nama Anggota kelompok :
1. Ajeng Puspita Ayu Milenia (2443018133)
2. Syerin Cindy T (2443018110)
3. Inasyu Shella Sahusilawane (2443018113)
4. Riri Nur Oqviani (2443018155)
5. Lionita Fajar R (2443018110)
LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI DAN FISIOLOGI MANUSIA
“KONTRAKSI OTOT LAMBUNG”

Disusun oleh :

Ajeng Puspita Ayu Milenia (2443018133)


Syerin Cindy Claudia Tembengi (2443018110)
Riri Nur Oqviani (2443018155)
Lionita Fajar Rachmaningrum (2443018125)
Inasyu Shella Sahusilawane (2443018113)
Asisten : Angelia Levina

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2018
BAB I
TUJUAN

Tujuan praktikum ini adalah :

1. Mempelajari efek berbagai macam obat terhadap kontraksi otot lambung


BAB II
LANDASAN TEORI

Sebagian besar otot polos ditemukan di dinding organ dan saluran berongga. Kontraksi
otot ini menimbulkan tekanan dan mengatur gerakan maju isi struktur-struktur tersebut. Baik
otot polos maupun otot rangka berbentuk memanjang, tetapi berbeda dengan otot rangka yang
besar dan silindris, otot polos berbentuk gelondong, memiliki satu nukleus, dan jauh lebih kecil
(diameter 2 hingga 10 µⅿ dan panjang 50 hingga 400 µⅿ). Juga tidak seperti otot rangka, otot
polos tidak terbentang di seluruh panjang otot. Kelompok-kelompok sel otot polos biasanya
tersusun dalam lembaran-lembaran. Otot polos memiliki tiga jenis filamen: (1) filamen tebal
miosin, yang lebih panjang daripada yang ada di otot rangka; (2) filamen tipis aktin, yang
mengandung tropomiosin, tetapi tidak mengandung troponin; dan (3) filamen ukuran sedang,
yang tidak secara langsung ikut serta dalam kontraksi, tetapi merupakan bagian rangka
sitoskeleton yang menunjang bentuk sel. Filamen otot polos tidak membentuk miofibril dan
tidak tersusun dalam pola sarkomer seperti di otot rangka. Karena itu, otot polos tidak
memperlihatkan pita atau lurik seperti otot rangka sehingga jenis otot ini disebut polos
(Lauralee Sherwood, 2017).

Pada umumnya otot polos dapat dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu: otot polos multi-
unit dan otot polos unitary.

 Otot Polos Multi-Unit terdiri atas serabut otot polos tersendiri dan terpisah. Tiap
serabut bekerja tanpa bergantung pada serabut lain dan sering kali dipersarafi oleh
ujung saraf tunggal. Permukaan luar serabut ini, seperti halnya pada serabut otot
rangka, ditutupi oleh lapisan tipis yang terdiri atas substansi seperti membran basal,
yakni campuran kolagen halus dan glikoprotein yang membantu menyekat serabut-
serabut yang terpisah satu sama lain. Sifat terpenting serabut otot polos multi-unit
adalah bahwa masing-masing serabut dapat berkontraksi dengan tidak bergantung pada
yang lain, dan pengaturannya terutama dilakukan oleh sinyal saraf. Beberapa contoh
otot polos multi-unit adalah otot siliaris mata, iris mata, dan otot polierektor yang
menyebabkan tegaknya rambut bila dirangsang oleh sistem saraf simpatis.
 Otot Polos Unit-Tunggal atau juga disebut otot polos viseral. Istilah unit-tunggal
berarti suatu massa yang terdiri atas beratus-ratus sampai beribu-ribu serabut otot polos
yang berkontraksi bersama sebagai suatu unit-tunggal. Serabut-serabut biasanya
tersusun dalam bentuk lembaran atau berkas, dan membran selnya berlekatan satu sama
lain pada banyak titik sehingga kekuatan yang terbentuk dalam satu serabut otot dapat
dijalarkan ke serabut berikutnya. Selain itu, membran sel dihubungkan oleh banyak taut
imbas (gap junction) yang dapat dilalui oleh ion secara bebas dari satu sel otot ke sel
otot berikutnya, sehingga potensial aksi atau aliran ion yang sederhana tanpa potensial
aksi dapat berjalan dari satu serabut ke serabut berikutnya dan menyebabkan serabut
otot dapat berkontraksi bersama. Biasa ditemukan pada dinding sebagian besar organ
visera tubuh, termasuk traktus gastrointestinal, duktus biliaris, ureter, uterus, dan
banyak pembuluh darah (Guyton & Hall, 2016).

