Anda di halaman 1dari 47

Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang geometri

(bentuk dan ukuran), jenis, sifat dan perilaku sungai dengan segala
aspek dan perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu. Dengan
demikian, morfologi sungai ini akan menyangkut juga sifat dinamik
sungai dan lingkungannya yang saling terkait.

Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang
dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:

 aliran laminer: jika air mengalir dengan lambat, partikel akan


bergerak ke dalam arah paralel terhadap saluran.
 aliran turbulen: jika kecepatan aliran berbeda pada bagian atas,
tengah, bawah, depan dan belakang dalam saluran, sebagai
akibat adanya perubahan friksi, yang mengakibatkan perubahan
gradien kecepatan. Kecepatan maksimum pada aliran turbulen
umunya terjadi pada kedalaman 1/3 dari permukaan air terhadap
kedalaman sungai.

Sungai
Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang,
dengan kecepatan berkisar antar 0,1–1,0 m/detik, serta sangat
dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola drainase. Pada perairan
sungai, biasanya terjadi pencampuran massa air secara menyeluruh
dan tidak terbentuk stratifikasi kolom air seperti pada perairan
lentik. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan
fenomena yang biasa terjadi di sungai sehingga kehidupan flora
dan fauna sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut.
Klasifikasi perairan sungai sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan perbedaan
suhu air, sedangkan klasifikasi perairan lotik justru dipengaruhi oleh kecepatan arus
atau pergerakan air, jenis sedimen dasar, erosi dan sedimentasi (Haslam, 1995).
Dalam pembahasan masalah sungai, terlebih dahulu perlu diperdalam
pengetahuan tentang komponen–komponen sungai. Komponen tersebut dalam
realitasnya berpengaruh terhadap segala sistem, mekanisme, dan proses yang berjalan di
sungai yang bersangkutan. Komponen–komponen tersebut dalam perkembangan sungai
saling berpengaruh dan saling terikat satu dengan yang lain membentuk sungai yang
bersangkutan. Komponen–komponen yang berpengaruh baik langsung maupun tidak
langsung terhadap sungai adalah diantaranya komponen hidrolik, komponen sedimen
dan morfologi, komponen ekologi dan komponen sosial sungai.

Komponen Hidrolik Sungai


Komponen hidrolik sungai meiputi berbagai hal yang berhubungan
dengan aliran air dan sedimen. Komponen hidrolik sungai yang dominan
misalnya debit aliran, kecepatan aliran, tinggi muka air, tekanan air,
turbulensi aliran makro memanjang sungai maupun melintang sungai,
distribusi kecepatan mikro pada lokasi–lokasi tertentu, gelombang sungai,
dan lain–lain. Komponen hidrolik ini tidak hanya aliran air yang mengalir pada
badan atau palung sungai dan bantaran banjir, namun juga aliran yang mengalir
di lapisan bawah dasar sungai.
Aliran air di sungai tidak diartikan hanya sebatas besarnya debit dan
tinggi muka air secara fisik saja, namun diartikan lebih luas menyangkut
keterkaitan antara debit dan tinggi muka air dan distribusi time series tinggi muka
air. Perubahan tinggi muka air sepanjang tahun sangat berpengaruh terhadap
keberadaan flora dan fauna terhadap habitat sungai berupa formasi sedimen yang
terangkut maupun yang terendapkan, hal ini selanjutnya akan berpengaruh
terhadap ekosistem sungai yang bersangkutan.
Komponen hidrolik yang sangat penting di daerah muara termasuk daerah–
daerah yang masih terpengaruh air laut adalah pasang surut. Pengaruh hidrolik air
asin dan sekaligus pasang atau surut dapat menyediakan diversifikasi hidrolik
sepanjang sungai. Di samping itu juga berpengaruh terhadap diversifikasi kadar
garam (salinitas) yang tentu saja akan berpengaruh terhadap habitat di sekitar muara
sungai tersebut. Komposisi pasang surut dan komposisi salinitas sangat berperan
dalam pembentukan jenis dan jumlah flora dan fauna di sungai yang bersangkutan.
Komponen hidrolik lainnya yang penting sebagai base flow air sungai adalah
mata air sepanjang sungai. Mata air sepanjang sungai ini pada umumnya jumahnya
sangat banyak, baik yang berukuran mikro (Q < 1 l/dt), meso (1 l/dt < Q < 10 l/dt),
maupun makro (Q > 10 l/dt). Pemahaman masyarakat bahwa sumber air sungai
berasal dari sumber mata air tertentu di daerah hulu perlu dikoreksi. Sebetulnya debit
air sungai selain berasal dari run off dari kedua sisi daerah aliran sungai, juga berasal
dari mata air di kedua sisi sungai baik di hulu, tengah , maupun di hilir (Maryono,
2005).

Komponen Sedimen dan Morfologi Sungai


Komponen sedimen yang dimaksud adalah sedimen dasar (bed load) dan
sedimen tersuspensi (suspended load), namun dalam eko–hidrolik yang dimaksud
dengan sedimen tidak hanya sedimen anorganik, namun juga sedimen organik, karena
sebenarnya semua yang terlarut dan mengalir dalam aliran air sungai terkait langsung
dengan penyediaan substrat makanan untuk ekologi sungai.
Sedimen anorganik misalnya lumpur, pasir, kerikil, dan batu. Dan sedimen
organik adalah serasah daun yang sedang dan telah membusuk, kayu–kayuan yang
ikut terbawa hanyut, humus yang terlarut, serta mikroorganisme, benthos, dan
plankton yang terbawa aliran air. Sedimen terlarut ini akan berpengaruh besar pada
hidrolika aliran air. Karena dengan sedimen ini dimungkinkan tumbuh dan
berkembangnya sebagai jenis flora dan fauna disepanjang sungai, sedang flora dan
fauna sepanjang sungai tersebut dapat mempengaruhi morfologi dan aliran sungai.
Sedimen anorganik berupa batu–batu besar akan bergerak sangat pelan ke arah hilir.
Sedimen berupa batuan besar dengan ukuran lebih dari 20 cm akan menjadi tempat
kehidupan yang baik bagi flora dan fauna. Batuan kecil berukuran kurang dari 20 cm
akan menjadi tempat persembunyian ikan dan fauna akuatik lainnya jika ada banjir,
peningkatan kecepatan air, atau kenaikan suhu udara.
Komponen sedimen berinteraksi langsung dengan komponen morfologi
sungai. Sedimen yang terangkut akan mengalir menyusuri sungai dari hulu hingga
hilir. Sedimen akan mengendap di berbagai tempat sesuai dengan kondisi dan situasi
hidrolik, geologi, geografi, dan ekologi setempat. Pengendapan sedimen anorganik
sungai akan membentuk berbagai komponen morfologi sungai, misalnya riffle, dune,
antidune, bar, pulau, meander, dan lain–lain. Sedang sedimen organik berupa
dedaunan akan terbawa aliran dan akan terendapkan di berbagai tempat, membusuk
setelah mencapai jarak dan lama tertentu, menjadi makanan bagi fauna sungai.
Sedimen terangkut berupa biji–bijian, spora, tunas, dan lain–lain akan menyebar ke
sepanjang sungai dan tumbuh sesuai dengan lokasi dan kondisi masing–masing. Kayu–
kayuan yang tersangkut dipinggir sungai dapat menjadi tempat hidup fauna dan
tempat bertelur berbagai macam hewan air atau sekedar lapuk menjadi makanan fauna
air (Maryono, 2005).

