Anda di halaman 1dari 256

KUMPULAN MATERI UKOM RUKI EXPRESS 2

RUKI AKU PADAMU

INSYA ALLAH WARGA RUKI KOMPETEN MARET 2018

ONE SHOOT ONE GOAL “YESYESYES 

1
DAFTAR ISI

Sampul
Daftar Isi
1. DEPARTEMEN KEPERAWATAN MANAJEMEN
A. Prinsip-Prinsip Manajemen 5
B. Gaya Kepemimpinan 5
C. Model Asuhan Keperawatan 6
D. Prinsip Etik 12
E. Kegiatan Dalam Manajemen Keperawatan 12
F. Klasifiksai Ketergantungan Pasien 14
G. Fungsi Manajemen Keperawatan 15
H. Dokumentasi Yang Tepat Untuk Perawat 16
2. DEPARTEMEN KEPERAWATAN KOMKELGER
A. Upaya Kesehatan 17
B. Pencegahan 17
C. Struktur Keluarga 18
D. Fungsi Keluarga 18
E. Tahapan Keluarga 19
F. Tipe Keluarga 20
G. Tahap Perkembangan 21
H. Strategi Promkes 21
I. Peran Perawat 21
J. Fungsi Perawat 23
K. Kekuatan Dalam Keluarga 23
L. Tahapan Keluarga Sejahtera 24
M. Meja Pada Posyandu 26

Lampiran : Diagnosa KKG

3. DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS


A. Kehamilan 38
B. Persalinan 40
C. Ruptur Perineum 41
D. Tanda-Tanda Persalinan 42
E. Moulage 42
F. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan 42
G. Jenis Lochea 43
H. Periode Nipas 43
I. Pasien Datang Dengan Perdarahan 43
J. Status Obstetrik 43

2
K. Alat Kontrasepsi 44
4. DEPARTEMEN KEPERAWATAN ANAK
A. Afgar Score 45
B. Penatalaksanaan Pada Bayi Baru Lahir 46
C. Rumus Menghitung Bbi Anak 46
D. Rumus Menghitung Usia Anak 46
E. Imunisasi 47
F. Penilaian Ikterus 48
G. Tumbuh Kembang 49
5. DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA
A. Defisit Perawatan diri 62
B. Gangguan Persepsi Sensori/Halusinasi 64
C. Harga diri rendah 66
D. Isolasi Sosial 68
E. Perilaku Kekerasan 70
F. Resiko Bunuh Diri 72
G. Waham 74
H. Macam-Macam Resiko Bunuh Diri 76
I. Rentang Respon kemarahan 76
J. Klasifikasi Tingkat Kecemasan 77
K. Macam-Macam Waham 78
L. Komunikasi Terapeutik 79
M. Mekanisme Pertahanan Ego 80
N. Proses Berduka 83
O. Gangguan Konsep Diri 83
6. DEPARTEMEN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
A. Label Triase 86
B. GCS 86
C. Tingkat Kesadaran 87
D. Penanganan Trauma 87
E. CAB 92
F. Perhitungan Luka Bakar 93
G. Mekanisme Penatalaksanaan Pada Pasien Luka Bakar 94
H. Resusitasi Cairan Untuk Luka Bakar (Dewasa) 94
I. Resusitasi Cairan Untuk Luka Bakar (Anak) 94
J. Basis Crani’i 94
K. Masalah Sumbatan Jalan Napas 94
L. Penanganan Pasien Tersedak 95
M. Pengelolaan Gangguan Jalan Napas 95
N. Kekuatan Otot 95
O. 12 Saraf Kranial 96

3
P. Tindakan Ventrikel Takikardi 96
7. DEPARTEMEN KEPERAWATAN KMB
A. Balance Cairan 97
B. MAP (Mean Arterial Pressure) 97
C. Menghitung Dosis Obat 97
D. Menghitung Tetes Infus 98
E. Perhitungan Heart Rate 98
F. Letak Pemasangan EKG 99
G. Jenis Sandapan Pada EKG 9
H. Rectal Grading 101
I. AGD 101
J. Algoritma Penegakan Diagnosis Keperawatan Pada Sesak Napas 102
K. Posisi 103
L. 10 Penyakit :
TB 104
STROKE 115
GASTRITIS 128
ASTMA 137
GEA 148
HIPERTENSI 152
DIABETEL MELLITUS 157
DBD 166
LUKA BAKAR 171
FRAKTUR 178

Lampiran: Diagnosis & Sop


Daftar Pustaka

4
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MANAJEMEN

A. PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN KEPERAWATAN


Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan untuk
memberikan perawatan kepada pasien. Swanburg (2000) menyatakan bahwa prinsip-
prinsip manajemen keperawatan adalah sebagai berikut:
1. Manajemen keperawatan adalah perencanaan
2. Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif
3. Manajemen keperawatan adalah pembuatan keputusan
4. Pemenuhan kebutuhan asuhan keperawatan pasien adalah urusan manajer perawat
5. Manajemen keperawatan adalah suatu perumusan dan pencapaian tujuan sosial
6. Manajemen keperawatan adalah pengorganisasian
7. Manajemen keperawatan merupakan suatu fungsi, posisi atau tingkat sosial, disiplin,
dan bidang studi
8. Manajemen keperawatan bagian aktif dari divisi keperawatan, dari lembaga, dan
lembaga dimana organisasi itu berfungsi
9. Budaya organisasi mencerminkan nilai-nilai kepercayaan
10. Manajemen keperawatan mengarahkan dan pemimpin
11. Manajemen keperawatan memotivasi
12. Manajemen keperawatan merupakan komunikasi efektif
13. Manajemen keperawatan adalah pengendalian atau pengevaluasian.
B. GAYA KEPEMIMPINAN
1. AUTOKRATIS
Berorientasi pada tugas dan memiliki pengendalian tinggi.
2. SITUASIONAL
Bergantung pada situasi dan menyesuaikan dengan tuntutan saat ini.
3. DEMOKRATIS
Melibatkan Perawat memberikan masukan dan kesempatan untuk berkembang secara
profesional (Bermusyawarah).
4. LISSEEZ FAIRE
Memberikan kesempatan penuh kepada perawat tanpa dukungan, arahan, maupun
pengawasan.

5
5. BIROKRATIS
Mengarahkan staf untuk taat kepada peraturan dan kebijakan organisasi.
6. KARISMATIK
Hubungan emosional antara pemimpin dan bawahannya, menginspirasi dan
memotivasi bawahannya, serta mempercayakan terhadap kemampuan pemimpin.
7. OTORITER
Kepercayaan rendah terhadap bawahannya, memotivasi bawahan melalui ancaman
atau hukuman, komunikasi satu arah ke bawah (top-down).

C. MODEL ASUHAN KEPERAWATAN


1. KASUS : 1 Perawat 1 pasien
Penjelasan :
Setiap perawat ditugaskan untuk melayani seluruh kebutuhan pasien saat ia dinas.
Pasien akan dirawat oleh perawat yang berbeda untuk setiap shift dan tidak ada
jaminan bahwa pasien akan dirawat oleh orang yang sama pada hari berikutnya.
Metode penugasan kasus biasa diterapkan satu pasien satu perawat, dan hal ini
umumnya dilaksanakan untuk perawat privat atau untuk keperawatan khusus seperti
isolasi, intensive care.Metode ini ber-dasarkan pendekatan holistik dari filosofi
keperawatan. Perawat bertanggung jawab terhadap asuhan dan observasi pada pasien
tertentu (Nursalam, 2002).
Contoh penerapan metode kasus :

Kepala Ruang

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien/ klien Pasien/ klien Pasien/ klien

Bagan : Struktur organisasi metode kasus

6
Keuntungan metode kasus :
a) Perawat lebih memahami kasus per kasus
b) Sistem evaluasi dari manajerial menjadi lebih muda
Kelemahan metode kasus :
a) Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanggung jawab
b) Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama
c) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga
tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh
d) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah pasien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan
e) Pendelegasian perawatan pasien hanya sebagian selama perawat penaggung
jawab pasien bertugas.

2. PRIMER : Perawat bertanggung jawab penuh selama 24 jam terhadap pasien


Penjelasan :
 Metode primer adalah metode dalam pemberian asuhan keperawatan yang
ditandai dengan keterikatan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat
yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan mengkoordinasikan asuhan
keperawatan selama pasien dirawat. Metode primer merupakan metode yang
berdasarkan pada tindakan yang komprehensif dari filosofi keperawatan. Perawat
bertanggung jawab terhadap semua aspek asuhan keperawatan dari hasil
pengkajian kondisi pasien untuk mengkoordinir asuhan keperawatan.
 Metode penugasan di mana satu orang perawat bertanggung jawab penuh selma
24 jam terhadap asuhan keperawatan pasien mulai dari pasien masuk sampai
keluar rumah sakit. Mendorong praktik kemandirian perawatan, ada kejelasan
antara pembuat rencana suhan dan pelasksana. Metode primer ini ditandai dengan
adanya keterkaitan kuat dan terus menerus anatar pasien dan perawat yang
ditugaskan untuk merancanakan, melakukan, koordinasi asuhan keperawatan
selama pasien dirawat.

7
Contoh penerapan metode primer :

Dokter Kepala ruang Sarana RS

Perawat primer

Pasien/ klien

Kepala Ruang Kepala Ruang Kepala Ruang

Bagan : Struktur organisasi metode primer

Keuntungan metode primer :


a) Bersifat kontunuitas dan komprehensif
b) Perawatan primer mendapatkan akuntabilitas yang tinggi terhadap hasil, dan
memungkinkan pengembangan diri
c) Mendorong kemandirian perawat
d) Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat
e) Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
f) Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan.
Keuntungan yang dirasakan adalah pasien merasa di manusiawikan karena
terpenuhinya kebutuhan secara individu. Selain itu, asuhan yang diberikan
bermutu tinggi, dan tercapai pelayanan yang efektif terhadap pengobatan.,
dukungan, proteksi, informasi, dan advokasi.
Kelemahan metode primer :
a) Hanya dapat dilakukan oleh perawat yang memiliki pengalaman dan pengetahuan
yang memadai dengan kriteria asertif, self direction, kemampuan mengambil
keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinis, akuntabel, serta mampu
berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu
b) Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat
c) Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional
8
d) Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.

3. TIM : Dibagi menjadi beberapa tim dan dipimpin oleh seorang ketua tim.
Penjelasan :
 Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan oleh sekelompok
perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman
serta memiliki pengetahuan dalam bidangnya. Pembagian tugas di dalam
kelompok dilakukan oleh pemimpin kelompok, selain itu pemimpin kelompok
bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota tim sebelum tugas dan menerima
laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim
dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan. Selanjutnya pemimpin
tim yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan atau
asuhan keperawatan klien.
 Metode tim adalah metode yang berdasarkan kelompok pada filosofi
keperawatan. Terdapat sekitar 6-7 perawat profesional dan perawat associate
bekerja sebagai suatu tim, disupervisi oleh ketua tim. Metode ini menggunakan
tim yang terdiri atas anggota yang berbeda beda dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap sekelompok pasien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2-3
tim/group yang terdiri atas tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu
kelompok kecil yang saling membantu.
Contoh penerapan metode team :

Kepala Ruang

Ketua Tim Ketua Tim Ketua Tim

Staf Perawat Staf Perawat Staf Perawat

Pasien / klien Pasien / klien Pasien / klien

Bagan : Struktur organisasi metode tim

9
Keuntungan metode team :
a) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh
b) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan
c) Memungkinkan komunikasi antar tim, sehinggah konflik mudah di atasi dan
memberikan kepuasaan pada anggota tim
d) Saling memberi pengalaman antar sesama tim
e) Pasien dilayani secara komfrehesif
f) Terciptanya kaderisasi kepemimpinan
g) Tercipta kerja sama yang baik
h) Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
i) Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan aman dan
efektif.
Kelemahan metode team :
a) Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi tanggung
jawabnya
b) Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan
atau terburu-buru sehingga dapat mengakibatkan komunikasi dan koordinasi antar
anggota tim terganggu sehingga kelancaran tugas terhambat
c) Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau
berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.

4. FUNGSIONAL : sesuai keahlian perawat


Penjelasan :
Model fungsional dilaksanakan oleh perawat dalam pengelolaan asuhan keperawatan
sebagai pilihan utama pada saat perang dunia kedua. Pada saat itu karena masih
terbatasnya jumlah dan kemampuan perawat maka setiap perawat hanya melakukan 1
– 2 jenis intervensi keperawatan kepada semua pasien di bangsal. Model ini
berdasarkan orientasi tugas dari filosofi keperawatan, perawat melaksanakan tugas
(tindakan) tertentu berdasarkan jadwal kegiatan yang ada (Nursalam, 2002).

10
Contoh penerapan metode fungsional :

Kepala Ruang

Perawat : Perawat : Perawat : Perawat :


1) Pengobatan Merawat Luka Pengobatan Merawat luka

Pasien / klien

Bagan : Struktur organisasi metode fungsional


Contoh:
Perawat A bertugas menyuntik, perawat B tugasnya mengukur suhu badan klien.
Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua klien yang
ada di unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas
tersebut dan menerima laporan tentang semua pasien serta menjawab semua
pertanyaan tentang pasien.
Keuntungan metode fungsional :
a) Manajemen klasik yang menekankan efisiensi, pembagian tugas yang jelas, dan
pengawasan yang baik
b) Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
c) Perawat senior diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pasien
diserahkan kepada perawat junior dan/atau belum berpengalaman
d) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman
untuk satu tugas yang sederhana.
e) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang
praktek untuk ketrampilan tertentu.
Kelemahan metode fungsional :
a) Tidak memberikan kepuasan pada pasien maupun perawat
b) Pelayanan keperawatan terpisah pisah, tidak dapat menerapkan proses
keperawatan

11
c) Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan keterampilan
saja
d) Kebutuhan pasien secara individu sering terabaikan
e) Pelayanan pasien secara individu sering terabaikan
f) Pelayanan terputus-putus
g) Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai

D. PRINSIP ETIK KEPERAWATAN


1. NONMALEFICIENCE : Tidak merugikan/ menimbilkan bahaya (cedera bagi pasien)
2. CONFIDENTIALITY : Kerahasiaan/menjaga informasi pribadi klien
3. AUTONOMY : Menghargai hak-hak pasien dalam membuat keputusan
4. BENEFICIENCE : Berbuat baik
5. JUSTICE : Keadilan
6. VERACITY : Kejujuran dalam memberikan pelayanan keperawatan
7. FIDELITY : Menepati janji
8. ACCOUNTABILITY : Bertanggung jawab

E. KEGIATAN DALAM MANAJEMEN KEPERAWATAN


1. PENERIMAAN PASIEN BARU
Tahap pra penerimaan pasien baru :
1) Menyiapakan kelengkapan administrasi
2) Menyiapkan kelengkapan kamar sesuai pesanan
3) Menyiapkan format penerimaan pasien baru
4) Menyiapkan buku status pasien dan format pengkajian
keperawatan
5) Menyiapkan nursing kit
6) Menyiapkan lembar tata tertib pasien, keluarga, dan pengunjung ruangan
Tahap pelaksanaan penerimaan pasien baru :
1) Pasien datang di ruangan diterima oleh kepala ruangan/perawat
primer/perawat yang diberi delegasi
2) Perawat memperkenalkan diri kepada pasien dan keluarganya

12
3) Perawat menunjukkan kamar atau tempat tidur pasien dan mengatur ketempat
yang telah ditetapkan
4) Perawat bersama karyawan lain memindahkan pasien ke tempat tidur dan
diberikan posisi yang nyaman
5) Perawat menanyakan kembali tentang tentang kejelasan tentang informasi
yang telah disampaiakan.
6) Perawat mulai melakukan pengkajian terhadap pasien sesuai dengan format
(Nursalam, 2015).
2. RONDE KEPERAWATAN
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yang
diaksanakan oleh perawat, melibatkan klien untuk membahas dan melaksanakan
askep pada kasus tertentu yang dilaksanakn oleh ketua tim, kepala ruangan, PA serta
seluruh anggota tim.
3. PRE CONFERENCE
Kegiatan diskusi yang dilakukan oleh ketua tim dan perawat pelaksana mengenai
kegiatan yang akan dilakukan kepada pasien selama shift.
4. POST CONFERENCE
Kegiatan diskusi yang dilakukan oleh katim dan perawat pelaksana mengenai
kegiatan selama shift sebelum dilakukan operan shift berikutnya.
5. OVERAN
Komunikasi antara perawat yang berisi tentang laporan dan rencana kegiatan yang
dilakukan kepada pasien selama shift, dipimpin oleh karu, diikuti oleh shift sebelum
dan shift yang akan bertugas.
6. PENDELEGASIAN
Delegasi (Delegation) secara singkat dapat dikatakan bahwa delegasi adalah
pemberian sebagaian tanggung jawab dan kewibawaan kepada orang lain (Suarli dan
Bachtiar, 2007).
7. SUPERVISI
Secara umum yang dimaksud dengan supervisi adalah melakukan pengamatan secara
langsung dan berkala oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh
bawahan untuk kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan pe-tunjuk
atau bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya (Suarli & Bachtiar, 2007).
13
8. DISCHARGE PLANNING
Sebagai suatu layanan untuk membantu pasien dalam mengatur perawatan yang
diperlukan setelah tinggal di RS, ini termasuk layanan untuk keperawatan di rumah,
perawatan rehabilitatif, perawatan medis rawat jalan. Dan bantuan lainnya.
9. DESENTRALISASI : PENERIMA DAN PENCATATAN OBAT
a. Obat yang telah diambil keluarga diserahkan pada perawat
b. Obat yang diserahkan dicatat dalam buku masuk obat
c. Perawat memberikan kartu pemberian obat kepada keluarga/pasien
d. Penyuluhan tentang : rute pemberian obat, waktu, tujuan, efek samping
e. Perawat menyerahkan kembali obat kepada keluarga/ pasien dan menandatangani
lembar penyuluhan.
Pemberi Obat:
 Perawat melakukan kontroling terhadap pemberian obat
 Dicek apakah ada efek samping, pengecekan setiap pagi hari untuk
menentukan obat benar-benar diminum sesuai dosi
 Obat yang tidak sesuai/ berkurang dengan perhitungan diklarifikasi dengan
keluarga
Penambahan Obat:
 Dicatat dalam buku masuk obat
 Melakukan penyuluhan obat baru sebelum diserahkan ke pasien
Obat Khusus:
 Penyuluhan obat khusus diberikan oleh perawat primer
 Pemberian obat khusus sebaiknya oleh perawat

F. KLASIFIKASI KETERGANTUNGAN PASIEN (OREM DAN SWANBURG)


1. KATEGORI KEPERAWATAN TEORI OREM
 Minimal care : pasien bisa berdiri/hampir tidak memerlukan bantuan.
 Partial care : pasien memerlukan bantuan perawat sebagian.
 Total care : pasien memerlukan bantuan perawat sepenuhnya dan
memerlukan waktu perawat yang lebih lama.
 Mediate care : perawat gawat darurat

14
 Intermediate care : perawat intevsive, ICU

2. KATEGORI KEPERAWATAN TEORI SWANBURG


 Self care : pasien memerlukan bantuan minimal (pasien bisa mandiri/ hampir
tidak memerlukan bantuan), dalam melakukan tindakan keperawatan dan
pengobatan dubutuhkan waktu 1-2 jam dengan waktu rata-rata efektif 1-5
jam/24 jam.
 Minimal care : pasien memerlukan bantuan sebagian dalam tindakan
keperawatan dan pengobatan dan mengatur posisi. Dibutuhkan waktu 3-4 jam
dengan waktu rata-rata efektif 3-5 jam/24 jam.
 Intermediate care (perawatan intensive) : membutuhkan waktu 5-6 jam
dengan waktu rata-rata efektif 5-7 jam/24 jam.
 Mothfied intensive care : membutuhkan waktu 7-8 jam dengan waktu rata-
rata efektif 7,5 jam /24 jam.
 Intensive care : membutuhkan waktu 10-14 jam dengan waktu rata-rata
efektif 12 jam/24 jam.

G. FUNGSI MANAJEMEN KEPERAWATAN


1. Planning (Perencanaan) : Sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan
organisasi sampai dengan menyusun dan menetapkan rangkaian kegiatan untuk
mencapainya, melalui perencanaan yang dapat ditetapkan tugas-tugas staf. Dengan
tugas ini seorang pemimpin akan mempunyai pedoman untuk melakukan
supervisidan evaluasi serta menetapkan sumber daya yang dibutuhkan oleh staf
dalam menjalankan tugas-tugasnya.
2. Organizing (pengorganisasian) : adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk
menghimpun semua sumber data yang dimiliki oleh organisasi dan
memanfaatkannhya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Actuating (directing, commanding, coordinating) atau penggerakan : adalah
proses memberikan bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja secara
optimal dan melakukan tugas-tugasnya sesuai dengan keterampilan yang mereka
miliki sesuai dengan dukungan sumber daya yang tersedia.

15
4. Controlling (pengawasan, monitoring) : adalah proses untuk mengamati secara
terus menerus pelaksanaan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan
koreksi terhadap penyimpangan yang terjadi.

H. PENDOKUMENTASIAN YANG TEPAT UNTUK PERAWAT


Memenuhi Syarat berikut:
1. What
2. when
3. why
4. who
5. how

16
DEPARTEMEN KEPERAWATAN KOMKELGER

A. UPAYA KESEHATAN
1. PROMOTIF
 Promosi kesehatan
 Sasaran: orang sehat
 Untuk meningkatkan kesehatan
 Contoh : penyuluhan, penggerakan dan pemberdayaan masyarakat
2. PREVENTIF
 Promkes untuk mencegah terjadinya penyakit
 Sasaran : kelompok orang resiko tinggi
 Untuk mencegah kelompok resiko tinggi agar tidak sakit
 Kegiatan: imunisasi, pemeriksaan ANC, INC, PNC
3. KURATIF
 Mencegah sakit menjadi lebih parah melalui pengobatan
 Sasaran: orang sakit
 Untuk mampu mencegah penyakit tersebut tidak lebih parah
 Kegiatan: memberikan pengobatan
4. REHABILITATIF
 Memelihara dan memulihkan kondisi/ mencegah kecacatan
 Sasaran: kelompok orang yang baru sembuh
 Untuk pemulihan dan pencegahan kecacatan
 Contoh:
- membimbing pasien / ibu nifas dalam proses uteri sekaligus melakukan
penilaian apakah uterus sudah kembali pada keadaan normal.
- Membimbing ibu nifas dalam melakukan senam nifas.
B. PENCEGAHAN

PRIMER
SEKUNDER
 Meningkatkan TERSIER
 Deteksi dini
 Mempertahankan  Penyembuhan
 Diagnosa
kesehatan keluarga  Rehabilitasi
 pengobatan
 Promosi keluarga

17
C. STRUKTUR KELUARGA

PATRILINEAL MATRILINEAL
 Keluarga sedarah yang  Keluarga sedarah yang
terdiri dari sanak terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam saudara sedarah dalam
beberapa generasi. beberapa generasi.
 Hubungan disusun  Hubungan disusun
melalui jalur Ayah. melalui jalur Ibu.

MATRILOKAL PATRILOKAL
 Sepasang suami istri  Sepasang suami istri
yang tinggal bersama yang tinggal bersama
keluarga sedarah istri. keluarga sedarah
suami.

KELUARGA KAWINAN
 Hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembinaan keluarga dan beberapa sanak
saudara yang menjadi bagian keluarga
karena adanya hubungan dengan suami
atau istri.

D. FUNGSI KELUARGA (FRIEDMAN)


1. FUNGSI ASERTIF
 Saling menerima
2. FUNGSI REPRODUKSI
 Meneruskan keturunan
 Memelihara/ membesarkan anak
 Memenuhi kebutuhan gizi keluarga
 Memelihara dan merawat anggota keluarga
3. FUNGSI SOSIALISASI
 Membina sosialisasi pada anak
 Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak

18
 Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga
4. FUNGSI EKONOMI
 Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga
 Pengaturan pengguna penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga
 Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dimasa yang akan
datang (pendidikan, jaminan hari tua).
5. FUNGSI PERAWATAN

E. TAHAPAN KELUARGA
1. PASANGAN BARU (KELUARGA BARU)
 Sepasang suami istri yang baru saja menikah
 Meningkatkan (psikologis) keluarga masing-masing
2. KELUARGA CHILD BEARING (KELAHIRAN ANAK PERTAMA)
 Keluarga yang menantikan kelahiran
 Dimulai dari kehamilan-kelahiran anak pertama
 Berlanjut sampai anak pertama berusia 30 tahun
3. KELUARGA DENGAN ANAK PRA SEKOLAH
 Dimulai saat kelahiran anak pertama (2-5 bulan)
 Berakhir saat anak berusia 5 tahun
4. KELUARGA DENGAN ANAK SEKOLAH
 Dimulai pada usia 6-12 tahun
5. KELUARGA DENGAN ANAK REMAJA
 Dimulai pada usia 13 tahun (berakhir 6-7 tahun kemudian) yaitu saat anak
meninggalkan rumah orang tuanya.
6. KELUARGA DENGAN ANAK DEWASA (PELEPASAN)
 Dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah
 Berakhir pada saat anak terakhir meninggalkan rumah
 Lamanya tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam keluarga/ jika ada anak
yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua.
7. KELUARGA DENGAN USIA PERTENGAHAN
 Saat anak terakhir meninggalkan rumah

19
8. KELUARGA USIA LANJUT
 Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu pasangan
pensiun, berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya
meninggal.

F. TIPE KELUARGA
Tradisional :
1. The nuclear family (keluarga inti)
Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak
2. The dyad family
Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak)
3. Keluarga usila
Keluarga yang terdiri dari suami istri yang sudah tua dengan anak sudah memisahkan
diri
4. The extended family (keluarga luas/besar)
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah seperti
nuclear family disertai : paman, tante, orang tua (kakek- nenek), keponakan, dll).
5. The single-parent family (keluarga duda/janda)
Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah dan ibu) dengan anak, hal ini terjadi
biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hukum
pernikahan)
6. Blended family
Keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang menikah kembali dan
membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
7. The single adult living alone / single-adult family
keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau
perpisahan (separasi), seperti : perceraian atau ditinggal mati.

Non-tradisional :
 Commune family
Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara,

20
yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama,
pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok /
membesarkan anak bersama

G. TAHAP PERKEMBANGAN
 FASE ORAL (0 – 1 TAHUN) Fokus = Mulut (Menggigit)
 FASE ANAL (1 – 3 TAHUN) Fokus = Toilet Training
 FASE FALIK (3 – 5 TAHUN) Fokus = Alat Kelamin
 FASE LATEN (5 – 12 TAHUN) Fokus = Keterampilan Sosial Dan Intelektual
 FASE GENITAL (12 – DEWASA) Fokus = Reproduksi

H. STRATEGI PROMKES
1. KEMITRAAN
Suatu bentuk kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun
kelompok, dalam mencapai tujuan tertentu.
2. ADVOKASI
Kegiatan memberikan bantuan kepada masyarakat dengan membuat keputusan
yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat.
3. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai
pengawasan.

I. PERAN PERAWAT
1. CARE GIVER/ PEMBERI PELAYANAN
 Memperhatikan individu dalam konteks sesuatu kebutuhan
 Perawat menggunakan nursing proses untuk mengidentifikasi diagnosa
keperawatan mulai dari masalah fisik (fisiologis)-masalah psikologis.
 Peran utama adalah memberikan pelayanan keparawatan kepada individu,
keluarga, kelompok/ masyarakat sesuai diagnosa keperawatan yang terjadi mulai
dari masalah yang bersifat sederhana sampai dengan komplek.

21
2. CLIEN ADVOCATE / PEMBELA PASIEN
 Perawat bertanggung jawab untuk membantu klien dan keluarga dalam
menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan memberikan
informasi lain yang diperlukan untuk mengambil keputusan (inform consent) atas
tindakan keperawatan yang diberikan.
3. CONSELLOR/ KONSELING
 Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien
terhadap keadaan sehat sakitnya.
 Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk
meningkatkan kemampuan adaptasinya.
 Konseling diberikan kepada individu atau keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman masa lalu .
 Pemecahan masalah difokuskan pada masalah mengubah perilaku hidup sehat
(perubahan pola interaksi).
4. EDUCATOR / PENDIDIK
 Peran ini dilakukan kepada klien, keluarga, tim kesehatan lain baik secara
spontan (saat interaksi) maupun secara disipakan.
 Tugas perawat adalah membantu mempertinggi pengetahuan dalam upaya
peningkatkan kesehatan. Gejala penyakit sesuai kondisi dan tindakan yang
spesifik.
 Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dari Nursing Care Planning.
5. COORDINATOR
 Peran perawat adalah mengarahkan, merencanakan, mengorganisasikan
pelayanan dari semua tim kesehatan.
 Karena klien menerima banyak pelayanan dari banyak profesional
 Misalnya: nutrisi makan aspek yang harus diperhatikan adalah jenis, jumlah,
komposisi, persiapan, pengelolaan, cara memberikan, monitoring, motivasi
edukasi dan sebagainya.
6. COLABORATOR / KOLABORASI
 Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga dan tim kesehatan lainnya
berupaya mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar

22
pendapat terhadap pelayanan yang diperlukan klien, memberi dukungan, paduan
keahlian dan keterampilan dari berbagai profesional pemberi pelayanan
kesehatan.
7. CONSULTAN
 Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien dan
informasi tentang tujuan perawatan yang diberikan.
 Dengan peran ini dapat dikatakan keperawatan adalah sumber informasi yang
berkaitan dengan kondisi spesifik klien.
8. CHAGE AGENT/ PERUBAH
 Elemen ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dalam
hubungan dengan klien dan cara pemberian keperawatan kepada klien.

J. FUNGSI PERAWAT
1. INDEPENDEN
Tindakan perawat mandiri, contoh : melakukan pengkajian.
2. DEPENDEN
Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus
yang menjadi wewenang. Contoh: pemasangan infus, pemberian obat, dan
melaksanakan suntikan.
3. INTERDEPENDEN
Tindakan perawat berdasarkan pada kerjasama dengan tim perawatan atau tim
kesehatan lainnya.

K. KEKUATAN DALAM KELUARGA


1. AFEKTIC POWER : Kasih sayang
2. REWARD POWER : Diberi imbalan jike malakukan dengan benar
3. COERSIVE POWER : Paksaan
4. LEGITIMATE POWER : Penuh aturan

23
L. TAHAPAN KELUARGA SEJAHTERA
Sebenarnya tahapan kesejahteraan keluarga itu ada 4 Yaitu :
1. Keluarga pra sejahtera
Yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic need) secara
minimal, seperti kebutuhan akan spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan
KB.
 Melaksanakan ibadah menurut agama oleh masing-masinganggota keluarga
 Pada umunya seluruh anggota keluarga, makan dua kali atau lebih dalam sehari.
 Seluruh anggota keluarga mempunyai pakaian berbeda di rumah, bekerja, sekolah
atau berpergian.
 Bagian yang terluas dari lantai bukan dari tanah.
 Bila anak sakit dan atau pasangan usia subur ingin ber KB dibawa ke sasaran
kesehatan.
2. Keluarga Sejahtera I
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhnan dasarnya secara minimal
tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologinya seperti kebutuhan akan
pendidikan, KB, interaksi lingkungan tempat tinggal dan trasportasi. Pada keluarga
sejahtera I kebutuhan dasar (a s/d e) telah terpenuhi namun kebutuhan sosial
psikologi belum terpenuhi yaitu:
 Anggota keluarga melaksanakan ibadah secara teratur.
 Paling kurang sekali seminggu, keluarga menyadiakan daging, ikan atau telur.
 Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang 1 stel pakaian baru pertahun
 Luas lantai rumah paling kurang 8 meter persegi untuk tiap pengguna rumah
 Seluruh anggota keluarga dalam 3 bulan terakhir dalam kedaan sehat
 Paling kurang satu anggota 15 tahun keatas, penghasilan tetap.
 Seluruh anggota kelurga yang berumur 10-16 tahun bisa baca tulis huruf latin.
 Seluruh anak berusia 5-15 tahun bersekolah pada saat ini
 Bila anak hidup 2 atau lebih, keluarga pasang yang usia subur memakai
kontrasepsi (kecuali sedang hamil)
3. Keluarga Sejahtera II
Yaitu keluarga disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasasrnya, juga

24
telah dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi.
Pada keluarga sejahtera II kebutuhan fisik dan sosial psikologis telah terpenuhi
(a s/d n telah terpenuhi) namun kebutuhan pengembangan belum yaitu:
 Mempunyai upaya untuk meningkatkan agama.
 Sebagian dari penghasilan dapat disisihkan untuk tabungan keluarga.
 Biasanya makan bersama paling kurang sekali sehari dan kesempatan ini dapat
dimanfaatkan untuk berkomunikasi antar anggota keluarga.
 Ikut serta dalam kegiatan masyarakat dilingkungan keluarga.
 Mengadakan rekreasi bersama di luar rumah paling kurang 1 kali perbulan.
 Dapat memperoleh berita dan surat kabar, radio, televisi atau majalah.
 Anggota keluarga mampu menggunakan sarana trasportasi sesuai kondisi daerah.
4. Keluarga Sejahtera III
Yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh kebutuhan dasar,
kebutuhan sosial psikologis dan perkembangan keluarganya, tetapi belum dapat
memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat seperti sumbangan materi dan
berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
Pada keluarga sejahtera III kebutuhan fisik, sosial psikologis dan
pengembangan telah terpenuhi (a s/d u) telah terpenuhi) namun kepedulian belum
yaitu:
 Secara teratur atau pada waktu tertentu dengan sukarela memberikan sumbangan
bagi kegiatan sosial/masyarakat dalam bentuk material.
 Kepala keluarga atau anggota keluarga aktif sebagai pengurus perkumpulan atau
yayasan atau instansi masyarakat
Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan
keluarga sejahtera terdiri dari:
1. Prasejahtera
Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau
belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan
dan KB

25
2. Sejahtera I
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi
belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan
pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal,
dan transportasi.
3. Sejahtera II
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial
psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti
kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi
4. Sejahtera III
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan
pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi
masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi,
dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat.
5. Sejahtera III plus
Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan
pengembangan, dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan
berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial
yang tinggi.