Miosin otot polos hanya dapat berinteraksi dengan aktin ketika rantai ringan ini
terfosforilasi (yaitu, memiliki satu fosfat inorganik dari ATP yang melekat padanya). Selama
eksitasi, peningkatan Ca2+ sitosol berfungsi sebagai cara intrasel memicu serangkaian reaksi
biokimia yang menyebabkan fosforilasi rantai ringan miosin. Ca2+ otot polos berikatan dengan
kalmodulin, suatu protein intrasel yang ditemukan di sebagian besar sel dan secara struktural
mirip troponin. Kompleks Ca2+ kalmodulin ini berikatan dan mengaktifkan protein lain, rantai
ringan miosin kinase (RRM kinase) yang selanjutnya memfosforilasi rantai ringan miosin.
Fosfat ini pada rantai ringan miosin adalah tambahan pada fosfat yang menyertai ADP di
tempat jembatan silang ATPase miosin selama siklus yang memakan energi yang menjalankan
penekukan jembatan silang. Rantai ringan memungkinkan jembatan silang miosin berikatan
dengan aktin sehingga siklus jembatan silang dapat dimulai. Karena itu, otot polos dipicu oleh
peningkatan Ca2+ di sitosol (Lauralee Sherwood, 2017).

Voltase kuantitatif dari potensial membran otot polos bergantung pada keadaan otot
saat itu. Pada keadaan istirahat, potensial intraselular biasanya kira-kira -50 sampai -60
milivolt, yaitu sekitar 30 milivolt kurang negatif daripada potensial yang ada di otot rangka.
Potensial aksi di Otot Polos Unit-Tunggal terjadi dalam dua bentuk (1) lonjakan potensial
(spike potential) dan (2) potensial aksi dengan plateau (pendataran). Spike Potential, dapat
ditimbulkan melalui, rangsangan listrik, kerja hormon terhadap otot polos, kerja substansi
transmiter dari serat saraf, peregangan, atau sebagai hasil pembentukan spontan dalam serabut
otot itu sendiri. Potensial Aksi dengan Plateau, reolarisasinya diperlambat selama

beberapa ratus sampai 1.000 milidetik (1 detik). Makna dari plateau ialah menunjukkan
perpanjangan kontraksi yang terjadi pada beberapa tipe otot polos, seperti ureter, uterus pada
keadaan tertentu, dan tipe tertentu otot polos pembuluh darah. Banyak hormon memiliki
pengaruh terhadap kontraksi otot polos hingga derajat tertentu, dan beberapa diantaranya
mempunyai pengaruh yang sangat besar. Di antara hormon dalam darah yang penting tersebut
adalah norepinefrin, epinefrin, asetilkolin, vasopresin, oksitosin dan histamin. Suatu hormon
dapat menimbulkan kontraksi suatu otot polos bila membran sel otot mengandung reseptor
perangsang berpintu hormon untuk hormon tertentu. Sebaliknya, hormon akan menimbulkan
penghambatan jika membran mengandung reseptor penghambat untuk hormon tersebut
ketimbang mengandung reseptor perangsang (Guyton & Hall, 2016).