2.3 Komponen Ekologi Sungai


Komponen ekologi sungai adalah segala komponen biotik yang hidup di
sungai, baik makhluk hidup yang bergerak secara aktif contohnya ikan, maupun
makhluk hidup yang tidak dapat bergerak atau berpindah contohnya tumbuhan.
Komponen ekologi sungai (sebagai contoh di Jawa adalah Sungai Gajahwong di
Yogyakarta) dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Flora dan fauna yang disebutkan dalam tabel tersebut kehidupannya sangat
tergantung dengan keberadaan sungai yang menjadi habitatnya. Berbagai organisme
tersebut hidup pada berbagai tempat atau bagian dari sungai. Misalnya berbagai jenis
pohon bambu hidup di pinggir sungai, namun pohon mahoni lebih banyak ditemukan
di bagian luar sempadan sungai.
Komponen Sosial Sungai
Komponen sosial sangat berpengaruh terhadap sungai, baik hidrolik, sedimen,
dan morfologi sungai, kualitas air sungai, dan ekologi flora dan fauna sungai. Sebagai
contoh yang paling mudah dipahami adalah bahwa kualitas air sungai dipengaruhi
oleh sejauh mana kesadaran dan persepsi masyarakat terhadap sungai. Jika kesadaran
masyarakat akan fungsi sungai secara komprehensif cukup tinggi, maka kualitas air
sungai akan membaik. Hal ini terjadi karena dengan meningkatnya kesadaran dan
cara berpikir masyarakat tentang sungai, maka masyarakat tidak akan membuang
sampah dan limbah begitu saja ke sungai.
Jika persepsi masyarakat tentang vegetasi pinggir sungai baik, dalam arti
masyarakat mengerti manfaat vegetasi untuk sungai sendiri maupun untuk berbagai
fauna yang hidup di sepanjang sungai, maka masyarakat akan dapat menangguhkan
pembangunan talud sungai dan memelihara vegetasi sungai tersebut. Jika kesadaran
dan pengeetahuan masyarakat tentang sungai rendah maka pembangunan talud akan
berjalan cepat, sehingga morfologi sungai berubah total.

Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu
hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit)
yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta
mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau
danau.
DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik
serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan
inflow dan outflow dari material dan energi .
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air,
wilayah sungai merupakan gabungan dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS).
Sedangkan sistem alur sungai (gabungan antara alur badan sungai dan alur sempadan
sungai) merupakan sistem river basin yang membagi DAS menjadi beberapa sub-
DAS yang lebih kecil. Oleh karenanya segala perubahan yang terjadi di DAS akan
berakibat pada alur sungai. Areal DAS meliputi seluruh alur sungai ditambah areal
dimana setiap hujan yang akan jatuh di areal tersebut mengalir ke sungai yang
bersangkutan. Alur sempadan sungai didefinisikan sebagai alur pinggir kanan dan kiri
sungai yang terdiri dari bantaran banjir, bantaran longsor, bantaran ekologi, serta
bantaran keamanan.
Suatu DAS terdiri atas dua bagian utama, yaitu daerah tadahan (catchment
area) yang membentuk daerah hulu atau daerah kepala sungai, dan daerah penyaluran
air yang berada di bawah daerah tadahan. Daerah penyaluran air dapat dibagi menjadi
dua daerah, yaitu daerah tengah dan daerah hilir.
Daerah tadahan merupakan daerah sumber air bagi DAS yang bersangkutan,
sedang daerah penyaluran air berfungsi untuk menyalurkan air turah (excess water)
dari sumber air ke daerah penampungan air, yang berada di sebelah bawah DAS. Daerah
penampungan air dapat berupa danau atau laut. Dilihat dari segi hidrologi, DAS
merupakan suatu kesatuan hidrologi yang bulat atau utuh. DAS menjadi bagian dari
sistem darat.

Pada pengelolaannya, DAS dipandang sebagai suatu kesatuan sumber daya


darat. Pengelolaan sumberdaya berpokok pada hubungan antara kebutuhan manusia
dan ketersediaan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan itu. Pengelolaan
diperlukan, baik apabila ketersediaan sumberdaya tidak mencukupi untuk memenuhi
seluruh kebutuhan, maupun jika ketersediaannya melimpah. Pada kejadian pertama,
tujuan pengelolaan ialah mendapatkan manfaat sebaik-baiknya, yang dengan kata
lain, memilih peruntukan yang dapat memberikan imbalan yang paling berharga.
Harga imbalan dapat dipertimbangkan menurut ukuran fisik, teknik, ekonomi, sosial-
budaya maupun keamanan-kemantapan nasional. Hal ini disesuaikan dengan garis
kebijakan nasional. Pada kejadian kedua, tujuan pengelolaan adalah mencegah
pemborosan.
Penghijauan merupakan salah satu tindakan dalam pengelolaan DAS sebagai
sumberdaya darat. Penghijauan perlu dikaitkan dengan tindakan-tindakan lain yang
relevan untuk memperoleh hasil yang memadai. Penghijauan beserta tindakan-
tindakan penunjang atau pelengkapnya pada asasnya bertujuan mengatur atau
mengendalikan “status quo’’ DAS ke arah yang dikehendaki, atau untuk mencegah
“status quo” beralih ke arah yang tidak dikehendaki (Maryono, 2005).