M. MEJA PADA POSYANDU


1. Meja 1 : Pendaftaran balita, ibu hamil dan ibu menyusui
2. Meja 2 : Penimbangan balita
3. Meja 3 : Pencatatan hasil penimbangan
4. Meja 4 : Penyuluhan dan pelayanan gizi bagi ibu balita, ibu hamil dan ibu menyusui
5. Meja 5 : Pelayanan kesehatan, KB, imunisasi dan pojok oralit

26
KUMPULAN DIAGNOSA KOMKELGER

KESIAPAN PENINGKATAN MANAJEMEN KESEHATAN

1. DEFINISI
Pola pengaturan dan pengintegrasian program kesehatan kedalam kehidupan sehari-hari
yang cukup untuk memenuhi tujuan kesehatan dan dapat ditingkatkan (SDKI, 2017)

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Mengekspresikan keinginan untuk mengelola masalah kesehatan dan pencegahannya
b. Mengekspresikan tidak adanya hambatan yang berarti dalam mengintegrasikan
program yang ditetapkan untuk mengatasi masalah kesehatan
c. Menggambarkan berkurangnya faktor resiko terjadinya masalah kesehatan
2) Data Objektif
a. Pilihan hidup sehari-hari tepat untuk memenuhi tujuan program kesehatan
b. Tidak ditemukan adanya gejala masalah kesehatan atau penyakit yang tidak terduga

27
MANAJEMEN KESEHATAN KELUARGA TIDAK EFEKTIF

1. DEFINISI
Pola penanganan masalah kesehatan dalam keluarga tidak memuaskan untuk
memulihkan kondisi kesehatan anggota keluarga (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Mengungkapkan tidak memahami masalah kesehatan yang diderita
b. Mengungkapkan kesulitan menjalankan perawatan yang ditetapkan
2) Data Objektif
a. Gejala penyakit anggota keluarga semakin memberat
b. Aktivitas keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan tidak tepat
c. Gagal melakukan tindakan untuk mengurangi faktor resiko

28
KETIDAKMAMPUAN KOPING KELUARGA

1. DEFINISI
Perilaku orang terdekat (anggota keluarga atau orang berarti) yang membatasi
kemampuan dirinya dan klien untuk beradaptasi dengan masalah kesehatan yang
dihadapi klien (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Sujektif
a. Merasa diabaikan
b. Terlalu khawatir dengan anggota keluarga
c. Merasa tertekan (depresi)
2) Data Ojektif
a. Tidak memenuhi kebutuhan anggota keluarga
b. Tidak toleran
c. Mengabaikan anggota keluarga
d. Perilaku menyerang (agresi)
e. Perilaku menghasut (agitasi)
f. Tidak berkomitmen
g. Menunjukkan gejala psikosomatis
h. Mengabaikan perawatan/ pengobatan anggota keluarga
i. Perilaku bermusuhan
j. Upaya membangun hidup bermakna terganggu
k. Perilaku sehat terganggu
l. Ketergantungan anggota keluarga meningkat
m. Realitas kesehatan anggota keluarga terganggu

29
PENURUNAN KOPING KELUARGA

1. DEFINISI
Ketidakadekuatan atau ketidakefektifan dukungan, rasa nyaman, bantuan, dan motivasi
orang terdekat (anggota keluarga atau orang berarti) yang dibutuhkan klien untuk
mengelola atau mengatasi masalah kesehatannya (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Klien mengeluh/ khawatir tentang respon orang terdekat pada masalah kesehatan
b. Orang terdekat menyatakan kurang terpapar informasi tentang upaya mengatasi
masalah klien
2) Data Objektif
a. Orang terdekat menarik diri dari klien
b. Terbatasnya komunikasi orang terdekat dengan klien
c. Bantuan yang dilakukan orang terdekat menunjukkan hasil yang tidak memuaskan
d. Orang terdekat berperilaku protektif
e. Yang tidak sesuai dengan kemampuan/ kemandirian klien

30
PEMELIHARAAN KESEHATAN TIDAK EFEKTIF

1. Definisi
Adalah kemampuan mengidentifikasi, mengelola, dan menemukan bantuan untuk
mempertahankan kesehatan
2. Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif : (tidak tersedia)
b. Objektif :
1. Kurang menunjukkan perilaku adaptif terhadap perubahan lingkungan
2. Kurang menunjukkan pemahaman tentang perilaku sehat
3. Tidak mampu menjalankan perilaku sehat
3. Gejala dan tanda Minor
a. Subjektif : ( tidak tersedia)
b. Objektif :
1. Memiliki riwayat perilaku mencari bantuan kesehatan yang kurang
2. Kurang menunjukkan minat untuk meningkatkan perilaku sehat
3. Tidak memiliki sistem pendukung

31
PENYAKALAN TIDAK EFEKTIF

1. Definisi
adalah upaya mengingkari pemahaman atau makna suatu peristiwa secara sadar atau
tidak sadar untuk menurunkan kecemasan/ketakutan yang dapat menyebabkan
kesehatan.
2. Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif :
1. Tidak mengakui dirinya mengalami gelaja atau bahaya
b. Objektif :
1. Menunda mencari pertolongan pelayanan kesehatan
Gejala dan Tanda Minor
a. Subjektif :
1. Mengaku tidak takut dengan kematian
2. Mengaku tidak takut dengan kronis
3. Tidak megakui bahwa penyakit berdampak pada pola hidup
b. Objektif :
1. Melakukan pengobatan sendiri
2. Mengalihkam sumber gejala ke organ lain
3. Berperilaku acuh tak acuh saat membicarakan peristiwa penyebab stress
4. Menunjukkan afek yang tidak sesuai

32
PERILAKU KESEHATAN CENDERUNG BERISIKO

1. Definisi
Adalah kemampuan dalam mengubah gaya hidup/ perilaku untuk memperbaiki status
kesehatan.
2. Gejala dan Tanda Mayor
a. Subjektif : (tidak tersedia)
b. Objektif :
1. Menunjukkan penolakan terhadap perubahan status kesehatan
2. Gagal melakukan tindakan pencegahan masalah kesehatan
3. Menunjukkan upaya peningkatan status kesehatan yang kinimal
Gejala dan Tanda Minor :
a. Subjektif : (tidak tersedia)
b. Objektif :
1. Gagal mencapai pengedaliaan yang optimal

33
MANAJEMEN KESEHATAN TIDAK EFEKTIF

1. DEFINISI
Polapengaturandanpengintegrasianpenangananmasalahkesehatankedalamkebiasaanhid
upsehari-haritidakmemuaskanuntukmencapai status kesehatan yang diharapkan
(SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


a. Mayor
Data Subjektif:
Mengungkapkankesulitandalammenjalani program perawatan/pengobatan

Data Objektif :
1. Gagalmelakukantindakanuntukmengurangifaktorrisiko
2. Gagalmenerapkan program perawatan/pengobatandalamkehidupansehari-hari
3. Aktivitashidupsehari-haritidakefektifuntukmemenuhitujuankesehatan

b. Minor
Data Subjektif :
-
Data Objektif :
-

34
KESIAPAN PENINGKATAN PROSES KELUARGA

1. DEFINISI
Polafungsikeluarga yang
cukupuntukmendukungkesejahteraananggotakeluargadandapatditingkatkan
(SDKI,2017).

2. GEJALA DAN TANDA


a. Mayor:
Data Subjektif :
1) Mengekspresikankeinginanuntukmeningkatakandinamikakeluarga

Data Objektif :
1) Menunjukkanfungsikeluargadalammemenuhikebutuhanfisik, sosial,
danpsikologianggotakeluarga
2) Menunjukkanaktivitasuntukmendukungkeselamatandanpertumbuhananggotak
eluarga
3) Perankeluargafleksibeldantepatdengantahpperkembangan
4) Terlihatadanyarespekdengananggotakeluarga
b. Minor
Data Subjektif :
-
Data Objektif:
1. Keluargamenunjukkanminatmelakukanaktivitashidupsehari-hari yang positif
2. Terlihatadanyakemampuankeluargauntukpulihdarikondisisulit
3. Tampakkeseimbanganantaraotonomidankebersamaan
4. Batasa-batasananggotakeluargadipertahankan
5. Hubungandenganmasyarakatterjalinpositif
6. Keluargaberadaptasidenganperubahan

35
KESIAPAN PENINGKATAN KOPING KELUARGA

1. DEFINISI
Polaadaptasianggotakeluargadalammengatasisituasi yang
dialamikliensecaraefektifdanmenujukkankeinginansertakesiapanuntukmeningkatkank
esehatankeluargadanklien (SDKI,2017).

2. GEJALA DAN TANDA


a. Mayor
Data Subjektif :
1) Anggotakeluargamenetapkantujuanuntukmeningkatkangayahidupsehat
2) Anggotakeluargamenetapkansasaranuntukmeningkatankesehatan

Data Objektif :

b. Minor
Data Subjektif :
1) Anggotakeluargamengidentifikasipengalaman yang
mengoptimalkankesejahteraan
2) Anggotakeluargaberupayamenjelaskandampakkrisisterhadapperkembangan
3) Anggotakeluargamengungkapkanminatdalammembuatkontakdengan orang
lain yang mengalamisituasi yang sama

Data Objektif :
-

36
DEFISIT KESEHATAN KOMUNITAS

1. DEFINISI
Terdapatmasalahkesehatanataufaktorresiko yang
dapatmengganggukesejahteraanpadasuatukelompok (SDKI,2017).

2. GEJALA DAN TANDA


a. Mayor
Data Subjektif :
-
Data Objektif :
1) Terjadimasalahkesehatan yang dialamikomunitas
2) Terdapatfaktorresikofisiologisdan/ataupsikologis yang
menyebabkananggotakomunitasmenjalaniperawatan

b. Minor
Data Subjektif :
-
Data Objektif ;
1) Tidaktersedia program untukmeningkatkankesejahteraanbagikomunitas
2) Tidaktersedia program untukmencegahmasalahkesehatankomunitas
3) Tidaktersedia program untukmengurangimasalahkesehatankomunitas
4) Tidaktersedia program untukmengatasimasalahkesehatankomunitas

37
DEPARTEMEN KEPERAWATAN MATERNITAS

A. KEHAMILAN

1. Tanda-tanda kehimalan
Ukuran dada membesar, mual dan muntah, telat haid, pusing dan sakit kepala.
2. Masa Kehamilan :
 Aterm usia 38 – 42 minggu
 Preterm usia < 38 minggu
 Post term usia > 42 minngu
3. Rumus BBJ (Berat Badan Janin)
 Kepala sudah masuk PAP (Divergen) :

(TFU-12) X 155 gram

 Kepala belum masuk PAP (Konvergen) :

(TFU -11) X 155 gram

 Jika lingkaran perut sudah diketahui maka rumusx :

TFU x Lingkar Perut

4. HPHT
 Bulan Januari-Maret
Tanggal :+7
Bulan :+9
Tahun :+0
 Bulan April-Desember
Tanggal :+7
Bulan :-3
Tahun :+1

38
5. Masa Subur
 Haid yang ≠ teratur

Siklus Pendek –18

Siklus panjang - 11

 Haid yang teratur

Siklus -14

Masamamamam
subur + 3 dan - 3

 Trimester I (1-3 bln)


Kelelahan, payudara sakit, bengkak, mual muntah, mood tdk stabil,
sembelit, sering BAK, BB .menurun/meningkat
 Trimester II (4-6 bln)
Mual muntah mulai hilang, pegal*, warna yang lebih gelap pada daerah
puting dan ketiak dan kesemutan
 Trimester III (7-9 bln)
Pusar muncul, his palsu, susah tidur dan mules
6. Pemeriksaan Leopold
 Leopold I
Untuk menentukan TFU dan bagian janin yang berada dalam fundus uteri
 Leopold II
Untuk menentukan bagian janin yang berada pada kedua sisi uterus, pada
letak lintang dimana kepala janin.
39
 Leopold III
Untuk menentukan bagian apa yang berada pada bagian bawah dan apakah
sudah masuk atau masih goyang.
 Leopold IV
Untuk mengetahui seberapa besar presentasi janin masuk PAP.
7. Usia kehamilan
 Umur kehamilan dalam bulan
TFU x 2 : 7
 Umur kehamilan dalam minggu
TFU x 8 : 7

B. PERSALINAN
1. Tahapan-tahapan persalinan
a) Kala I, Pembukaan
 Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
 Multigravida sekitar 8 jam
Tanda-tanda kala I persalinan :
 Rasa sakit adanya his yang datang lebih kuat, sering dan teratur
 Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan
kecil pada servik
 Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya
 Serviks mulai membuka (dilatasi) dan mendatar (effacement)
Fase-Fase Kala I Persalinan Terbagi Dua Yaitu :
 Fase Laten
 Dimulai sejak awal kontraksi, pembukaan servik secara
bertahap
 Pembukaan serviks kurang dari 4 cm
 Biasanya berlangsung hingga dibawah 8 jam
 Fase aktif
 Fase akselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 3 cm sd 4 cm
 Fase dilatasi maksimal (sekitar 2 jam), pembukaan 4 cm sd 9
cm
40
 Fase deselerasi (sekitar 2 jam), pembukaan 9 cmsd lengkap (+
10 cm)
b) Kala II (Pengeluaran Janin)
 His terkoordinir cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali
 Kepala janin telah turun dan masuk ruang panggul, sehingga terjadilah
tekanan pada otot-otot panggul yang secara reflek menimbulkan rasa
ngedan karena tekanan pada rectum sehingga merasa seperti BAB
dengan tanda anus membuka. Pada waktu his kepala janin mulai
kelihatan
 Vulva membuka dan perineum meregng
 Dengan his mngedan yang terpimpin akan lahir dan diikuti oleh seluruh
badan janin. Kala II pada primi 1.5-2 jam, pada multi 0.5 jam
c) Kala III (Pengeluaran Plasenta)
 Setelah bayi lahir, kontraksi, rahim istrahat sebentar, uterus teraba
keras dengan fundus uteri sehingga pucat, plasenta menjadi tebal.
Beberapa saat kemudian timbul his, timbul HIS dalam waktu 5-10
menit, seluruh plasenta terlepas, terdorong kedalam vagina dan akan
lahir secara spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas
simfisis/fundus uteri, seluruh proses berlangsung 5-30 menit setelah
bayi lahir.
Pengeluaran plasenta diseretai dengan pengeluaran darah kira* 100-
200 cc.
d) Kala IV
Pengawasan selama 2 jam setelah bayi dan plasenta lahir, mengamati keadaan
ibu terutama terhadap bahaya perdarahan post partum. Dengan menjaga
kondisi kontraksi dan retraksi uterus yang kuat dan terus-menerus. Tugas
uterus ini dapat dibantu dengan obat-obat oksitosin.

C. RUPTUR PERINEUM
a) Robekan perineum tingkat I
Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek dan biasanya tidak
memerlukan penjahitan.
41
b) Robekan perineum tingkat II
Mukosa vagina kulit dan jaringan perineum perlu di jahit.
c) Robekan tingkat III
Robekan total muskulus sfingter ani eksternum ikut terputus dan kadang* dinding
depan rectum ikut robek pula. Menjahit robekan harus dilakukan dengan teliti.
d) Robekan perineum tingkat IV
Mukosa vagina, kulit, jaringan perineum, sfingter ani sampai ke rektum perlu
dirujuk.

D. TANDA-TANDA PERSALINAN
a) Rasa sakit oleh adanya HIS yang datang lebih kuat, sering dan teratur
b) Keluar lendir dan bercampur darah yang lebih banyak, robekan kecil pada bagian
servik.
c) Kadang-kadang ketuban pecah
d) Pada pemeriksaan dalam, servik mendatar

E. MOULAGE
a) Moulage 0
Tulang-tulang kepala janin terpisah sutura dengan mudah dapat diraba
b) Moulage 1
Tulang-tulang kepala janin saling bersentuhan
c) Moulage 2
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahkan.
d) Moulage 3
Tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan

F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSALINAN


a) Power : kekuatan ibu untuk mengedan, HIS/kontraksi uterus
b) Psikologis : keadaan psikologis ibu
c) Position : posisi persalinan
d) Passanger : besar/kecilnya janin
e) Passages : jalan lahir termasuk pembukaan serviks
42
G. JENIS LOCHEA
a) Lochea rubra hari ke 2-3 hari post partum
Berwarna merah kehitaman karena terdiri dari sisa mekonium dan sisah darah
b) Lochea sangunolenta hari ke 3-7 hari berwarna merah kekuningan karena sisa
darah bercampur lendir
c) Lochea serosa hari ke 8-14 hari berwarna kekuningan/kecoklatan
Lebih sedikit darah, lebih banyak serum, terdiri dari loukosit
d) Alba hari ke 14 hari berwarna putih
Mengandung leukosit, selaput lendir serviks, serabut mati

H. PERIODE NIFAS
a) Early puerperium (masa nifas dini )
Masa dimana telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan sedini mungkin
b) Immediate puerperium
Kepulihan alat-alat genetalia yang lamanya sampai dengan 6-8 minggu
c) Later puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulihnya dan sehat sempurna terutama bila selama
kehamilan atau bersaln mengalami komplikasi, waktu untuk sehat bisa berminggu-
minggu, bulan bahkan tahunan.

I. PASIEN DATANG DENGAN PERDARAHAN


1. ABORTUS : Usia kehamilan <20 minggu
2. PREMATUR : Usia kehamilan <36 minggu
3. MATUR : Usia kehamilan 36-41 minggu
4. POST MATUR : Usia kehamilan >41 minggu

J. STATUS OBSTETRIK
 GRAVID (G) = Kehamilan ke berapa
 PARTUS (P) = Sudah melahirkan berapa kali, baik normal atau caesar, baik bayi
hidup atau meninggal
 ABORTUS (A) = Berapa kali abortus

43
K. ALAT KONTRASEPSI (KB)
a) Suntik : 1 bulan tdk disarankan ibu menyusui dan 3 bulan disarankan ibu menyusui
b) Pil KB : pil kombinasi → HT dan BB meningkat
Pil progesterin → boleh dipakai pada penderita HT
c) Kondom
d) Pantang berkala : berhubungan saat istri tidak dalam masa subur (kelender)
e) Kontrasepsi mantap:
 MOW (metode operasi wanita) : Tubektomi
 MOP (metode operasi pria) : Vasektomi
f) Implant/susuk kontrasepsi dalam rahim jangka waktu 10 tahun :
BB meningkat, terganggu menstruasi
g) IUD/AKDR/SPIRAL jangka waktu 3 tahun dan tidak mempengaruhi produksi ASI

44
DEPARTEMEN KEPERAWATAN ANAK

A. AFGAR SCORE

APPERENCE/ WARNA KULIT

NILAI :
2 = seluruh tubuh warna merah
1 = pucat pada bagian ekstremitas
0 = pucat seluruh tubuh/ sianosi

PULSE/ NADI

NILAI :
2 = >100 x/i
1 = <100 x/i
0 = tidak ada denyut jantung

GRIMACE /RESPON REFLEKS

NILAI :
2 = gerakan kuat
1 = gerakan sedikit
0 = tidak ada

ACTIVITY /TONUS OTOT

NILAI :
2 = gerakan aktif
1 = ekstremitas ditekuk
0 = bayi lahir dalam keadaan lunglai

RESPIRATORY

NILAI :
2 = menangis kuat
1 = lemah/ tidak teratur
0 = Bayi lahir tidak menangis

45
B. PENATALAKSANAAN PADA BAYI BARU LAHIR
 Asfiksia berat (jika nilai score APGAR 0-3) :
Kolaborasi dalam pemberian suction .
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Berikan kehangatan pada bayi .
Observasi denyut jantung , warna kulit , respirasi .
Berikan injeksi vit K , apabila ada indikasi perdarahan .
 Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6) :
Kolaborasi dalam melakukan pemberian suction .
Kolaborasi dalam pemberian O2 .
Observasi respirasi bayi .
Beri kehangatan kepada bayi .
 Bayi normal (jika nilai score APGAR 7-10)

C. RUMUS MENGHITUNG BBI ANAK


Rumus :
( 8 + ( 2 x n) )
Keterangan :
N : usia anak saat ini

D. RUMUS MENGHITUNG USIA ANAK


Rumus:
TGL PEMERIKSAAN / TGL KUNJUNGAN - TANGGAL DILAHIRKAN
Contoh :
Seorang anak perempuan pada tanggal 15 juni 2016 di antar ke poli tumbuh
kembang untuk melakukan pemeriksaan perkembangan dari hasil pengkajian
didapatkan anak lahir tanggal 25 oktober 2014, berapakah usia anak saat ini?
Tanggal lahir 25 10 2014
Tanggal kunjungan 15 06 2016
Maka tanggal 30 +15 – 25 = 20 hari
Bulan 12 + 5 – 10 = 7 bulan

Tahun 2015 – 2014 = 1 tahun

46
E. IMUNISASI

47
F. PENILAIAN IKTERUS BERDASARKAN KREMER
DERAJAT I : Warna Kuning Dari Kepala - Leher
DERAJAT II : Warna Kuning Dari Kepala, Badan-Umbilikus
DERAJAT III : Warna Kuning Dari Kepala, Badan, Paha-Lutut
DERAJAT IV : Warna Kuning Dari Kepala, Badan, Ektremitas – Pergelangan Tangan &
Kaki
DERAJAT V : Warna kuning dari kepala, badan, semua ektremitas sampai dengan ujung
jari

48
G. TUMBUH KEMBANG
A. Definisi
Pertumbuhan merupakan peningkatan jumlah dan ukuran sedangakan
perkembangan menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dan
tingkat yang paling rendah dan kompleks melalui proses maurasi dan pembelajaran.
Tumbuh kembang adalah suatu proses, dimana seseorang anak tidak hanya
tumbuh menjadi besar tetapi berkembang menjadi lebih terampil yang mencakup dua
peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan.
Pertumbuhan (Growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalalm jumlah
besar, ukuran/dimensi, tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur berat,
panjang, umur tulang dan keseimbangan elektrolit.
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan dalam
struktur dan fungsi tibuh yang lebih kompleks, dalam pola teratur dan dapat
diramalkan sebagai hasil antara lain proses pematangan termasuk perkembangan
emosi, intelektual dan tingkah lau sebagai hasil dengan lingkungan. Untuk terciptanya
tumbuh kembang yang optimal tergantung pada potensi biologis, psikosoisal dan
perilaku yang merupakan proses yang unik dan hasil akhir berbeda- beda yang
member ciri tersendiri pada setiap anak.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang
1. Faktor keturunan (herediter)
Merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbang anak melalui
instruksi genetic dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan, gangguan
pertumbuhan selain disebabkan leh kelainan kromosom (contoh : syndrome Down,
Syndrom Turner) juga disebabkan oleh factor lingkungan yang kurang memadai.
a. Seks : kecukupan dan perkembangan pada anak lai-laki berbeda dengan
perempuan
b. Ras : ras/suku nbangsa dapat mempengaruhi tumbang anak, beberapa suku
bangsa memiliki karakteristik.
2. Faktor lingkungan
a. Lingkungan internal
1) Intelegensi

49
Pada umumnya intelegensi tinggi, perkembangan lebih baik dibandingkan
jika intelegensi rendah.
2) Hormon
Ada 3 hormon yang mempengaruhi anak yaitu somatotropik untuk
pertumbuhan tinggi badan terutama pada masa kanak-kanak, hormone tiroid
menstimulasi pertumbuhan sel inerstitiil testis, memproduksi testosterone dan
ovarium, memproduksi estrogen yang mempengaruhi perkembangan alat
reproduksi.
3) Emosi
Hubungan yang hangat dengan orang tua, saudara, teman sebaya serta guru
berpengaruh terhadap perkembangan emosi, social, intelektual anak, cara
anak berinteraksi dengan keluarga akan mempengaruhi interaksi anak di luar
rumah.
b. Lingkungan eksternal
1) Kebudayaan
Budaya keluarga/masyarakat mempengaruhi bagaimana anak
mempersepsikan dan memahami kesehatan berperilaku hidup sehat.
2) Status social ekonomi
Anak yang berbeda dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang social
ekonomi yang rendah serta banyak punya keterbatasan untuk memenuhi
kebutuhan primernya.
3) Nutrisi
Untuk tumbang anak secara optimal memerlukan nutrisi adekuat yang didapat
dari makanan bergizi.
4) Iklim/cuaca
Iklim tertentu dapat mempengaruhi status kesehatan anak.
5) Olahraga/latihan fisik
Olahraga berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan psikososial anak.
6) Posisi anak dalam keluarga
Posisi anak sebagai anak tunggal, sulung, anak tengah, anak bungsu akan
mempengaruhi pola anak setelah diasuh dan dididik dalam keluarga.

50
C. Periode Perkembangan
Menurut Donna, L Wong (2000) perkembangan anak secara umum terdiri dari :
1. Periode prenatal
Terjadi pertumbuhan yang cepat dan sangat penting karena terjadi pembetukan
organ dan system orga anak, selain itu hubungan antara kondisi itu member dampak
pada pertumbuhannya.
2. Periode bayi
Periode ini terdiri dari neonates (0-28 hari) dan bayi (28-12 hari). Pada periode ini,
pertumbuhan dan perkembangan yang cepata terutama pada aspek kognitif, motorik
dan social.
3. Periode kanak-kanak awal
Terdiri atas usia anak 1-3 tahun yang disebut toddler dan prasekolah (3-6 tahun).
Toddler menunjukkan perkembangan motorik yang lebih lanjut pada usia
prasekolah. Perkembangan fisik lebih lambat dan menetap.
4. Periode kanak-kanak pertengahan
Periode ini dimulai pada usia 6-11 tahun dan pertumbuhan anak laki-laki sedikit
lebih meningkat dari pada perempuan dan perkembangan motorik lebih sempurna.
5. Periode kanak-kanak akhir
Merupakan fase transisi yaitu anak mulai masuk usia remaja pada usia 11-18 tahun.
Perkembangannya yang mencolok pada periode ini adalah kematangan identitas
seksual dengan perkembangannya organ reproduksi.
D. Perkembangan Anak Balita
Periode penting dalam tumbang anak adalah masa balita. Perkembangan kemampuan
berbahasa, kreativitas, keadaan social emosional dan intelegensi berjalan sangat cepat
dan merupakan landasan perkembangan berikutnya. Perkembangan moral erta dasar-
dasar kepribadian juga dibentuk pada masa-masa ini. Sehingga setiap
kelainan/penyimpangan seksual apapun, apabila tidak terdeteksi dan tidak ditangani
dengan baik maka akan mengurangi kualitas perkembangan.
Krasenburg,dkk (1981) melalui DDST (Denver Development Screening Test)
mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan
anak balita yaitu :
1. Personal social (kepribadian/tingkah laku social)
51
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungan.
2. Fine Motor Adaptif (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk melakukan gerakan yang
melibatkan bagian tubuh dan dilakukan otot-otot kecil memerlukan koordinasi yang
cermat, missal : keterampilan menggambar.
3. Language (bahasa)
Kemampuan untuk member respon terhadap suara, mengikuti perintah berbicara
spontan.
4. Gross Motor (Motorik Kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh. Beberapa “milestone”
pokok yang harus diketahui dalam mengikuti taraf perkembangan secara awal.
Milestone adalah tingkat perkembangan yang harus dicapai anak umur tertentu,
misalnya :
a. 4-6 minggu : tersenyum spontan, dapat mengeluarkan suara 1-2 minggu
kemudian
b. 10-16 minggu : menegakkan kepala, tengkurap sendiri, menoleh ke arah suara.
c. 20 minggu : meraih benda yang didekatkan kepadanya
d. 26 minggu : dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan lainnya
e. 9-10 bulan : menunjuk dengan jari telunjuk, memegang benda dengan dengan
jaritelunjuk dan ibu jari
f. 13 bulan : berjalan tanpa bantuan, mengucapkan kata-kata tunggal
E. Fase Perkembangan Pada Masa Usia Pra Sekolah
Pada masa usia pra sekolah ini dapat diperinci lagi menjadi 2 masa, yaitu masa vital
dan masa estetik.
1. Masa Vital
Pada masa ini, individu menggunakan fungsi-fungsi biologis untuk menemukan
berbagai hal dalam dunianya. Untuk masa belajar, Freud menamakan tahun pertama
dalam kehidupan individu ini sebagai masa oral, karena mulut dipandang sebagai
sumber kenikmatan. Anak memasukkan apa saja yang dijumpai ke dalam mulutnya,
tidaklah karena mulut merupakan sumber kenikmatan utama tetapi karena waktu itu

52
mulut merupakan alat untuk melakukan eksplorasi dan belajar (Elizabeth B. Hurlock,
1999).

Pada tahun kedua telah belajar berjalan, dengan mulai berjalan anak akan mulai
belajar menguasai ruang. Mula-mula ruang tempatnya saja, kemudian ruang dekat dan
selanjutnya ruang yang jauh. Pada tahun kedua ini umumnya terjadi pembiasaan
terhadap kebersihan (kesehatan). Melalui latihan kebersihan ini, anak belajar
mengendalikan impuls-impuls atau dorongan-dorongn yang datang dari dalam dirinya
(umpamanya buang air kecil dan air besar) (Elizabeth B. Hurlock, 1999).

2. Masa Estetik
Pada masa ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Kata
estetik disini dalam arti bahwa pada masa ini perkembangan anak yang terutama
adalah fungsi panca inderanya. Pada masa ini, panca indera masih peka karena itu
Montessori menciptakan bermacam – macam alat permainan untuk melatih panca
inderanya (Yusuf, 2001: 69).
F. Tugas Perkembangan Pada Masa Usia Pra Sekolah
Havighurst (1961) mengartikan tugas perkembangan adalah merupakan suatu
tugas yang muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila
tugas itu dapat berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam
menuntaskan tugas berikutnya, sementara apabila gagal maka akan menyebabkan ketidak
bahagiaan pada diri individu yang bersangkutan, menimbulkan penolakan masyarakat dan
kesulitan-kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya.
Tugas perkembangan ini berkaitan dengan sikap, perilaku atau keterampilan yang
seyogyanya dimiliki oleh individu sesuai dengan usia atau fase perkembangan-nya,
seperti tugas yang berkaitan dengan perubahan kematangan, persekolahan, pekerjaan,
pengalaman beragama dan hal lainnya sebagai prasyarat untuk pemenuhan dan
kebahagiaan hidupnya. Tugas-tugas perkembangan pada usia 0 sampai 6 tahun adalah
sebagai berikut :
1. Belajar berjalan
2. Belajar memakan makanan padat
3. Belajar berbicara
4. Belajar buang air kecil dan buang air besar
53
5. Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin
6. Mencapai kestabilan jasmaniah fisiologis
7. Membentuk konsep-konsep (pengertian) sederhana kenyataan sosial dan alam
8. Belajar mengadakan hubungan emosional dengan orang tua, saudara / orang lain
9. Belajar mengadakan hubungan baik dan buruk (mengembangkan kata hati).
Menurut Elizabeth Hurlock (1999) tugas-tugas perkembangan anak usia 4 - 5
tahun adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari ketrampilan fisik yang diperlukan untuk permainan yang umum
2. Membangun sikap yang sehat mengenal diri sendiri sebagai mahluk yang sedang
tumbuh Belajar menyesuaikan diri dengan teman seusianya
3. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
4. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dasar untuk membaca, menulis dan
berhitung
5. Mengembangkan penngertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan sehari-
hari
6. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral dan tingkatan nilai
7. Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga
8. Mencapai kebebasan pribadi
G. Jenis – Jenis Perkembangan Anak Prasekolah
Jenis - jenis perkembangan anak usia prasekolah adalah (Rochmah, 2005 dan Yusuf,
2004) :
1. Perkembangan fisik dan motorik
Usia prasekolah otot-otot anak menjadi lebih kuat dan tulang-tulang tumbuh
menjadi besar dan keras. Perkembangan sistem saraf pusat memberikan kesiapan
kepada anak untuk lebih dapat meningkatkan pemahaman dan penguasaan terhadap
tubuhnya. Lapisan urat saraf ini membantu transmisi impuls–impuls saraf secara
cepat, yang memungkinkan pengontrolan terhadap kegiatan-kegiatan motorik lebih
seksama dan efisien. Perkembangan motorik berarti perkembangan pada pengendalian
gerakan jasmaniah melalui kegiatan pusat saraf, urat saraf, dan otot yang
terkoordinasi. Keterampilan motorik sangat berfungsi untuk penyesuaian sosial dan
penyesuaian pribadi anak. Adapun penguasaan keterampilan yang umum pada masa
ini adalah :
54
a. Keterampilan tangan
Keterampilan berpakaian dan makan sendiri yang dimulai pada masa bayi,
disempurnakan pada awal masa ini. Anak dapat menggunakan gunting,
menggambar, mewarnai dan dapat menggambar orang.
b. Keterampilan kaki
Pada usia antara 3-4 tahun anak mulai naik sepeda roda tiga. Pada usia 5-6 tahun
anak belajar melompat dan berlari cepat. Mereka juga sudah dapat memanjat,
lompat tali, keseimbangan tubuh dalam berjalan.
2. Perkembangan intelektual
Usia tiga sampai enam tahun merupakan usia yang sangat temperamental bagi
anak. Rasa ingin tahu merupakan kondisi emosional yang baik dari anak. Ada
dorongan pada anak untuk mengeksplorasi dan belajar hal – hal yang baru. Yang
perlu ditekankan bahwa rasa ingin tahu tersebut terkendali, jangan sampai pada
objek–objek yang biasa dikenalnya serta tentang kejadian – kejadian mekanika yang
ada disekitarnya. Anak mulai banyak bertanya dan mencapai puncaknya pada usia
sekitar 6 tahun. Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional, atau
symbolic function, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu yang lain dengan
menggunakan simbol – simbol (bahasa, gambar, tanda/isyarat, benda, gesture, atau
peristiwa) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata, atau peristiwa.

