Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN KASUS

MODUL TRAUMA
CIDERA KEPALA SEDANG

Irin Septiani
20070340030

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2013
0
I. DESKRIPSI KASUS
A. Keluhan Utama
Pasien seorang wanita terjatuh di kamar dan kepalanya terbentur lemari. Pada saat pasien
datang, terjadi perdarahan pada bagian kepala. Pasien datang dalam keadaan sadar.
B. Indentitas Pasien
Nama : Nn. S
Usia : 25 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta

C. Pemeriksaan Obyektif
1. Kesadaran
Compos mentis, kesadaran normal, dapat merespon semua keadaan di kelilingnya
2. Kepala
Kepala bagian depan (dahi) dalam keadaan luka terbuka yang cukup besar dan terjadi
perdarahan.
D. Pengkajian Awal
1. Airway
Terpasang alat bantu oksigen binasal, 3 liter/menit, suara nafas snoring
2. Breathing

1
16 x/menit
3. Circulation
Tekanan darah : 120/72 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Suhu : 36 ºC
E. Diagnosa: Cidera kepala sedang (trauma capitis)
F. Treatment
1. Pembersihan luka, darah dan kotoran dengan kasa yang dibasahi NaCl. Kemudian dioles
menggunakan kasa dengan povidone iodine.
2. Pemasangan infus ringer’s lactat, dengan kecepatan 20 tetes per menit.
Merupakan cairan solusio untuk mengganti cairan tubuh, sebagai keseimbangan cairan
elektrolit dan terapi shock. Tersedia dalam kemasan 250, 500, 1000 ml bags. Ringer’s
laktat mengandung 40 – 50 ml/kg NaCl 0,6 g, CaCl dihidrat 0,02 g, KCl 0,03 g, Sodium
laktat 0,31 g. Dalam tiap 1 ml larutan ini mengandung natrium 130 mEq/L, klor 109
mEq/L, potassium 4 mEq/L, kasium 3 mEq/L, buffer 28 mEq/L, osmolalitas 272 mOsm/L.
Larutan ringer ‘s laktat termasuk balance crystalloid yang komposisinya dapat
mengembalikan cairan ekstra seluler yang hilang. Metabolisme dari larutan ini yaitu
menyediakan alkali untuk tubuh. Ringer’s laktat lebih sering digunakan untuk mengisi
hipovolemia pada pasien tanpa abnormalitas elektrolit yang besar. Crystalloid yang tidak
seimbang (misalnya physiologic saline solution dan dextrose 5 %) tidak dapat
mengembalikan cairan extra seluler. Tipe dari larutan tersebut yaitu sebagai larutan
pemeliharaan yang tipikalnya mempunyai kandungan sedikit sodium dan potassium yang
lebih banyak. Pemberian infus RL diberikan dengan pertimbangan tingkat dehidrasi pasien
masih rendah dan tidak terlalu mengalami alkalosis. Infus RL pada 100 ml RL
mengandung CaCl dihidrat 0,02 g, NaCl 0,6 gram, KCl 0,03 g dan Sodium Lactate 0,31 g.
Na merupakan kation utama cairan ekstrasel yang dapat mempertahankan tekanan osmose.
Khlorida merupakan anion utama plasma, K = kation penting cairan intrasel. Laktat
digunakan sebagai prekursor bikarbonat. Cairan intrasel untuk konduksi syaraf otot. NaCl
menjaga tekanan osmose darah dan jaringan, KCl untuk hipokalemia dan hipokloremia.
Pemberian infus RL juga dapat menjadi pilihan untuk mengisi hipovolemia pada pasien
dehidrasi tanpa abnormalitas elektrolit. K merupakan kation major di cairan ekstraseluler.

2
3. Ventilasi O2 binasal 3 liter per menit
4. Luka dibersihkan dengan larutan NaCl. Dilakukan anestesi dengan lidokain
5. Heating dilakukan 10 jahitan, 5 jahitan dalam dengan continue dan 5 jahitan luar dengan
interrupted
6. Dilapisi dengan sofratul (kasa antibiotic) Ditutup dengan kassa dan betadine
7. Injeksi ketorolax sebanyak 1 ampul
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri akut sedang
sampai berat setelah prosedur bedah. Durasi total Ketorolac tidak boleh lebih dari lima
hari. Ketorolac secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi. Harus diganti
ke analgesik alternatif sesegera mungkin, asalkan terapi Ketorolac tidak melebihi 5 hari.
Ketorolac tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah obstetri atau untuk
analgesia obstetri karena belum diadakan penelitian yang adekuat mengenai hal ini dan
karena diketahui mempunyai efek menghambat biosintesis prostaglandin atau kontraksi
rahim dan sirkulasi fetus.

I. PERTANYAAN KRITIS
1. Bagaimana respon tubuh pada trauma ?
2. Patofisiologi Cedera Kepala ?
3. Klasifikasi cedera kepala?
4. Manifestasi Klinis Cedera Kepala ?
5. Komplikasi ?
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka?

II. REFLEKSI KASUS

3
1.

Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan Luka di kulit kepala, fraktur tulang
tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis Cedera kepala merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, 2007). Di Indonesia diperkirakan lebih dari 80%
pengendara kendaraan mengalami resiko kecelakaan, 18 % diantaranya mengalami
cedera kepala dan kecederaan permanen.
Cedera Kepala yaitu yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan ( accelerasi –
decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk. Dipengaruhi oleh perubahan peningkatan
pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada
kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur
objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan
ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan
ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan
trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
2. Patofisiologi Cedera Kepala Berat

4
Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat
terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak
walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg
%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik. Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit / 100 gr. jaringan
otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas


atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom
pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium
dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan
vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol
akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah
arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

Etiologi
Trauma kepala / cedera kepala dapat disebabkan oleh beberapa peristiwa,
diantaranya:
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.

3. Cedera kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua:

5
1. Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acclerasi-decelerasi otak) yang


menyebabkan gangguan pada jaringan. Terjadi pada waktu benturan, mungkin
karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau
hemoragi.

Pada cedera primer dapat terjadi:

 Gegar kepala ringan


 Memar otak

 Laserasi

2. Cedera kepala sekunder

Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral


dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti:

 Hipotensi sistemik
 Hipoksia

 Hiperkapnea

 Udema otak

 Komplikai pernapasan

 Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

6
4. Manifestasi Klinis Cedera Kepala :

1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih

2. Kebungungan

3. Iritabel

4. Pucat

5. Mual dan muntah

6. Pusing kepala

7. Terdapat hematoma

8. Kecemasan

9. Sukar untuk dibangunkan

10. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

5. Komplikasi :

1. Hemorrhagie

2. Infeksi

3. Edema

4. Herniasi

Pemeriksaan Penunjang :

1. Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin, leukosit, CT, BT)


2. Rotgen Foto

7
3. CT Scan

4. MRI

KESIMPULAN

Trauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak. Klasifikasi
cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang
diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera
perlambatan (deselerasi).

Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi
atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan
berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya
hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan
terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak
menyeluruh

Anda mungkin juga menyukai