Klasifikasi sungai menurut Kern


Klasifikasi Sungai Nama Lebar Sungai
Sungai Kecil Kali kecil dari suatu mata air <1m
Kali kecil 1-10
Sungai Menengah Sungai kecil m
10-20
Sungai 20-40
menengah 40-80
Sungai besar Sungai besar 80-220
Sungai m
Bengawan
>220
m

Klasifikasi Menurut Heinrich & Hergt (1999)


Meurut Heinrich & Hergt sungai dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Tabel 2.3)
:
Tabel 2.3 Klasifikasi sungai menurut Heinrich &
Hergt
Nama Luas DAS Lebar Sungai
Kali kecil dari suatu mata air 0-2 km² 0-1 m
Kali kecil 2-50 km² 1-3 m
Sungai kecil 50-300 km² 3-10 m
Sungai besar >300 km² >10 m
Klasifikasi Menurut Helfrich et al. (dalam Heinrich & Hergt, 1998)
Sungai kecil disebut juga dalam bahasa inggris brooks, branceches, creeks,
forks, dan runs, tergantung bahasa lokal masing-masing daerah yang ada. Semuanya
berarti sungai kecil. Sedang terminology yang membedakan antara sungai kecil
(stream) dan sungai besar (river) hanya tergantung kepada pemberi nama pada
pertama kalinya. Selanjutnya sungai kecil didefinisikan sebagai air dangkal yang
mengalir di suatu daerah dengan lebar aliran tidak lebih dari 40 m pada muka air
normal. Sedang kondisi yang lebih besar dari sungai kecil ini disebut sungai atau
sungai besar.

Klasifikasi Menurut Leopold et al. (1964)


Leopold et al. (1964) mengklasifikasikan sungai kecil dan sungai atau sungai
besar berdasarkan lebar sungai, tinggi sungai, kecepatan aliran sungai, dan debit
sungai. Ini terlihat jika lebar sungai cukup besar tapi debit air kecil maka sungai
tersebut merupakan sungai kecil. Sedangkan sebaliknya jika lebar sungai tidak terlalu
besar namun debitnya besar maka biasanya disebut sebagai sungai atau sungai besar,
karena kedalaman maupun kecepatan aliran sungai tersebut besar.
Untuk penggunaan di Indonesia, dimana ditemukan jenis sungai dengan
berbagai variasi lebar dan kedalaman serta debit alirannya, maka klasifikasi menurut
Leopold et al. (1964) ini sangat cocok. Selanjutnya dapat diperdetail dengan
klasifikasi menurut Kern (1994).
Disamping klasifikasi tersebut ada klasifikasi berdasarkan orde sungai, misalnya
sungai paling kecil di hulu dalam suatu DAS disebut sungai orde 1. Pertemuan
sungai orde 1 menghasilkan sungai orde 2, selanjutnya pertemuan antara sungai orde 2
menghasilkan sungai orde 3, dan seterusnya. Sementara pertemuan antara sungai
dengan orde yang berbeda tidak menghasilkan orde sungai berikutnya, namun tetap
menjadi sungai orde terbesar dari kedua sungai yang bertemu tersebut. Klasifikasi ini
tidak selalu dikaitkan dengan besar-kecilnya, lebar-sempitnya, atau dalam-dangkalnya
suatu sungai

Pengertian pembagian sungai menjadi besar, sedang, dan kecil ini penting
kaitannya dengan penelaahan sifat-sifat sungai pada umumnya. Sungai-sungai kecil
akan mempunyai karakteristik yang hampir sama, demikian juga sungai sedang dan
sungai besar. Perkembangan terakhir dalam teknik sungai kaitannya dengan ekologi,
semakin banyak ahli sungai yang memfokuskan penelitian pada sungai-sungai kecil.
Sungai sebagai komponen utama DAS mempunyai beberapa definisi yaitu:
a) Sungai atau aliran sungai adalah suatu jumlah air yang mengalir sepanjang
lintasan di darat menuju ke laut sehingga sungai merupakan suatu lintasan di
mana air yang berasal dari hulu bergabung dan menuju ke satu arah yaitu hilir
(muara);
b) Sungai merupakan suatu tempat kehidupan perairan yang membelah daratan.
Sungai merupakan bagian siklus hidrologi yang terdiri dari beberapa proses
yaitu evaporasi/penguapan air, kondensasi, dan presipitasi.
Berdasarkan siklus hidrologi, diketahui bahwa jumlah air tawar yang ada di bumi
mencapai 1.384.120.000 km3, tetapi yang tersedia untuk kehidupan hanya
0,14% atau ± 193 juta km3, dimana 50% dari jumlah tersebut berada di danau dan
2,75 juta km3 berada di sungai (Haslam, 1992)
Pengaruh Kegiatan Manusia Terhadap Kualitas Sungai.
Kualitas sungai merupakan indikator kondisi sungai apakah masih dalam keadaan baik atau
tercemar. Pencemaran sungai didefinisikan sebagai perubahan kualitas suatu perairan
akibat kegiatan manusia, yang pada gilirannya akan mengganggu kehidupan manusia
itu sendiri ataupun makhluk hidup lainnya. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh
senyawa yang masuk ke aliran sungai yang bergerak ke hilir bersama aliran air atau tersimpan
di dasar, berakumulasi (khususnya pada endapan) dan suatu saat dapat juga terjadi
pencuciaan atau pengenceran. Senyawa tersebut (utamanya yang beracun) berakumulasi dan
menjadi suatu konsentrasi tertentu yang berbahaya bagi mata rantai kehidupan (Miller, 1991

Menurut Miller (1991) terdapat 2 bentuk pencemar, yaitu :