3. Perkembangan berbicara (bahasa)


Selama masa awal, anak-anak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar berbicara.
Hal ini disebabkan berbicara merupakan sarana pokok dalam sosialisasi. Anak yang
mudah berkomunikasi dengan teman sebaya akan lebih mudah mengadakan kontak
sosial dan lebih mudah diterima sebagai anggota kelompok. Perkembangan bahasa
anak usia prasekolah dapat bercirikan sebagai berikut :

a. Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna


b. Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan, misalnya burung pipit lebih
kecil dari burung perkutut, anjing lebih besar dari kucing.
c. Anak banyak menanyakan nama dan tempat
d. Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan berakhiran
e. Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya
55
f. Tingkat berfikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu,
sebab akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, kemana, mengapa, dan
bagaimana.
Orang tua dan guru taman kanak-kanak seyogyanya memfasilitasi, memberi
kemudahan, atau peluang kepada anak dengan sebaik-baiknya untuk membantu
perkembangan bahasa anak, atau kemampuan berkomunikasi. Berbagai peluang itu
diantaranya sebagai berikut:
a. Bertutur kata yang baik pada anak;
b. Mau mendengarkan pembicaraan anak;
c. Menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkan);
d. Mengajak berdialog dalam hal-hal yang sederhana;
e. Di taman kanak–kanak, anak dibiasakan untuk bertanya, mengekspresikan
keinginannya, menghafal dan melantunkan lagu dan puisi.
4. Perkembangan Sosial
Pada usia prasekolah, perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena
mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebaya. Tanda-tanda
perkembangan sosial pada tahap ini adalah :

a. Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam


lingkungan bermain;
b. Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan;
c. Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain;
d. Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebaya.
Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh iklim sosiopsikologis
keluarganya. Apabila di lingkungan keluarga tercipta suasana yang harmonis, saling
memperhatikan, saling membantu, maka anak akan memiliki kemapuan atau
penyesuaian sosial dalam hubungan dengan orang lain.

H. Karakteristik Perkembangan Anak Prasekolah


Karakteristik perkembangan anak prasekolah antara lain (Wong, 2007):
1. Motorik kasar

56
a. Pada usia 3 tahun anak dapat mengendarai sepeda roda tiga, melompat dari
langkah dasar, berdiri pada satu kaki untuk beberapa detik, menaiki tangga dengan
kaki bergantian, melompat panjang, mencoba berdansa tetapi keseimbangan
mungkin tidak adekuat.
b. Pada usia 4 tahun anak dapat melompat dan meloncat pada satu kaki, menangkap
bola dengan tepat, melempar bola bergantian tangan, berjalan menuruni tangga
dengan kaki bergantian.
c. Pada usia 5 tahun anak dapat meloncat dan melompat pada kaki bergantian,
melempar dan menangkap bola dengan baik, meloncat ke atas, berjalan mundur
dengan tumit dan kaki, keseimbangan pada kaki bergantian dengan mata tertutup.
2. Motorik halus
a. Pada usia 3 tahun anak mampu membangun menara dari 9 atau 10 kotak,
membangun jembatan dengan tiga kotak, secara benar memasukkan biji-bijian
dalam botol berleher sempit, menggambar, meniru lingkaran, meniru silangan,
menyebutkan apa yang telah digambarkan, tidak dapat menggambar gambar-
gambar tongkat tetapi dapat membuat lingkaran dengan gambaran wajah.
b. Pada usia 4 tahun anak mampu menggunakan gunting dengan baik untuk
memotong gambar mengikuti garis, dapat memasang sepatu tetapi tidak mampu
mengikat talinya, dapat menggambar, menyalin bentuk kotak, menjiplak garis
silang dan permata, menambah tiga bagian pada gambar jari.
c. Pada usia 5 tahun anak mampu mengikat tali sepatu, menggunakan gunting alat
sederhana, atau pensil dengan sangat baik, dalam menggambar, meniru gambar
permata dan segitiga, menambahkan tujuh sampai sembilan bagian dari gambar
garis, mencetak beberapa huruf, angka, atau kata seperti nama panggilan.
3. Bahasa
a. Pada usia 3 tahun anak mempunyai perbendaharaan kata kurang lebih 900 kata,
menggunakan bicara telegrafik, menggunakan kalimat lengkap dari 3 sampai 4
kata, bicara tanpa henti tanpa peduli apakah seseorang memperhatikannya,
mengulang kalimat dari 6 suku kata, mengajukan banyak pertanyaan.
b. Pada usia 4 tahun anak mempunyai perbendaharaan 1500 kata atau lebih,
menggunakan kalimat dari empat sampai lima kata, pertanyaan pada puncak,
menceritakan cerita dilebihkan-lebihkan, sedikit tidak sopan bila berhubungan
57
dengan anak yang lebih besar, menuruti empat frase preposisi, seperti bawah, atas,
samping, belakang, atau depan, menyebutkan satu atau lebih warna.
c. Pada usia 5 tahun anak mempunyai perbendaharaan kata kira-kira 2100 kata,
menggunakan kalimat dengan enam sampai delapan kata, dengan semua bagian
bicara, menyebutkan koin, menyebutkan empat atau lebih warna,
menggambarkan gambar atau lukisan dengan banyak komentar dan
menyebutkannya satu per satu, mengetahui nama – nama hari dalam seminggu,
bulan, dan kata yang berhubungan dengan waktu lainnya, dapat mengikuti tiga
perintah sekaligus.
4. Sosialisasi
a. Pada usia 3 tahun anak mampu berpakaian sendiri hampir lengkap bila dibantu
dengan kancing belakang dan mencocokkan sepatu kanan atau kiri, mengalami
peningkatan rentang perhatian, makan sendiri sepenuhnya, dapat menyiapkan
makan sederhana, dapat membantu mengatur meja dan dapat mengeringkan piring
tanpa pecah, merasa takut, khususnya pada kegelapan dan pergi tidur, mengetahui
jenis kelamin sendiri dan jenis kelamin orang lain, permainan paralel dan
asosiatif.
b. Pada usia 4 tahun anak sangat mandiri, cenderung untuk keras kepala dan tidak
sabar, agresif secara fisik serta verbal, mendapat kebanggaan dalam pencapaian,
mengalami perpindahan dalam alam perasaan, memamerkan secara dramatis
menikmati pertunjukan orang lain, menceritakan cerita keluarga pada orang lain
tanpa batasan, masih mempunyai banyak rasa takut, permainan assosiatif,
mengkhayalkan teman bermain umum terjadi, menggunakan alat dramatis,
imajinatif dan imitatif.
c. Pada usia 5 tahun anak kurang memberontak dibandingkan dengan sewaktu
berusia 4 tahun, lebih tenang dan berhasrat untuk menyelesaikan urusan, tidak
seterbuka dan terjangkau dalam hal pikiran dan perilaku seperti pada tahun-tahun
sebelumnya, mandiri tapi tidak dapat dipercaya, mengalami sedikit rasa takut dan
mengandalkan otoritas, berhasrat untuk melakukan sesuatu dengan benar dan
mudah, menunjukkan sikap lebih baik, memperhatikan diri sendiri, tidak siap
untuk berkonsentrasi pada pekerjaan-pekerjaan yang rumit, permainan assosiatif.
5. Kognitif
58
a. Pada usia 3 tahun anak berada dalam fase perseptual, egosentris dalam berfikir
dan perilaku, mulai memahami waktu, mengalami perbaikan konsep tentang ruang
seperti ditunjukkan dalam pemahaman tentang preposisi dan kemampuan untuk
mengikuti perintah langsung, serta mampu memandang konsep dari perspektif
yang berbeda.
b. Pada usia 4 tahun anak ada pada fase berfikir intuitif, hubungan sebab akibat
masih dihubungkan dengan kemungkinan kejadian, memahami waktu dengan
lebih baik, tidak mampu mengubah cara, menilai sesuatu menurut dimensinya
seperti tinggi, lebar, atau perintah, persepsi segera menunjukkan dominasi
penilaian, dapat menghitung dengan benar tetapi konsep matematika terhadap
angka buruk, patuh karena orang tua mempunyai batasan bukan karena
memahami salah dan benar.
c. Pada usia 5 tahun anak mulai mempertanyakan apa yang dipikirkan orangtua
dengan membandingkan dengan teman sebaya dan orang dewasa lain,
menunjukkan prasangka dan bias dalam dunia luar, lebih mampu memandang
perspektif orang lain, tetapi mentoleransi perbedaan daripada memahaminya,
mulai menunjukkan pemahaman tentang penghematan angka melalui perhitungan
objek tanpa memandang pengaturan, menggunakan kata berorientasi waktu
dengan peningkatan pemahaman, sangat ingin tahu tentang informasi faktual
mengenai dunia.

I. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Prasekolah


Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan antara lain (Soedjiningsih,1995):
1. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam pencapaian hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Gen yang terdapat di dalam nukleus dari telur yang dibuahi
pada masa embrio mempunyai sifat tersendiri pada tiap individu. Manifestasi hasil
perbedaan antara gen ini dikenal sebagai hereditas. Melalui instruksi genetik yang
terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi dapat ditentukan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan dan perkembangannya.
2. Faktor Lingkungan

59
a. Faktor prenatal yang meliputi gizi ibu pada waktu hamil, mekanis kehamilan,
toksin, endokrin, radiasi, infeksi, stres, imunitas, anoksia embrio.
b. Faktor pascanatal meliputi gizi ibu dan anak, penyakit, keadaan sosial ekonomi,
serta musim.
3. Faktor psikososial
a. Stimulasi, merupakan perangsangan yang datang dari lingkungan luar anak.
Stimulasi merupakan hal yang penting dalam tumbuh kembang anak. Anak yang
mendapat stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat berkembang dibandingkan
dengan anak yang kurang/tidak mendapat stimulasi. Stimulasi juga dapat
berfungsi sebagai penguat yang bermanfaat bagi perkembangan anak. Berbagai
stimulasi seperti stimulasi visual, verbal, auditif, taktil dll, dapat mengoptimalkan
perkembangan anak.
b. Motivasi belajar, dapat ditimbulkan sejak dini, dengan memberikan lingkungan
yang kondusif untuk belajar.
c. Kelompok sebaya, untuk proses sosialisasi dengan lingkungannya anak
memerlukan teman sebaya. Tetapi perhatian dari orang tua tetap dibutuhkan untuk
memantau dengan siapa anak tersebut bergaul.
d. Ganjaran ataupun hukuman yang wajar, jika anak berbuat benar maka wajib kita
memberi ganjaran seperti pujian, ciuman, belaian, serta tepuk tangan. Ganjaran
tersebut akan menimbulkan motivasi yang kuat bagi anak untuk mengulangi
tingkah lakunya. Sedangkan hukuman akan membuat anak tahu mana yang baik
dan yang tidak baik.
e. Faktor keluarga meliputi pekerjaan/pendapatan keluarga, pendidikan orang tua,
jumlah saudara, jenis kelamin dalam keluarga, stabilitas rumah tangga,
kepribadian orang tua, adat istiadat atau norma serta agama.
J. Penilaian Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Penilaian terhadap perkembangan anak adalah melalui Denver Developmental
Screening Test (DDST) / Tes Skrining Perkembangan Menurut Denver .
DDST (Denver Developmental Screening Test) adalah salah satu dari metode
skrining terhadap kelainan perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes
IQ. DDST memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang
baik. Tes ini mudah dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukan validitas
60
yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan DDST secara efektif 85-
100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambangan perkembangan
(Soetjiningsih, 1998).
Frankenburg dkk (1981) mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai
dalam menilai perkembangan anak balita yaitu: Personal Sosial (kepribadian/ tingkah
laku sosial) yaitu aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi
dan berinteraksi dengan lingkungannya; Gerakan Motorik Halus yaitu aspek yang
berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan
yang melibatkan bagian-bagian tubh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi
memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan untuk menggambar,
memegang sesuatu benda; Bahasa adalah kemampuan untuk memberikan respon
terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan; Perkembangan Motorik Kasar
(Gross Motor) adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Alat yang digunakan seperti alat peraga: wol merah, kismis/manik-manik, kubus
warna merah-hijau-biru, prmainan anak, botol kecil, bola tennis, bel kecil, kertas dan
pencil; lembar formulir DDST; buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-
cara melakukan tes dan cara penilaiannya (Soetjiningsih, 1998).
Penilaian sesuai dari buku petunjuk terdapat penjelasan tentang bagaimana melakukan
penilaian, apakah lulus (Passed = P), gagal (Fail = F) ataukah anak tidak mendapat
kesempatan melakukan tugas (No Opportunity = N.O). Kemudian ditarik garis
berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan pada
formulir DDST.
Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang F, selanjutnya
berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasikan dalam:
a. Abnormal, bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan pada 2 sektor atau lebih, bila
dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan plus 1 sektor atau
lebih dengan keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak ada yang lulus
pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia
b. Meragukan (Questionable), bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih,
bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sector yang sama
tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal usia.
c. Tidak dapat dites (Untestable).
61
DEPARTEMEN KEPERAWATAN JIWA

A. DEFISIT PERAWATAN DIRI


1) DEFINISI
Defisit Perawatan Diri adalah Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas
perawatan diri (SDKI, 2016).
2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016)
- Menolak melakukan perawatan diri
- Tidak mampu mandi/ mengenakan pakaian/ makan/ ke toilet/ berhias secara mandiri
- Minat melakukan perawatan diri kurang
3) STRATEGI PELAKSANAAN
SP I PASIEN
- Mengidentifikasi masalah perawatan diri: kebersihan diri, berdandan, makan/ minum,
BAK/BAB
- Menjelaskan pentingnya kebersihan diri
- Menjelaskan cara dan alat kebersihan diri
- Membantu pasien mempraktekkan cara menjaga kebersihan diri
- Menganjurkan pasien memasukkan pada jadwal kegiatan harian
SP II PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Menjelaskan cara makan yang baik
- Membantu pasien mempraktekkan cara makan yang baik
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Menjelaskan cara eliminasi yang baik
- Membantu pasien mempraktekkan cara eliminasi yang baik
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian

62
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
TAK yang digunakan untuk pasien dengan Defisit Perawatan Diri adalah (Budiana Keliat,
2009):
Stimulasi Persepsi : Perawatan Diri
a. Sesi 1 : Manfaat perawatan diri
b. Sesi 2 : Menjaga kebersihan diri
c. Sesi 3 : Tata cara makan dan minum
d. Sesi 4 : Tata cara eliminasi
e. Sesi 5 : Tata cara berhias

63
B. GANGGUAN PERSEPSI SENSORI/ HALUSINASI
1) DEFINISI
Gangguan Persepsi Sensori adalah perubahan persepsi terhadap stimulus baik internal
maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi
(SDKI, 2016).
2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016)
- Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
- Merasakan sesuatu melalui panca indera perabaan, penciuman, penglihatan atau
pengecapan
- Menyatakan kesal
- Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba atau mencium sesuatu
- Menyendiri
- Melamun
- Melihat ke satu arah
- Mondar mandir
- Bicara sendiri
3) STRATEGI PELAKSANAAN
SP I PASIEN
- Mengidentifikasi penyebab halusinasi
- Mengidentifikasi frekuensi halusinasi pasien
- Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi
- Mengidentifikasi respon pasien terhadap halusinasi
- Mengajarkan pasien cara menghardik halusinasi
- Menganjurkan pasien memasukkan cara menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian
SP II PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
- Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP III PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

64
- Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain
- Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Melatih pasien mengendalikan halusinasi dengan melakukan kegiatan yang biasa
dilakukan pasien
- Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK
TAK yang dapat dilakukan pada pasien dengan gangguan persepsi sensori/ halusinasi adalah
(Budiana Keliat, 2009):
a. TAK Orientasi Realita
1. Sesi 1 : Pengenalan orang
2. Sesi 2 : Pengenalan tempat
3. Sesi 3 : Pengenalan waktu
b. TAK Stimulasi Persepsi
1. Sesi 1 : Mengenal halusinasi
2. Sesi 2 : Mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
3. Sesi 3 : Mengontrol halusinasi dengan menghardik
4. Sesi 4 : Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
5. Sesi 5 : Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain

65
C. HARGA DIRI RENDAH
I. HARGA DIRI RENDAH KRONIS
1) DEFINISI
Harga Diri Rendah Kronis adalah Evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri
atau kemampuan klien seperti tidak berarti, tidak berharga, tidak berdaya yang berlangsung
dalam waktu lama dan terus-menerus (SDKI, 2016).
2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016)
- Menilai diri negatif (mis. tidak berguna, tidak tertolong)
- Merasa malu/ bersalah
- Merasa tidak mampu melakukan apapun
- Merasa tidak memiliki kelebihan atau kemampuan positif
- Enggan mencoba hal baru
- Postur tubuh menunduk
- Mengungkapkan keputusasaan
- Berbicara pelan dan lirih
- Sulit membuat keputusan
II. HARGA DIRI RENDAH SITUASIONAL
1) DEFINISI
Harga Diri Situasional adalah Evaluasi atau perasaan negatif terhadap diri sendiri atau
kemampuan klien sebagai respon terhadap situasi saat ini (SDKI, 2016).
2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016)
- Menilai diri negatif (mis. tidak berguna, tidak tertolong)
- Merasa malu/ bersalah
- Postur tubuh menunduk
- Berbicara pelan dan lirih
- Sulit membuat keputusan
- Menolak berinteraksi dengan orang lain
3) STRATEGI PELAKSANAAN HDR
SP I PASIEN
- Membina hubungan saling percaya
- Mengidentifikasi kemmapuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
- Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan
66
- Membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan
pasien
SP II PASIEN
- Melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih
- Memberikan pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian pasien
SP III PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Melatih kemampuan kedua
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam kegiatan harian

4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK


TAK yang dilakukan pada pasieng dengan HDR adalah (Budiana Keliat, 2009):
Stimulasi Persepsi
a. Sesi 1 : Mengidentifikasi hal positif
b. Sesi 2 : Melatih positif diri

67
D. ISOLASI SOSIAL
1) DEFINISI
Isolasi Sosial adalah Ketidakmampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat,
terbuka dan interdependen dengan orang lain (SDKI, 2016).
2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016)
- Merasa ingin sendirian
- Merasa tidak aman ditempat umum
- Merasa berbeda dengan orang lain
- Menarik diri
- Tidak berminat/ menolak berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan
- Tidak ada kontak mata
- Afek datar, sedih
3) STRATEGI PELAKSANAAN
SP I PASIEN
- Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial pasien
- Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain
- Berdiskusi dengan pasien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain
- Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan orang lain
- Menganjurkan pasien memasukkan kegiatan harian berbincang-bincang dengan orang
lain dalam kegiatan harian
SP II PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan
orang lain
- Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan oran lain
sebagai salah satu kegiatan harian
SP III PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan berkenalan dengan dua
orang atau lebih
- Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian

68
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK
TAK ysng dilakukan pada pasien dengan Isos adalah (Budiana Keliat, 2009) :
Sosialisasi
a. Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri
b. Sesi 2 : Kemampuan berkenalan
c. Sesi 3 : Kemampuan bercakap-cakap
d. Sesi 4 : Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
e. Sesi 5 : Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
f. Sesi 6 : Kemampuan bekerja sama
g. Sesi 7 : Evaluasi Kemampuan sosialisasi

69
E. PERILAKU KEKERASAN
1) DEFINISI
Perilaku Kekerasan adalah Kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan
tidak terkendali secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan/ atau merusak
lingkungan (SDKI, 2016).
2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016)
- Mengancam
- Mengumpat dengan kata-kata kasar
- Suara keras
- Bicara ketus
- Menyerang orang lain
- Melukai diri sendiri/ orang lain
- Merusak lingkungan
- Perilaku agresif/ amuk
- Mata melotot/ pandangan tajam
- Tangan mengepal
- Rahang mengatup
- Postur tubuh kaku
3) STRATEGI PELAKSANAAN
SP I PASIEN
- Mengidentifikasi penyebab PK
- Mengidentifikasi tanda gejala PK
- Mengidentifikasi PK yang dilakukan
- Mengidentifikasi akibat PK
- Menyebutkan cara mengontrol PK
- Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol fisik I dan fisik II
- Menganjurkan pasien memasukkan kedalam kegiatan harian
SP II PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Menjelaskan cara mengontrol PK dengan minum obat
- Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian

70
SP III PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien
- Melatih pasien mengontrol PK dengan cara verbal
- Menganjurkan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian
SP IV PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan pasien
- Melatih pasien mengontrol PK dengan cara spiritual
- Menganjurkan memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian

4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK


TAK ysng dilakukan pada pasien dengan PK adalah (Budiana Keliat, 2009):
Stimulasi Persepsi
a. Sesi 1 : Mengenal PK yang biasa dilakukan
b. Sesi 2 : Mencegah PK fisik
c. Sesi 3 : Mencegah PK dengan patuh minum obat
d. Sesi 4 : Mencegah PK sosial
e. Sesi 5 : Mencegah PK spiritual

71
F. RESIKO BUNUH DIRI
1) DEFINISI
Resiko Bunuh Diri adalah Beresiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk
mengakhiri kehidupan (SDKI, 2016).
2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016)
- Mengatakan hidupnya tidak berguna lagi
- Ingin mati
- Menyatakan pernah mencoba bunuh diri
- Mengatakan bosan hidup
- Ada bekas percobaan bunuh diri
3) STRATEGI PELAKSANAAN
SP I PASIEN
- Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
- Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
- Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
- Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
SP II PASIEN
- Mengidentifikasi aspek positif pasien
- Mendorong pasien untuk berpikir positif terhadap diri
- Mendorong pasien untuk menghargai diri sebagai individu yang berharga
SP III PASIEN
- Mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan pasien
- Menilai koping yang biasa dilakukan
- Mendorong pasien memilih pola koping yang konstruktif
- Menganjurkan pasien menerapkan pola koping konstruktif kedalam kegiatan harian
SP IV PASIEN
- Membuat rencana masa depan yang realistis bersama pasien
- Nengidentifikasikan cara mencapai rencana masa depan yang realistis
- Memberi dorongan pasien melakukan kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang
realistis

72
4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK
TAK yang dilakukan pada pasien dengan resiko bunuh diri adalah (Budiana Kelioat, 2009):
a. Stimulasi persepsi
1. Sesi 1 : Identifikasi hal positif
2. Sesi 2 : Melatih positif pada diri
b. Sosialisasi
1. Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri
2. Sesi 2 : Kemampuan berkenalan
3. Sesi 3 : Kemampuan bercakap-cakap
4. Sesi 4 : Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
5. Sesi 5 : Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
6. Sesi 6 : Kemampuan bekerja sama
7. Sesi 7 : Evaluasi Kemampuan sosialisasi

73
G. WAHAM
1) DEFINISI
Waham adalah Keyakinan yang keliru tentang isi pikiran yang dipertahankan secara
kuat atau terus menerus namun tidak sesuai dengan kenyataan (SDKI, 2016).
2) TANDA GEJALA (SDKI, 2016)
- Mengungkapkan isi waham
- Merasa curiga
- Isi pikir tidak sesuai realita
- Merasa orang hebat
- Merasa sudah mati
- Wajah tegang
3) STRATEGI PELAKSANAAN
SP I PASIEN
- Membantu orientasi realita
- Mendiskusikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
- Membantu pasien memenuhi kebutuhannya
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP II PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Memberikan pendidikan kesehatan tentang penggunaan obat secara teratur
- Menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian
SP III PASIEN
- Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien
- Berdiskusi tentang kemampuan yang dimiliki
- Melatih kemampuan yang dimiliki

4) TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK/ TAK


TAK yang dilakukan pada pasien dengan waham adalah (Budiana Keliat, 2009):
a. Orientasi realita
1. Sesi 1 : Pengenalan orang
2. Sesi 2 : Pengenalan tempat
3. Sesi 3 : Pengenalan waktu
74
b. Sosialisasi
1. Sesi 1 : Kemampuan memperkenalkan diri
2. Sesi 2 : Kemampuan berkenalan
3. Sesi 3 : Kemampuan bercakap-cakap
4. Sesi 4 : Kemampuan bercakap-cakap topik tertentu
5. Sesi 5 : Kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi
6. Sesi 6 : Kemampuan bekerja sama
7. Sesi 7 : Evaluasi Kemampuan sosialisasi

75
H. 3 MACAM PERILAKU BUNUH DIRI
Berdasarkan besarnya kemungkinan pasien melakukan bunuh diri, terdapat 3 macam
perilaku bunuh diri, yakni sebagai berikut (Budiana Keliat, 2009):
a. Isyarat Bunuh Diri
Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung
ingin bunuh diri, misalnya dengan mengatakan, “Tolong jaga anak-anak saya
karena saya akan pergi jauh!” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa
saya”.
Dalam kondisi ini pasien mungkin sudah mempunyai ide untuk
mengakhiri hidupnya, tetapi tidak disertai dengan ancaman dan percobaan
bunuh diri.
b. Ancaman Bunuh Diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucapkan oleh pasien, berisi keinginan
untuk mati disertai oleh rencana mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melakukan rencana tsb. Secara aktif pasien telah memikirkan rencana bunuh
diri, tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri.
c. Percobaan Bunuh Diri
Tindakan pasien mencederai atau melukai untuk mengakhiri hidupnya. Pada
kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri.

I. RENTANG RESPON KEMARAHAN:


Respon marah dibagi menjadi 5 yaitu (Iyus yosep, 2011):
1. Assertion/ Asertif
Kemarahan/ rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa menyakiti
orang lain akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan
masalah.
2. Frustasi
Respons yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena yang tidak realistis.
Individu tidak mampu mengungkapkan perasaan dan terlihat pasif.
3. Pasif
Individu tidak mampu mengungkapkan perasaannya, klien tampak pemalu, pendiam,
sulit diajak bicara karena rendah diri dan merasa kurang mampu.
76
4. Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam
bentuk dekstruktif dan masih terkontrol.
5. Ngamuk
Perasaan marah dan bermusuhan kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

J. KLASIFIKASI TINGKAT KECEMASAN


Klasifikasi Tingkat Kecemasan Ada 4 Tingkat kecemasan, yaitu ringan, sedang, berat
dan panik (Townsead, 1996):
1. Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan
menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
Kecemasan ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan
kreatifitas. Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel,
lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi
meningkat dan tingkah laku sesuai situasi.
2. Kecemasan Sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting dan
mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif,
namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat
ini yaitu, kelelahan meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan meningkat,
ketegangan otot meningkat, bicara cepat dan volume tinggi, lahan persepsi
menyempit, mampu untuk belajr, namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi
menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah
ansietas, mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
3. Kecemasan Berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang dengan kecemasan berat
cenderung untuk memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul
pada tingkat ini adalah mengeluh pusing, saakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit, tidak mau

77
belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan keinginan untuk
menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak berdaya, bingung, disorientasi.
4. Panik
Panik berhubungan dengan terpengarah, ketakutan dan teror karena mengalami
kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu
walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang terjadi pada keadaan ini adalah
susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren,
tidak dapat berespon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit,
mengalami halusinasi dan delusi.

K. MACAM-MACAM WAHAM
1. Waham Kebesaran
Individu meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus dan
diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh:
“Saya ini pejabat di Kementrian Semarang!”
“Saya punya perusahaan paling besar lho”.
2. Waham Agama
Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkan
berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:
“Saya adalah Tuhan yang bisa menguasai dan mengendalikan semua makhluk”
3. Waham Somatik
Individu meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu atau terserang
penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:
“Saya menderita kanker.” Padahal hasil pemeriksaan lab tidak ada sel kanker pada
tubuhnya.
4. Waham Nihilistik
Individu meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia/ meninggal dan diucapkan
berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
Contoh:
78
“Ini saya berada di alam kubur ya, semua yang ada disini adalah roh-rohnya”.
“Saya sudah mati, dan sekarang hidup kembali”.
5. Waham Curiga
Individu meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan/
mencederai dirinya dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh:
“Saya tahu seluruh keluarga saya ingin menghancurkan hidup saya karena mereka iri
dengan kesuksesan saya”
“Banyak Polisi mengintai saya, tetangga saya ingin menghancurkan hidup saya,
suster akan meracuni makanan saya”.
6. Waham Siar Pikir
Keyakinan klien bahwa orang lain mengetahui apa yang dia pikirkan walaupun dia
tidak pernah menyatakan pikirannya kepada orang tersebut.
7. Waham Kontrol Pikir
Keyakinan klien bahwa pikirannya dikontrol oleh kekuatan diluar dirinya.

L. KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komunikasi Terapeutik adalah Komunikasi yang dilakukan antara Perawat
dengan Pasien, Perawat dengan Tenaga Kesehatan, Perawatan dengan Keluarga
Pasien atau siapa saja yang memberikan efek terapi, penyembuhan dan bermanfaat
bagi Pasien.
Ada 4 Fase Komunikasi Terapeutik:
1. Fase Pra Interaksi
 Perawat menyiapkan diri sebelum bertemu dengan pasien
 Perawat belum bersentuhan langsung dengan pasien
 Biasanya di soal Data Fokusnya “Perawat mempersiapkan alat, persiapan diri,
mengkaji diri sebelum berhadapan dengan pasien”.
2. Fase Orientasi/ Perkenalan
 Perawat langsung berhadapan dengan pasien dengan meningkatkan dalam
membina hubungan saling percaya agar terjalin komunikasi yang baik antara
perawat dan pasien

79
 Pada soal Data Fokusnya, Perawat menanyakan nama pasien, perkenalan dengan
pasien. (“ Siapa namanya, senang dipanggil apa?), (“Nama saya perawat....., saya
senang dipanggil.....”).
3. Fase Kerja/ Interaksi
 Perawat mulai melakukan tindakan sesuai dengan SP nya
 Perawat sudah mulai komunikasi menayakan masalah pasien
4. Fase Terminasi
 Perawat menilai sejauh mana pencapaian yang dilakukan terhadap pasien
 Perawat menilai kriteria-kriteria tertentu yang dilakukan pada tindakan yang
diberikan kepada pasien
 Perawat melakukan kontrak kerja untuk kapan, dimana bertemu lagi dengan
pasien.
Terakhir adalah Dokumentasi.

M. MEKANISME PERTAHANAN EGO ATAU DIRI


Mekanisme pertahanan ego/diri, pada manusia merupakan sebuah senjata
tersembunyi yangdimiliki, dan siap digunakan jika ego/diri terasa terancam.
Menurut teori psikoanalisa mekanisme pertahanan diri membantu individu mengatasi
kecemasan dan mencegah terlukanya ego. Mekanisme pertahanan diri ini tidak selalu
negatif dan patologis tetapi bisa sebagai cara satu cara penyesuaian diri untuk
menghadapi suatu kenyataan. Mekanisme-mekanisme pertahanan ini digunakan oleh
individu tergantung pada taraf perkembangan dan derajat kecemasan yang dialaminya.
Mekanisme-mekanisme pertahanan memiliki dua ciri yaitu “menyangkal atau
mendistorsi dan beroperasi pada taraf ketidaksadaran manusia”.
Dibawah ini contoh-contoh mekanisme pertahanan diri (defend mechanism)
yang biasa dilakukan individu:
1. Penyangkalan
Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan “menutup mata (pura-
pura tidak melihat)” terhadap sebuah kenyataan yang mengancam. Individu menolak
sejumlah aspek kenyataa yang membangkitkan kecemasan.

80
Kecemasan atas kematian orang yang dicintai misalnya, dimanifestasikan oleh
penyangkalan terhadap fakta kematian. Dalam peristiwa-peristiwa trags seperti
perang atau bencana-bencana lainnya, orang-orang sering melakukan penyangkalan
terhadap kenyataan-kenyataan yang menyakitkan untuk diterima.
2. Proyeski
Proyeksi adalah mengalamatkan peristiwa-peristiwa tertentu yang tidak bisa
diterima oleh ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal-hal
yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri.
Jadi, dengan proyeksi, seseorang akan mengutuk orang lain karena kejahatannya
dan menyangkal memiliki dorongan jahat seperti itu. Untuk menghindari kesakitan
karena mengakui bahwa di dalam dirinya terdapat dorongan yang dianggapnya jahat,
ia memisahkan diri dari kenyataan ini.
3. Fiksasi
Fiksasi maksudnya adalah terpaku pada tahap-tahap perkembangan yang
lebih awal karena mengambil langkah ketahap selanjutnya bisa menimbulkan
kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi,
untuk menghadapi kecemasan anak, hal ini dapat menghambat anak dalam belajar
mandiri.
Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan lebih awal
yang tuntutan- tuntutannya tidak terlalu besar. Contohnya, seorang anak yang takut
sekolah memperlihatkan tingkah laku infantile seperti menangis, mengisap ibu jari,
bersembunyi dan menggantungkan diri pada guru.
4. Rasionalisasi
Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang “baik/benar” guna
menghindari ego yang terluka memalsukan diri sehingga kenyataan yang
mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan. Orang yang tidak memperoleh
kedudukan mengemukakan alasan, mengapa dia begitu senang tidak memperoleh
kedudukan sesungguhnya yang diinginkannya. Atau seorang pemuda yang
ditinggalkan kekasihnya, guna menyembuhkan egonya yang terluka ia menghibur diri
bahwa sigadis tidak berharga dan bahwa dirinya memang akan menendangnya.

81
5. Sublimasi
Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara
sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya, dorongan agresif
yang ada pada seseorang disalurkan kedalam aktivitas bersaing di bidang olahraga
sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan jalan agresifnya, dan sebagai
tambahan dia bisa memperoleh imbalan apabila berprestasi dibidang olahraga itu.
6. Displacement
Displacement adalah mengarahkan energy kepada objek atau orang lain
apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau. Seorang anak
yang ingin menendang orangtuanya dialihkan kepada adiknya dengan menendangnya
atau membanting pintu.
7. Represi
Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau yang bisa
membangkitkan kecemasan mendorong kenyataan yang tidak diterima kepada
ketidaksadaran, atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan. Represi
merupakan salah satu konsep Freud yang paling penting, yang menjadi basis bagi
banyak pertahanan ego lainnya dan bagi gangguan- gangguan neurotic.
8. Formasi Reaksi
Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-
hasrat tak sadar jikaperasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman,
maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal
perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu.
Contohnya seorang ibu yang memiliki perasaan menolak terhadap anaknya,
karena adanya perasaan berdosa, ia menampilkan perasaan yang berlawanan
yakni terlalu melindunginya atau “terlalu mencintainya”. Orang yang menunjukkan
sikap yang menyenangkan yang berlebihan atau terlalu baik boleh jadi berusaha
menutupi kebencian dan perasaan-perasaan negatifnya.
Reaksi formasi ini melakukan kebalikan dari ketaksadaran, pikiran, dan
keinginan-keinginan yang tidak dapat diterima (Poduska, 2000:121). Reaksi formasi
ini melakukan perbuatan yang sebaliknya, apabila perbuatan yang pertama itu, bisa
menimbulkan kecemasan yang mengancam dirinya.