Potensial aksi dapat timbul dengan sendirinya di dalam otot polos tanpa rangsangan
dari luar. Keadaan ini sering dihubungkan dengan adanya irama gelomang lambat dasar dan
potensial membran. Gelombang lambat itu sendiri bukanlah potensial aksi. Artinya, bukan
proses regenerasi sendiri yang menyebar secara progresif di seluruh membran serabut otot.
Justru hal tersebut merupakan sifat lokal serabut otot polos yang membentuk massa otot.
Ketika gelombang menjadi cukup kuat, gelombang dapat mencetuskan potensial aksi dan
ketika potensial gelombang lambat mencapai ambang batas yang mendekati nilai untuk
mencetuskan potensial aksi pada sebagian besar otot polos viseral, suatu potensial aksi akan
timbul dan menyebar ke seluruh massa otot, dan terjadilah kontraksi. Oleh karena itu
Gelombang lambat disebut gelombang pemicu (peacemaker waves) (Guyton & Hall, 2016).

Sherwood, L, 2017, Fisiologi Manusia 8th Ed, EGC : Jakarta


BAB III
ALAT DAN BAHAN

3.1. Usus Kelinci

3.2. Kimogram

3.3. Kertas Kimogram

3.4. Penulis otot

3.5. Benang jahit halus

3.6. Lampu spiritus

3.7. Larutan tyrode

3.8. Statif + Klem-Klem

3.9. Cairan Fiksasi


BAB IV

TATA KERJA

4.1. Kelinci dibunuh seperti yang telah dijelaskan dalam petunjuk


1. Dinding rongga perut kemudian dibelah
2. In vivo pergerakan – pergerakan di lambung dan usus kelinci tersebut
harus diperhatikan.
3. Lambung dari jaringan sekitarnya dan ikatan pylorus dibebaskan,
kemudian Cardia kelinci diambil.
4. Lambung kelinci di bagian proksimal dari ikatan cardia yang bagian
distal dari ikatan pylorus lalu dipotong.
5. Kemudian, Ikatan ujung cardia pada kait dalam tabung perendam dan
ujung pylorusnya digantung.
6. Catatlah gerakan – gerakan lambung pada kimograf.
BAB V

HASIL PRAKTIKUM

Pada kontraksi otot lambung(otot polos) hasil pengamatannya adalah dapat


terlihat pengaruh obat yang telah diberikan terhadap kontraksi yang dihasilkan. Pada
praktikum kali ini dengan ditambahkan beberapa macam obat seperti golongan obat
Agonis : Asetilkolin, Adrenalin(Epinefrin), Pilocarpin. Golongan obat Antagonis :
Atropin Sulfat. Pada otot lambung kelinci, untuk mengetahui efek pemberian obat
tersebut terhadap kontraksi otot lambung kelinci.

5.1. ASETILKOLIN

Gambar 5.1.1. Penambahan larutan 0.1 ml Asetilkolin 10-7M.

Pada gambar 5.1.1. menunjukan bahwa bila diberi larutan 0.1 ml


asetilkolin dengan kosentrasi 10-7 M. Penambahan asetilkolin sebesar 0,1 ml
dengan konsentrasi 10-7 M yang menyebabkan terjadinya kontraksi pada otot
polos kelinci . Pada gambar diatas ditunjukkan adanya kenaikan pada grafik
yang tidak signifikan. Hasil yang didapat merupakan kontraksi minimum
(kontraksi yang paling kecil). Telah dilakukan percobaan yang sama dengan
sebelumnya, yaitu pada pemberian obat asetilkolin dimulai dengan
konsentrasi terkecil yaitu 10-8 M dan dengan volume terbesar yaitu 0.5 ml.
Percobaan tersebut dilakukan secara bertahap yaitu dengan konsentrasi yang
sama namun untuk volume diturunkan hingga 0.1 ml. Percobaan terus
dilanjutkan dengan menaikkan konsentrasi menjadi 10-7 M serta volume
diturunkan bertahap dimulai dari 0.5 ml sampai 0,1 ml. Sehingga didapatkan
kontraksi minimum yang terjadi pada saat penambahan asetilkolin sebesar 0,1
ml dengan konsentrasi 10-7 M.