1. Point Sources; merupakan sumber pencemar yang membuang efluen (limbah
cair) melalui pipa, selokan atau saluran air kotor ke dalam badan air pada
lokasi tertentu. Misalnya pabrik, tempat-tempat pengolahan limbah cair (yang
menghilangkan sebagian tapi tidak seluruh zat pencemar), tempat-tempat
penambangan yang aktif dan lain-lain. Karena lokasinya yang spesifik,
sumber-sumber ini relatif lebih mudah diidentifikasi, dimonitor dan dikenakan
peraturan-peraturan.
2. Non-point sources; terdiri dari banyak sumber yang tersebar yang membuang
efluen, baik ke dalam badan air maupun air tanah pada suatu daerah yang
luas. Contohnya adalah limpasan air dari ladang-ladang pertanian, peternakan,
lokasi pembangunan, tempat parkir dan jalan raya. Pengendaliaan sumber
pencemar ini cukup sulit dan membutuhkan biaya yang tinggi untuk
mengidentifikasi dan mengendalikan sumber-sumber pencemar yang tersebar
tersebut. Oleh kerena itu, dibutuhkan suatu pendekatan terpadu dengan
penekanan pada pencegahan pencemar. Pencegahan tersebut dapat dilakukan
salah satunya melalui penataan ruang yang baik.
Beberapa jenis kegiatan utama yang menimbulkan pencemaran sungai antara lain :
1. Kegiatan domestik; termasuk didalamnya kegiatan kesehatan (rumah sakit)
dan food additivies (seperti bahan pengawet makanan) serta kegiatan-kegiatan
yang berasal dari lingkungan pemukiman baik di daerah perkotaan maupun
pedesaan. Efluen yang biasa dibuang biasanya berupa pencemar organik, tapi
juga dapat berupa senyawa anorganik, logam, garam-garaman (seperti
deterjen) yang cukup berbahaya karena bersifat patogen.
2. Kegiatan industri; mempunyai banyak sekali variasi; bisa berupa efluen
organik (dari pabrik makanan dan dapat juga dari industri minyak dan
pertrokimia). Sedangkan efluen anorganik dihasilkan oleh pabrik-pabrik baja,
mobil atau industri berat lainnya; partikel dan debu dapat dihasilkan oleh
kegiatan industri pertambangan. Bisa juga berupa pencemaran panas,
misalnya dari pembangkit tenaga listrik.

3. Kegiatan pertanian; terutama akibat penambahan pupuk dan pembasmi hama,


dimana senyawa-senyawa yang terdapat di dalamnya tidak mudah terurai
walaupun dalam jumlah yang sedikit, tetapi justru aktif pada konsentrasi
rendah. Selain itu, sedimen termasuk pencemaran yang cukup besar ketika
terjadi penebangan pohon-pohonan, pembuatan parit-parit, perambahan hutan
dan lain-lain. Belum lagi, efluen organik yang dihasilkan oleh peternakan
dapat menyebabkan pencemaran yang cukup serius.
Selain itu, banyak masyarakat di sepanjang sungai mendirikan bangunan di
atas tanah bantaran sungai maupun di atas sepadan (tanah setelah bantaran sungai).
Kondisi demikian ini menyebabkan kondisi sungai sudah tidak alami dan sering
menimbulkan bencana tanah longsor. Yang lebih memprihatinkan lagi, juga terjadi pada
para pengembang yang membangun perumahan di bantaran sungai. Anehnya lagi
setiap ditegur, mereka bisa menunjukkan sertifikat. Sehingga tidak bisa berbuat apa-apa.
Maka untuk menata kawasan sungai diperlukan peraturan yang jelas dan permanen.
Fungsi Sebagai Saluran Irigasi

Dalam perencanaan pembangunan irigasi teknis, sungai yang ada dapat


dipakai sebagai saluran irigasi teknis, jika dari segi teknis memungkinkan
Kehilangan air disaluran dengan menggunakan sungai kecil lebih kecil daripada
menggunakan saluran tanah buatan, karena pada umumnya porositas sungai relatif
rendah mengingat adanya kandungan lumpur dan sedimen gradasi relatif kecil.

Kaitannya dengan ekologi, perlu dipertimbangkan besarnya debit suplai air


di sungai. Sejauh mungkin tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan
flora dan fauna sungai yang bersangkutan. Jika pada
pengambilan air dengan menggunakan bendung, harus diperhitungkan
jumlah debit air minimum yang harus tersedia di sungai bagian hilir bendung agar
kehidupan ekologi sungai masih dapat berlangsung, demikian pula pada
penggunaan sungai untuk saluran irigasi harus dipertimbangkan besarnya debit
tambahan maksimum yang masih dapat ditolelir, baik bagi hidrolik maupun
bagi ekologi sungai tersebut.
Penelitian tentang debit air minimum dan debit air maksimum di suatu
sungai kaitannya dengan ekologi sungai dewasa ini sedang berjalan relatif
intensif. Hasil- hasil penelitian ini belum banyak dilaporkan dalam temu
ilmiah. Penelitian yang dilakukan oleh Schera (1999) mengenai “mindess
Wassermenge” (“Debit Air Minum”) dapat dijadikan sebagai langkah awal
penelitian-penelitian selanjutnya (Maryono, 2005).
Fungsi Ekologi

Sungai mempunyai fungsi vital kaitannya dengan ekologi. Sungai dan


bantarannya biasanya merupakan habitat yang sangat kaya akan flora dan fauna
sekaligus sebagai barometer kondisi ekologi daerah tersebut. Sungai yang masih
alamiah dapat berfungsi sebagai aerasi alamiah yang akan meningkatkan atau
menjaga kandungan oksigen air sungai.
Komponen ekologi sungai adalah vegetasi daerah badan, tebing, dan bantaran sungai. Pada
sungai sering juga ditemui sisa-sisa vegetasi misalnya kayu mati yang posisinya melintang
atau miring di sungai. Kayu mati ini pada sungai kecil dan menengah menunjukkan fungsi
hidrolik maupun ekologi yang berarti (Scherle, 1999; Kern, 1994) . Disamping itu juga
terjadi terjunan-terjunan kecil yang dapat meningkatkan kandungan oksigen dalam air.
Kondisi fisik yang demikian ini