82
N. PROSES BERDUKA
1. TAHAP DENIAL (PENYANGKALAN, PENOLAKAN, MENGINGKARI
KENYATAAN)
CONTOH : “tidak mungkin, berita itu tidak benar. Saya tidak percaya suami saya
pasti nanti kembali”
2. TAHAP ANGER (MARAH)
CONTOH: “saya benci dia karena...,” ini terjadi karena dokter tidak sungguh-
sungguh dalam pengobatannya”.
3. TAHAP BERGAINING (TAWAR MENAWAR, PENUNDAAN REALITA
KEHILANGAN
CONTOH:
“kalau saja saya yang sakit, bukan anak saya”
“kenapa saya ijinkan pergi, kalau saja dia dirumah ia tidak akan kena musibah ini”
“seandainya saya hati-hati, pasti ini tidak akan terjadi”
4. TAHAP DEPRESI
CONTOH:
“biarkan saya sendiri”
“tidak usah bawah saya kerumah sakit, sudah nasib saya”
5. TAHAP ACCEPTANCE (MENERIMA)
“ya sudah saya ikhlaskan dia pergi”

O. GANGGUAN KONSEP DIRI


1. Gangguan Citra tubuh / gambaran diri
Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik individu .
 Kehilangan/kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi).
 Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan tubuh (akibat tumbuh kembang atau
penyakit).
 Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi tubuh.
 Proses pengobatan, seperti radiasi dan kemoterapi.

83
Contoh :
 Jika pasien sudah mengatakan saya malu lihat diri saya sekarang. Saya benar –
benar tidak menerima ini, kenapa dengan saya dan semua ini ? ini biasanya pada
pasien kehilangan anggota badan,atau setelah di operasi atau amputasi di bagian
tubuhnya.
 Jika ada pasien mengatakan saya malu dengan tubuh saya yang gemuk ini dan
saya minder untuk mendapatkan pasangan.
2. Harga diri
Perasaan negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan klien seperti tidak berharga,
tidak berdaya yang berlangsung dalam waktu lama.
 Penolakan
 Kurang penghargaan.
 Pola asuh overprotektif, otoriter, tidak konsisten, terlalu dituruti, terlalu dituntut.
 Persaingan antara keluarga
 Kesalahan dan kegagalan berulang.
 Tidak mampu mencapai standar.
Contoh :
Saya tidak berguna, saya malu, saya tidak tidak ada apa – apanya, saya paling bodoh
dikelas lain.
3. Ideal diri
Ketidakmampuan mempertahankan persepsi diri yang utuh dan komplet, bagaimana
dirinya berperilaku dan bertindak standar, aspirasi, tujuan dan personal tertentu.
 Cita-cita yang terlalu tinggi.
 Harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.
 Ideal diri samar atau tidak jelas.
Contoh :
Seorang siswa SMA yang berkeinginan melanjutkan kuliah namun orangtuanya
menyuruh menikah tapi siswa tetap dengan pendiriannya untuk kuliah di kampus
favorit.

84
Contoh :
Seorang perempuan mengikuti kontes pencarian bakat dan dia percaya bisa
mengalahkan semua kontestan dan menjdi juara akan tetapi dia tidak lolos karena
tidak memenuhi syarat.
4. Penampilan peran tidak efektif / gangguan fungsi peran
Pola perilaku yang berubah dan tidak sesuai dengan harapan, norma, dan lingkungan.
 Stereotipe peran seks.
 Tuntutan peran kerja.
 Harapan peran kultural.
Contoh :
Pasien yang tadinya akif bekerja, tiba – tiba terserang penyakit dan pergerakan
terbatas, ini akan berpengaruh sebagai kepala rumah tangga.
Contoh :
Pasien DM yang mengalami luka tak kunjung sembuh dan perannya sebagai pekerja
di sawah menjadi terhenti/ ke kantor / pedagang dll.
5. Gangguan identitas diri
Tidak mampu mempertahankan keutuhan persepsi terhadap identitas diri.
 Ketidakpercayaan orang tua.
 Tekanan dari teman sebaya.
 Perubahan struktur sosial.
Contoh :
Pasien menunukkan hal - hal yang bertentangan dengan jati dirinya atau menyerupai
sifat karakter yang bukan identitasnya. Contoh laki – laki yang menyerupai seorang
perempuan.
Contoh :
Seorang perempuan merasa gagal menjadi seorang istri dan tidak bisa melayani
suaminya.

85
DEPARTEMEN KEPERAWATAN GADAR

A. LABEL TRIASE
1. Hitam/ Deceased : Korban meninggal atau tidak bernafas meskipun jalan nafas
sudah dibebaskan, korban meninngal dibiarkan di tempat kejadian dan diangkat
belakangan setelah semuanya tertolong.
2. Merah/ Immediate/ Prioritas 1 Evakuasi : Korban dengan luka yang mengancam
nyawa dan segera membutuhkan perawatan lanjut atau tindakan operasi sesegera
mungkin dibawah 1 jam dari waktu kejadian.
3. Kuning/ Delayed/ Prioritas 2 evakuasi : Korban dalam kondisi stabil, tapi tetap
memerlukan perawatan lebih lanjut
4. Hijau/ Minor/ Prioritas 3 evakuasi :Pasien dengan luka yang merlukan pertolongan
dokter tapi bisa ditunda beberapa jam atau hari.

B. GCS (E4, V5, M6)


EYE
4 : Membuka mata spontan
3 : Membuka mata dengan rangsangan suara
2 : Membuka mata dengan rangsangan nyeri
1 : Tidak ada respon
VERBAL
5 : Orientasi bagus
4 : Bingung, berbicara mengacau (sering bertanya berulang-ulang, Disorientasi)
3 : kata-kata tidak jelas
2 : Mengerang (suara tanpa arti)
1 : Tidak ada respon
MOTORIK
6 : Mengikuti perintah
5 : Melokalisir/ menepis nyeri
4 : Menghindari nyeri
3 : Fleksi abnormal
2 : Ekstensi abnormal

86
1 : Tidak ada respon
Kesimpulan:
1. Composmentis : 14 - 15
2. Apatis : 12 - 13
3. Delirium : 10 - 11
4. Somnolen :7-9
5. Stupor :4-6
6. Coma :3

C. TINGKAT KESADARAN
Coma :
 Keadaan tidak sadar yang terendah. Tidak ada respon sedikitpun
Stupor:
 Keadaan tidak sadar menyerupai koma, tetapi respon terhadap rangsangan
nyeri masih ada, refleks tendon dapat ditimbulkan
Delirium :
 Keadaan kacau motorik yang sangat memberontak, berteriak-teriak dan tidak
sadar terhadap orang lain, tempat dan waktu
Somnolen / letargi :
 Pasien dapat dibangunkan dengan rangsangan dan akan membuat respon motorik
dan verbal yang layak. Pasien akan cepat tertidur lagi bila rangsangan dihentikan
Apatis :
 Pasin tampak segan berhubungan dengan sekitarnya, tampak acuh tak acuh
Compos mentis :
 Sadar sepenuhnya, dapat menjawab pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya

D. PENANGANAN TRAUMA
1. Penanganan trauma
a. Danger
 Aman diri = APD
 Aman lingkungan

87
 Aman pasien
b. Respon
 Alert
 Verbal
 Pain
 Unrespon

2. Primary survey
Airway
a) Suction = Gargling, lama tindakan 10 – 15 detik.
 Soft tip
Untuk penghisapan caian
 Rigid tip
Untuk darah yang mengumpal

b) Snoring = pangkal lidah jatuh kebelakang


 OPA, dilakukan pada pasien tdk sadar
 NPA, dilakukan pada pasien sadar dan ada reflek muntah

c) NEEDLE CRICOTIROIDOTOMI
Dilakukan pada membrane kricotiroid, IV catheter no. 12/14 dengan spuit 10 cc

d) Fraktur fremur
Dilakukan logroll, 4 penolong

e) JAW THRUST
Dilakukan pada pasien yang curiga trauma servical, multiple trauma, jejas di
atas clavicula, raccoon eye

88
f) NECK CHOLAR
Beathel sign, jejas muka, rinorhea

g) HEAD TILT CHIN LIFT


Dilakukan pada pasien non trauma

h) BACK BLOW untuk bayi atau anak


Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif
atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban
di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

i) Abdominal Thrust(Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk


Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban
dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan
sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah
ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan
kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan
harus terpisah dan gerakan yang jelas.

89
Breathing
a. Masalah oksigenasi
a) Nasal kanul
 Aliran oksigen 1 – 6 liter/menit
 Saturasi oksigen 95 – 100 %
b) RM
 Aliran oksigen 6 – 10 liter/menit
 Saturasi oksigen 90 – 94 %
 Tidak ada katub
c) NRM
 Aliran oksigen 10 – 12 liter/menit
 Saturasi oksigen 85 %
 Ada katub

Masalah yang sering muncul :


a) Open pneumothorax
 Nyeri pada lokasi yang cidera
 Napas pendek
 Terdengar suara bubbling
 Penutupan luka dilakukan dengan memakai Kassa 3 sisi
b) Tension pneumothorax
 Trauma tembus atau benda tajam
 Dispnea
 Suara napas berkurang atau hilang pada sisi yang cidera
 Distensi vena dan distensi trachea
 Penanganannya dengan needle thorakosintesis mid II kavicula
c) Flail chest
 Perkembangan dada tidak simetris
 Fraktur iga 2 – 3
90
d) Hematothorax massif
 Adanya darah dalam rongga pleura
 Pekak
 Penanganannya WSD
e) Tamponade jantung
 Jvp melemah
 Bunyi jantung melemah
 Penanganannya Perikardiosintesis

Circulation :
 Hentikan perdarahan external
Jika px transfuse darah maka, Hb normal 10
Rumusnya :
PRC = Hb normal – Hb sekarang x bb x 3
WBC = Hb normal – Hb sekarang x bb x 6
HB NORMAL : 10 BERLAKU UNTUK LAKI-LAKI & PEREMPUAN
 Pasang infuse 2 jalur

Disability:
 Pupil
 GCS

KLASIFIKASI CIDERA KEPALA


 CKB = GCS 3 – 8 = KOMA
 CKS = 9 – 13 = CONFUS, LETARGI, STUPOR
 CKR = 14 – 15 = SADAR PENUH

NOTE:
 Pasien henti napas henti jantung RJP dewasa 30 : 2, keceptan kompresi 100 –
120x/menit, RJP bayi 15 : 1
 Ada nadi tidak ada napas, rescued breathing / napas buatan per 6 detik.

91
Exposure:
 Gunting baju
 Hipotermi, selimuti

Folley catheter:
 Pasang catheter urine
 Rumus output urine ½ - 1 cc/Kg BB/jam
 IWL = 10 x bb(kg) /24 jam, 15 x bb(kg)/24 jam

3. Secondary survey
 Anamnesa
 Alergi
 Medication
 Post illness
 Last meal
 Event
 Pemeriksaan fisik
 Head to toe
 vital sign

E. CAB (AHA, 2010)


 3 A (Penolong, Pasien, Lingkungan)
 CEK KESADARAN (Nyeri, Panggilan, Pukulan)
 PANGGIL BANTUAN
 CEK NADI KAROTIS
 30 KOMPRESI DADA
- 3 Jari Diatas Px
- Kedalaman 4-5 Cm
- 5 Siklus (30:2)
 2 VENTILASI
Berhenti Jika: Ada Ragsangan, Mati Biologis, Bantuan Datang
 RECOVERY BREATHING 10 Kali Dalam 2 Menit
 RECOVERY POSITION (Posisi Mantap)

92
F. PERHITUNGAN LUKA BAKAR (Rule of 9)

Untuk orang DEWASA:


Kepala dan leher : 9
Dada : 9
Perut : 9
Bokong : 9
Punggung : 9
Lengan dan tangan kanan : 9
Lengan dan tangan kiri : 9
Paha kanan : 9
Pahan kiri : 9
Betis-kaki kanan : 9
Betis-kaki kiri :9
Genitalia :1

UNTUK ANAK :
Kepala dan leher :18
Ekstremitas kanan : 9
Ekstremitas kiri : 9
Perut dan dada :18
Punggung :18
Ekstremitas bawah kanan :14
Ekstremitas bawah kiri : 14

93
G. MEKANISME PENATALAKSANAAN PADA PASIEN LUKA BAKAR
1. Amankan pasien
2. Menghentikan proses pembakaran untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan
(stop the burning process)
3. Penilaian primer (perhatian terbesar tertuju pada saluran nafas (airway), termasuk
mendeteksi adanya tanda-tanda cidera inhalasi)

H. RESUSITASI CAIRAN UNTUK LUKA BAKAR (DEWASA)


RUMUS:
RL = 4 cc x BB x % Luka bakar
8 Jam pertama berikan setengah kebutuhan cairan
I. RESUSITASI CAIRAN UNTUK LUKA BAKAR (ANAK)
Rumus:
RL = 2 cc x BB x % Luka bakar

J. BASIS CRANI’I
 Rhinorea (keluar darah dari hidung)

 Ottorhea (keluar darah dari telinga)

 Doll eyes (lebam kelopak mata)


 Kebiruan dibelakang telinga

K. MASALAH SUMBATAN JALAN NAPAS


 Gurgling = bunyi kumur-kumur cairan
Tindakan = finger sweep, suction, miringkan pasien untuk mengeluarkan cairan
 Snoring = mengorok, lidah jatuh ke belakang
Tindakan = chin lift, jaw trust, pasang opa, npa, ett
 Stridor = sumbatan anatomis
Tindakan : intubasi, needle krikotiroidotomi, trakeostomi
 Wheezing
Tindakan : Nebulizer/ mukolitik

94
 Ronchi
Tindakan : batuk efektif/ fisioterapi dada

L. PENANGANAN PASIEN TERSEDAK


 Back blow : untuk anak tersedak
 Chest thrust : untuk wanita hamil
 Heimlich manuveur / abdominal thrust : untuk dewasa

M. PENGELOLAAN GANGGUAN PADA JALAN NAPAS


 HEAD TILT : MENEKAN DAHI
Indikasi : Tidak Ada Fraktur Cervical
 CHIN LIFT : MENGANGKAT DAGU
Indikasi = Adanya Fraktur Cervical, Gurgling
 JAW TRUST : MENGANGKAT SUDUT RAHANG BAWAH
Indikasi = Adanya Fraktur Cervical, Gurgling
 CROSS FINGER = SAPUAN JARI
Indikasi = Gurgling

N. KEKUATAN OTOT
0 = Paralisis (Tidak Ada Kontraksi)
1 = Kontraksi Otot Lemah, Tidak Ada Gerakan
2 = Tidak Mampu Melawan Gravitasi, Tapi Masih Mampu Bergeser
3 = Gerakan Persendian Penuh, Hanya Mampu Melawan Gravitasi
4 = Gerakan Persendian Penuh, Hanya Mampu Melawan Gravitasi, Mampu Melawan
Tahanan Hanya Sebentar
5 = Gerakan Persendian Penuh, Mampu Melawan Gravitasi Dan Melawan Tahanan

95
O. 12 SARAF KRANIAL

P. TINDAKAN VENTRIKEL TAKIKARDI


1. PERIKSA NADI
Bila tidak ada nadi = RJP /Defibrilasi
Bila ada nadi = mengobservasi hemodinamik
2. Bila hemodinamik tidak stabil = kardioversi

96
DEPARTEMEN KEPERAWATAN KMB

A. BALANCE CAIRAN
Rumus : INTAKE CAIRAN – OUTPUT CAIRAN
Intake :
Makanan + minuman, cairan, terapi injeksi, air metabolisme (5 x bb)
Output :
Urine, feses (1 x BB = 100 cc), muntah/ perdarahan, IWL (15 X BB)

Note: jika ada kenaikan suhu : IWL + 200 (suhu tinggi - 36,8)

B. MAP (MEAN ARTERIAL PRESURRE)


Rumus I :
MAP : Sistol + 2 (Diastol)
3
Rumus II :
MAP : Tekanan Sistolik + Tekanan Diastolik
2
 Pengukuran MAP kurang lebih 5 menit
 Baca hasil positif atau negatif
 - : tidak ditemukan petekie (<20)
 + : adanya petekie (>20)

C. MENGHITUNG DOSIS OBAT


 Rumus : ORDER x J. Volume Pelarut
Sediaan (mg)

 Rumus obat tablet : ORDERAN


SEDIAAN

97
D. MENGHITUNG TETESAN INFUS
Rumus KOLF:

Rumus Dasar dalam Satuan Jam:

Jumlah Tetesan Per Menit = Jumlah Keb. Cairan x Faktor Tetes


Waktu (Jam) x 60 Menit

E. PERHITUNGAN HEART RATE/ FREKUENSI DENYUT JANTUNG


Rumus :
HR = 1500/ Jumlah Kotak Kecil R-R atau
HR = 300/ Jumlah Kotak Besar R-R
Contoh:
DF : Frekuensi Denyut Jantung Jarak R-R 14 Kotak kecil pada Lead II.
Hitung HR nya!
Jawab : HR = 1500/ 14 = 107x/menit

98
F. LETAK PEMASANGAN EKG
V1 : Sela iga ke-4 garis sternal kanan

V2 : Sela iga ke-4 garis sternal kiri

V3 : Antara V2 dan V4

V4 : Sela iga ke-5 garis tengah klavikula kiri

V5 : Garis axilla posterior sejajar dengan V4

V6 : Garis Mid axilla sejajar dengan V4

: Kalibrasi 1 (standar) 1 = 10 mm/mv (10 kotak )

: Kalibrasi ½ (5 kotak)

G. JENIS SANDAPAN (LEAD) PADA EKG YAITU:


1. SANDAPAN BIPOLAR
Pada Sandapan ini hanya merekam perbedaan potensial dari dua (2) elektroda, dan
sandapan ini ditandai dengan angka I, I, III
a. Sandapan I
Merekam beda potensial anatara lengan kanan (RA) dengan lengan kiri (LA),
dimana lengan kanan bermuatan negatif (-) dan lengan kiri bermuatan positif (+).
(menunjukkan keadaan jantung kiri lateral)
b. Sandapan II
Merekam beda potensial antara lengan kanan (RA) dengan kaki kiri (LL),
dimana lengan kanan bermuatan negatif (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+).
(Berjalan paralel dengan arah vektor yang normal)
c. Sandapan III
Merekam beda potensial antara lengan kiri (LA) dengan kaki kiri (LL), dimana
lengan kiri bermuatan negatif (-) dan kaki kiri bermuatan positif (+).
(menunjukkan keadaan jantung kanan dan bawah)

99
2. SANDAPAN UNIPOLAR
a. Unipolar Ekstremitas
aVR : Sandapan unipolar lengan kanan yang diperkuat (menunjukkan jantung
kanan)

aVL : Sandapan unipolar lengan kiri yang diperkuat (menunjukkan jantung kiri
dan lateral)

aVF : Sandapan unipolar tungkai kiri yang diperkuat (menunjukkan jantung


bawah)

b. Unipolar Precordial
Penempatan elektroda V1 – V6

Adapun untuk menentukan lokasi iskemia dan infark miokard digunakan


ketentuan sebagai berikut:
a. Jantung anterior (depan) : kelainannya di V2 – V4
b. Anteroseptal : kelainannya di V1 – V3
c. Anterolateral (depan samping) : kelainannya di I, aVL, V5 – V6
d. Inferior (bawah) : kelainannya di II, III, aVF
e. Posterior : kelainannya di V1 – V2
f. Ekstensive Anterior : kelainannya di I, aVL, V1 –V6

100
H. RECTAL GRADING
 Grade 0 : Penonjolan prostat 0,1 cm kedalam rectum
 Grade 1 : Penonjolan prostat 1,2 cm kedalam rectum
 Grade 2 : penonjolan prostat 2,3 cm kedalam rectum
 Grade 3 : Penonjolan prostat 3,4 cm kedalam rectum
 Grade 4 : Penonjolan prostat 4,5 cm kedalam rectum

I. AGD

101
J. ALGORITMA PENEGAKAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN PADA SESAK
NAPAS

102
K. POSISI

103
L. 10 PENYAKIT
1. TBC
a. Definisi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini
dapat merupakan organisme patogen maupun saprofit (Sylvia A. Price, 2005).
Tuberculosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi (Mansjoer, 1999).
b. Etiologi
Tuberkulosis paru disebabkan oleh basil tuberkulosis (Mycobacterium
tuberkulosis humanis. Bakteriologinya adalah: Mycobacterium tuberculosis
familie Mycobakterium yang mempunyai berbagai genus, satu diantaranya
adalah Mycobakterium yang salah satu spesiesnya adalah M. Tuberculosis. M.
Tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis.
Basil Tuberkulosis mempunayi dinding sel lipid sehingga tahan asam (Sylvia. A.
Price, 2005).
c. Patofisiologi
Infeksi diawali Karena seseorang menghirup basil M.Tuberculosis. bakteri
menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat
bertumpuk. Perkembangan M.Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke
area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui system limfe
dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks cerebry).
Selanjutnya system kekebalan tubuh memberikan respon dengan melakukan
reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan
bakteri), sementara limfosit spesifik tuberculosis menghancurkan (melisiskan)
basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya
eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronchopneumonia. Infeksi awal
biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. tuberculosis dan system kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk sebuah masa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa
104
jangringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa) hal ini
kan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian
bakteri menjadi non aktif.
Setelah infeksi awal, jika respon system imun tidak adekuat maka
penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat
infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif.
Pada kasusu ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan
necrotizing caseosa didalam brounkhus. Tubercle yang ulserasi selanjutnya
menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk
tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya.
Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak didalam
sel. Makrofag mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan
10–20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang
dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respons berbeda, pada
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.
d. Tanda dan gejala
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau
lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001):
1) Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,
105
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya sehingga pasien
merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2) Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit
tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah
pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus
dinding bronkus.
3) Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya
sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4) Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5) Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus
(berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat pada
malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan
terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
e. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1) Kultur Sputum adalah Mikobakterium Tuberkulosis Positif pada tahap akhir
penyakit
2) Tes Tuberkalin adalah Mantolix test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam)
3) Poto Thorak adalah Infiltrasi lesi awal pada area paru atas : pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas : pada
106
kavitas bayangan, berupa cincin : pada klasifikasi tampak bayangan bercak-
bercak padat dengan densitas tinggi.
4) Bronchografi adalah untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru
5) Darah adalah peningkatan leukosit dan laju Endap darah (LED)
6) Spirometri adalah Penurunan fungsi paru dengan kapasitas vital menurun
(Sylvia. A. Price, 2005).
f. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2006) :
1) Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2) Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3) Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4) Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6) Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
g. Penatalaksanaan
Pencegahan :
1) Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan misal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa-siswi pesantren.
3) Vaksinasi BCG
4) Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang
masih sedikit.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat.

107
Pengobatan :
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi (agen
antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis
depan digunakan adalah Isoniasid (INH), Rifampisin (RIF), Streptomisin (SM),
Etambutol (EMB), dan Pirazinamid (PZA). Kapremiosin, kanamisin,
etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat –
obat baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).
h. Prognosis
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat
antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama ± 6 bulan secara rutin (Sylvia
A. Price, 2005).
i. Diagnosa keperawatan
Menurut Doenges (2000), diagnosa yang sering muncul pada kasus tuberculosis
paru adalah:
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau
secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
2) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan pathogen.
3) Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan.
4) Gangguan pertukaran gas O2 dan CO2 berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan
secret kental, tebal.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan
kelemahan, sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
6) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan kurang informasi/ salah interpretasi informasi,
keterbatasan kognitif dan tak akurat/ tak lengkap informasi yang ada.

108
j. Rencana/intervensi keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental,
atau secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/
faringeal.
Tujuan : Mempertahankan jalan napas
Kriteria Hasil : mengelaurkan secret tanpa bantuan, menunjukan
perilaku mempertahankan jalan napas.
Rencana Tindakan:
a. Kaji pungsi pernapasan seperti bunyi napas, irama, kedalaman.
Rasiainal : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi
menunjukan akumulasi secret.
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif.
Rasional :Pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum berdarah,
diakibatkan oleh kerusakan paru-paru.
c. Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakkukan batuk efektif.
Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam
mambantu ventilasi maksimal meningkatkan gerkan secret
d. Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc.
Rasional :Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret.
e. Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.
Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru dan
meminimalkan upaya pernapasan
f. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik, brochodialator,
kortikosteroid.
Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran secret.
2) Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan
untuk menghindari pemajanan pathogen.
Tujuan : dapat menentukan intervensi mencegah/ menurunkan resiko
penyebaran infeksi
Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan
lingkungan yang aman.
109
Rencana Tindakan :
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.
Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang.
b. Berikan ruangan yang bersih dan berventilasi baik.
Rasional : Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi
kemungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
c. Pantau tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan).
Rasional : Memberikan informasi data dasar awitan/ peningkatan suhu
secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukan bahwa
bereaksi pada proses infeksi yang tidak dapat disembuhkan.
d. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk spasmodik kering
pada inspirasi dalam perubahan karakteristik sputum, dan adanya mengi /
ronchi . lakukan isolasi pernapasan bila etiolgi batuk produktif tidak
diketahui.
Rasional: Kongesti atau distress pernapasan dapat mengidentifikasi
perkembangan PCP penyakit yang paling sering terjadi meskipun demikian
, TB mengalami peningkatan an infeksi jamaur lainnya.
e. Periksa adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-tanda infeksi/
inflamasi.
Rasional :Identifikasi / perawatan awal dari infeksi sekunder dapat
mencegah terjadinya sepsis.
f. Anjurkan pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan
membuang pada tempat, anjurkan buang dahak pada wadah cairan
disinfektan.
Rasional :Mencegah terjadinya penularan nosokomial dari pasien
keperawatan atau orang lain.
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic, antijamur, anti agen
mikroba.
Rasional :Menghambat proses infeksi beberapa obat di targetkan untuk
organsime tertentu ( sistem perusak).
3) Hipertermia berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : suhu tubuh kembali normal
110
0
Kriteria Hasil : suhu tubuh dalam rentang normal (36,5 C-37,50C)
Rencana Tindakan :
a. Pantau suhu tubuh
Rasional : sebagai indikator untuk mengetahui status hipertermia
b. Anjurkan untuk mempertahankan masukan cairan adekuat untuk mencegah
dehidrasi
Rasional : dalam kondisi demam terjadi terjadi peningkatan evaporasi yang
memicu timbulnya dehidrasi.
c. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
Rasional : menghambat pusat simpatis dan hipotalamus sehingga terjadi
vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi
panas tubuh melalui penguapan.
d. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
Rasional : kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya
pertumbuhan jamur dan juga akan mengurangi kenyamanan klien.
e. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : mengurangi panas dengan farmakologis.
4) Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler
dan secret kental, tebal.
Tujuan : bebas dari distress pernapasan
Kriteria Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan
adekuat dengan gas darah dalam rentang normal.
Rencana Tindakan :
a. Kaji disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya
respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian kecil
bronkopnemonia sampai inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi pleura, dan
fibrosis luas. Efek pernapasan dapat ringan sampai dispnea berat sampai
distress penapasan.

111
b. Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan
perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku .
Rasional : akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi oragan vital
c. Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir
disiutkan, khususnya dengan pasien dengan fibrosis atau kerusakan
parenkim.
Rasional : membantu tahanan melawan udara luar untk mencegah kolaps
atau penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan udara
melalui paru dan menghilangkan/menurunkan napas pendek.
d. Ajnurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode
penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.
e. Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan.
Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder
terhadap ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru.
5) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan
kelemahan, sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
Tujuan : meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda-
tanda malnutrisi.
Rencana Tindakan :
a. Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan
pilihan intervensi yang tepat.
b. Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
c. Monitor intake dan output secara periodik
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan.

112
d. Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein
karbohidrat.
Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
perlu/kebutuhan energi dari makanan yang banyak menurunkan iritasi
gaster.
e. Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolic
f. Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga
dengan obat atau efek pengobatan pernapasan perut yang penuh.
g. Berikan terapi parenteral sesuai indikasi
Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan
parenteral.
6) Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan
berhubungan dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi,
keterbatasan kognitif dan tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.
Tujuan : menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan
Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/ prognosis
kebuthan pengobatan.
Rencana Tindakan :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien.
b. Kaji kemampuan belajar pasien
Rasional : Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan
ditingkatkan pada tahap individu.
c. Beri penyuluhan tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda
dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
Rasional : Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB Paru
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan,
komplikasi, dan pencegahan).
d. Beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien.
113
Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
e. Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan,
komplikasi, dan pencegahan).
Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi, pengobatan,
komplikasi, dan pencegahan).
f. Anjurkan pada pasien untuk mengunjungai petugas kesehatan bila ada
keluhan.
Rasional : agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan yang
terdapat pada pasien.

114
PATHWAY TBC

Droplet mengandung Udara mengandug


M. tuberculosis M. tuberculosis

Terhirup lewat
saluran pernapasan
kurang terpapar
saluran pernapasan atas informasi

bakteri yang besar bertahan di bronkus


Kurang Pengetahuan
peradangan bronkus

penumpukan sekret saluran pernapasan bawah

paru-paru
efektif tidak efektif
alveolus
sekret keluar sekret sulit dikeluarkan
saat batuk terjadi peradangan
Ketidakefektifan
batuk terus menerus penyebaran bakteri secara
Bersihan Jalan Napas
limfa hematogen
terhirup orang sehat
anoreksia, malaise,
demam mual, muntah
Resiko Infeksi

Hipertermia Perubahan Nutrisi


Kurang dari
Kebutuhan

Alveolus mengalami
Konsolidasi dan eksudasi

Gangguan Pertukaran Gas

115
2. STROKE NON HEMORAGIK
a. Definisi
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah kulminasi
penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun. (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemik atau hemoragik sirkulasi saraf otak
(Sudoyo Ayu, dkk., 2009)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008)
b. Etiologi
1) Penyebab-penyebabnya antara lain:
a) Trombosis (bekuan cairan di dalam pembuluh darah otak)
Trombus yang lepas dan menyangkut di pembuluh darah yang lebih distal
disebut embolus.
b) Embolisme cerebral (bekuan darah atau material lain)
Emboli merupakan 5-15% dari penyebab stroke. Dari penelitian epidemiologi
didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemik otak, apakah yang
permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau
embolik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri ukuran besar atau
sedang, dan sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di
intyrakranial dan 20% oleh emboli jantung. Emboli dapat terbentuk dari
gumpalan darah, kolesterol, lemak, fibrin trombosit, udara ,tumor, metastase,
bakteri, benda asing. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang
yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam
sebuah arteri.
c) Hemorargik cerebral (Pecahnya pembuluh darah serebral dengan perlahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).

116
Akibatnya adalah gangguan suplai darah ke otak , menyebabkan kehilangan
gerak, pikir, memori, bicara, atau sensasi baik sementara atau permanen.
d) Iskemia (Penurunan aliran darah ke area otak)
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke
bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini
terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera
atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal.
2) Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :
a) Aterosklerosis, Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma
(endapan lemak) yang kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Selain dari
endapan lemak, aterosklerosis ini juga mungkin karena arteriosklerosis,
yaitu penebalan dinding arteri (tunika intima) karena timbunan kalsium yang
kemudian mengakibatkan bertambahnya diameter pembuluh darah dengan
atau tanpa mengecilnya pembuluh darah.
b) Infeksi, Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju ke otak.
c) Obat-obatan, Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan
stroke seperti: amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen
pembuluh darah ke otak.
d) Hipotensi, Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan
berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang
pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
(Smeltzer C. Suzanne, 2002)
c. Patofisiologi
Stroke iskemik terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih
arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan
(thrombus) yang terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ
distal. Pada thrombus vascular distal, bekuan dapat terlepas, atau mungkin
terbentuk di dalam suatu organ seperti jantung, dan kemudian dibawa memalui
sistem arteri ke otak sebagai suatu embolus. Terdapat beragam penyebab stoke
trombotik dan embolik primer, termasuk arterosklerosis arteritis, keadaan
117
hiperkoagulasi, dan penyakit jantung stuktural. Namun, trombosis yang menjadi
penyulit arterosklerosis merupakan penyebab pada sebagaian besar kasus stoke
trombotik, dan embolus dari pemmbuluh besar atau jantung merupakan penyebab
tersering stroke embolik.
Sumbatan aliran di arteri karotis interna sering merrupakan penyebab
stroke pada orang berusia lanjut, yang sering mengalami pembentukan plak
arterosklerotis di pembuluh darah sehingga terjadi penyempitan atau stenosis.
Pangkal arteri karotis interna merupakan tempat tersering terbentuknya
arterosklerosis. Arteroklerosis arteri serebri media atau anterio lebih jarang
meenjadi tempat pembentukan arteroskleerosis. Darah terdorong melalui sistem
vascular oleh gradian tekanan, tetapi pada pembuluh yang menyempit, aliran
darah yang lebih cepat melalui lumen yang lebih kecil akan menurunkan gradien
tekanan di tempat konstriksi tersebut apabila stenosis mencapai suatu tingkat
kritis tertentu, maka meningkatnya turbulensi di sekitar penyumbatan akan
menyebabkan penurunan tajam kecepatan aliran. Penyebab lain stroke iskemik
adalah vasospasme, yang sering merupakan respon vaskuler reaktif terhadap
perdarahan kedalam ruang antara lapisan arachoid dan piamater meningen.
Sebagian besar stroke iskemik tidak menimbulkan nyeri, karena jaringan otak
tidak peka terhadap nyeri. Namun, pembuluh besar di leher dan batang otak
memiliki banyak reseptor nyeri, dan cedera pada pembuluh-pembuluh ini saat
serangan iskemik dapat menimbulkan nyeri kepala.
d. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala bervariasi, tergantung pada arteri yang diserang (dan
akibatnya, bagian otak yang disuplainya), keparahan kerusakan, dan perluasan
sirkulasi kolateral yang berkembang untuk membantu otak mengimbangi suplai
darah yang berkurang.
1) Stroke hemisfer kiri: gejala di sisi tubuh sebelah kanan
2) Stroke hemisfer kanan : gejala di sisi tubuh sebelah kiri
3) Stroke yang menyebabkan kerusakan saraf kranial : tanda disfungsi saraf
kranial disisi yang sama dengan terjadinya hemoragi
4) Gejala biasanya diklasifikasikan menurut arteri yang diserang :

118
a) Arteri serebral tengah : afasia, disfasia, potongan bidang visual dan
hemiparesis disisi yang diserang (lebih parah diwajah dan lengan dari pada
di kaki)
b) Arteri karotid : lemah, paralisis, mati rasa, perubahan sensorik, dan
gangguan visual disisi yang diserang ; perubahan tingkat kesadaran ; bunyi
abnormal ; sakit kepala; afasia dan ptosis.
c) Arteri vertebrobasilar : lemah disisi yang diserang, mati rasa disekitar bibir
dan mulut, potongan bidang visual, diplopia, koordinasi buruk, disfagia,
bicara mencerca, pusing, amnesia dan ataksia.
d) Arteri serebral anterior : konfusi, lemah dan mati rasa (terutama dikaki)
disisi yang diserang, inkontinensi, hilang koordinasi, gangguan fungsi
motorik dan sensorik, dan perubahan kepribadian.
e) Arteri serebral posterior : potongan bidang visual, gangguan sensorik,
disleksia, koma, dan kebutaan kortikal.
6) Gejala juga diklasifikasikan sebagai premonitorik, tergeneralisasi, atau fokal
7) Premonitorik (jarang) :mengantuk, pusing, sakit kepala, dan konfusi mental.
8) Tergeneralisasi : sakit kepala,muntah,gangguan mental, sawan, koma, rigiditas
nukal, demam, dan disorientasi.
9) Fokal (misalnya perubahan sensorik dan refleks): merefleksikan tempat hemoragi
atau inarksi dan bisa memburuk.
Tanda dan gejala lain dari stroke adalah (Baughman, C Diane. dkk, 2000):
1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu
sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia.
2. Kehilangan komunikasi Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria
(kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif, parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).