Gambar 5.1.2. Penambahan 0.5 ml Asetilkolin 10-7 M.

Pada gambar 5.1.2. menunjukan adanya penambahan 0.5 ml


asetilkolin dengan kosentrasi 10-7 M. Penambahan asetilkolin sebesar 0,5 ml
dengan konsentrasi 10-7 M yang dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada
otot lambung kelinci. Pada gambar tersebut juga menunjukkan adanya
kenaikan grafik yang tinggi. Hasil yang didapat dari pengamatan tersebut
merupakan kontraksi maksimum (kontraksi yang paling tinggi). Telah
dilakukan percobaan yang sama dengan sebelumnya, yaitu pemberian
asetilkolin dilakukan secara bertahap, dimulai dari konsentrasi minimum
(konsentrasi paling rendah) 10-7 M dengan volume 0.1 ml. Percobaan
dilanjutkan dengan menaikkan volume bertahap mulai dari 0,1 ml sampai 0,5
ml dengan konsentrasi larutannya tetap yaitu 10-7 M. Sehingga kontraksi
maksimum terjadi pada saat penambahan asetilkolin sebesar 0,5 ml dengan
konsentrasi 10-7 M.

5.2 PILOKARPIN

gambar 6.1.1 penambahan 0.1ml pilokarphine 10 -6M

Gambar 6.1.2 penambahan 0.2ml pilokarphine 10^-6M


Gambar 6.1.3 penambahan 0,3ml pilokarphine 10^-6

Pada gambar 6.1.1 menunjukan adanya perubahan 0,10 ml pilokarphine dengan


konsentrasi 10^-6M. Penambahan pilokarphine sebesar 0,1,0,2 dan 0,3 membuat
adanya perubahan nama tidak signifikan . yang dapat menyebabkan terjadinya
kontraksi pada otot lambung kelinci pada gambar tersebut menunjukan adanya grafik
yang naik. Hsil yang didapat dari pengamatan tersebut merupakan kontraksi
maksimum. Karena kemampuan otot untuk berkontraksi sudah mencapai ambang
batas sehingga perubahan yang terjadi sangat kecil. Dan perubahan paling
berpengaruh hanya dapat dilihat pada gambar 6.1.1 dan 6.1.2 otot mulai perlahan
menerima rangasangan dan 6.1.3 otot mencapai batas maksimal.

5.3 ADRENALIN / EPINEFRIN


Gambar 5.3.1 Penambahan 0,5 ml Adrenalin 10-5

Pada tekanan 10-5 dengan volume 0,5 ml serta FCB 5x10-7, dapat kita lihat bahwa
dalam keadaan tersebut otot mengalami relaksasi. Relaksasi yang terlihat dari gambar
diatas, menunjukkan bahwa terjadi penurunan dari kekuatan kontraksi normalnya.

Gambar 5.3.2 Penambahan 0,5 ml Adrenalin 10-5

Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa pada tekanan 10 -5 dengan volume 0,4 ml
serta FCB 4x10-7 relaksasi otot sedikit mengalami peningkatan atau sedikir
mengalami kontraksi. Dengan kita mengurangi volume 0,1 ml dari volume
sebelumnya, kekuatan otot dalam berelaksasi akan semakin menurun.
Gambar 5.3.3 Penambahan 0,3 ml Adrenalin 10-5

Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa pada tekanan 10 -5 dengan volume 0,3 ml
serta FCB 3x10-7 relaksasi yang terjadi semakin menurun. Hal ini menunjukkan
bahwa volume semakin kecil maka kekuatan otot dalam berelaksasi semakin
menurun bukan semakin berelaksasi melainkan semakin meningkat atau mengalami
penurunan tidak jauh dari keadaan normalnya.