merupakan habitat yang cocok untuk flora dan fauna suatu sungai,
sekaligus berfungsi sebagai retensi aliran air.
Pemeliharaan Sungai
Sungai dan ekosistem yang ada disekitarnya merupakan
sebuah kekayaaan hayati yang tidak ternilai harganya. Tidak hanya
untuk diberdayakan bagi generasi saat ini, tapi juga untuk dapat terus
dinikmati oleh generasi yang akan datang. Mengingat hal tersebut,
pemeliharaan sungai merupakan suatu aktivitas yang mutlak mendapat
perhatian dari berbagai pihak. Yang dimaksud dengan pemeliharaan
sungai adalah segala usaha yang bertujuan untuk menjaga kelestarian
fungsi sungai. Pemeliharaan tersebut meliputi
pemeliharaan sungai itu sendiri, misalnya
penggerukan dasar sungai atau muara sungai sebagi akibat dari
pendangkalan sungai karena pembuangan sampah ke sungai dan juga
pemeliharaan bangunan – bangunan dalam rangka perbaikan dan
pengaturan sungai seperti tanggul/talut dan perkuatan tebing sungai.
Sungai perlu dipelihara agar keasliannya tetap terjaga karena tidak
hanya untuk memberdayakan bagi generasi saat ini saja, tapi juga
untuk dapat terus dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Pengelolaan Sungai
Pengelolaan sungai yang dimaksudkan disini adalah segala
usaha yang dilaksanakan untuk memanfaaatkan potensi sungai,
memelihara fungsi sungai dan mencegah terjadi bencana yang dapat
ditimbulkan oleh sungai.
Dengan demikian pengelolaan sungai luas sekali dan diantaranya dapat
disebutkan :
1. Perbaikan dan pengaturan sungai
2. Pengoperasian bangunan-bangunan sungai
3. Pengendalian administratif seperti pembatasan atau
pelarangan atas kegiatan- kegiatan yang dapat memberikan
dampak negatif terhadap fungsi sungai.
4. Pemberian izin atas pemanfaatan air sungai.
5. Pemberian tanda batas-batas daerah sepanjang sungai.
Dalam melaksanakan pengelolaan sungai, langkah-langkah yang tepat
perlu dilaksanakan sehingga dicapai fungsi dan manfaat sungai sebagai
milik umum, menjamin kesejahteraan umum, pelestarian dan
Jenis sungai menurut alirannya dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu :
1) Aliran Permanen
Aliran permanen yaitu aliran sungai yang tetap sepanjang tahun. Hal
ini disebabkan sebagai berikut :
(1) hujan yang turun sepanjang tahun di daerah hulu
(2) hutan yang masih lebat di daerah hulu
(3) mata airnya berasal dari salju abadi.
Contoh : sungai-sungai di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya
2) Aliran Periodik
Aliran periodik yaitu aliran sungai yan tidak tetap sepanjang tahun.
Aliran periodik ini pada musimkemarau kering dan pada musim
penghujan kadang-kadang banjir.
Contoh sungai-sungai di Jawa dan Nusa Tenggara.
Adanya banjir tersebut dipengaruhi juga oleh hal-hal sebagai berikut :
1. lebat dan lamanya turun hujan di daerah aliran sungai
2. morfologi daerah/bentuk permukaan tanah
3. lebat dan tidaknya tumbuh-tubuhan di daerah tersebut
4. ada atau tidaknya daun-daun sebagai akumulasi air.
Tipe-tipe Sungai
1. Sungai konsekuen longitudinal, ialah sungai yang alirannya sejajar
dengan antiklinal.
2. Sungai konsekuen lateral, ialah sungai yang alirannya menuruni lereng-
lereng asli dari permukaan tanah seperti dome block mountain atau
dataran yang baru terangkat.
3. Sungai subsekuen (strike river), ialah sungai yang tegak lrus dengan
sungai konsekuen.
4. Sungai insekuen, ialah sungai yan gterjadinya tidak ditentukan oleh
sebab-sebab yang nyata. Sungai ini mengalirnya tidak mengikuti batuan
atau lereng, tetapi mengalir dengan arah yan tidak tentu, sehingga
terjadi pola aliran yang dendritik (menyebar).
5. Sungai resekuen, ialah sungai yang mengalir mengikuti batuan, tetapi
arahnya sesuai dengan sungai konsekuen yang asli.
6. Sungai obsekuen, ialah sungai yang mempunyai arah aliran berlawanan
dengan sungai konsekuen.
7. Sungai gabungan (compound river), ialah sungai yang membawa air dari
daerah yang berlawanan geomorfologinya.
8. Sungai komposit, ialah sungai yang mengangkut air dari daerah yang
berlainan struktur geologinya.
9. Sungai anteseden, ialah sungai yang kekuatan erosi ke dalamnya dapat
mengimbangi pengangkatan daerah.
10. 10)Sungai reserved, ialah sungai yang kekuatan erosi ke dalamya tidak
mampu mengimbangi pengangkatan daerah, sehingga arah alran sungai
ini berbelok menuju ke tempat lain yang lebih rendah.
11. 11)Sungai anaklinal, ialah sungai yang mengalir pada permukaa yang
secara lambat terangkat dan arah pengangkatan itu berlawanan dengan
arah arus sungai.
12. 12)Sungai superimposed, ialah sungai yang mengalir pada lapisan
sedimen yang datar yang menutupi lapisan batuan bawahnya.
Pola aliran sungai