119
5. Disfungsi kandung kemih, meliputi : inkontinensia urinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari
kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasi yang berlanjut
(dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
a. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah.
b. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan.
c. Pengaruh terhadap komunikasi: bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
d. Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa.
e. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
1. Laboratorium
Mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila
perlu analisa gas darah, gula darah dsb.
2. Computed Tomography (CT) scan kepala
Untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark. Menunjukkan
adanya stroke hemoragis dengan segera tetapi bisa jadi tidak mnenunjukkan
adanya infarksi trombotik selama 48-72 jam.
3. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur
otak, bisa membantu mengidentifikasi area yang mengalami iskemia atau
infarksi dan pembengkakan serebral. MRI menunjukan daerah yang
mengalami infark, hemoragik.
4. Angiografi
Untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh
darah yang terganggu.
(Amin & Hardhi, 2015)
f. Komplikasi
Komplikasi pada stroke non hemoragik adalah:
1. Berhubungan dengan imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi.
120
2. Berhubungan dengan paralisis: nyeri punggung, dislokasi sendi, deformitas,
terjatuh.
3. Berhubungan dengan kerusakan otak: epilepsy, sakit kepala.
4. Hidrosefalus
g. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan
edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3-5 hari setelah infark
serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya trombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskuler. Medikasi antitrombisit dapat diresepkan karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan trombus dan
embolisasi.
2. Penatalaksanaan pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebri dengan :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh klien TIA.
h. Prognosis
Prognosis stroke sulit dipastikan karena ada yang sembuh dan dapat
beraktifitas semula namun ada yang cacat bahkan ada juga yang meninggal.
Prognosis stroke ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : lokasi dan luas
area lesi, umur, tipe stroke, cepat lambatnya penanganan serta kerjasama tim
medis dengan pasien dan keluarga.
Cacat mempengaruhi 75% dari penderita stroke yang cukup untuk
menurunkan kelayakan kerja mereka. Stroke dapat mempengaruhi pasien secara
fisik, mental, emosional, atau kombinasi dari ketiganya. Hasil stroke sangat
bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi lesi. Disfungsi sesuai dengan daerah
di otak yang telah rusak. Beberapa cacat fisik yang dapat hasil dari stroke
termasuk kelemahan otot, kesemutan, luka tekanan, pneumonia, inkontinensia,
apraxia (ketidakmampuan untuk melakukan gerakan-gerakan belajar), kesulitan
121
melakukan kegiatan sehari-hari, kehilangan nafsu makan, kehilangan bicara,
kehilangan penglihatan, dan rasa sakit. Jika stroke cukup parah, atau di lokasi
tertentu seperti bagian dari koma, batang otak atau kematian itu dapat terjadi.
i. Diagnosa keperawatan
c. Gangguan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat.
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan neurologi.
e. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, eliminasi berhubungan
dengan tidak terpenuhinya ADL.
f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan otot.
g. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
h. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan pada syaraf.

SROKE HEMORAGIK
a. Pengertian
1) Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat
akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).
2) Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).
3) Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis
stroke yang disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah
tidak dapat mengalir secara semestinya yang menyebabkan otak mengalami
hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
b. Etiologi
1) Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi:
a) Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b) Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas

122
dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma
kemudian robek dan terjadi perdarahan
c) Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d) Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk
abnormal, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena, menyebabkan mudah pecah dan
menimbulkan perdarahan otak.
e) Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan
degenerasi pembuluh darah.
2) Faktor resiko pada stroke adalah
a) Hipertensi
b) Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi
atrium, penyakit jantung kongestif)
c) Kolesterol tinggi, obesitas
d) Peningkatan hematokrit (resiko infark serebral)

c. Patofisiologi
Stroke Hemoragik dibagi atas:Perdarahan Intraserebral (PIS), Perdarahan
Subarakhnoidal (PSA)(Elizabeth Corwin, J, 2009)
1) Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah
masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan
jaringan otak dan menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang
terjadi dengan cepat dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis
mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
2) Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma
palingsering didapat pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi
willisi.AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan
123
ventrikel otak, ataupun didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya
arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya
peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, sehinga
timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri
di ruang subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lain-lain). Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan
glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi.
Otak tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak
walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan
kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari
20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun
sampai 70 % akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh
berusaha memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob,yang dapat
menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
3) Gangguan pasokan aliran darah otak
Dapat terjadi dimana saja di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus
Willisi: arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-
cabangnya. Apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit
maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak
semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi
oleh arteri tersebut.
124
Mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Dapat
juga karena keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti
aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi
peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya
syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan atau infeksi
pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia A. Price
dan Wilson, 2006)
d. Manifestasi Klinis
Gejala stroke hemoragik bervariasi tergantung pada lokasi pendarahan dan
jumlah jaringan otak yang terkena. Gejala biasanya muncul tiba-tiba, tanpa
peringatan, dan sering selama aktivitas. Gejala mungkin sering muncul dan
menghilang, atau perlahan-lahan menjadi lebih buruk dari waktu ke waktu.
Gejala stroke hemoragik bisa meliputi:
1. Perubahan tingkat kesadaran (mengantuk, letih, apatis, koma).
2. Kesulitan berbicara atau memahami orang lain.
3. Kesulitan menelan.
4. Kesulitan menulis atau membaca.
5. Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, atau kadang terjadi secara tiba-tiba.
6. Kehilangan koordinasi.
7. Kehilangan keseimbangan.
8. Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik.
9. Mual atau muntah, Kejang, Sensasi perubahan, biasanya pada satu sisi tubuh,
seperti penurunan sensasi, baal atau kesemutan, Kelemahan pada salah satu
bagian tubuh.
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
a. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
b. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E.
Doenges, 2006)
125
c. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler. (Satyanegara, 2010)
d. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah
terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi
kronis pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 2011)
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara,
2010)
b. Pemeriksaan darah rutin
c. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali. (Jusuf Misbach, 1999)
d. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
(Linardi Widjaja, 1993)
e. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan
otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan,
tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat
dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta
tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan, pemberian dexamethason.
1. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase
akut.

126
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
3. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran
darahotak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita
beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular
yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran
pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
f. Komplikasi
Stroke hemoragik dapat menyebabkan
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis, Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
g. Prognosis
Prognosis pada klien stroke adalah bergantung pada jenis stroke dan sindrom
klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada
lokasi, ukuran,patologi lesi serta usia pasien dan penyakit yang menyertai
sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari
pertama risiko meninggal 50% sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.

127
3. GASTRITIS
a. Definisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.
(Priyanto, 2009). Dan Menurut Suratun (2010) gastritis adalah suatu peradangan
mukosa lambung yang bersifat akut, kronik difus, atau lokal dengan karakteristik
anoreksia, rasa penuh, tidak enak pada epigastrium, mual dan muntah. Sedangkan
menurut Broker (2009) gastritis adalah imflamasi mukosa yang melapisi lambung
dan gastritis dapat terjadi secara akut ataupun kronis.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa gastritis merupakan peradangan yang terjadi pada mukosa
lambung yang dapat bersifat akut maupun kronis.
b. Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2011) Gastritis terbagi atas dua yaitu:
1) Gastritis Akut : Gastritis akut adalah inflamasi akut mukosa lambung pada
sebagian besar merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna.
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya adalah:
2) Gastritis akut erosif : Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak
lebih dalam dari pada mukosa muscolaris (otot-otot pelapis lambung).
3) Gastritis akut hemoragic : Disebut hemoragic karena pada penyakit ini akan
dijumpai perdarahan mukosa lambung dalan berbagai derajat dan terjadi
erosi yang berarti hilangnya kontunuitas mukosa lambung pada beberapa
tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut.
4) Gastritis kronis : Gastritis kronis adalah suatu peradangan permukaan
mukosa lambung yang bersifat menahun.
Gastritis kronik diklasifikasikan dengan tiga perbedaan sebagai berikut :
1) Gastritis superfisial, dengan manifestasi kemerahan; edema, serta
perdarahan dan erosi mukosa.
2) Gastritis atrofik, dimana peradangan terjadi di seluruh lapisan mukosa
pada perkembanganya dihubungkan dengan ulkus dan kanker lambung,
serta anemia pernisiosa. Hal ini merupakan karakteristik dari penurunan
jumlah sel parietal dan sel chief

128
3) Gastritis hipertrofik, suatu kondisi dengan terbentuknya nodul- nodul pada
mukosa lambung yang bersifat iregular, tipis, dan hemoragik.

c. Etiologi
Gastritis biasanya terjadi ketika mekanisme pelindung ini kewalahan dan
mengakibatkan rusak dan meradangnya dinding lambung. Beberapa penyebab
yang dapat mengakibatkan terjadinya gastritis menurut Muttaqin (2011) antara
lain :
1) Infeksi bakteri.
Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H. Pylori yang
hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung.
Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat
ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral
atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh
bakteri ini. Infeksi H. Pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat
bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi H. Pylori ini
sekarang diketahui sebagai penyebab utama terjadinya peptic ulcer dan
penyebab tersering terjadinya gastritis. Infeksi dalam jangka waktu yang
lama akan menyebabkan peradangan menyebar yang kemudian
mengakibatkan perubahan pada lapisan pelindung dinding lambung.
Salah satu perubahan itu adalah atrophic gastritis, sebuah keadaan dimana
kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung secara perlahan rusak. Peneliti
menyimpulkan bahwa tingkat asam lambung yang rendah dapat
mengakibatkan racun-racun yang dihasilkan oleh kanker tidak dapat
dihancurkan atau dikeluarkan secara sempurna dari lambung sehingga
meningkatkan resiko (tingkat bahaya) dari kanker lambung. Tapi sebagian
besar orang yang terkena infeksi H. Pylori kronis tidak mempunyai kanker
dan tidak mempunyai gejala gastritis, hal ini mengindikasikan bahwa ada
penyebab lain yang membuat sebagian orang rentan terhadap bakteri ini
sedangkan yang lain tidak.
2) Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus.

129
Obat analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin,
ibuprofen dan naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung
dengan cara mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding
lambung. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka
kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika
pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau pemakaian yang
berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic ulcer.
3) Penggunaan alkohol secara berlebihan : Alkohol dapat mengiritasi dan
mengikis mukosa pada dinding lambung dan membuat dinding lambung
lebih rentan terhadap asam lambung walaupun pada kondisi normal.
4) Penggunaan kokain : Kokain dapat merusak lambung dan menyebabkan
pendarahan dan gastritis
5) Stress fisik : Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka
bakar atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan juga borok serta
pendarahan pada lambung
6) Kelainan autoimmune : Autoimmune atrophic gastritis terjadi ketika
sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel sehat yang berada dalam
dinding lambung. Hal ini mengakibatkan peradangan dan secara bertahap
menipiskan dinding lambung, menghancurkan kelenjar-kelenjar penghasil
asam lambung dan menganggu produksi faktor intrinsic (yaitu sebuah zat
yang membantu tubuh mengabsorbsi vitamin B12).
7) Radiasi and kemoterapi : Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi
dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang
selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika
tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya
sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut
menjadi permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak
kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.
8) Faktor-faktor lain : Gastritis sering juga dikaitkan dengan konsisi
kesehatan lainnya seperti HIV/AIDS, infeksi oleh parasit, dan gagal hati
atau ginjal.

130
d. Patofisiologi
1) Gastritis Akut
Pengaruh efek samping obat-obat NSAIDs atau Non-Steroidal Anti
Inflamatory Drug seperti aspirin juga dapat menimbulkan gastritis.Obat
analgesik anti inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan
naproxen dapat menyebabkan peradangan pada lambung dengan cara
mengurangi prostaglandin yang bertugas melindungi dinding lambung. Jika
pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya
masalah lambung akan kecil.
Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau
pemakaian yang berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan peptic
ulcer.Pemberian aspirin juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan
mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu.
Alkohol berlebih, terlalu sering memakan makanan yang mengandung
nitrat (bahan pengawet) atau terlalu asam (cuka), kafein seperti pada teh dan
kopi serta kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya gastritis. Karena
bahan-bahan tersebut bila terlalu sering kontak dengan dinding lambung akan
memicu sekresi asam lambung berlebih sehingga dapat mengikis lapisan
mukosa lambung.
Kemudian stress psikologis maupun fisiologis yang lama dapat
menyebabkan gastritis. Stress seperti syok, sepsis, dan trauma menyebabkan
iskemia mukosa lambung. Iskemia mukosa lambung mengakibatkan
peningkatan permeabilitas mukosa akibatnya terjadi difusi balik H + ke dalam
mukosa. Mukosa tidak mampu lagi menahan asam berlebih menyebabkan
edema lalu rusak.
2) Gastritis Kronis
Gastritis kronis dapat diklasifikasikan tipe A atau tipe B. Tipe A
(sering disebut sebagai gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel
parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi sel. Hal ini dihubungkan
dengan penyakit autoimun, seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus
atau korpus dari lambung.

131
Tipe B (kadang disebut sebagai gastritis H. pylori) Ini dihubungkan
dengan bakteri H. Pylori, faktor diet seperti minum panas atau pedas,
penggunaan obat-obatan dan alkohol, merokok atau refluks isi usus kedalam
lambung. H. Pylori termasuk bakteri yang tidak tahan asam, namun bakteri
jenis ini dapat mengamankan dirinya pada lapisan mukosa lambung.
Keberadaan bakteri ini dalam mukosa lambung menyebabkan lapisan
lambung melemah dan rapuh sehingga asam lambung dapat menembus
lapisan tersebut. Dengan demikian baik asam lambung maupun bakteri
menyebabkan luka atau tukak. Sistem kekebalan tubuh akan merespon
infeksi bakteri H. Pylori tersebut dengan mengirimkan butir-butir leukosit,
selT-killer, dan pelawan infeksi lainnya.
Namun demikian semuanya tidak mampu melawan infeksi H. Pylori
tersebut sebab tidak bisa menembus lapisan lambung. Akan tetapi juga tidak
bisa dibuang sehingga respons kekebalan terus meningkat dan tumbuh.
Polymorph mati dan mengeluarkan senyawa perusak radikal superoksida
pada sel lapisan lambung. Nutrisi ekstra dikirim untuk menguatkan sel
leukosit, namun nutrisi itu juga merupakan sumber nutrisi bagi H. Pylori.
Akhirnya, keadaan epitel lambung semakin rusak sehingga terbentuk ulserasi
superfisial dan bisa menyebabkan hemoragi (perdarahan).Dalam beberapa
hari gastritis dan bahkan tukak lambung akan terbentuk.
e. Manifestasi Klinis
Menurut Muttaqin (2011) tanda dan gejala pada gastritis adalah:
1) Gastritis Akut
a) Nyeri epigastrium, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada
mukosa lambung.
b) Mual, kembung, muntah merupakan salah satu keluhan yangs ering
muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung
sehingga terjadi peningkatan asam lambung yang meningkatkan mual
hingga muntah.
c) Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan
melena. Kemudian disusul dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan.

132
Gastritis akut sangat bervariasi, mulai dari yang sangat ringan
asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada
kasus yang sangat berat, gejala yang sangat mencolok adalah :
a) Hematemetis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai
terjadi renjatan karena kehilangan darah.
b) Pada sebagian besar kasus, gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis.
Keluhan-keluhan itu misalnya nyeri timbul pada uluhati, biasanya ringan
dan tidak dapat ditunjuk dengan tepat lokasinya.
c) Kadang-kadang disertai dengan mual- mual dan muntah.
d) Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu-satunya gejala.
e) Pada kasus yang amat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah
samar pada tinja dan secara fisik akan dijumpai tanda-tanda anemia
defisiensi dengan etiologi yang tidak jelas.
f) Pada pemeriksaan fisik biasanya tidak ditemukan kelainan kecuali
mereka yang mengalami perdarahan yang hebat sehingga menimbulkan
tanda dan gejala gangguan hemodinamik yang nyata seperti hipotensi,
pucat, keringat dingin, takikardia sampai gangguan kesadaran.
2) Gastritis Kronik
a) Bervariasi dan tidak jelas.
b) Perasaan penuh, anoreksia.
c) Distress epigastrik yang tidak nyata.
d) Cepat kenyang.
f. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gastritis secara umum adalah menghilangkan faktor utama
yaitu etiologinya, diet lambung dengan porsi kecil dan sering, serta Obat-
obatan. Namun secara spesifik dapat dibedakan sebagai berikut :
1) Gastritis Akut
a) Kurangi minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala menghilang,
ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi.
b) Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan intravena.
c) Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan
netralkan asam dengan antasida umum, misalnya aluminium
133
hidroksida, antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton,
antikolinergik dan sukralfat (untuk sitoprotektor).
d) Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk
yang encer atau cuka yang di encerkan.
e) Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya
perforasi.
f) Antasida : Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan
atau tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi
gastritis ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat
menghilangkan rasa sakit akibat asam lambung dengan cepat.
g) Penghambat asam : Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi
rasa sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat
seperti cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi
jumlah asam lambung yang diproduksi.
2) Gastritis Kronis
Gastritis kronik diatasi dengan memodifikasi diet pasien, meningkatkan
istirahat, mengurasi stress dan memulai farmakoterapi.H. pylory dapat
diatasi dengan antibiotic (seperti tetrasiklin atau amoksisilin) dan garam
bismut (pepto-bismol). Pasien dengan gastritis tipe A biasanya mengalami
malabsorbsi vitamin B12 yang disebabkan oleh adanya antibody terhadap
faktor intrinsik.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Endoskopi: gastro duodenoskopy akan tampak eritematous atau eksudatif,
mukosa sembab, merah, mudah berdarah.Pemeriksaan histologis: dengan
2) melakukan biopsy pada semua segmen lambung untuk mengetahui adanya
kuman helikobakter pylori
3) Pemeriksaan radiology
4) Pemeriksaan darah. Tes ini digunakan untuk memeriksa adanya antibodi
H. pylori dalam darah. Hasil tes yang positif menunjukkan bahwa pasien
pernah kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu
tidak menunjukkan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat

134
juga dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan
lambung akibat gastritis.
5) Pemeriksaan pernapasan. Tes ini dapat menentukan apakah pasien
terinfeksi oleh bakteri H. pylori atau tidak.
6) Pemeriksaan feces. Tes ini memeriksa apakah terdapat H. pylori dalam
feses atau tidak. Hasil yang positif dapat mengindikasikan terjadinya
infeksi. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah dalam feces. Hal
ini menunjukkan adanya pendarahan pada lambung.
h. Pencegahan
Menurut Muttaqin (2011) gasrtitis dapat dicegah dengan:
1) Membiasakan makan tepat pada waktunya dan teratur
2) Hindari alkohol
3) Makan dalam porsi kecil dan sedang
4) Menghindari stress
5) Mengunyah 32 kali
6) Menghindari rokok
i. Komplikasi
1) Gastritis akut
Komplikasi yang timbul pada Gastritis Akut, yaitu perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA) berupa hemotemesis dan melena, berakhir dengan
syock hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi
perforasi.
Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu dibedakan dengan tukak peptik.
Gambaran klinis yang diperhatikan hampir sama namun pada tukak peptik
penyebab utamanya adalah infeksi Helicobacter Pylori, sebesar 100% tukak
duodenum dan 60-90% pada tukak lambung. Hal ini dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan endoskopi.
2) Gasrtritis Kronik
Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan
vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia
pernesiosa, penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum
pylorus.
135
j. Prognosis
1) Apabila penyebab yang mendasari dari gastritis ini diatasi, maka akan
memberikan prognosis yang baik.
2) Kebanyakan penderita sembuh dengan terapi infeksi H. Pylori, menghindari
OAINS dan meminum obat anti sekretorus pada lambung.
3) Terapi dengan infeksi H. Pylori akan mengubah secara ilmiah riwayat
penyakit dengan menurunkan angka kejadian penyakit ini.
k. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien gastritis adalah :
1) Nyeri b.d iritasi mukosa asam lambung
2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d masukan nutrien yang
tidak adekuat mual dan muntah.
3) Gangguan pola tidur b.d nyeri pada daerah epigastrium
4) Kecemasan b.d kurang informasi mengenai penyakit dan program
pengobatan yang sedang dijalani
5) Risiko kekurangan volume cairan tubuh b.d masukan cairan tidak cukup
dan kehilangan cairan berlebih karena muntah
6) Intoleran aktivitas b.d kelemahan fisik
7) Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurangnya
informasi.

136
4. ASTMA
a. Definisi
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible
dimana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu
dan dimenifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan
dispnea, batuk dan mengi (Smelstzer, 2002: 611).
Asma adalah obstruktif jalan nafas yang bersifat reversible, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperesponsif (Reeves, 2001: 48).
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran-
saluran kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma
adalah penyakit inflamasi (peradangan). Saluran napas penyandang asma
biasanya menjadi merah dan meradang. Alergi dapat memperparah asma.
Namun demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai alergi, dan tidak
semua orang yang mempunyai alergi menyandang asma (Bull, 2007).
Asma adalah penyakit kronis yang ditandai dengan serangan berulang
sesak napas dan mengi, yang bervariasi dalam tingkat keparahan dan frekuensi
dari orang ke orang. Selama serangan asma, lapisan bronkus tabung
membengkak, menyebabkan saluran udara mempersempit dan mengurangi
aliran udara masuk dan keluar dari paru-paru (WHO, 2013).
b. Klasifikasi
Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi
kemunculan gejala:
1) Intermitten : Yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali
dalam seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan.
Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal paru masih baik.
2) Persisten ringan : Yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan
serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma
lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru relatif
menurun.
3) Persisten sedang : Yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah
mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma
malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam faal paru menurun.
137
4) Persisten berat : Yaitu gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan
sering terjadi. Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya
faal paru sangat menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala:
1) Asma akut ringan : Dengan gejala rasa berat di dada, batuk kering ataupun
berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak
ada atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.
2) Asma akut sedang : Dengan gejala sesak dengan mengi agak nyaring,
batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.
3) Asma akut berat : Dengan gejala sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat
terputus-putus, tidak bisa berbaring, posisi harus setengah duduk agar dapat
bernapas, APE kurang dari 50%. (Hadibroto, 2006).

Berdasarkan penyebabnya, asma bronchial dapat diklasifikasikan menjadi


3 tipe, yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic
dan aspirin) genetic terhadap alergi. Oleh karena karena itu jika ada faktor-
faktor pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asma ekstrinsik
2) Intrinsic (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non-alergi yang bereaksi terhadap faktor
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau
bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi pernapasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronchitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan.
3) Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karateristik dari
bentuk alergik dan non-alergik.

138
c. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan factor predisposisi dan presipitasi timbulnya
serangan asma bronchial
1) Faktor predisposisi
Genetik : Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi, karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.
Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2) Faktor presipitasi
a) Alergen
1) Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
2) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Ex: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamu bakteri dan polusi
3) Ingestan, yang masuk melalui mulut
Ex: makanan dan obat-obatan
4) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Ex: perhiasan, logam dan jam tangan.
b) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mampengaruhi
asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu
terjadinya serangan asma kadang-kadang serangan berhubungan dengan
arah angin serbuk bunga dan debu.
c) Stres
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma yang sudah
ada. Disamping itu gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum diobati.
d) Lingkungan kerja
139
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.
Hal ini berkaitan dengan dimana ia bekerja. Misalnya orang yang bekerja
di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalulintas.
Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
e) Olahraga/ aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Lari cepat paling mudah
menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktivitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktivitas tersebut.
d. Patofisisiologi
Suatu serangan asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible.
Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot
polos saluran napas, pembengkakan membran yang melapisi bronkus, pengisian
bronkus dengan mukus yang kental. Selain itu, otot-otot bronkus dan kelenjar
mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi
hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Antibodi yang
dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel mast dalam paru-paru. Pemajanan
ulang terhadap antigen menyebabkan ikatan antigen dengan antibody,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (mediator) seperti histamin,
bradikinin, prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat
(SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos
dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan
membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak. Selai itu,
reseptor α dan β dari sistem saraf simpatik terletak dalam bronkus. Ketika
reseptor α adrenergik dirangsang, terjadi bronkonstriksi, bronkodilatasi terjadi
ketika reseptor β adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α
dan β adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat
(cAMP). Stimulasi reseptor α mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah
pada peningkatan mediator kimia yang dilepaskan oleh sel-sel mast
bronkostriksi. Stimulasi reseptor β mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP
yang menghambat pelepasan mediator kimia dan menyebabkan bronkodilatasi.
Teori yang diajukan adalah bahwa penyekata β adrenergik terjadi pada individu
140
dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan
mediator kimia dan kontriksi otot polos (Smeltzer, 2002).
e. Manifestasi Klinik
1) Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita,
biasanya akan ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda
awal datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai berikut: sifatnya unik
setiap individu, pada indivisu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa
sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda. Pada setiap episode serangan
dan tanda peringatan awal yang paling bisa diandalkan adalah penurunan
dari angka prestasi penggunaan “Preak Flow Meter”.
Beberapa contoh tanda peringatan awal adalah: perubahan dalam pola
pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodlines), hidung
mampet, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capek, lingkaran
hitam dibawah mata, susah tidur, menurunnya toleransi tubuh terhadap
kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan prestasi dalam
pengguanaan “Preak Flow Meter”.
2) Gejala
a) Gejala asma umum
Perubahan saluran napas yag terjadi pada asma menyebabkan
dibutuhkannya usaha yang jauh lebih keras untuk memasukkan dan
mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat memunculkan
gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, nafas berbunyi
(wheesing) dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada dewasa).
Tidak semua orang akan mengalami gejala tersebut. Beberapa orang
dapat mengalaminya dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainnya
selalu mengalaminya sepanjang hidupnya. Gejala asma seringkali
memburuk pada malam hari atau setelah mengalami kontak dengan
pemicu asma. (Bull, 2007).
b) Gejala asma berat
Gejala asma berat yaitu serangan batuk yang hebat, napas berat,
tersengal-sengal, sesak dada, susah berbicara dan berkonsentrasi, napas
141
menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak
membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap tarika napas,
bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah sekitar
mulut (sianosis). (Hadibroto, 2006).
f. Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul (Mansjoer, 2008) adalah:
1) Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah keadaan adanya udara di dalam rongga pleura
yang dicurigai bila terdapat benturan atau tusukan dada. Keadaan ini dapat
menyebabkan kolaps paru yang lebih lanjut lagi dapat menyebabkan
kegagalan napas.
2) Pneumomediastinum
Pneumomediastinum dikenal sebagai emfisema mediastinum adalah
suatu kondisi dimana uadara hadir di mediastinum. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh trauma fisik atau situasi lain yang mengarah ke uadar
keluar dari paru-paru.
3) Atelektasis
Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat
penumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat
pernapasan yang sangat dangkal.
4) Bronkhitis
Bronkhitis atau radang paru-paru adalah kondisi dimana lapisan bagian
dalam dari saluran pernapasan di paru-paru yang kecil (bronkiolus)
mengalami bengkak. Selain bengkak juga terjadi peningkatan produksi
lendir. Akibatnya penderita merasa perlu batuk berulang-ulang dalam upaya
mengeluarkan lendir yang berlebihan, atau merasa sulit bernapas karena
sebagian saluran udara menjadi sempit oleh adanya lendir.
5) Gagal napas
Gagal napas terjadi bila pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pemebentukan
karbondioksida dalam sel-sel tubuh.

142
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan sputum : Adanya badan kreola adalah karaketristik untuk
serangan asma yang berat, karena hanya reaksi yang hebat saja yang
menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah
sekelompok sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting
untuk melihat adanya bakteri, cara tersebut kemudian diikuti kultur dan uji
resistensi terhadap beberapa antibiotik.
b) Pemeriksaan darah (AGD)
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia atau asidosis.
- Kadang pada darah terdapat peningkatan LDH.
- Hiponatermia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3
dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
c) Sel eusinofil : Sel eusinofil pada klien dengan status asmatikus dapat
mencapai 1000-1500/mm3 baik asma intrinsik maupun ekstrinsik,
sedangkan sel eusinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi
paru disertai penurunan hitung jenis sel eusinofil menunjukkan
pengobatan telah tepat.
2. Pemeriksaan penunjang
- Radiologi : Gambaran radiologi pada kasus asma umumnya normal. Pada
waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflamasi pada paru-paru
yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta
diafragma yang menurun.
- Tes kulit : Dilakukan untuk mencari faktor alergik dari berbagai macam
alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
- Scanning paru : Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari
bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada
paru-paru.
- Spirometer : Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan
diagnosis juga untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pengobatan.

143
- Peak Flow Meter (PMF) : Merupakan alat pengukur faal paru sederhana,
alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari
paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani normal, dalam menegakkan
diagnosis asma diperlukan pemeriksaan objektif (spirometer/PEV1 atau
PMF). Spirometer lebih diutamakan dibanding PMF karena PMF tidak
begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas,
PMF mengukur terutama saluran napas besar. PMF dibuat untuk
pemantaun dan bukan alat diagnostik. APE dapat juga digunakan dalam
dignosis untuk penderita yang tidak dapat melakukan pemeriksaan FEV1.
- X-ray dada/Thorax : Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak
disebabkan asma.
- Pemeriksaan Ig E : Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan
adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong
anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak
selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE atopi dilakukan
dengan cara radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak
dapat dilakukan.
h. Penatalaksanaan
Pengobatan asma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik
dan pengobatan farmakologik.
1) Pengobatan non farmakologik
- Penyuluhan :Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan
klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar
menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara
benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
- Menghindari faktor pencetus : Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta
diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk
pemasukan cairan yang cukup bagi klien.
- Fisioterapi : Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah
pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural,
perkusi dan fibrasi dada.
144
2) Pengobatan farmakologik
a) Agonis beta : Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali
semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit.
Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol (Alupent, metrapel).
b) Metil Xantin :Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin,
obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c) Kortikosteroid : Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan
respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk
aerosol (beclometason dipropinate) dengan dosis 800 empat kali semprot
tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping
maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d) Kromolin : Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya
anak-anak. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e) Ketotifen : Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg
perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral
f) Iprutropioum bromide (Atroven) : Atroven adalah antikolenergik,
diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
g) Pengobatan selama serangan status asmatikus
h) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam
i) Pemberian oksigen 4 liter/ menit melalui nasal kanul
j) Aminophilin bolus 5 mg/ kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutkan drip RL atau D5 mentenence (20 tetes/ menit) dengan dosis 20
mg/ kg BB/ 24 jam.
k) Terbutalin 0,25 mg/ 6 jam secara sub kutan.
l) Dexametason 10-20 mg/ 6 jam secara intra vena.
m) Antibiotik spektrum luas.
i. Pencegahan
1. Menghindari faktor pencetus
a. Menghindarkan debu rumah: mengusahakan kamar tidur seperti:
1) Memperhatikan kasur/ bantalnya jangan sampai berdebu atau
kapuknya keluar.
145
2) Sprei, tirai/ gorden, selimut sekurang-kurangnya dicuci minimal 2
minggu sekali
3) Lantai dibersihkan/ dipel setiap hari.
b. Lebih baik tidak memelihara binatang apalagi yang berbulu seperti kucing
dan anjing
c. Untuk anak hindari jangan sampai anak makan coklat, kacang tanah atau
makanan yang mengandung coklat atau minum es serta makanan yang
mengandung zat pengawet atau pewarna makanan.
d. Hindarkan anak kontak dengan orang dewasa yang sedang menderita
influenza/ pilek misalnya berbicara atau bersin di dekat anak yang asma.
Bila batuk atau bersin, harus menutup mulut dan hidungnya.
e. Hindarkan berada di tempat yang sedang terjadi perubahan udara misalnya
cuaca sedang mendung jangan main di luar rumah.