Gambar 5.3.4 Penambahan 0,2 ml Adrenalin 10-5

Dari gambar diatas dapat kita lihat bahwa pada tekanan 10 -5 dengan volume 0,2 ml
serta FCB 2x10-7 dapat kita lihat bahwa penurunan atau relaksasi yang terjadi sangat
kecil. Dari gambar diatas terlihat grafik yang sedikit turun kebawah. Grafik tersebut
menunjukkan bahwa otot tidak banyak mengalami relaksasi dari keadaan normalnya.
keadaan inilah yang disebut dengan minimal relaksasi.
5.4 ATROPIN

Gambar 5.4.1 Penambahan 0,1 ml Atropin 10-7

Pada gambar 5.4.1. menunjukan bahwa bila diberi larutan 0.1 ml atropin
dengan kosentrasi 10-8 M. Penambahan asetilkolin sebesar 0,1 ml dengan
konsentrasi 10-8 M tidak menyebabkan terjadinya kontraksi ataupun relaksasi
pada otot polos kelinci . Pada gambar diatas ditunjukkan adanya penurunan
-7
pada larutan 0,1 ml dan konsentrasi 10 grafik yang tidak signifikan. Hasil
yang didapat merupakan kontraksi minimum (kontraksi yang paling kecil).
Telah dilakukan percobaan yang sama dengan sebelumnya, yaitu pada
pemberian obat atropin dimulai dengan konsentrasi terkecil yaitu 10-8 M dan
dengan volume terbesar yaitu 0.5 ml. Percobaan tersebut dilakukan secara
bertahap yaitu dengan konsentrasi yang sama namun untuk volume diturunkan
hingga 0.1 ml. Percobaan terus dilanjutkan dengan menaikkan konsentrasi
menjadi 10-7 M serta volume diturunkan bertahap dimulai dari 0.5 ml sampai
0,1 ml. Sehingga didapatkan kontraksi minimum yang terjadi pada saat
penambahan atropin sebesar 0,1 ml dengan konsentrasi 10-7 M.

BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan Hasil Praktikum

6.1.1. Urutan terjadinya kontraksi otot polos

Otot polos diberi rangsangan berupa senyawa kimia asetilkolin masuk kedalam
membrane sel Asetilkolin merangsang otot untuk melepaskan ion kalsium yang
disimpannya Selama kontraksi-eksitasi, Ca2+ dilepaskan oleh tubule retikulum
sarkoplasma dan berpindah dari sel ke ruang ekstraseluler. Dengan berikatan dengan
troponin, ion Ca2+ memicu aktivasi miosin. Akan tetapi, pada otot polos, kompleks
troponin-Ca2+ dengan berikatan dengan kalmodulin. Kalmodulin berinteraksi dengan
enzim kinase yang disebut miosin kinase atau myosin light chain kinase (MLCK). Miosin
kinase akan memfosforilasi kepala miosin. Filamen tipis otot polos tidak memiliki
troponin, sehingga selalu berada dalam kondisi siap untuk berkontraksi. Rangkaian
peristiwa ini terjadi secara berurutan seperti berikut:

1) Konsentrasi ion Ca2+ meningkat saat ion Ca2+ memasuki sel dan
dilepaskan oleh retikulum sarkoplasma
2) Ion Ca2+ berikatan dengan kalmodulin
3) Kompleks ion Ca2+-kalmodulin mengaktifkan miosin kinase atau MLCK
4) MLCK memfosforilasi kepala miosin dan meningkatkan aktivitas ATP-ase
miosin
5) Miosin aktif dan menempel dengan aktin, sehingga membentuk tegangan
otot.