1. Pola dendritik, pola aliran sungai yang anak-anak sungainya


bermuara pada sungai induk secara tidak teratur. Tempat
pertemuan anak-anak sungai dengan induk ada yang berbentuk
sudut lancip dan tumpul. Pola aliran ini terdapat di daerah yang
batuannya homogen dan lerengnya tidak begitu terjal.
2. Pola trelis, pola aliran sungai yang sungai-sungai induknya hampir
sejajar dan anak-anak sungainya juga hampir sejajar. Anak-anak
sungai ini hampir membentuk sudut 900 dengan sungai induknya.
3. Pola rectanguler, pola aliran sungai yang terdapat di daerah yang
terstruktur patahan. Aliran air pada pola ini membentuk sudut siku-
siku.
4. Pola radial sentrifugal, suatu pola aliran sungai yang arahnya
menyebar. Pola aliran ini terdapat di kerucut gunung berapi atau
dome yang berstadium muda. Pola aliran ini umumnya menuruni
lereng-lereng pegununungan.
5. Pola radial sentripetal, pola aliran sungai yang arah alirannya
menuju pusat. Pola aliran ini terdapat di daerah cekungan.
6. Pola paralel, pola aliran sungai yang arah alirannya hampir sejajar
antara sungai yang satu dengan yang lain. Tempat pertemuan anak-
anak sungai dengan sungai induknya berbentuk sudut lancip. Pola
aliran ini terdapat di daerah perbukitan dengan lereng yang terjal.
POLA ALIRAN KETERANGAN GAMBAR
Dendritik pola aliran yang tidak teratur, bentuknya seperti akar
pohon, biasa terdapat di daerah dataran atau dataran
pantai. terdapat juga di dataran tinggi atau plateau.
Trelis pola aliran menyirip seperti daun dan anak-anak
sungainya membentuk sudut siku-siku terhadap induk
sungai, biasa terdapat di daerah pegunungan lipatan
Rectangular pola aliran menyirip seperti daun dan anak-anak
sungainya membentuk sudut siku-siku terhadap induk
sungai, biasa terdapat di daerah pegunungan patahan
Pinnate poal aliran sungai yang anak-anak sungainya
membentuk sudut lancip
Radial Sentrifugal l pola aliran yang menyebar meninggalkan pusat,
terdapat di daerah gunung yang berbentuk kerucut.
Radial Sentripetal pola aliran yang mengumpul menuju pusat, terdapat
didaerah cekungan
Anular pola aliran melingkar didaerah dome atau perbukitan
Arti pentingnya sungai bagi kehidupan
1) Irigasi/pengairan sawah
2) Penangkapan ikan air tawar
3) Pembangkit tenaga listrik
4) Hubungan lalu lintas
5) Olah raga
Bentuk Komponen Bio-fisik Sungai
meliputi: (1) bentuk struktur sungai, (2) lingkungan fisik sungai, dan (3)
spesifik vegetasinya; sedangkan telaah lebih jauh (analisis dan pembahasan)
dititik bertakan untuk mengungkap peranan fungsi bantaran sungai, dalam
kaitannya dengan peranan fungsi jasa bio-hidrologis.

Bentuk Struktur dan Karakteristik Lingkungan Sungai


A. Struktur Sungai
Menurut Forman dan Gordon (1983), morfologi pada hakekatnya meru-
pakan bentuk luar, yang secara rinci digambarkan sebagai berikut;

A B C B A

F
D

E
E
Gambar-1. Bentuk Morfologi Sungai
(dimodifikasi)

Keterangan :
Keterangan :
A = Bantaran sungai. B = tebing/jering sungai. C = badan sungai. D = batas tinggi
air semu.
E = dasar sungai. F = vegetasi riparian
Lebih jauh Forman (1983), menyebutkan bahwa bagian dari
bentuk luar sungai secara rinci dapat dipelajari melalui bagian-bagian dari
sungai, yang sering disebut dengan istilah struktur sungai. Struktur sungai
dapat dilihat dari tepian aliran sungai (tanggul sungai), alur sungai, bantaran
sungai dan tebing sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut:

1. Alur dan Tanggul Sungai


Alur sungai (Forman & Gordon, 1983; dan Let, 1985), adalah bagian
dari muka bumi yang selalu berisi air yang mengalir yang bersumber dari
aliran limpasan, aliran sub surface run-off, mata air dan air bawah tanah
(base flow). Lebih jauh Sandy (1985) menyatakan bahwa alur sungai
dibatasi oleh bantuan keras, dan berfungsi sebagai tanggul sungai.

2. Dasar dan Gradien sungai


Forman dan Gordon (1983), menyebutkan bahwa dasar sungai
sangat bervariasi, dan sering mencerminkan batuan dasar yang keras.
Jarang ditemukan bagian yang rata, kadangkala bentuknya bergelombang,
landai atau dari bentuk keduanya; sering terendapkan matrial yang terbawa
oleh aliran sungai (endapan lumpur). Tebal tipisnya dasar sungai sangat
dipengaruhi oleh batuan dasarnya.
Dasar sungai dari hulu ke hilir memperlihatkan perbedaan tinggi
(elevasi), dan pada jarak tertentu atau keseluruhan sering disebut dengan
istilah “gradien sungai” yang memberikan gambaran berapa presen rataan
kelerengan sungai dari bagian hulu kebagian hilir. Besaran nilai gradien
berpengaruh besar terhadap laju aliran air.
3. Bantaran sungai
Forman dan Gordon (1983) menyebutkan bahwa bantaran sungai
merupakan bagian dari struktur sungai yang sangat rawan. Terletak antara
badan sungai dengan tanggul sungai, mulai dari tebing sungai hingga bagian
yang datar. Peranan fungsinya cukup efektif sebagai penyaring (filter)
nutrien, menghambat aliran permukaan dan pengendali besaran laju erosi.
Bantaran sungai merupakan habitat tetumbuhan yang spesifik (vegetasi
riparian), yaitu tetumbuhan yang komunitasnya tertentu mampu
mengendalikan air pada saat musim penghujan dan kemarau.

4. Tebing sungai
Bentang alam yang menghubungkan antara dasar sungai
dengan tanggul sungai disebut dengan “tebing sungai”. Tebing sungai
umumnya membentuk lereng atau sudut lereng, yang sangat tergantung
dari bentuk medannya. Semakin terjal akan semakin besar sudut lereng yang
terbentuk. Tebing sungai merupakan habitat dari komunitas vegetasi riparian,
kadangkala sangat rawan longsor karena batuan dasarnya sering berbentuk
cadas.
Sandy (1985), menyebutkan apabila ditelusuri secara cermat maka akan dapat
diketahui hubungan antara lereng tebing dengan pola aliran sungai
B. Kerapatan sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti yang dikemukan Sandy
(1985) adalah bagian dari muka bumi yang dibatasi oleh topografi dan
semua air yang jatuh mengalir kedalam sungai, dan keluar pada satu
outlet. Sedangkan kerapan sungai yang dimaksudkan adalah ratio
(perbandingan) jumlah panjang sungai dalam (km) terhadap luas Daerah
Aliran Sungai.
C. Karakteristik sungai
Karakteristik sungai memberikan gambaran atas profil sungai, pola
aliran sungai dan genetis sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut;