Hal-hal yang harus diperhatikan:


1) Menjaga kesehatan dengan memberi makanan yang cukup bergizi, tetap
menghindari makanan yang mengandung alergen (penyebab asma) bagi
anaknya.
2) Bila kondisi yang sakit sudah parah atau keluarga tidak mampu menangani,
segera bawa anak ke Puskesmas/ RS terdekat.
3) Menggunakan obat-obatan atau tindakan untuk mengurangi reaksi-reaksi yang
akan atau yang sudah timbul oleh faktor pencetus
i. Prognosis
Prognosis untuk asma umumnya baik, terutama bagi anak-anak dengan
penyakit ringan. Kematian telah menurun selama beberapa dekade terakhir karena
pengenalan yang lebih baik dan perbaikan dalam perawatan. Secara global
menyebabkan cacat sedang atau berat pada 19,4 juta orang sebagai Tahun 2004
(16 juta di antaranya berada di negara-negara berpenghasilan rendah dan
menengah) dari asma didiagnosis selama masa kanak-kanak, setengah dari kasus
tidak akan lagi membawa diagnosis setelah satu dekade. Airway remodeling
diamati, tetapi tidak diketahui apakah ini merupakan perubahan berbahaya atau

146
bermanfaat. Pengobatan dini dengan kortikosteroid tampaknya untuk mencegah
atau ameliorates penurunan fungsi paru-paru.

j. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan dispnea
5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
6) Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan anoreksia
7) Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit

147
5. GEA (GASTROENTERITIS AKUT)
a. Pengertian
 Gastroenteritis akut adalah infeksi pada saluran pencernaan di tandai dengan
buang air besar atau defekasi dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari
biasanya (normal 100-200 ml/jam), dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi yang
meningkat (Arief manjoer, 2004)
 Menurut WHO (1980), Gastroenteritis akut adalah ditandai dengan buang air
besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
 Gastroentiritis akut adalah peradangan pada mukosa lambung dan usus
dengan gejala: panas, muntah, diare, dan kram pada perut.
b. Etiologi
Penyebab utama :
Bakteri, parasit maupun virus (E. Coli, V. Cholerae Ogawa, Aeromonas sp.).
- Virus : Adenovirus, Rotavirus, Astovirus, dll.
- Bakteri : Staphylococcus aureus, Salmonella, Shigella, dll.
- Parasit : Entamoeba Histolitica, Balantidium Coli, dll.

Penyebab lain : toksin dan obat, nutrisi enteral diikuti puasa yang
berlangsung lama, kemoterapi, impaksi fekal (overflow diarrhea) atau
berbagai kondisi lain.
1. a. Pengurangan atau penghambatan ion-ion.
b. Perangsangan dan sekresi aktif ion-ion pada usus (Secretory diarrhea)
2. Terdapatnya zat yang sukar diabsorbsi atau cairan dengan tekanan
osmotik yang tinggi pada usus(obat pencahar/ laksansia)
3. Perubahan pergerakan dinding usus.
c. Patofisiologi
Virus/bakteri masuk saluran pencernaan bersama makanan yang terkontaminasi
sehingga menimbulkan respon dengan gejala Gastroenteritis melalui cara :
1) Organisme melepaskan toksin (enterotoksin) pada usus halus maka
terjadilah peradangan yang ditandai diare (Shigela dan E. Coli).

148
2) Organisme masuk ke intestinal sehingga menimbulkan distruksi 
nekrosis  ulcerasi  diare terus-menerus (Shigella dan Compylobacter).
3) Organisme yang masuk saluran pencernaan merusak mukosa/epitelium 
villi saluran pencernaan hancur  malabsorbsi dan hancurnya villi ini
menyebabkan motilitas gastro-intestinal meningkat  sehingga cairan dan
elektrolit (dalam lumen usus) meningkat.
d. Manifestasi Klinik
- Penderita merasakan sekit perut, Rasa kembung, Mual, muntah, diare, Kadang-
kadang demam/peningkatan suhu tubuh dan nyeri abdomen.
- Diare yang berlangsung lama (berhari-hari atau berminggu-minggu) baik
secara menetap atau berulang  panderita akan mengalami penurunan berat
badan.
- BAB ada darah/mucus (5x/> sehari) mungkin oleh Shigella.
- BAB bau dan bercampur darah  Compylobacter.
- BAB kadang-kadang bercampur darah dan mucus  E. Coli.
Kehilangan cairan >> :
- Elastisitas kulit menurun
- Mukosa mulut kering
- Hipotensi, dll.
Pemeriksaan auskultasi : peningkatan peristaltic usus.
Palpasi  teraba lunak pada abdominal, nyeri abdomen.
e. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita GEA :
1) Dehidrasi
2) Hipokalemi.
3) Hipokalsemi
4) Cardiac disrythmias
5) Hiponatremi.
6) Syok hipovolemik
7) Asidosis.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan tinja
149
2) Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap,analisis gas darah dan elektrolit
(terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang)
3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
4) Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif
dan kualitatif terutama pada diare kronik.
5) Kolonoskopi, pemeriksaan ini di anjurkan pada pasien yang menderita
peradangan kolon.
g. Penatalaksanaan
1) Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan.
a) Jenis cairan : Pada diare akut yang ringan dapat diberikan oralit.
Diberikan cairan RL, bila tak tersedia dapat diberikan NaCl isotonik
ditambah satu ampul Na bikarbonat 7,5 % 50 ml.
b) Jumlah cairan : Diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang
dikeluarkan.

Kehilangan cairan tubuh dapat dihitung dengan beberapa cara :

Metoda Pierce :

Derajat Dehidrasi Kebutuhan cairan ( X kg BB)

Ringan 5%

Sedang 8%

Berat 10

c) Jalan masuk atau cara pemberian cairan


Dapat dipilih oral atau IV.
d) Jadwal pemberian cairan
Rehidrasi dengan perhitungan kebutuhan cairan diberikan pada 2 jam pertama.
Selanjutnya dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk memperhitungkan
kebutuhan cairan. Rehidrasi diharapkan terpenuhi lengkap pada akhir jam ke-3.
e) Terapi simtomatik
- Antibiotik diberikan secara klinis :

150
o Tetrasiklin untuk cholera
o Kloramphenikol untuk Shigella
o Neomycin untuk Campylobacter
- Anti diare
- Absorben
Obat yang digunakan : anti diare, antidotum, antipiretik, antibiotik, oralit,
dll.
Obat diare bersifat simtomatik dan diberikan sangat hati-hati atas
pertimbangan yang rasional.
 Sifat antimotilitas dan sekresi usus.
 Sifat antiemetik.
f)Vitamin meneral, tergantung kebutuhannya.
 Vitamin B12, asam folat, vit. K, vit. A.
 Preparat besi , zinc, dll.
g) Terapi definitive
Pemberian edukatif sebagai langkah pencegahan. Hiegene perseorangan,
sanitasi lingkungan, dan imunisasi melalui vaksinasi sangat berarti, selain
terapi farmakologi.
h) Pengaturan diet
Bila terjadi konstipasi berikan makan dengan makanan tinggi serat. Di
anjurkan untuk menghindari susu.
f. Pencegahan
1) Hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi lambung.
2) Upayakan lingkungan dan makanan yang di makan selalu dalam keadaan
yang bersih.

151
6. HIPERTENSI
a. Definisi
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan
Suddarth, 896 ; 2001). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal
dan diukur palingtidak pada tiga kesempatan yang berbeda.
Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana
menurut WHO tekanan saitolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan diastoliknya >
90 mmHg (untuk usia < 60 tahun) dan sistolik ≥ 90 dan atau tekanan
diastoliknya > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan
darah diastoliknya ≥ 90 mmHg, atau bila paien memakai obat antihipertensi.
Dari beberapa definisi mengenai hipertensi di atas dapat disimpulkan bahwa
hipertensi adalah tekanan darah diatas 140/90 mmHg, tinggi rendahnya juga
tergantung pada usia.
Adapun Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun
keatas menurut Joint National Committee on Prevenion, Detectoion, Evaluation,
and Treatment of High Blood pressure, dalam buku Brunner dan suddarth (896,
2002). Yaitu :
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah
KATEGORI SISTOLIK DIASTOLIK
Normal < 130 < 85
Tinggi Normal 130 – 139 85 – 89
Hipertensi 140 – 159 90 – 99
Stadium 1 (ringan) 160 – 179 100 – 109
Stadium 2 (Sedang) 180 – 209 110 – 119
Stadium 3 (berat) > 210 > 120
Stadium 4 (sangat
berat)
Sumber : Brunner dan suddarth (896, 2002).

152
b. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi antara lain:
1) Kecepatan denyut jantung
2) Volume sekuncup
3) Asupan tinggi garam
4) Vasokontriksi arterio dan arteri kecil
5) Stres berkepanjangan
6) Genetik

Sedangkan menurut Jan Tambayong (2000) etiologi dari hipertensi adalah sebagai
berikut :
1) Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi
pada yang kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit
arteri koroner dan kematian prematur.
2) Kelamin
Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada
uia pertengahan dan lebih tua, insidens pada waktu mulai meningkat, sehingga
pada usia diatas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.
3) Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitampaling sedikit dua kalinya pada yang
berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam.
Misalnya mmortalitas pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3
kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita putih.
4) Pola hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor pola hidup lain telah
diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, dan kehidupan atau
pekerjaan yang penus stes agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi
yang lebih tinggi.
5) Diabetes melitus
Hubungan antara diabetes melitus dan hipertensi kurang jelas, namun secara
statistik nyata ada hubungan antara hipertensi dan penyakit arteri koroner.

153
6) Hipertensi sekunder
Seperti dijelaskan sebelumnya, hipertensi dapat terjadi akibat yang tidak
diketahui. Bila faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali
normal.
c. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat pasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilapaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respons penbuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada
saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
seebagai rangsang respons emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kkortisol dan steroid lainnya, yang dapat mempekuat respon vasokonsriktor
pembiluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokonstriksi striktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldesteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Brunner &
Suddarth, 898; 2001).

154
d. Manisfestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi antara
lain :
1) Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
peningkatan tekanan darah intrakranium.
2) Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
3) Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat
4) Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus.
5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler

Tanda dari hipertensi adalah kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung


meningkat, ansietes, depresi, obesitas, pusing, sakit kepala, tekanan darah
meningkat.
e. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1) Pemeriksaan Laboratorium
 Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
 BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
 Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
 Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada
DM.
2) CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
3) EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
4) IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
5) Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup, pembesaran
jantung.

155
f. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi antara lain :
1) Stroke
2) Infark miokard
3) Gagal ginjal
4) Ensefalopati (kerusakan otak)
5) Kejang
g. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Non Farmakologis
 Diet Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin
dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
 Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan
dengan batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan,
jogging, bersepeda atau berenang.
2) Farmakologik
Sesuai dengan rekomendasi WHO/ISH dengan mengingat kondisi pasien,
sasarkan pertimbangan dan prisif sebagai berikut:
 Mulai dosis rendah yang tersedia, naikkan bila respon belum belum
optimal, contoh agen beta bloker ACE.
 Kombinasi dua obat, dosis rendah lebih baik dari pada satu obat dosis
tinggi. Contoh: diuretic dengan beta bloker.
 Bila tidak ada respon satu obat, respon minim atau ada efek samping ganti
DHA yang lain
 Pilih yang kerja 24 jam, sehingga hanya sehari sekali yang akan
meningkatkan kepatuhan.
 Pasien dengan DM dan insufistensi ginjal terapi mula lebih dini yaitu pada
tekanan darah normal tinggi.

156
7. DIABETES MELLITUS
A. Definisi
Diabetes mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara
genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya
toleransi karbohidrat yaitu berupa kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Glukosa dibentuk dihati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah
hormone yang diproduksi pancreas, mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya.
Klasifikasi diabetes mellitus :
a. DM tipe I :
Kurang lebih 5% hingga 10 % penderita DM tipe I yaitu diabetes yang
tergantung insulin. Pada diabetes jenis ini, sel – sel beta pancreas yang
dalam keadaan normal menghasilkan hormone insulin dihancurkan oleh
suatu proses autoimun. Sebagai akibatnya, penyuntikan diperlukan untuk
mengendalikan kadar glucose darah. Diabetes Tipe I ditandai oleh awitan
mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.

b. DM tipe II :
Kurang lebih 90% hingga 95% penderita mengalami diabetes tipe II,
yaitu diabetes yang tidak tergantung insulin. Diabetes tipe II terjadi akibat
penurunan sensitifitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat
penurunan jumlah produksi insulin. Diabetes tipe II paling sering
ditemukan pada individu yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.

c. DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain.


d. Diabetes gestational
B. Etiologi
1) DM tipe I
Ditandai dengan penghancuran sel – sel beta pancreas, kombinasi factor
genetik imunologi dan mungkin pada lingkungan misalnya infeksi virus
diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel beta.
157
a. Faktor genetik : Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik
kearah terjadinya diabetes tipe satu ditemukan pada individu yang
memiliki tipe antigen HLA (Human leukosit, antigen) tertentu.
b. Faktor imunologi : terdapat bukti adanya suatu respon autoimun,
merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi pada jaringan tersebut yang dianggap sebagai
jaringan asing.
c. Faktor lingkungan : penyelidikan sedang dilakukan terhadap kemungkinan
faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta, contoh : virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
2) DM tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan penting dalam proses resistensi insulin.
Factor risiko :
 Usia diatas 65 tahun.
 Obesitas
 Riwayat keluarga.
3) DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan
penyakit : pankreatitis, kelainan hormonal obat – obatan (glucokortikoid
estrogen). Bergantung pada kemampuan pankreas yang menghasilkan insulin
pasien mungkin memerlukan terapi dengan obat oral atau insulin.
4) Diabetes gestational
Terjadi selama kehamilan, biasanya pada trimester ke-2 atau ke-3 disebabkan
oleh hormon yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja insulin.

158
C. Patifisiologi
1. DM tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
Beta pancreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Glukosa yang
berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati sehingga menimbulkan
hiperglikemia postprandial. Kadar glukosa yang tinggi dalam darah
menyebabkan ginjal tidak dapat menyaring semua glukosa sehingga terjadi
Glukosuria yang disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan (dieresis osmotic). Sebagai akibatnya pasien mengalami
peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipia). Defesiensi
insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga
menyebabkan penurunan berat badan. pasien mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Pada penderita defesiensi insulin, proses glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru
dari asam amino dan substrat lain) terjadi tanpa hambatan dan menyebabkan
hiperglikemia lanjut. Di samping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk
samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam-basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis
diabetic yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala
seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, napas berbau aseton,
dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran, koma
bahkan kematian.
2. DM Tipe II
Pada DM Tipe II terdapat 2 masalah yang berhubungan dengan insulin,
yaitu : retensi insulin, dan gangguan sekresi insulin. Retensi insulin disertai
dengan penurunan reaksi metabolisme glukosa intrasel. Dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi retensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan.
159
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi
insulin berlebihan, dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat normal
atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel beta tidak mempu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Diabete tipe II sering terjadi pada penderita berusia lebih dari 30 tahun
dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa berlangsung lambat dan progresif,
maka awitan diabetes tipe II berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami
pasien, gejala tersebut bersifat ringan yaitu kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan
kabur.
D. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi
insulin, yaitu :
 Glikosuria
 Poliuria
 Berat badan berkurang
 Polidispodia (rasa haus)
 Sering lapar (polifagia)
 Cepat lelah dan mengantuk
1. Penderita DMTI : sering memperlihatkan awitan gejala yang explosit
dengan polidipsia, poliuria, BB menurun, polifagia, lemah, somnolen,
selama beberapa hari atau minggu. Jika berat ketoasidosis dan meninggal
jika tidak ditangani.
2. Penderita DMTTI : mudah haus, sering kencing, nafsu makan meningkat,
cepat lelah, pandangan mata sering kabur, luka susah sembuh, impoten pada
pria. Mungkin sama sekali tidak meperlihatkan gejala apapun, diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa.

160
E. Komplikasi
Dibagi menjadi 2 kategori yaitu :
 Komplikasi akut
1. Komplikasi metabolik
a. Ketoasidosis diabetic
b. Koma hiperglikemik hiperismoler non ketotik
c. Hipoglikemia
d. Asidosis lactate
2. Infeksi berat
 Komplikasi kronik
1) Komplikasi vaskuler
o Makrovaskuler : PJK, stroke , pembuluh darah perifer
o Mikrovaskuler : retinopati, nefropati
2) Komplikasi neuropati
Neuropati sensorimotorik, neuropati otonomik gastroporesis, diare
diabetik, buli - buli neurogenik, impotensi, gangguan refleks
kardiovaskuler.
3) Campuran vascular neuropati
Ulkus kaki
4) Komplikasi pada kulit
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa Darah : mengetahui kadar gula dalam darah meningkat 200-100
mg/dL atau lebih.
2) Aseton (keton) ; positif secara mencolok.
3) Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.
4) Osmolalitas serum : Meningkat tapi biasanya kurang dari 330 mOsm/L
5) Elektrolit :
Natrium mungkin normal, meningkat, atau menurun.
Kalium normal atau meningkat semu selanjutnya akan menurun
Fosfor lebih sering menurun.

161
6) Insulin darah : mungkin menurun bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau
normal sampai tinggi (tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
7) Urin : gula dan aseton positif, berat dan osmolitas meningkat.
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dan upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropati.
Ada 4 komponen dalam penatalaksanaan DM :
1. Diet
ii. Komposisi makanan :
1. Karbohidrat = 60 % – 70 %
2. Protein = 10 % - 15 %
3. Lemak = 20 % - 25 %
iii. Jumlah kalori perhari
1. Antara 1100 -2300 kkal
2. Kebutuhan kalori basal : laki – laki : 30 kkal / kg BB
Perempuan : 25 kkal / kg BB

iv. Penilaian status gizi :


BB

BBR = x 100 %

TB – 100

- Kurus : BBR < 90 %


- Normal (ideal) : BBR 90 % - 110 %
- Gemuk : BBR > 110 %
- Obesitas bila BBRR > 110 %
Obesitas ringan 120% - 130 %
Obesitas sedang 130% - 140%
Obesitas berat 140% - 200%
Obesitas morbit > 200 %

162
Jumlah kalori yang diperlukan sehari untuk penderita DM yang bekerja
biasa adalah :

Kurus : BB x 40 – 60 kalori/hari
Normal (ideal) : BB x 30 kalori/hari
Gemuk : BB x 20 kalori/hari
Obesitas : BB x 10 – 15 kalori/hari
2. Latihan jasmani
3. Penyuluhan
Dilakukan pada kelompok resiko tinggi :

 Umur diatas 45 tahun


 Kegemukan lebih dari 120 % BB idaman atau IMT > 27 kg/m
 Hipertensi > 140 / 90 mmHg
 Riwayat keluarga DM
 Dislipidemia, HDL < 35 mg/dl atau TG > 250 mg/dl
 Parah TGT atau GPPT ( TGT : > 140 mg/dl – 2200 mg/dl), glukosa plasma
puasa derange / GPPT : > 100 mg/dl dan < 126 mg/dl)

4. Obat berkaitan Hipoglikemia


1) Obat hipoglikemi oral :
a. Sulfoniluria : Glibenglamida, glikosit, gliguidon, glimeperide, glipizid.
b. Biguanid ( metformin )
c. Hon su insulin secretagogue ( repakglinide, natliglinide )
d. Inhibitor glucosidase
e. Tiosolidinedlones
2) Insulin
Jenis insulin menurut cara kerja :

Lama Nama Mulai Kerja Lama


kerja insulin kerja max. kerja

163
(Jam) (Jam) (Jam)

Kerja Actrafit 0,5 2,5 – 5 4–8


singkat Humolin 0,5 2,5 - 5 4–8
R

Kerja Monotard 1–2 4–6 8 – 24


sedang Insulatard 1–2 4–6 8 - 24
Humulin 1-2 4–8 8 -2
N

Kerja Ultratard 2-4 8 - 24 28


lama

164
G. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi.
4. Risiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori.
5. Kelelahan
6. Ketidakberdayaan
7. Kurang pengetahuan (belajar) mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan.

165
8. DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
A. Defenisi
Merupakan penyakit yang terdapat pada anak dan remaja atau orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya
memburuk setelah 2 hari pertama (Arif mansjour dkk, kapita selekta
kedokteran, 2000)
B. Etiologi
Penyebab penyakit dbd ini adalah “virus dengue” termasuk group b
arthropodborn Virus (Arbovirusses) dan sekarang dikenal sebagai genus
flavinus, family flaviridiae dan mempunyai 4 serotype, yaitu: DEN I, DEN II,
DEN III, dan DEN IV. Infeksi dengan salah satu serotype akan menimbulkan
antibody seumur hidup terhadap serotype yang bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotype yang lain (Demam Berdarah Dengue, FK UI,
Hal 80).
C. Cara penularan
Terdapat 3 faktor yang berperan pada penularan infeksi dengue, yaitu:
manusia, virus, dan faktor perantara. Virus dengue ditularkan melalui gigitan
nyamuk aedes aegypti. Nyamuk Aedes Albopictus, Aedes Polinesiensis dan
beberapa spesies yang lain dapat pula menularkan virus dengue tetapi kurang
berperan. Nyamuk aedes tersebut dapat menularkan virus dengue kepada
manusia, baik secara langsung yaitu setelah menggigit orang yang sedang
mengalami viremia, maupun secara tidak langsung yaitu setelah melalui masa
inkubasi didalam tubuhnya selama 8-10 hari (Ekstrinsic Incubation Period).
Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari (Instrinsic Incubation Period)
sebelum menjadi sakit setelah virus masuk kedalam tubuh.
Pada nyamuk, sekali virus dapat masuk dan berkembang biak didalam
tubuhnya, maka nyamuk tersebut dapat menularkan virus selama hidupnya
(infektif). Sedangkan pada manusia, penularan dapat terjadi pada saat tubuh
dalam keadaaan viremia yaitu antara 3-5 hari. (Demam Berdarah Dengue, FK
UI, hal 80-81).

166
D. PATOGENESIS
Virus ini merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup dalam
sel hidup maka dalam kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan sel
manusia sebagai pejamu (Host) terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan
tersebut sangat tergantung pada daya tahan tubuh pejam, persaingan akan
sembuh sempurna dan timbul antibody atau perjalanan penyakit menjadi berat
dan bahkan dapat menyebabkan kematian
E. PATOFISIOLOGI
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor ke
tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Setelah manusia
terkontaminasi oleh virus tersebut maka akan terjadi infeksi yang pertama kali
yang dapat memberikan gejala sebagai DBD. DBD dapat tejadi bila seorang
yang telah terinfeksi pertama kali dapat infeksi berulang virus dengue lainnya.
Virus akan bereplikasi dinodus limpatikus regional dan menyebar kejaringan
lain, terutama ke sistem retikuloendotelial dan kulit secara brobkogen maupun
hematogen. Tubuh akan membentuk kompleks virus antibody dalam sirkulasi
darah sehingga akan mengaktivasi sistem komplemen yang berakibat
dilepaskannya anafilaktoksin C3a dan Csa sehingga permeablitas dinding
pembuluh darah meningkat dan akan terjadi juga agregasi trombosit yang
melepaskan ADP, trombosit melepaskan vasoaktif yang bersifat meningkatkan
permeabilitas kapiler dan melepaskan trombosit. Faktor-faktor yang
merangsang koagulasi intravaskuler. Terjadinya aktivasi faktor homogen
(faktor VII) akan menyebabkan pembekuan intravaskuler yang meluas dan
meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh penderita
adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit
kepala, mual, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam dan bintik-bintik merah pada
kulit (petechie) dan hal-hal yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar
getah bening, pembesaran hati (hepatomegali) dan pembesaran limpa.
Peningkatan Permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan kurangnya volume
plasma, terjadi hipotensi, hemokensentrasi (peningkatan hematokrit 20%)
menunjukkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga hematokrin
167
menjadi lebih penting untuk menjadi ukuran patokan pemberian cairan
intravena. Setelah pemberian cairan intravena peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi sehingga pemberian cairan
intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah
terjadinya edema paru dan gagal jantung. Sebaliknya jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang akan
mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengakibatkan renjatan.
Jika renjatan dan hipovolemia berlangsung lama, maka akan timbul
anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik.
Gangguan hemostasis pada penderita DHF, menyangkut 3 faktor yaitu:
1. Perubahan vaskuler
2. Trombositopenia
3. Gangguan koagulasi
F. Manifestasi klinis
Masa inkubasi dari dengue antara 3-15 hari namun rata-rata 5-7 hari.
Tanda dini infeksi dengue, adalah:
1. Demam tinggi
2. Facial flushing
3. Tidak ada tanda-tanda ISPA
4. Tidak tampak fokal infeksi
5. Uji tourniket positif
6. Trombositopenia
7. Hematokrit meningkat
Indikator fase syok:
1. Hari sakit ke 4-5
2. Suhu turun
3. Nadi cepat tanpa demam
4. Tekanan darah turun/hipotensi
5. Leukopenia (< 5000/mm3)

168
WHO memberikan pedoman untuk membantu menegakkan diagnosis demam
berdarah secara dini disamping menentukan derajat beratnya penyakit Klinis :
 Demam mendadak tinggi
 Perdarahan (termasuk uji rumpelleede +) seperti: petechie, epistaksis,
hematemesis dan melena
 Hepatomegali
 Syok: nadi kecil dan cepat dengan tekanan darah turun atau hipotensi
disertai gelisah dan akral dingin
Klasifikasi Demam Berdarah Dengue:
 Derajat I (Ringan): terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai
gejala klinis lain dengan manifestasi perdarahan ringan: uji Touniket +
 Derajat II : ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi
perdarahan lain.
 Derajat III : ditemukan tanda-tanda dini renjatan.
 Derajat IV : termasuk DSS dengan nadi dan tekanan darah yang
tidak terukur.
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pada DBD dijumpai trombositopenia dan hemakonsentrasi
Laboratorium:
 Trombositopenia (< 100.000/mm3)
 Hemokonsentrasi (kadar Ht > 20% dari normal)
2. Air Seni, mungkin ditemukan albuminnya ringan
3. Uji Serologi memakai serum ganda yaitu:serum diambil pada masa akut
dan konvalesen yaitu uji peningkatan komplemen (PK), uji netralisasi
(MT), dan uji dengue Blok. Pada uji ini dicari kenaikan antibodi
(antidengue) minimal 4x
4. Isolasi virus, yang diperiksa adalah darah Klien dan jaringan
H. Penatalaksanaan / Terapi
Pada dasarnya penatalaksanaan DBD bersifat supportif yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
sebagai akibat perdarahan. Untuk merawat Klien DBD dengan baik,

169
diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang
memadai, serta bank darah yang senantiasa siap jika diperlukan. (Demam
Berdarah Dengue, FK, UI. Hal. 104).
Menurut WHO:
1) DBD derajat I
o Minm banyak (1,5-2 liter perhari)
o Kompres hangat
o Jika klien muntah-muntah infus RL / Asering.
2) DBD derajat II
o Minum banyak (1,5-2 liter perhari)
o Infus RL / Asering
3) DBD derajat III
o Infus RL /Asering 20 ml atau 20 cc/kg/BB/jam
4) DBD derajat IV
o Infus RL / Asering tetapi diguyur atau dicor terlebih dahulu sampai nadi
teraba dan tekanan darah sudah mulai terukur
o Bila ada panas atau demam berikan kompres hangat dan paracetamol
o Bila ada perdarahan, tes Hb, jika Hb < 10 berikan PRC(Pack Red
Cell/Eritrosit) sampai Hb lebih dari 10.
o Bila terdapat infeksi sekunder atau renjatan yang berulang-ulang berikan
antibiotik
o Bila terjadi kesadaran menurun dengan kejang-kejang berikan
dexamethasone.

170
9. LUKA BAKAR
A. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi (Moenajat, 2001 dalam Musliha, 2010).
B. Etiologi
Disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh
melelui konduksi atau radiasi elektromagnitik.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase,
yaitu :
1. Fase akut : Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran
napas karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini
terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera
termis bersifat sistemik.
2. Fase sub akut : Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka
akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan
masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energi.
3. Fase lanjut : Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai
terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka
bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.
C. Patofisologi
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permebilitas pembuluh darah
sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan
menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan
hemokonsentrasi. Burn shock ( shock Hipovolemik ) merupakan komplikasi
yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh trhadap kondisi ini adalah :
1. Respon kardiovaskuiler : Perpindahan cairan dari intravaskuler ke
ekstravaskuler melelui kebocoran kapiler mengakibatkan kehilangan Na, air
dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan
curah jantung Hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada
organ mayor edema menyeluruh.

171
2. Respon Renalis : Dengan menurunnya volume inravaskuler maka aliran ke
ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa
berakibat gagal ginjal.
3. Respon Gastro Intestinal : Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah
penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi
efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap
adanya perlukan luas. Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi
abdomen, muntah dan aspirasi.
4. Respon Imonologi
Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme pertahanan dari organisme
yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan
mikroorganisme masuk kedalam luka.
D. Klasifikasi luka bakar
Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi
dan perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman
luka, dan keseriusan luka, yakni :
1. Berdasarkan penyebab
 Luka bakar karena api
 Luka bakar karena air panas
 Luka bakar karena bahan kimia
 Laka bakar karena listrik
 Luka bakar karena radiasi
 Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
 Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
 Kulit kering, hiperemi berupa eritema
 Tidak dijumpai bulae
 Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
 Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II

172
 Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi
inflamasi disertai proses eksudasi.
 Dijumpai bulae.
 Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
 Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi
diatas kulit normal.
 Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
Derajat II dangkal (superficial)
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa.
Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih
dalam.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan
- Tidak dijumpai bulae.
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.
- Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal
sebagai eskar.
- Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-
ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.

173
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi
spontan dari dasar luka.
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka:
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori,
yaitu:
a. Luka bakar mayor
- Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih
dari 20% pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan
derajat dan luasnya luka.
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
- Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada
anak-anak.
- Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
- Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum.
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan
Griglak (1992) adalah :
 Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan
kurang dari 10 % pada anak-anak.
 Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
 Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
 Luka tidak sirkumfer.
 Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

174
4. Ukuran luas luka bakar
Dalam menentukan ukuran luas luka bakar kita dapat menggunakan beberapa
metode yaitu :
Rule of nine
Kepala dan leher : 9%
Dada depan dan belakang : 18%
Abdomen depan dan belakang : 18%
Tangan kanan dan kiri : 18%
Paha kanan dan kiri : 18%
Kaki kanan dan kiri : 18%
Genital : 1%
Diagram
Penentuan luas luka bakar secara lebih lengkap dijelaskan dengan diagram
Lund dan Browder sebagai berikut:
LOKASI USIA (Tahun)
0-1 1-4 5-9 10-15 DEWASA
KEPALA 19 17 13 10 7
LEHER 2 2 2 2 2
DADA & 13 13 13 13 13
PERUT
PUNGGUNG 13 13 13 13 13
PANTAT 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KIRI
PANTAT 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KANAN
KELAMIN 1 1 1 1 1
LENGAN 4 4 4 4 4
ATAS KA.
LENGAN 4 4 4 4 4
ATAS KI.
LENGAN 3 3 3 3 3
BAWAH KA
LENGAN 3 3 3 3 3
BAWAH KI.
TANGAN 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
KA
TANGAN KI 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
PAHA KA. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5
PAHA KI. 5,5 6,5 8,5 8,5 9,5

175
TUNGKAI 5 5 5,5 6 7
BAWAH KA
TUNGKAI 5 5 5,5 6 7
BAWAH KI
KAKI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
KANAN
KAKI KIRI 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

E. Komplikasi Lanjut Luka Bakar


 Hypertropi jaringan.
 Kontraktur.

F. Penatalaksanaan
1. Penanggulangan terhadap shock
2. Mengatasi gangguan keseimbangan cairan
 Protokol pemberian cairan mengunakan rumus Brooke yang sudah
dimodifikasi yaitu :
24 jam I : Ciran Ringer Lactat : 2,5 – 4 cc/kg BB/% LB.

NOTE:
½ bagian diberikan dalam 8 jam pertama (dihitung mulai dari jam
kecelakaan).
½ bagian lagi diberikan dalam 16 jam berikutnya.

24 jam II : Cairan Dex 5 % in Water : 24 x (25 + % LLB) X BSA cc.

Albumin sebanyak yang diperlukan, (0,3 – 0,5 cc/kg/%).


3. Mengatasi gangguan pernafasan
4. Mengataasi infeksi
5. Eksisi eskhar dan skin graft.
6. Pemberian nutrisi
7. Rahabilitasi

176
8. Penaggulangan terhadap gangguan psikologis.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Diagnosa medis
2. pemeriksaan dignostik
 laboratorium : Hb, Ht, Leucosit, Thrombosit, Gula darah, Elektrolit, Ureum,
Kreatinin, Protein, Albumin, Hapusan luka, Urine lengkap, Analisa gas
darah (bila diperlukan), dan lain – lain.
 Rontgen : Foto Thorax, dan lain-lain.
 EKG
 CVP : untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka bakar
lebih dari 30 % dewasa dan lebih dari 20 % pada anak.
 Dan lain-lain.