Otot polos berelaksasi apabila jumlah Ca2+ menurun, meliputi pelepasan kalsium dari
kalmodulin, transpor aktif Ca2+ kembali retikulum sarkoplasma dan cairan ekstraseluler,
defosforilasi kepala miosin oleh enzim fosforilase yang mengurangi aktivitas ATPase.
Otot polos membutuhkan waktu 30kali lebih lama daripada otot rangka untuk melakukan
kontraksi dan relaksasi, akan tetapi dapat mempertahankan aktivitas kontraktil dengan
periode yan lebih lama dengan energi kurang dari 1%. Keefektifan energi pada otot polos
dipicu oleh kelembaman ATPase-nya dibandingkan ATPase otot rangka. Selain itu,
miofilamen otot rangka tetap bergabung satu sama lain selama periode kontraksi yang
panjang, sehingga energi yang digunakan lebih efisien. Otot polos nampaknya tetap
berikatan satu sama lain meskipun telah mencapai tahap defosforilasi kepala miosin.

6.1.2. Kontraksi Otot Polos saat penambahan obat Asetilkolin

Hasil Praktikum menunjukkan bahwa penambahan obat asetilkolin pada jejunum kelinci
bersifat menurunkan potensial membran dengan threshold. Penambahan asetilkolin juga
menyebabkan terjadinya peningkatan frekuensi pada tonus otot polos seperti terlihat di grafik yang
mengalami kenaikkan. Ini berarti obat asetilkolin menyebabkan otot polos berkontraksi.

6.1.3. Kontraksi Otot Polos saat penambahan obat Pilokarpin

Pada penambahan obat pilokarpin juga bersifat mirip dengan obat asetilkolin yaitu
menurunkan potensial membran. Penurunan potensial ini menyebabkan amplitudo meningkat.
Grafik pun mengalami kenaikkan dan kontraksi otot meningkat. Ini dikarenakan permeabilitas
membran terhadap Na, sehingga terjadi peningkatan frekuensi kontraksi. Dari hasil grafik
menunjukkan peningkatan atau kenaikkan (kontraksi).

6.1.4. Kontraksi Otot Polos saat penambahan obat Adrenalin


Berdasarkan hasil praktikum penambahan obat adrenalin bersifat menurunkan potensial
sehingga kontraksi turun. Adrenalin adalah rangsangan simpatis yang dapat meningkatkan potensial
membran. Adrenalin juga menghambat permeabilitas Na, dan menghambat pemasukan Na ke
dalam sel. Hal ini menyebabkan frekuensi kontraksi meningkat, otot pun sulit untuk mencapai nilai
ambang dan jarang muncul potensial aksi. Grafik menunjukkan terjadi penurunan atau relaksasi.

6.1.5. Kontraksi Otot Polos saat penambahan obat Atropin

Penambahan obat atropin memiliki sifat yang sama dengan obat adrenalin yaitu
meningkatkan potensial membran dan permeabilitas nya menjadi menurun. Atropin adalah
rangsangan parasimpatis yang bersifat menghambat asetilkolin untuk bekerja pada membran dan
menyebabkan frekuensi dan kontraksi menurun. Seperti terlihat pada grafik yang menunjukkan
penurunan yang signifikan atau bisa dikatakan otot relaksasi.
BAB VII

KESIMPULAN

7.1 Volume dan tekanan sangat mempengaruhi kerja otot. Seberapa kuat otot dapat
melakukan kontraksi ataupun relaksasi salah satunya juga dipengaruhi oleh obat
yang diberikan.
7.2 Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa ada beberapa obat yang membuat otot
berkontraksi diantaranya, Asetylkolin dan Pilokarpin. Dan obat yang
menyebabkan otot berelaksasi yaitu obat Adrenaline dan atropine.
7.3 Dari hasil percobaan dapat kita ketahui volume minimal dari masing-masing obat,
yaitu:
a. Asetylkolin : 0,1 ml
b. Adrenaline : 0,2 ml
c. Pilokarpin : 0,2 ml
d. Atropine : 0,1 ml
DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, L, 2017, Fisiologi Manusia 8th Ed, EGC : Jakarta

Soeliono, Ivonne 2018. Anatomi Fisiologi Manusia : Petunjuk Praktikum Anatomi


Dan Fisiologi Manusia (PHM 302P)

Anda mungkin juga menyukai