1. Profil sungai
Berdasarkan perkembangan profil sungai (Lobeck, 1939;
Pannekoek, 1957 dan Sandy, 1985), dalam proses pengembangnnya
mengalami tiga taraf yaitu: Periode muda, terdapat di daerah hulu sungai,
yang mempunyai ketinggian relief yang cukup besar. Ciri spesifiknya
terdapatnya sayatan sungai yang dalam, disebabkan oleh penorehan air
yang kuat dari air yang mengalir cepat dan daya angku yang besar. Erosi
tegak sering dijumpai, sehingga lebah curam berbentuk huruf (V) sering
juga ditemukan. Contoh yang jelas di hulu Sungai Cipeles sekitar Cadas
Pangeran. Periode dewasa, dijumpai di bagian tengah sungai, yang dicirikan
dengan pengurangan kecepatan aliran air, karena ketinggian relief yang
berkurang. Daya angkut berkurang, dan mulai timbul pengendapan di
beberapa tempat yang relatif datar. Keseimbangan antara kikisan dan
pengendapat mulai tampak, sehingga di beberapa tempat mulai terjadi
akumulasi material, arus akan berbelok-belok, karena endapan yang
mengeras, dan di tempat endapan inilah yang sering terjadi meander.
Periode tua, di daerah hilir dengan ketinggian rendah, yang dicirikan
tidak terjadi erosi tegak, dan daya angkut semakin berkurang, sehingga
merupakan pusat-pusat pengendapan. Tekanan air laut di bagian muara
sungai sering menyebabkan delta.
2. Pola Aliran
Cotton (1949), menyatakan bahwa letak, bentuk dan arah aliran
sungai, dipengaruhi antara lain oleh lereng dan ketinggian, perbedaan erosi,
struktur jenis batuan, patahan dan lipatan, merupakan faktor-faktor yang
menyebabkan perbedaan bentuk genetik dan pola sungai.
Pola sungai adalah kumpulan dari sungai yang mempunyai bentuk
yang sama, yang dapat menggambarkan keadaan profil dan genetik
sungainya (Lobeck, 1939; Katili (1950), dan Sandy, 1985). Lebih jauh
dikemukakan bahwa ada empat pola aliran sungai yaitu:
(1). Pola denditrik, bentuknya menyerupai garis-garis pada penampang
daun, terdapat di struktur batuan beku, pada pengunungan dewasa.
(2). Pola retangular, umumnya terdapat di struktur batuan beku,
biasanya lurus mengikuti struktur patahan, dimana sungainya saling
tegak lurus
(3). Pola trellis, pola ini berbentuk kuat mengikuti lipatan batuan
sedimen. Pada pola ini terpadapt perpaduan sungai konsekwen dan
subsekwen.
(4). Pola radial, pola ini berbentuk mengikuti suatu bentukan muka bumi
yang cembung, yang merupakan asal mula sungai konsekwen.

3. Genetik Sungai
Menurut Lobeck (1939), klasifikasi genetik sungai dibedakan menjadi
empat yaitu:
(a). Sungai konsekwen, yaitu sungai yang bagian tubuhnya mengalir
mengikuti kemiringan lapisan batuan yang dilaluinya. Contoh S.
Cipanas, Sungai Cacaban.
(b). Sungai Subsekwen, yaitu sungai yang mengalir pada lapisan batuan
yang lunak, dan biasanya merupakan sungai yang tegak lurus terhadap
sungai konsekwen.
(c). Sungai Obsekwen, adalah sungai yang mengalir berlawanan dengan
kemiringan lapisan batuan, atau sungai yang mengalir dan berlawanan
dengan sungai konsekwen.
(d). Sungai antiseden, sungai yang mengalir melalui patahan, dengan adanya
teras,
4. Tata Nama Sungai
Sandy (1985), membedakan nama bagian sungai menjadi empat
yaitu (a) induk sungai, yang merupakan tumbuh sungai terpajang dan lebar
mulai dari hulu sungai sampai ke hilir sungai: (b) anak sungai adalah cabang-
cabang sungai yang menyatu dengan induk sungai, (c) alur anak cabang
sungai, adalah cabang-cabang sungai yang menyatu dengan anak sungai,
dan (d) alur mati (creek), adalah alur-alur di bagian teratas yang kadang kala
berair apabila hujan, dan pada waktu tidak ada hujan maka akan kering.

B. Lingkungan Bio-fisik Sungai


1. Vegetasi Spesifik Bantaran Sungai
Jenis vegetasi riparian di Indonesia dari bagian hilir sampai
dengan bagian hulu cukup bervariasi, dan menurut Sandy (1985) sangat
dipengaruhi oleh batuan dasar dan ketinggian tempat. Waryono (1985)
menyebutkan bahwa jenis vegetasi asli riparian yang dominan dijumpai di
S. Mahakan Kalimantan Timur meliputi: waru (Hisbiscus tiliaceus); renghas
(Gluta veluntino), cangkring (Erytrina sp), kempas (Koompasia malacensis),
keciat (Spatodea campanulata), dan bungur (Lagerstromea filamentosa).
Jenis vegetasi riparian di DKI Jakarta, tercatat 10 jenis dan
nampaknya sama seperti yang dijumpai di bantaran Citandui, Cimanuk, dan
Citarum bagian tengah. Jenis-jenis dimaksud adalah: Gluta renghas,
Lagerstromea indica, Syzygium polianthum, Vitex pubescens, Pithecelobium
sp, Hisbiscus tiliaceus, Sterculia foetida, Alstonia scholaris, Pterospernum
javanicum dan Erytrina variegata (Waryono, 2002).
2. Lingkungan Fisik Sungai
Kedalam sungai
Menurut Sandy (1985), kedalaman sungai sangat tergantung dari
jumlah air yang tertampung pada alur sungai yang diukur dari penampang
dasar sungai sampai ke permukaan
air. Level rataan dasar sungai pengukurannya dirata-ratakan minimal
dari tiga titik yang berbeda yaitu di bagian tengah dan kanan kirinya.