177
10. FRAKTUR
A. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
dengan jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih
besar dari yang dapat diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabakan oleh pukulan
langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak bahkan kontraksi otot
ekstrem (Brunner & Suddarth, 2001).
Fraktur adalah retak tulang atau patah tulang yang umumnya terjadi
akibat benturan, kelebihan beban, tekanan, dan lain sebagainya (Budiyono
Setiadi, 2011).
B. Etiologi
1. Trauma langsung
Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak.
2. Trauma tak langsung
Tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkena itu, kerusakan jaringan lunak pada fraktur mungkin tidak ada.
3. Trauma ringan dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh disebut fraktur patologis.
C. Patofisiologi
Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan fraktur yang
menyebabkan seseorang memiliki keterbatasan gerak, gangguan keseimbangan
dan nyeri. Nyeri disalurkan ke susunan syaraf pusat oleh dua sistem syaraf
yang disebut nociceftor, nociceftor ini distimulasi secara langsung dengan
adanya kerusakan pada sel. Nociceptor tersebut adalah zat-zat kimia seperti
bradikinin, histamin, prostaglandin dan sirotinin. Zat-zat kimia tersebut adalah
suatu asam amino yang dapat menyebabkan vaso dilatasi yang kuat dan
meningkatkan permiabilitas kapiler, kontraksi otot halus dan menstimulus
reseptor. Impuls-impuls nyeri disalurkan ke sum-sum tulang belakang oleh dua
jenis serabut: Serabut serabut yang bermyelin rapat serabut A-delta, serabut
serabnuit lamban serabut C.
Nyeri dapat diterangkan sebagai nyeri tajam atau menusuk dan yang
mudah diketahui lokasinya akibat akibat dari impuls-impuls yang disalurkan
178
serabut delta-A. Serabut-serabut sarap aferen masuk ke spinal lewat melalu
“dorsal root” dan sinaps pada dorsal horn, terdiri dari lamina II dan III
membentuk substansial yang disebut substantia gelatinosa. Impuls-impuls
nyeri menyeberangi sum-sum belakang pada interneuron-interneuron dan
bersambung dengan jalur spinal asendens, yaitu spinothalamic tract (STT) dan
spinoreticuler tract (SRT). STT merupakan sistem yang diskriminatif dan
membawa informasi mengenai sifat dan lokasi dari stimulus kepada thalamus
kemudian ke korteks untuk diinterpretasikan.
Akibat nyeri menimbulkan keterbatasan gerak disebabkan nyeri
bertambah bila digerakkan. Akibat nyeri menyebabkan enggan untuk bergerak
termasuk toiletening, menyebabkan penumpukan faeses dalam colon. Colon
mereabsorpsi cairan faeses sehingga faeses menjadi kering dan keras dan
timbul konstipasi.
Apabila luka menjadi robek, hal ini akan menyebabkan resiko infeksi,
risiko disfungsi neurovaskuler, dan risiko kerusakan pertukaran gas akibat
cedera vaskuler. Nyeri bisa merangsang susunan syaraf otonom mengaktifasi
norepinephrin, sarap msimpatis terangsang untuk mengaktifasi RAS di
hipothalamus mengaktifkan kerja organ tubuh sehingga REM menurun
menyebabkan gangguan tidur.
Imobilisasi sendiri mengakibatkan berbagai masalah, salah satunya
dekubitus, yaitu luka pada kulit akibat penekanan yang terlalu lama pada
daerah bone promenence. Perubahan struktur yang terjadi pada tubuh dan
perasaan ancaman akan integritas tubuh, merupakan stressor psikologis yang
bisa menyebabkan kecemasan.
D. Tanda dan gejala
Secara umum tanda dan gejala fraktur, yaitu sebagai berikut:
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
2. Nyeri pembengkakan
3. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh di
kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan kerja, trauma olahraga)
4. Gangguan fungsi anggota gerak
179
5. Deformitas
6. Kelainan gerak
7. Krepitasi datang dengan gejala-gejala lain

E. Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Pada pasien fraktur menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan Rontgen
Untuk menentukan lokasi atau luasnya fraktur .
b. CT Scan
Untuk memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak .
c. Pemeriksaan Laboratorium
- Hb mungkin meningkat atau juga dapat menurun (pendarahan).
- Leukosit meningkat sebagai respon stress.
- Kreatinin, trauma meningkat beban kreatinin untuk klien ginjal.
d. Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
F. Komplikasi
a. Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT
menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan
pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom

180
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi
pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karenn\a
penurunan supai darah ke tulang.
2) Non-union
Non-union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
3) Mal-union
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Mal-union dilakukan
181
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik (Brunner & Suddarth,
2001).
G. Penatalaksanaan
Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :
a. Recognisi/pengenalan
Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi fraktur harus jelas.
b. Reduksi/manipulasi
Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat mungkin dapat kembali
seperti letak asalnya.
c. Retensi/memperhatikan reduksi
Suatu upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen.
d. Traksi
Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh dengan
memakai katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang.
e. Gips
Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk
tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.
f. Operation/pembedahan
Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin dengan pembedahan.
Metode ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka. Dengan tindakan
operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan normal, sesudah itu
direduksi dengan menggunakan orthopedi yang sesuai (Crhistian Nurse, 2014).
H. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan (tindakan invasif).
4. Resiko disfungsi neourovaskuler berhubungan dengan penurunan aliran darah.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, adanya ancaman terhadap konsep
diri, gambaran diri, adanya perubahan status kesehatan.
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan sekitar fraktur,
kerusakan rangka neuromuskuler.
182
7. Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi, traksi atau gips pada
ekstremitas.
8. Defisit pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan informasi.
9. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri.
10. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah,
emboli, perubahan membran alveolar.

183
KUMPULAN SOP

IRIGASI TELINGA

A. Defenisi
Melakukan pembersihan pada telinga dari serumen atau benda asing
B. Tujuan
1. Untuk mengeluarkan cairan, serumen, bahan-bahan asing dari kanal audiotory
eksternal.
2. Untuk mengirigasi kanal auditory eksternal dengan larutan antiseptic.
3. Untuk menghangatkan atau mendinginkan kanal audiotory eksterna.
C. Indikasi
1. Perforasi membran timpani atau resiko tidak utuh (injury sekunder, pembedahan,
miringitomi)
2. Terjadi komplikasi sebelum irigasi
3. Temperatur yang ekstrim panas dapat menyebabkan pusing, mual, dan muntah.
4. Bila ada benda penghisap air dalam telinga, seperti bahan sayuran (kacang), jangan
diirigasi karena bahan-bahan tsb mengambang dan sulit dikeluarkan.
D. Prosedur kerja
1. Jelaskan prosedur pada klien
2. Cuci tangan
3. Atur posisi pasien dengan cara:
 Berbaring dengan posisi miring
 Duduk dengan kepala miring kearah yang sakit
4. Letakkan handuk dibahu klien tepat dibawah bahu dan basin
5. Inspeksi kanalis auditory terhadap serumen dan angkat dengan aplikator
6. Periksa larutan irigasi untuk ketepatan suhu dan isi bulb spuit dengan volume yang
tepat.
7. Luruskan kanalis auditoris dengan menarik pinna keatas dan kebelakang pada orang
dewasa & tarik ke bawah dan ke belakang pada bayi.
8. Irigasi secara perlahan dengan aliran yang tetap terhadap atap kanalis. Lakukan
hingga semua debris terangkat. Hentikan bila terjadi pusing atau mual.
9. Keringkan aurikula dan pasang bola kapas pada meatus auditoris

184
10. Posisikan klien pada sisi telinga yang sakit selama 10 menit
11. Rapikan alat
12. Cuci tangan
13. Catat irigasi yang dilakukan, suhu, volume, larutan, dan karakter drainase

NOTE:
Kewaspadaan perawat:
1. Laurtan irigasi harus steril
2. Jangan pernah menyumbat kanal auditori dengan spoit. Penyemprotan larutan
dengan kuat dapat merusak membrane timpani.

185
IRIGASI MATA

A. Defenisi
Adalah suatu cara untuk membersihkan dan atau mengeluarkan benda asing dari mata.
 Untuk mengeluarkan sekret atau kotoran dan benda asing dan zat kimia dari
mata.
 Larutan garam fisiologis atau RL biasa dipergunakan karena merupakan larutan
isotonik yang tidak merubah komposisi elektrolit yang diperlukan mata.
 Jika hanya memerlukan sedikit cairan, kapas steril dapat dipergunakan untuk
meneteskan cairan kedalam mata
B. Indikasi
Irigasi okuler diindikasikan untuk menangani berbagai inflamasi konjungtiva,
mempersiapkan pasien untuk pembedahan mata, dan untuk mengangkat sekresi
inflamasi. Juga dipergunakan untuk efek antiseptiknya. Irigan yang dipakai bergantung
pada kondisi pasien.
Indikasinya:
1. Cidera kimiawi pada mata
2. Benda asing dalam mata
3. Inflamasi mata
C. Prosedur kerja
Tahap pra interaksi
1. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
2. Cuci tangan
3. Meletakkan alat-alat pada pasien dengan benar
Tahap orientasi
4. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
5. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan kepada kluarga dan klien
6. Menanyakan kesiapan klien sebelum kgiatan dilakukan
Tahap kerja
7. Menjaga privacy

186
8. Posisikan klien terlentang (supinasi) atau duduk dengan kepala dicondongkan ke
belakang dan sedikit miring ke samping.
9. Bila pasien duduk, mangkuk dapat dipegang oleh pasien. Bila pasien berbaring ,
letakkan mangkuk di dekat pasien sehingga dapat menampung cairan dan sekret.
10. Perawat berdiri didepan pasien
11. Bersihkan kelopak mata dengan teliti untuk mengangkat debu, sekresi, dan keropeng
(memegang kelopak dengan ibu jari dan satu jari tangan).
12. Bilas mata dengan lembut , mengarahkan cairan menjauhi hidung dan kornea.
13. Keringkan pipi dan mata dengan kapas
Tahap terminasi
14. Melakukan evaluasi
15. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
16. Berpamitan dengan klien
17. Membereskan alat-alat
18. mencuci tangan
19. mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
D. Komplikasi
1. kemungkinan terjadi cidera perforasi pada mata bila irigasi dilakuan dengan tidak
hati-hati
2. Kontaminasi silang pada mata sehat bila terdapat infeksi
3. Konjungtiva

187
PEMASANGAN INFUS

A. Defenisi
Memasukkan cairan atau obat langsung ke dalam pembuluh darah vena dalam jumlah
banyak dan dalam waktu yang lama.
B. Tujuan
- cairan dan elektrolit tubuh setelah banyak kehilangan cairan
- Memberikan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
- Menyediakan suatu medium untuk pemberian obat secara intravena
C. Ukuran IV
 No. 18 : untuk transfuse
 No. 16 : untuk bedah mayor
 No. 20 : untuk dewasa
 No. 22 : untuk anak – anak & lansia
 No. 24 & no.26 : untuk pediatric & neonatus
D. Indikasi
- Dehidrasi
- Intoksikasi berat
- dan pasca bedah sesuai dengan program pemngobatan
- Tidak bisa makan dan minum melalui oral
- transfusi darah
- Perlu pengobatan dengan cara infus
E. Lokasi pemasangan
1. parmal digitalis
2. Vena sefalika
3. basalika
4. Vena antebrakhial medialis
5. Vena kubitis medialis
6. Vena temporalis
7. Vena dorsalis

188
F. Prosedur kerja
1. Pastikan tentang adanya order pengobatan
2. Beritahu klien tentang tindakan yang akan dilakukan
3. Cuci tangan
4. Atur peralatan dalam bak instrumen dan letakkan disamping tempat tidur klien
5. Periksa cairan terhadap warna, kejernihan, dan tanggal kadarluarsa
6. Siapkan cairan yang akan diberikan. Buka botol infus dan infus set dari kantongnya,
pertahankan strerilitas pada kedua ujung set infus
7. Pasang klem sekitar 2-4 cm dibawah drip dan tindakan klem roll pada off
8. Lepaskan penutup botol infus tanpa menyentuh lubangnya dan tusukkan set infus ke
dalam botol cairan
9. Pasang botol infus pada standar infus
10. Pencet drip atau penampung pada selang infus, sehingga cairan infus masuk ke drip
sampai tanda batas, lalu buka klem dan alirkan cairan sampai memenuhi pipa. Klem
roll ke posisi off.
11. Hilangkan udara pada selang dengan cara meluruskan selang tegak lurus dan
menjentik-jentik dengan ujung jari. Pastikan bahwa dalam selang bersih dari
gelembung udara.
12. Atur posisi klien rileks dengan tangan lurus, letekkan perlak kecil bawah tangan.
13. Kaji tempat penusukan vena, pilih tempat distal vena yang digunakan.
14. Bila daerah penusukan banyak rambut, cukur atau gunting daerah tersebut .
15. Pasang turniqet diatas vena yang akan ditusuk 10-12 cm (5-6 inci) dan anjurkan
pasien untuk menggenggam erat samapi vena distensi dan tampak dengan jelas.Bila
vena belum tampak, perawat dapat menepuk-nepuk area vena sambil menganjurkan
pasien membuka dan menutup gengggaman sampai vena tampak jelas.
16. Pasang sarung tangan.
17. Bersihkan area yang akan ditusuk dengan kapas alkohol dengan gerakan sirkuler.
18. Gunakan tangan yang tidak dominan untuk menekan vena dibawah daerah penusukan
kurang lebih 1-2 inci.
19. Tusukkan abocath pada vena dengan sudut 30 C sejajar dengan vena. Setelah ujung
jarum masuk vena, rendahkan sudut jarum hampir sejajar dengan vena.

189
20. Abocat kemudian diteruskan masuk ke vena dan tangan yang tidak memegang abocat
digunakan untuk mengontrol letak jarum dengan palpasi vena dari luar. Jika darah
telah memasuki lumen jarum, dorong perlahan-lahan sampai posisi tepat (satu tangan
mendorong abocath sampai menempel dengan tempat penusukan sementara tangan
yang lain menarik mandrin atau stylet ke luar).
21. Tahan abocat dengan satu tangan, lepaskan turniqet dengan cepat, hubungkan dengan
selang infus.
22. Lepaskan klem roller dan kepalan tangan sehingga cairan segera mengalir.
23. Setelah yakin aliran lancar, tutup area penusukan dengan kasa dan betadin lalu
pasang plester.
24. Atur kecepatan tetasan infus sesuai order
25. Lepaskan sarung tangan
26. Bereskan alat
27. Cuci tangan
28. Catat tindakan perawat secara singkat dan jelas. Seperti: tgl pemasangan, jenis dan
jumlah cairan, serta alat yang digunakan.

NOTE:
Kewaspadaan:
1. Ganti lokasi tusukan setiap 48 – 72 jam dan gunakan set infus yang baru
2. Ganti kasa steril penutup setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi
3. Observasi tanda reaksi alergi terhadap infus atau komflikasi lain
Evaluasi:
1. Output urine seimbang dengan intake cairan
2. Karakteristik urine menunjukkan fungsi ginjal yang baik
3. Klien akan mengkonsumsi cairan sesuai dengan program (per oral, terapi intravena,
atau TPN)
Hal-hal yang harus diperhatikan setelah infus terpasang:
1. Mempertahankan infus intake vena
Terhadap klien dengan petugas
Terhadap daerah pemasangan

190
2. Memenuhi rasa nyaman dan bantuan aktivitas
Memenuhi personal hygieny
Membantu mobilisasi
3. Observasi komplikasi yang mungkin terjadi
 Infiltrat :
Masuknya cairan ke sub cutan (gejala: bengkak, dingin , nyeri, tetesan infus lambat
 Plebitis
Trauma mekanik pada vena atau iritasi bahan kimia (gejala: nyeri, panas, kemerahan
pada vena tempat pemasangan
 Kelebihan intake cairan
Akibat tetesan infus terlalu cepat
4. Mengatur tetesan infus (setiap 30 menit-1 jam)
5. Mengganti botol infus (dilakukan jika cairan sudah berada di leher botol dan tetesan
masih berjalan, dan tidak boleh lebih dari 24 jam)
6. Mengganti selang infus (minimal 3 x 24 jam dan CDC merekomendasikan tidak lebih
dari 2 x 48 jam)
7. Menghentikan infus (bila program terapi telah selesai atau bila akan mengganti
tusukan yang baru).

191
COLOSTOMY
A. Defenisi
Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong kolostomi
secara berkala sesuai kebutuhan.
B. Tujuan
1. Menjaga kebersihan pasien
2. Mencegah terjadinya infeksi
3. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma
4. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya
C. Indikasi
1. Dekompresi usus pada obstruksi
2. Stoma sementara untuk bedah reseksi usus pada radang atau perforasi
3. Sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk melindungi anastomosis distal
D. Kontra indikasi
Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi
E. Prosedur kerja
1. Memberi tahu klien jika akan memulai tindakan
2. Alat didekatksan dekat pasien
3. Pasang selimut mandi atau handuk mandi
4. Dekatkan bengkok kedekat pasien
5. Pasang sarung tangan bersih
6. Lepas kantong stoma
7. Buang kantong kolostomi lama kedalam plastik / tempat sampah
8. Bersihkan stoma dengan tissue dengan menggunakan sabun lembut dan air hangat
9. Lindungi stoma dengan tissue atau kasa agar feses tidak mengotori kulit yang sudah
dibersihkan
10. Keringkan kulit sekitar stoma dengan tissue atau kasa
11. Persiapkan kantong stoma sesuai ukuran
12. Pasang kantong stoma
13. Beri salep sekitar kulit
14. Buka sarung tangan

192
15. Rapikan alat
16. Bereskan alat
17. Perawat cuci tangan
18. Dokumentasikan tindakan dan respon pasien

NOTE:
Kewaspadaan: Perhatikan keadaan stoma (tanda-tanda infeksi)

193
STERILISASI ALAT

LANGKAH I :
- Dekontaminasi dengan larutan chlorin 0,5%
LANGKAH II :
- Pencucian dengan deterjen dan air
LANGKAH III :
- Desinfeksi tingkat tinggi dengan merebus dan mengukus
LANGKAH IV :
- Penyimpanan

PERAWATAN LUKA

Fase Kerja :
1. Cuci tangan dan pasang sarung tangan bersih.
2. Mengatur posisi pasien
3. Mempersiapkan dan meletakkan alat didekat pasien.
4. Perawat mencuci tangan.
5. Pasang alas/perlak dibawah luka.
6. Letakkan bengkok dekat dengan area luka yang akan dirawat.
7. Gunakan pinset untuk mengangkat balutan lama, sebelumnya jangan lupa
menggunakan kapas alkohol untuk membuka plester dan buang dalam bengkok.
8. Bila balutan lengket pada luka, lepaskan dengan memberikan larutan steril.
9. Lepaskan hand scone bersih
10. Set up peralatan, membuka peralatan steril & siapkan cairan yang diperlukan
11. Kenakan hand scone steril.
12. Inspeksi luka, perhatikan kondisinya, integritas jahitan, karakter drainase.
13. Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9% pegang kassa yang telah dibasahi larutan
NaCl dengan pinset. Gunakan kassa untuk sekali usap, bersihkan dari daerah yang
kurang terkontaminasi ke daerah yang terkontaminasi.
14. Lakukan nekrotomi jika ada jaringan nekrosis.
15. Membilas luka dengan larutan NaCl 0,9%.
16. Gunakan kassa baru untuk mengeringkan luka atau insisi.
17. Berikan obat jika dipesankan.

194
18. Tutup luka dengan kassa steril yang telah diberi larutan steril lalu dilapisi lagi dengan
kassa kering.
19. Lepaskan hand scone.
20. Pasang plester.
21. Bantu pasien untuk posisi yang nyaman.
22. Rapikan alat-alat.
23. Cuci tangan.

YANG SINGKAT :
1. pakai hanscoon�buka balutan
Bersihkan luka�nekrotomy
Beri antiseptik�tutup balutan

2. Pertamakan
- Persiapan alat
- Menjelaskan prosedur
- Cuci tangan
- Pakai handscun bersih
- Membuka balutan
- Pakai handscun steril
- Membersihkan luka
- Menutup balutan
- Mencatat hasilnya

195
KATETERISASI URINE PADA PRIA & WANITA

A. Definisi
Memasukkan selang karet atau plastik melalui vena uretra dan kedalam kandung kemih.
B. Tujuan
1. Menghilangkan distensi kandung kemih
2. Mendapatkan spesimen urine
3. Mengkaji jumlah residu urine jia kandung kemih tidak mampu sepenuhnya
dikosongkan
C. Prosedur Kerja
1. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
2. Dekatkan alat di dekat pasien
3. Pasang sampiran
4. Cuci tangan
5. Pasang pengalas/ perlak dibawah bokong klien
6. Pakaian bagian bawah klien dikeataskan atau dilepas, dengan posisi klien terlentang,.
Kaki sedikit dibuka. Bengkok diletakkan didekat bokong klien
7. Buka bak instrumen, pakai sarung tangan steril, pasang duk steril, lalu bersihkan alat
genitalia dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset
8. Bersihkan genitalia dengan cara:
PRIA
Penis dipegang dengan tangan non dominan penis dibersihkan dengan menggunakan
kapas sublimat oleh tangan dominan dengan gerakan memutar dari meatus keluar.
Tindakan bisa dilakukan beberapa kali hingga bersih. Letakkan pinset dalam
bengkok.
WANITA
Tangan non dominan perawat membuka vulva kemudian tangan kanan memegang
pinset dan mengambil satu buah kapas sublimat. Selanjutnya bersihkan labia mayora
dari atas ke bawah dimulai dari sebelah kiri lalu kanan, kapas dibuang dalam
nierbekken, kemudia bersihkan labia minora, klitoris, dan anus. Letakkan pinset pada
nierbekken.

196
9. Ambil kateter kemudian olesi dengan jelly. Masukkan kateter kedalam uretra kira-
kira 10 cm secara perlahan-lahan dengan menggunakan pinset sampai urine keluar.
Masukkan cairan NaCl/ Aquades 20-30 cc atau sesuai ukuran yang tertulis. Tarik
sedikit kateter. Apabila pada saat ditarik kateter terasa tertahan berarti kateter sudah
masuk pada kandung kemih.
10. Lepaskan duk, sambungkan kateter dengan urine bag. Lalu ikat disisi tempat tidur.
11. Fiksasi kateter
12. Lepaskan sarung
13. Pasien dirapikan kembali
14. Alat dirapikan kembali
15. Mencuci tangan
16. Melaksanakan dokumentasi:
 Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar
catatan klien
 Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang
melakukan tindakan dan tanda tangan / paraf pada lembar catatan klien.

Note :
Kewaspadaan Perawat:
1. Mencatat pada status klien tindakan yang telah dilakukan
2. Catat tanggal dan jam serta paraf perawat
3. Laporkan pada dokter atau perawat senior bila ditemukan penyimpangan saat
pemasangan kateter.

197
CENTRAL VENA PRESSURE (CPV)

A. Definisi
Merupakan prosedur memasukkan kateter intravena yang fleksible ke dalam vena sentral
klien dalam rangka memberikan terapi melalui vena sentral . ujung dari kateter berada
pada superior vena cava.
B. Tujuan
Memberikan informasi tentang 3 parameter volume darah, keefektifan jantung sebagai
pompa, dan tonus vaskular.
C. Indikasi
1. Pasien yang mengalami gangguan keseimbangan cairan
2. Digunakan sebagai pedoman penggantian cairan pada kasus hipovolemi
3. Mengkaji efek pemberian obat diurerik pada kasus-kasus overload cairan
4. Sebagai pilihan yang baik pada kasus penggantian cairan dalam volume yang banyak.
D. Prosedur Kerja
1. Teknik seldinger
2. Siapkan alat
3. Cuci tangan
4. Gunakan sarung tangan steril
5. Tentukan daerah yang akan dipasang, vena yang biasa digunakanmsebagai tempat
pemasangan adalah vena subklavia atau internal jugular.
6. Posisikan pasien trendelemburg, atau posisi kepala agar vena jugularis interna
maupun vena subklavia lebih terlihat jelas, untuk mempermudah pemasangan.
7. Lakukan desinfeksi pada daerah penusukan dengan cairan antiseptic
8. Pasang duk lubang yang steril pada daerah pemasangan.
9. Sebelum penusukan jarum/kateter, untuk mencegah terjadinya emboli udara,
anjurkan pasien untuk bernapas dalam dan menahan napas.
10. Masukkan jarum/kateter secara gentle, ujung dari kateter harus tetap berada pada
vena cava, jangan sampai masuk ke dalam jantung.
11. Setelah selesai pemasangan, sambungkan dengan selang yang menghubungkan
dengan IV set dan selang untuk mengukur CVP.

198
12. Lakukan fiksasi/ dressing pada daerah pemasangan, agar posisi kateter terjaga
dengan baik.
13. Rapikan peralatan dan cuci tangan kembali catat laporan pemasangan , termasuk
respon klien (tanda-tanda vital, kesadaran dll), lokasi pemasangan , petugas yang
memasang, dan hasil pengukuran CVP serta cairan yang digunakan.
14. Setelah diapasang, sebaiknya dilakukan foto rontgent dada untuk memastikan posisi
ujung kateter yang dimasukkan, serta memastikan tidak adanya hemothorax atau
pneumothorax sebagai akibat dari pemasangan.

199
PENGGUNAAN ALAT KRUK/ BANTUAN JALAN

A. Definisi
Kruk yaitu tongkat atau alat bantu untuk berjalan, biasanya digunakan secara
berpasangan yaitu diciptakan untuk mnengatur keseimbangan pada saat akan berjalan.
B. Tujuan penggunaan kruk
1. Meningkatkan kekuatan otot, pergerakan sendi dan kemampuan mobilisasi
2. Menurunkan resiko komplikasi dari mobilisasi
3. Menurunkan ketergantungan pasien dan orang lain
4. Meningkatkan rasa percaya diri klien
C. Fungsi kruk
1. Sebagai alat bantu untuk berjalan
2. Mengatur atau memberi keseimbangan waktu berjalan
3. Membantu menyokong sebagian berat badan
D. Indikasi penggunaan kruk
1. Pasien dengan fraktur ekstremitas bawah
2. Pasien dengan post op amputasi ekstremitas bawah
3. Pasien dengan kelemahan kaki atau post stroke
E. Kontra indikasi
1. Penderita demam dengan suhu tubuh lebih dari 37 derajat celcius
2. Penderita dalam keadaan bedrest
3. Penderita dengan post op.
F. Manfaat penggunaan kruk
1. Memelihari dan mengembalikan fungsi otot
2. Mencegah kelainan bentuk, seperti kaki menjadi bengkok
3. Memelihari dan meningkatkan kekuatan otot
4. Mencegah komplikasi, seperti otot mengecil dan kekuatan sendi
G. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kruk
1. Perawat atau keluarga harus memperhatikan ketika klien akan menggunakan kruk
2. Monitor klien saat memeriksa penggunaan kruk dan observasi untuk beberapa saat
samapi problem hilang
3. Perhatikan kondisi pasien saat mulai berjalan
200
4. Sebelum digunakan , cek dahulu kruk untuk persiapan
5. Perhatikan lingkungan sekitar
6. Gunakan wc dudkuk, gunakan wc biasa dengan kursi yang tengahnya diberi lubang
7. Jaga keseimbangan tubuh
H. Teknik penggunaan kruk
1. Cara berjalan menggunakan kruk
a. Langkah 1 : dengan kruk tetap ditempatnya, tekanan tempat ditangan anda, bukan
pada ketiak.
b. Langkah 2 : pindahkan kaki dioperasikan dan kedua kruk maju pada saat yang
sama.
c. Langkah 3 : mencari dan lurus kedepan, langkah pertama melalui kruk dengan
kaki dioperasikan diikuti oleh kaki anda acreage
2. Teknik turun tangga
a. Pindahkan berat badan pada kaki yang tidak sakit
b. Letakkan kruk pada anak tangga dan mulai untuk memindahkan berat badan pada
kruk
c. Gerakkan kaki yang sakit ke depan
d. Luruskan kaki yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk
3. Teknik naik tangga
a. Pindahkan berat badan pada kruk
b. Julurkan tungkai yang tidak sakit antara kruk dari anak tangga
c. Pindahkan berat badan dari kruk ke tungkai yang tidak sakit
d. Luruskan kaki yang tidak sakit pada anak tangga dengan kruk
4. Teknik dudu
a. Klien diposisikan pada tengah depan kursi dengan aspek posterior kaki
menyentuh kursi
b. Memberi metode yang aman untuk duduk dan bangun dari kursi
c. Klien memegang kedua kruk dengan tangan berlawanan dengan tungkai yang
skait
d. Bila kedua tungkai yang sakit, kruk ditahan, dipegang pada tangan kien yang
lebih kuat
5. Teknik naik kendaraan
201
Tubuh dirapatkan ke mobil, kemudian pegang bagian atas pintu, bokong diangkat
kemudian naikkan kaki yang sakit
6. Gaya berjalan 4 titik tumpu
a. Langkahkan kruk sebelah kanan kedepan
b. Langkahkan kaki sebelah kiri ke depan
c. Langkahkan kruk sebelah kiri ke depan
d. Langkahkan kaki sebelah kanan ke depan
7. Gaya berjalan tiga titik
a. Kedua kayu penopang dan kaki yang tidak boleh menyangga dimajukan,
kemudian menyusul kaki yang sehat.
b. Kedua kayu penopang lalu segera dipindahkan ke muka lagi dan pola tadi diulang
lagi
8. Gaya berjalan dua titik
a. Kruk sebelah kiri dan kaki kanan maju bersama-sama
b. Kruk sebelah kanan dan kiri maju bersama-sama
9. Full weight bearning
Berjalan normal, penggunaan alat penyangga dikurangi, lambat laun akhirnya
dihilangkan
10. Partial weight bearing
a. Dua tangan atau dua tongkat beserta satu tungkai lemah maju serentak
b. Tungkai yang sehat melangkah maju dengan berat tubuh bertumpu pada kedua
tangan atau tongkat serta sebagian bertumpu pada kaki yang lemah
11. Non weight bearing
a. Dua tangan atau dua tungkai yang sakit maju serentak, posisi tungkai yang lemah
diangkat bergantung kearah depan
b. Tungkai yang sehat melangkah maju dengan berat tubuh bertumpu pada kedua
tangan atau tongkat
12. Swing to gait
a. Langkahkan kedua kruk bersama-sama
b. Kedua kaki diangkat dan diayun maju sampai pada garis yang menghubungkan
kedua tangan atau ujung kruk
13. Swing trhrought gait
202
a. Langkahkan kedua kruk bersama-sama
b. Kedua kaki diangkat, diayunkan melewati garis yang menghubungkan kedua
tangan atau ujung kruk.