Debit sungai
Debit sungai adalah besaran volume air yang mengalir per satuan
waktu. Volume air dihitung berdasarkan luas penampang dikalikan
dengan tinggi air. Sumber air sungai terbesar berasal dari curah hujan, di
bagian hulu umumnya curah hujannya lebih tinggi, dibanding di daerah
tengah dan hilir. Sumber lainnya berasal dari aliran bawah tanah, yang
dibedakan menjadi air sub surface runof, mata air dan air bawah tanah
(base flow).
Pada musim penghujan, aliran bawah tanah bersumber dari air
hujan., yang masuk melalui peristiwa infiltrasi perkolasi. Air perkolasi
menuju ke lapisan air tanah dalam (ground water), namun sering ada
yang keluar kesamping (sub-surface runof). Air aliran samping ini sering
keluar pada waktu musim hujan dan atau musim kemarau, yang berbeda
dengan aliran bawah tanah yang akan keluar pada waktu musim kemarau.
Suhu air
Secara umum, temperatur air sungai secara horizontal dipengaruhi
oleh ketinggian tempat (elevasi). Sandy (1985), mengemukakan bahwa di
daerah-daerah hulu air sungai relatif dingin, sedangkan di bagian tengah
dan hilir semakin tinggi suhunya. Akan tetapi Cole (1979), menyatakan
bahwa selain pemanasan bersumber dari matahari, suhu air sungai juga
sering bersumber dari batuan kapur dan atau panas bumi.
Tinggi rendahnya temperatur air sungai, akan berpengaruh
terhadap kehidupan
(biota) perairan sungai.

Salinitas
Salinitas air sungai, di bagian hulu dan tengah hampir jarang
dipengaruhi oleh salinitas, berbeda dengan di daerah hilir. Tingginya
salinitas air sungai di daerah hilir, disebabkan oleh pengaruh pasang surut
air laut. Namun demikian Lebeck (1939), menyatakan bahwa salinitas air
baik di bagian hulu, tengah dan hilir selain dipengaruhi oleh pengaruh air
laut, juga dipengaruhi oleh kandungan unsur hara yang bersifat basa.

Padatan Tersuspensi
Muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan, menurut Sandy (1985)
sangat dipengaruhi oleh musim. Pada cwaktu musim penghujan kadungan
lumpur relatif lebih tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi; sedangkan
pada musim kemarau tingkat kekeruhan air sungai dipengaruhi oleh laju
aliran air yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan sungai.
C.ANALISIS SUNGAI

1. Struktur Sungai
Mencermati atas Gambar-I (Profil Sungai), dapat ditelusuri
bahwa struktur sungai pada hakekatnya merupakan komponen (elemen)
atau bagian dari morfologi sungai, yang
meliputi badan sungai, tebing sungai, bantaran sungai dan tanggul sungai.
Bagian dari badan sungai dapat diketahui gradien sungainya. Permukaan
bumi menunjukkan adanya relief, baik dalam sekala besar maupun kecil
yang memungkinkan terjadinya aliran dari hulu ke hilir. Bentuk dan
lingkungan fisik sungai secara alamiah terlihat sejak munculnya bumi keper
mukaan. Air merupakan salah satu di antara faktor-faktor penyebab
terbentuknya sungai yang dipengaruhi oleh besaran curah hujan, jenis
batuan, dan ketinggian
tepat. Curah hujan sebagai sumber air sungai, jenis batuan dan ketinggian
tempat sangat berpengaruh terhadap bentuk komunitas vegetasi bantaran
sungai, serta berpengaruh terhadap temperatur air sungai, salinitas, dan
tingkat kekeruhannya.
Mencermati atas uraian profil sungai, dimana ada tiga taraf dalam
proses pengembangnnya (periode muda, dewasa dan tua), nampaknya
apabila ditelusuri lebih jauh, akan memperlihatkan bentuk struktur yang
berbeda antara periode yang satu dengan lainnya. Hal ini terlihat dari
kenampakan seperti mengapa meader terjadi di bagian tengah atau dekat
ke hilir, delta selalu berada di daerah hilir, dan gerusan dasar sungai lebih
cenderung terjadi di gradien yang lebih besar presentase kelerengannya.
Demikian halnya terhadap pola aliran air yang nampaknya secara spesifik
juga akan memperlihatkan struktur yang berbeda antara pola yang satu
dengan lainnya. Hal ini mengingat bahwa terbentuknya pola aliran sungai
sangat dipengaruhi oleh dominansi batuan pembentunya (batuan beku dan
atau batuan sedimen).
2. Peranan fungsi
Bantaran sungai
Seperti diungkapkan oleh Forman dan Gordon (1985), bahwa
bantaran sungai pada dasarnya merupakan habitat dari vegetasi riparian.
Dengan demikian menelaah peranan fungsi bantaran sungai, bukan
terbatas pada peranan fungsi fisiknya, namun demikian peranan fungsi
vegetasi riparian juga memberikan informasi yang cukup berperan
dalam mengungkap peranan fungsi jasa biologis dan hidrologisnya.
Peranan fungsi jasa biologis vegetasi riparian, disamping berfungsi
sebagai penyaring (filter) nutrien yang diangkut oleh aliran
permukaan, juga mampu mengendalikan erosi. Nutrien yang terbawa
oleh aliran permukaan bersumber baik dari air hujan maupun tanah yang
tererosi. Dihambatnya aliran permukaan oleh tetumbuhan, maka infiltrasi
menjadi besar, hingga nutrien akan tersaring dan masuk kedalam tanah.
Demikian halnya akibat tertahannya air limpasasn maka besaran sedimen
yang terangkut oleh air limpasan menjadi terhambat dan diendapkan.
Dengan demikian daerah riparian umumnya kaya akan hara mineral tanah,
dan merupakan habitat (tempat) tumbuh dari berbagai jenis vegetasi yang
mampu beradaptasi. Di sisi lain peranan fungsi jasa biologis vegetasi riparian
juga mampu menyediakan berbagai sumber pakan satwa liar, seperti burung,
mamalia terbang, dan atau kehidupan lainnya. Selain jasa biologis
pepohonan bantaran sungai di wilayah perkotaan juga berperan sebagai
pelerai dan atau penghalau kecepatan angin, menyerap berbagai bentuk
polutan, serta mampu mengendalikan iklim mikro, yang erat kaitannya
dengan kenyamanan lingkungan hidup.
Peranan fungsi jasa hidrologis vegetasi riparian, seperti halnya
peranan fungsi vegetasi secara umum telah banyak diungkap oleh beberapa
akhli hidrologi. Namun demikian secara spesifik bahwa vegetasi riparian
lebih mampu dalam pengaturan tata air baik pada
waktu musim penghujan dan kemarau. Jasa lain, vegetasi riparian yaitu
kemampuan vegetasi dalam merubahan besaran unsur-unsur hara mineral
dan atau sifat fisik-kimia baik air maupun tanahnya.

Anda mungkin juga menyukai