SUCTION
Prosedur Kerja :
1. Hand wash
2. Siapkan alat
3. Orientasi
4. Atur posisi
5. Berikan O2 2-5 liter
6. Letakkan pengalas didagu
7. Pasang handscoon
8. Menghidupkan mesin → cek letak botol penampung
9. Masukkan kanula suction (± 5-10 cm)
10. Penghisapan lendir dengan memutar (± 10-15’)
11. Bilas kanul dengan Nacl beri jeda untuk bernafas
12. Ulang 3-5 kali
13. Observasi keadaan umum
14. Observasi secret warna, bau

203
NGT (NASO GASTRIC TUBE)

 Defenisi :
Memasukkan nasogatrik tube kedalam lambung melalui hidung/mulut
 Tujuan :
 Untuk mencegah/menurunkan distensi abdomen
 Memasukkan cairan/nutrisi kedalam lambung
 Memelihara status nutrisi
 Alat bantu prosedur diagnostik
 Persiapsan :
 Pasien
a) Klien yang akan dilakukan pemasangan NGT diidentifikasi sesuai dengan
rencana asuhan
b) Koordinasi dengan perawat untuk validasi dilakukannya pemasangan NGT
pada pasien
c) Mengucapkan salam terapeutik
d) Memperkenalkan diri dan status
e) Menyampaikan/menjelaskan pada klien tindakan yang akan dilaksanakan dan
tujuannya
f) Identitas pasien di validasi
g) Penjelasan yang disampaikan dimengerti klien/kluarganya
h) Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam
i) Klien/keluarga diberi kesempatan bertanya untuk klarifikasi
j) Privasi klien selama komunikasi dihargai
k) Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek
selama berkomunikasi dan melakukuan tindakan
l) Sensitif terhadap masalah pasien atau dalam mendiskusikan kondisi klien yang
akan dilakukan tindakan
m) Membuat kontrak dan kesepakatan waktu pelaksanaan tindakan
 Prosedur kerja NGT:
a) Menyampaikan pada klien tindakan pemasangan yang akan dilakukan
b) Dekatkan alat-alat disamping pasien
c) Jaga privasi pasien saat melakukan tindakan dengan menutup gorden/pintu
d) Cuci tangan
e) Pakai sarung tangan
f) Membantu klien pada posisi fowler tinggi dengan meletakkan bantal dibelakang
kepala dan bahu atau posisi duduk. (untuk pasien tidak sadar posisi kepala
ekstensi)

204
g) Menjelaskan pada klien agar menentukan kode misalnya mengangkat telunjuk
untuk mengatakan tunggu sejenak karena rasa tidak enak dan sebagainya pada
saat memasukkan slang
h) Pasang handuk diatas dada pasien, dan letakkan tissue dan bengkok disamping
klien
i) Perawat berdiri disebelah kanan atau kiri klien
j) Anjurkan klien untuk relaks dan bernafas normal
k) Ukur panjang slang yang akan dimasukkan dan menandainya dengan plaster
(tradisional: ukur jarak dari puncak lubang hidung kedaun telinga bawah dan ke
prosessus xypoideus di sternum atau metode hanson: tandai 50 cm pada slang
kemudian lakukan pengukuran tradisional
l) Pilih lobang hidung yang lebih lancar aliran udaranya untuk pemasangan slang
m) Oleskan KY jelly pada ujung gastrik tube pada kira-kira 5 cm
n) Masukkan gastrik tube secara perlahan-lahan dan anjurkan pasien untuk
menarik nafas dalam sambil menelan bagi pasien yang sadar sampai batas yang
telah ditentukan
o) Cek penempatan tube dengan cara: pasang spuit diujung NGT, pasang stetoskop
diatas perut bagian kiri atas, dibawah batas kosta, suntikkan 10-15 cc udara
kedalam bila penempatannya tepat maka akan terdengar suara gdebuk yang
keras pada saat udara disuntikkan atau gunakan kateter ti 50 cc untuk menarik
cairan lambung, adanya caitan lambung yang kluar pada tube, berarti
penempatan tube tepat pada lambung, cek cairan lambung dengan kertas lakmus
atau letakkan tube pada baskom berisi air dan anjurkan pasien untuk batuk, jika
tidak terlihat gelembung udara berarti tube letaknya tepat pada lambung
p) Bila telah yakin slang masuk lambung fixasi slang pada hidung dengan plaster
nonalergi dan tulis tanggal pemasangan pada ujung NGT
q) Buka sarung tangan
r) Atur posisi pasien senyaman mungkin
s) Bereskan alat-alat
t) Ucapkan salam terminasi
u) Cuci tangan
v) Lakukan dokumentasi: catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon
klien pada lembar catatan klien, nomor tube dan jenis tube yang digunakan,
catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan
tindakan dan tanda tangan/paraf pada lembar catatan klien
Catatan : Kewaspadaan perawat :
a) Perhatikan jenis NGT (jika diperlukan tube yang kaku harus direndam
dalam air dingin atau sebaliknya jika diperlukan tube yang lunak
direndam dalam air hangat kira* 15 menit sebelum digunakan
b) NGT diganti setelah 7 hari
c) Cek penempatan tube yang tepat sebelum memberikan makanan

205
TRANSFUSI DARAH

 Definisi
Transfusi darah merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada klien
yang membutuhkan darah dan produk darah dengan cara memasukkan darah melalui
vena dengan menggunakan set transfusi.
Pemberian transfusi darah digunakan untuk memenuhi volume sirkulasi darah,
memperbaiki kadar hemoglobin dan protein serum. Tindakan ini dapat dilakukan pada
pasien yang kehilangan darah, seperti pada operasi besar, perdarahan post partum,
kecelakaan, luka bakar hebat, dan penyakit kekurangan kadar HB atau kelainan darah.
Tindakan transfusi darah juga bisa dilakukan pada pasien yang mengalami defisit
cairan atau curah jantung menurun. Dalam pemberian darah harus diperhatikan kondisi
pasien, kemudian kecocokan darah melalui nama pasien, label darah, golongan darah dan
periksa warna darah (terjadi gumpalan atau tidak), homogenitas (bercampur rata atau
tidak).
 Tujuan Transfusi Darah
a) Meningkatkan volume darah sirkulasi (setelah pembedahan, trauma atau heragi)
b) Meningkatkan jumlah sel darah merah dan untuk mempertahankan kadar
hemoglobin pada klien anemia
c) Memberikan komponen seluler tertentu sebagai terapi sulih (misalnya: faktor
pembekuan untuk membantu mengontrol perdarahan pada pasien hemofilia).
 Prosedur kerja transfusi darah
a) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b) Cuci tangan
c) Gantungkan larutan NaCl 0,9% dalam botol untuk digunakan setelah transfusi
darah
d) Gunakan slang infus yang mempunyai filter (slang “Y” atau tunggal)
e) Lakukan pemberian infus NaCl 0,9% (baca prosedur pemasangan infus terlebih
dahulu sebelum pemberian transfusi darah)
f) Lakukan terlebih dahulu pemberian transfusi darah dengan membrikan
identifikasi kebenaran kebenaran produk darah : periksa kompatibilitas dalam
kantong darah, periksa kesesuaian dengan identifikasi pasien, periksa
kadaluarsanya dan periksa adanya bekuan
g) Buka set pemberian darah
 Untuk slang “Y” atur ketiga klem
 Untuk slang tunggal, klem pengaturan pada posisi off
h) Cara transfusi darah dengan slang “Y”
 Tusuk kantong NaCl 0,9%
 Isi slang dengan NaCl 0,9%
 Buka klem pada pengaturan slang “Y”, dan hubungkan ke kantong NaCl 0,9%
 Tutup/klem pada slang yang tidak digunakan

206
 Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk (dan biarkan ruang filter terisi
sebagian)
 Buka klem pengatur bagian bawah dan biarkan slang terisi NaCl 0.9%
 Kantong darah perlahan dibalik-balik 1-2 kali agar sel-sel nya tercampur.
Kemudian tusuk kantong darah pada tempat penusukan yang tersedia dan buka
klem pada slang dan filter terisi darah
i) Cara transfusi darah dengan slang tunggal
 Tusuk kantong darah
 Tekan sisi balik dengan ibu jari dan jari telunjuk sehingga
filter terisi sebagian
 Buka klem pengatur biarkan slang infus terisi darah
j) Hubungkan slang infus ke kateter IV dengan membuka klem pengatur bawah
k) Setelah darah masuk pantau tanda vital tiap 5 menit selama 15 menit pertama, dan
tiap 15 menit selama 1 jam berikutnya
l) Setelah darah diinfuskan bersihkan slang dengan NaCl 0,9%
m) Catat type, jumlah dan komponen darah yang diberikan
n) Cuci tangan setelah prosedur diberikan

207
PENGAMBILAN DARAH VENA

1. DEFINISI
Pengambilah Darah Vena adalah cara pengambilan darah dengan menusuk area
pembuluh darah vena dengan menggunakan spuit. Darah dapat diambil dari vena dalam
fossa cubiti, vena saphena magna/ vena superfisial lain yang cukup besar untuk
mendapatkan sampel darah.
2. TUJUAN TINDAKAN
a. Mendapatkan sampel darah vena yang baik dan memenuhi syarat untuk melakukan
pemeriksaan
b. Untuk mendapatkan spesimen darah vena tanpa antikoagulan yang memenuhi
persyaratan untuk pemeriksaan kimia klinik dan imunoserologi
c. Untuk menganalisa kandungan komponen darah, seperti sel darah merah, sel darah
putih dan trombosit.
3. INDIKASI
- Pemeriksaan Laboratorium
4. KONTRAINDIKASI
a. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, infiltrasi atau thrombosis pada tempat penusukan
b. Klien dengan masektomi yang mengalami gangguan pada tangannya
c. Fistula arteriovenus
d. Lengan yang mengalami gangguan atau kelumpuhan
e. Lengan dengan gangguan sirkulasi ataupun neurologis
5. KOMPLIKASI
a. Pembendungan yang terlalu lama akan mempengaruhi hasil pemeriksaan karena
akan terjadi hemokonsentrasi. Pengisapan darah yang terlalu dalam akan
menyebabkan darah membeku dalam spuit, segera pisahkan darah kedalam tabung
sesuai jenis pemeriksaan
b. Terbentuk hematoma pada tempat penusukan
c. Terjadi perdaraha pada tempat penusukan
6. ALAT
a. Kapas alkohol
b. Spuit sesuai kebutuhan pemeriksaan
c. Bengkok
d. Handscoon
e. Plester
f. Torniquet
g. Perlak/ pengalas
7. PROSEDUR
a. Persiapan alat dan bahan yang diperlukan
b. Identifikasi klien dan jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan
c. Atur klien dalam posisi yang nyaman

208
d. Cuci tangan
e. Bebaskan lengan klien dari baju atau yang menghalangi dalam pengambiln darah
vena
f. Letakkan alas dibawah lengan klien
g. Memakai handscoon
h. Pasang torniquet 7-10 cm diatas vena yang akan diambil. Anjurkan klien membuka
dan menutup lengannya atau tepuk-tepuk vena
i. Cari,pilih dan tentukan lokasi vena
j. Lokasi penusukan di disinfeksi dengan kapas alkohol 70% dengan cara berputar
dari dalam keluar
k. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya
l. Buka jarum pegang dengan tangan dominan, tusukkan jarum dengan sudut 15-45 °
dan bevel keatas. Pertahankan teknik steril.
m. Bila jarum sudah masuk ke vena, aspirasi jika darah keluar, tarik sampai darah
mengisi spuit sesuai kebutuhan. Bila menggunakan vacutainer, pegang plastic
adapter tekan tabung vakum dan biarkan darah masuk sampai sesuai kebutuhan
n. Torniquet dilepas, kemudian cabut jarum dari vena secara perlahan dan gunakan
kapas alkohol untuk menekan tempat tusukan, kemudian plester
o. Masukkan darah kedalam tabung yang sesuai dengan kebutuhan pemeriksaan
p. Rapikan alat, lepas handscoon, cuci tangan
q. Dokumentasikan

209
INJEKSI INTRAVENA

1. DEFINISI

Memasukkan/ menyuntikkan obat kedalam pembuluh darah vena

2. TUJUAN

Obat lebih cepat terserap dalam sel tubuh dari organ yang dituju

3. ALAT
a. Jarum dan spuit steril
b. Alkohol swab
c. Obat injeksi sesuai advice
d. Pengalas
e. Bengkok
f. Kontainer
g. Sarung tangan

4. PROSEDUR
a. Persiapan alat dan bahan yang diperlukan
b. Identifikasi klien dan jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan
c. Atur klien dalam posisi yang nyaman
d. Cuci tangan
e. Bebaskan lengan klien dari baju atau yang menghalangi dalam pengambiln darah vena
f. Letakkan alas dibawah lengan klien
g. Memakai handscoon
h. Pasang torniquet 7-10 cm diatas vena yang akan diambil. Anjurkan klien membuka dan
menutup lengannya atau tepuk-tepuk vena
i. Cari, pilih dan tentukan lokasi vena
j. Lokasi penusukan di disinfeksi dengan kapas alkohol 70% dengan cara berputar dari
dalam keluar
k. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya
l. Buka jarum pegang dengan tangan dominan, tusukkan jarum dengan sudut 15-30° dan
bevel keatas. Pertahankan teknik steril.
m. Bila jarum sudah masuk ke vena, aspirasi jika darah keluar, lepaskan torniquet
n. Injeksikan obat secara perlahan-lahan kedalam vena sampai habis
o. Cabut jarum dari vena secara perlahan dan gunakan kapas alkohol untuk menekan tempat
tusukan, kemudian plester
p. Rapikan alat, Lepas handscoon, cuci tangan
q. Dokumentasikan

210
INJEKSI SUBCUTAN

1. DEFINISI

Pemberian obat melalui injeksi subkutan adalah pemberian obat melalui suntikan ke
bawah kulit yang dapat dilakukan pada daerah lengan atas sebelah luar atau 1/3 bagian bahu,
paha sebelah luar, daerah dada, daerah sekitar umbilikus (abdomen).

2. TUJUAN

Agar obat dapat diserap dan menyebar secara perlahan-lahan (contoh: vaksin, uji tuberculin,
pemberian insulin).

3. ALAT
a. Spuit dan jarum berisi obat
b. Alkohol swab
c. Bengkok
d. Sarung tangan

4. PROSEDUR
a. Persiapan alat dan bahan yang diperlukan
b. Identifikasi klien dan jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan
c. Atur klien dalam posisi yang nyaman
d. Cuci tangan, memakai handscoon
e. Membebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian
f. Mendesinfeksi kulit pasien dengan alkohol swab
g. Mengangkat kulit sedikit dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri, kemudian
menusukkan jarum perlahan-lahan dengan lubang jarum menghadap keatas
h. Jarum dan permukaan kulit membentuk sudut 45°
i. Menarik pengisap sedikit untuk memastikan ada darah atau tidak, bila tidak ada darah,
masukkan obat perlahan-lahan sampai habis
j. Meletakkan kapas alkoholdiatas jarum kemudian menarik spuit dan jarum dengan cepat,
lakukan massage pada bekas tusukan
k. Merapikan alat
l. Melepas handscoon, cuci tangan

211
INJEKSI INTRACUTAN

1. DEFINISI

Pemberian obat dengan cara memasukkan obat kedalam jaringan dermis dibawah
epidermis kulit dengan menggunakan spuit.

2. TUJUAN
a. Memasukkan sejumlah toksin atau obat yang disimpan dibawah kulit untuk di absorbsi
b. Metode untuk tes diagnostik alergi atau adanya penyakit-penyakit tertentu
c. Tes tuberculin, tes alergi, vaksinasi, kadang-kadang untuk anastesi lokal.

3. ALAT
a. Spuit dan jarum berisi obat
b. Kapas alkohol
c. Bengkok
d. Handscoon

4. PROSEDUR
a. Persiapan alat dan bahan yang diperlukan
b. Identifikasi klien dan jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan
c. Atur klien dalam posisi yang nyaman
d. Cuci tangan, memakai handscoon
e. Membebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian
f. Mendesinfeksi kulit pasien dengan alkohol swab
g. Menegangkan kulit klien dengan tangan kiri, kemudian jarum ditusukkan perlahan-lahan
dengan lubang jarum menghadap ke atas
h. Jarum dan permukaan kulit membentuk sudut 15-20°
i. Memasukkan obat sampai terjadi gelembung berwarna putih pada kulit, lalu jarum
ditarik dengan cepat, tidak perlu ditutup dengan kapas alkohol, lingkari daerah sekitar
gelembung
j. Merapikan alat, melepas handscoon
k. Cuci tangan

212
INJEKSI INTRAMUSKULAR

1. DEFINISI

Injeksi melalui intramuskular adalah suatu cara pemberian obat melalui injeksi yang
diberikan dengan memasukkan obat kedalam otot.

2. TUJUAN
a. Agar obat di absorbsi dengan cepat
b. Untuk memasukkan obat dalam jumlah yang lebih besar dibanding obat yang diberikan
melalui subkutan
c. Absorbsi juga lebih cepat dibanding dengan pemberian obat secara subkutan karena lebih
banyaknya suplai darah di otot tubuh
d. Dapat pula mencegah/ mengurangi iritasi obat

3. ALAT
a. Spuit dan jarum berisi obat
b. Kapas alkohol
c. Bengkok
d. Handscoon

4. PROSEDUR
a. Persiapan alat dan bahan yang diperlukan
b. Identifikasi klien dan jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilaksanakan
c. Atur klien dalam posisi yang nyaman
d. Cuci tangan, memakai handscoon
e. Membebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian
f. Mendesinfeksi kulit pasien dengan alkohol swab
g. Menegangkan kulit dengan tangan kiri pada daerah bokong atau mengangkat otot pada
muskulus quadriceps femoris/ muskulus deltoid, kemudian memasukkan jarum kedalam
bokong tegak lurus dengan permukaan kulit sedalam ¾ sepanjang jarum dengan sudut
90°
h. Menarik pengisap sedikit/ aspirasi untuk melihat ada tidaknya darah pada spuit bila tidak
ada darah, maka masukkan obat secara perlahan-lahan
i. Setelah obat masuk seluruhnya, kulit daerah penusukan jarum ditekan dengan kapas
alkohol, jarum ditarik keluar dengan cepat, kemudian tempat penyuntikan di massage
j. Rapikan alat
k. Melepas handscoon dan cuci tangan

213
TEKNIK MENYUSUI

1. DEFINISI

Memberikan ASI kepada bayi dengan cara menyusukan bayinya kepada ibunya.

2. TUJUAN
a. Memenuhi kebutuhan tubuh akan zat makanan, cairan dan elektrolit
b. Mempererat hubungan batin antara ibu dan bayi
c. Meningkatkan daya tahan tubuh
d. Mencegah terjadinya infeksi

3. PROSEDUR
1) Cuci tangan
2) Posisi dan perlekatan menyusui
a. Ibu pasca operasi caesar
Bayi diletakkan disamping kepala ibu dengan kaki diatas
b. Menyusui bayi kembar
- Dilakukan dengan cara seperti memegang bola
- Kedua bayi disusui bersamaan, payudara kanan dan kiri
c. Pada ASI yang memancar penuh
- Bayi tengkurapkan diatas dada ibu
- Tangan ibu sedikit menahan kepala bayi, dengan posisi maka bayi tidak akan
tersedak
- Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari yang lain menopang
dibawah
- Bayi diberi rangsangan untuk membuka mulut (rooting reflex) dengan cara:
- Menyentuh pipi dengan puting susu
- Menyentuh sisi mulut bayi
- Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke
payudara ibu dengan puting serta areola dimasukkan kemulut bayi
- Usahakan sebagian besar areola dapat masuk kedalam mulut bayi, sehingga
puting susu berada dibawah penampungan ASI yang terletak dibawah areola
- Setelah bayi mulai mengisap, payudara tidak perlu dipegang atau disanggah
lagi.

214
WATER SEAL DRAINAGE (WSD)

A. Definisi
Merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,
pus) dari rongga pleura, rongga thorax, dan mediastinum dengan menggunkan pipa
penghubung
B. Tujuan
- Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorax
- Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
- Mengembangkan kembali paru yang kolaps
- Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
C. Persiapan pasien dan lingkungan
- Pasien dan keluarga diberikan penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
- Memasang sampiran
- Membebaskan pakaian pasien bagian atas
- Mengatur posisi setengah duduk atau sesuai kemampuan pasien
- Alat-alat didekatkan ke tempat tidur pasien
D. Prosedur Kerja
1. Cuci tangan
2. Pasang handscoon
3. Buka set bedah minor steril
4. Buka balutan dengan menggunakan pinset secara hati-hati, balutan kotor
dimasukkan ke dalam nierbekken
5. Desinfeksi luka dan selang dengan bethadin 10% kemudian dengan alkohol 70%
6. Tutup luka dengan kasa steril yang sudah dipotong tengahnya kemudian plester
7. Selang WSD diklem
8. Lepaskan sambungan antara selang WSD dengan selang botol
9. Bersihkan ujung selang WSD dengan alkohol 70% kemudian selang WSD
dihubungkan dengan selang penyambung botol WSD yang baru
10. Buka klem selang WSD
11. Anjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan bimbing pasien cara batuk efektif

215
12. Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak
pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
13. Rapikan pakaian pasien dan lingkungannya, kemudian membantu pasien dalam
posisi yang paling nyaman
14. Bersihkan alat-alat dan botol WSD yang kotor, kemudian di sterilisasi kembali
15. Buka handscoon
16. Cuci tangan
17. Tulis prosedur yang telah dilakukan pada catatan perawatan

216
BATUK EFEKTIF

a. Desinisi
Mengeluarkan sekret yang terakumulasi dan mengganggu disaluran nafas dengan cara
dibatukkan
b. Tujuan
- Membebaskan jalan nafas dari akumulasi sekret
- Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik lab.
- Mengurangi sesak nafas akibat akumulasi sekret
c. Indikasi
- Klien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi sekret
- Pemeriksaan diagnostik sputum di lab.
d. Prosedur kerja
1. Mengecek program terapi
2. Cuci tangan
3. Menyiapkan alat
4. Memberikan salam dan menjelasakan prosedur tindakan
5. Menanyakan persetujuan klien
6. Jaga privacy
7. Mempersiapkan pasien
8. Meminta pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam melalui hidung hingga
3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
9. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung pada
punggung)
10. Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
11. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat mulut, bibir
seperti meniup)
12. Meminta pasien merasakan mengempisnya abdomen dan kontraksi dari otot
13. Memasang perlak/ alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk atau didekat
mulut bila tidur miring)
14. Meminta pasien melakukan nafas dalam 2 kali, yang ke tiga :inspirasi, tahan nafas
dan batukkan dengan kuat
217
15. Menampung lender dalam sputum pot
16. Merapikan pasien
17. Melakukan evaluasi tindakan
18. Berpamitan dengan klien
19. Mencuci tangan
20. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawat

218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
KUMPULAN DIAGNOSIS KEPERAWATAN

BERSIHAN JALAN NAFAS TIDAK EFEKTIF

1. DEFINISI
Ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk
mempertahankan jalan napas paten (SDKI, 2017).
2. GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif
a. Dispnea
b. Sulit bicara
c. Ortopnea
2) Data Objektif
a. Batuk tidak efektif
b. Tidak mampu batuk
c. Sputum berlebih
d. Mengi, wheezing dan/ ronkhi kering
e. Mekonium di jalan nafas (pada neonatus)
f. Gelisah
g. Sianosis
h. Bunyi nafas menurun
i. Frekuensi dan pola nafas berubah

230
GANGGUAN PERTUKARAN GAS

1. DEFINISI
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/ atau eliminasi karbondioksida pada membran
alveolus-kapiler (SDKI, 2017).
2. GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif
a. Dispnea
b. Pusing
c. Penglihatan kabur

2) Data Objektif
a. PCO2 meningkat/ menurun
b. PO2 menurun
c. Takikardia
d. PH arteri meningkat/ menurun
e. Bunyi nafas tambahan
f. Sianosis
g. Diaforesis
h. Pernafasan cuping hidung
i. Pola nafas abnormal (cepat/ lambat, reguler/ ireguler, dalam/ dangkal)
j. Warna kulit abnormal (pucat, kebiruan)
k. Kesadaran menurun

231
GANGGUAN VENTILASI SPONTAN

1. DEFINISI
Penurunan cadangan energi yang mengakibatkan individu tidak mampu bernafas secara
adekuat (SDKI, 2017).
2. GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif
a. Dispnea
2) Data Objektif
a. Penggunaan otot bantu nafas meningkat
b. Volume tidal menurun
c. PCO2 meningkat
d. PO2 menurun
e. SaO2 menurun
f. Gelisah
g. Takikardi

232
POLA NAFAS TIDAK EFEKTIF

1. DEFINISI
Inspirasi dan/ atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat (SDKI, 2017).
2. GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif
a. Dispnea
b. Ortopnea

2) Data Objektif
a. Penggunaan otot bantu pernafasan
b. Fase ekspirasi memanjang
c. Pola nafas abnormal (takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kusmaul, cheyne stokes)
d. Pernafasan pursed-lip
e. Pernafasan cuping hidung
f. Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
g. Ventilasi semenit menurun
h. Tekanan ekspirasi dan inspirasi menurun
i. Ekskursi dada berubah

233
PENURUNAN CURAH JANTUNG

1. DEFINISI
Ketidakmampuan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh (SDKI, 2017).
2. GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif
a. Perubahan irama jantung : Palpitasi
b. Perubahan preload : Lelah
c. Perubahan afterload : Dispnea
d. Perubahan kontraktilitas :
- Paroxysmal noctural dyspnea (PND)
- Ortopnea
- Batuk
e. Perilaku/ emosional :
- Cemas
- Gelisah

2) Data Objektif
a. Perubahan irama jantung :
- Bradikardia/ takikardia
- Gambaran EKG aritmia/ atau gangguan konduksi
b. Perubahan preload :
- Edema
- Distensi vena jugularis
- Central venous pressure (CVP) meningkat/ menurun
- Hepatomegali
- Murmur jantung
- Berat badan bertambah
- Pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun
c. Perubahan afterload :
- Tekanan darah meningkat/ menurun
- Nadi perifer teraba lemah
- Capillary refil time > 3 detik
- Oliguria
- Warna kulit pucat dan/ atau sianosis
d. Perubahan kontraktilitas :
- Terdengar suara jantung S3 dan/ atau S4
- Ejection fraction (EF) menurun

234
DEFISIT NUTRISI

1. DEFINSI
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme (SDKI, 2017).
2. GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif
a. Cepat kenyang setelah makan
b. Kram/ nyeri abdomen
c. Nafsu makan menurun

2) Data Objektif
a. Bising usus hiperaktif
b. Otot pengunyah dan menelan lemah
c. Membran mukosa pucat
d. Sariawan
e. Serum albumin turun
f. Diare
g. Rambut rontok berlebihan

235
DIARE

1. DEFINISI

Pengeluaran feses yang sering, lunak dan tidak berbentuk (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Urgensi
b. Nyeri/ kram abdomen

2) Data Objektif
a. Defekasi lebih dari 3 kali dalam 24 jam
b. Feses lembek atau cair
c. Frekuensi peristaltik meningkat
d. Bising usus hiperaktif

236
DISFUNGSI MOTILITAS GASTROINTESTINAL

1. DEFINISI
Peningkatan, penurunan, tidak efektif atau kurangnya aktivitas peristaltik
gastrointestinal; (SDKI, 2017).
2. GEJALA DAN TANDA
1) Data subjektif
a. Mengungkapkan flatus tidak ada
b. Nyeri/ kram abdomen
c. Merasa mual

2) Data Objektif
a. Suara peristaltik berubah (tidak ada, hipoaktif, atau hiperaktif)
b. Residu lambung meningkat/ menurun
c. Muntah
d. Regurgitasi
e. Pengosongan lambung cepat
f. Distensi abdomen
g. Diare
h. Feses kering dan sulit keluar
i. Feses keras

237
HIPOVOLEMIA

1. DEFINISI

Penurunan volume cairan intravaskular. Interstisial, dan/ atau intraselular (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Merasa lemah
b. Mengeluh haus

2) Data Objektif
a. Frekuensi nadi meningkat
b. Nadi teraba lemah
c. Tekanan darah menurun
d. Tekanan nadi menyempit
e. Turgor kulit menurun
f. Membran mukosa kering
g. Volume urine menurun
h. Hematokrit meningkat
i. Pengisian vena menurun
j. Status mental berubah
k. Suhu tubuh meningkat
l. Konsentrasi urin meningkat
m. Berat badan turun tiba-tiba

238
KETIDAKSTABILAN KADAR GLUKOSA DARAH

1. DEFINISI

Variasi kadar glukosa darah naik/ turun dari rentang normal (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Hipoglokemia
- Mengantuk
- Pusing
- Palpitasi
- Mengeluh lapar
b. Hiperglikemia
- Lelah atau lesu
- Mulut kering
- Haus meningkat

2) Data Objektif
a. Hipoglikemia
- Gangguan koordinasi
- Kadar glukosa dalam darah/ urin rendah
- Gemetar
- Kesadaran menurun
- Perilaku aneh
- Sulit bicara
- Berkeringat
b. Hiperglikemia
- Kadar glukosa dalam darah/ urin tinggi
- Jumlah urin meningkat

239
OBESITAS

1. DEFINISI

Akumulasi lemak berlebih atau abnormal yang tidak sesuai dengan usia dan jenis
kelamin, serta melampaui kondisi berat badan lebih (overweight) (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Sering mengemil
b. Kurang berolahraga, aktivitas fisik harian
c. Konsumsi gula berlebihan

2) Data Objektif
a. IMT > 27 Kg/m3 (pada dewasa) atau lebih dari persentil ke 95 untuk usia dan jenis
kelamin (pada anak)
b. Tebal lipatan kulit trisep > 25 mm

240
GANGGUAN ELIMINASI URIN

1. DEFINISI

Disfungsi eliminasi urin (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Desakan berkemih (Urgensi)
b. Urin menetes (dribbling)
c. Sering buang air kecil
d. Nokturia
e. Mengompol
f. Enuresis

2) Data Objektif
a. Distensi kandung kemih
b. Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
c. Volume residu urin meningkat

241
KONSTIPASI

1. DEFINISI

Penurunan defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran feses sulit dan tidak tuntas
serta feses kering dan banyak (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data subjektif
a. Defekasi kurang dari 2 kali seminggu
b. Pengeluaran feses lama
c. Mengejan saat defekasi

2) Data Objektif
a. Feses keras
b. Peristaltik usus menurun
c. Distensi abdomen
d. Kelemahan umum
e. Teraba massa pada rektal

242
GANGGUAN MOBILITAS FISIK

1. DEFINISI

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (SDKI,
2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
b. Nyeri saat bergerak
c. Enggan melakukan pergerakan
d. Merasa cemas saat bergerak

2) Data Objektif
a. Kekuatan otot menurun
b. Rentang gerak (ROM) menurun
c. Sendi kaku
d. Gerakan tidak terkoordinasi
e. Gerakan terbatas
f. Fisik lemah

243
GANGGUAN POLA TIDUR

1. DEFINISI

Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Mengeluh sulit tidur
b. Mengeluh sering terjaga
c. Mengeluh tidak puas tidur
d. Mengeluh pola tidur berubah
e. Mengeluh istirahat tidak cukup
f. Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun

2) Data Objektif
-

244
INTOLERANSI AKTIVITAS

1. DEFINISI

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (SDKI, 2107).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Mengeluh lelah
b. Dispnea saat/ setelah aktivitas
c. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
d. Merasa lemah

2) Data Objektif
a. Frekuensi jantung meningkat > 20 % dari kondisi istirahat
b. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/ setelah aktivitas
c. Gambaran EKG menunjukkan iskemia
d. Sianosis

245
KELETIHAN

1. DEFINISI

Penurunan kapasitas kerja fisik dan mental yang tidak pulih dengan istirahat (SDKI,
2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Merasa energi tidak pulih walaupun telah tidur
b. Merasa kurang tenaga
c. Mengeluh lelah
d. Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung jawab
e. Libido menurun

2) Data Objektif
a. Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
b. Tampak lesu
c. Kebutuhan istirahat meningkat

246
GANGGUAN RASA NYAMAN

1. DEFINISI

Perasaan kurang senang, lega dan sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual,
lingkungan dan sosial (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Mengeluh tidak nyaman
b. Mengeluh sulit tidur
c. Tidak mampu rileks
d. Mengeluh kedinginan/ kepanasan
e. Merasa gatal
f. Mengeluh mual
g. Mengeluh lelah

2) Data Objektif
a. Gelisah
b. Menunjukkan gejala distres
c. Tampak merintih/ menangis
d. Pola eliminasi berubah
e. Postur tubuh berubah
f. Iritabilitas

247
NYERI AKUT

1. DEFINISI

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual
atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat
yang berlangsung kurang dari 3 bulan (SDKI, 2017).

2. GEJALA DAN TANDA


1) Data Subjektif
a. Mengeluh nyeri

2) Data Objektif
a. Tampak meringis
b. Bersikap protektif (waspada, posisi menghindari nyeri)
c. Gelisah
d. Frekuensi nadi meningkat
e. Sulit tidur
f. Tekanan darah meningkat
g. Pola nafas berubah
h. Proses berfikir terganggu
i. Menarik diri
j. Berfokus pada diri sendiri
k. Diaforesis

248
ANSIETAS

1. DEFINISI
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas dan
spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman (SDKI, 2017).
2. GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif
a. Merasa bingung
b. Merasa khawatir dengan akibat dan kondisi yang dihadapi
c. Sulit berkonsentrasi
d. Mengeluh pusing
e. Anoreksia
f. Palpitasi
g. Merasa tidak berdaya
2) Data Objektif
a. Tampak gelisah
b. Tampak tegang
c. Sulit tidur
d. Frekuensi nafas meningkat
e. Frekuensi nadi meningkat
f. Tekanan darah meningkat
g. Diaforesis
h. Tremor
i. Muka tampak pucat
j. Suara bergetar
k. Kontak mata buruk
l. Sering berkemih
m. Berorientasi pada masa lalu

249
HIPERTERMIA

1. DEFINISI
Suhu tubuh meningkat diatas rentang normal tubuh (SDKI, 2017).
2. GEJALA DAN TANDA
1) Data Subjektif
-
2) Data Objektif
a. Suhu tubuh diatas nilai normal
b. Kulit merah
c. Kejang
d. Takikardia
e. Takipnea
f. Kulit merasa hangat

250
HIPERVOLEMIA

1. Definisi
Peningkatan volume cairan inravaskuler, intersel dan atau intraseluler
2. Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif
- Ortopnea
- Dispnea
- Paroxysmal nocturnal dyspnea
b. Objektif
- Edema anasarka dan atau edema perifer
- Berat badan meningkat dalam waktu singkat
- Jugular Venous Pressur (JVP)
- Refleks hepatojugular positif
3. Gejala dan tanda minor
a. Subjektif :-
b. Objektif
- Distensi vena jugularis
- Terdengar suara napas
- Tambahan hepatomegali
- Kadar Hb/Ht turun
- Oliguria
- Intake lebih banyak dari output (balans cairan positif)
- Kongesti paru

251
RESIKO SYOK

1. Definisi
Berisiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat
mengakibatkan disfungs seluler yang mengancam jiwa.
2. Faktor resiko
- Hipoksemia
- Hipoksia
- Hipotensi
- Kekurangan volumen cairan
- Sepsis
- Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (Systemic Inflamasitory Respons Syndrome
(SIRS)

252
NYERI KRONIS

1. Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan reseptor jaringan aktual
atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berorientasi ringan hingga
berat dan konstan, yang berlangsung ebih dari 3 bulan.
2. Gejala dan tanda mayor dan minor
a. Subjektif
- Mengeluh nyeri
- Merasa depresi (tertekan)
- Merasa takut mengalami cedera berulang
b. Objektif
- Beresiko protektif (mis. Posisi menghindari nyeri)
- Waspada
- Pola tidur berubah
- Anoreksia
- Fokus menyempit
- Berfokus pada diri sendiri

253
RESIKO CEDERA

1. Definisi
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan seseorang tidak
lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik.
2. Faktor resiko
- Ketidaknormalan profil darah
- Perubahan orientasi afektif
- Perubahan sensasi
- Disfungsi biokimia
- Hipoksia jaringan
- Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
- Malnutrisi
- Perubahan fungsi psikomotor
- Perubahan fungsi kognitif

254
RESIKO JATUH

1. Definisi
Berisiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh
2. Faktor resiko
- Usia >65 Tahun (Pada dewasa) atau <2 tahun (pada anak)
- Riwayat jatuh
- Anggota gerak bawah prostesis (buatan)
- Penggunaan alat bantu berjalan
- Penurunan tingkat kesadaran
- Perubahan tingkat kognitif
- Lingkungan tidak aman (misal, licin, gelap, lingkungn asing)
- Kondisi pasca operasi
- Jipotensi ortostatik
- Perubahan kadar glukoa darah
- Anemia
- Kekuatan otot menurun
- Gangguan pendengaran
- Gangguan keseimbangan
- Gangguan penglihatan (misal. Katarak. Glaukoma, ablasia retina, neuritis)
- Neuropati
- Efek agen farmakologis (misal. Sedasi, alkohol, anastesi umum)

255
DAFTAR PUSTAKA

HIPGABI. Airway & Breathing Management. Makassar : Pelatihan Emergency Nursing-


Intermediate Level HIPGABI. 2013

PPNI. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi
3. Jakarta : DPP PPNI. 2017

Nurarif & Hardhi. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA
NIC-NOC, Edisi 1. Jogjakarta : Mediaction. 2015

Yosep, Iyus. Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Bandung : Refika-Aditama. 2011

Doenges. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Perencanaan dan Pendokumentasian.


Jakarta: EGC. 2000

Arief Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. 2000

Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta:
EGC. 2001

Swanburg, R.C. 2000. Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Terjemahan.


Jakarta: EGC.

Nursalam. 2015. Manajemen keperawatan aplikasi dalam praktek keperawatan professional


edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik.
Edisi 4 volume 1. Jakarta: EGC.

Suarli dan Bahtiar, Yanyan. 2010. Manajemen Keperawatan. Jakarta: Erlangga

Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Materi Pelatihan JCI, PATIENT SAFETY DAN BASIC LIFE SUPPORT (BLS). Makassar :
RSWS. 2016.

256

Anda mungkin juga menyukai