(bentuk dan ukuran), jenis, sifat dan perilaku sungai dengan segala
aspek dan perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu. Dengan
demikian, morfologi sungai ini akan menyangkut juga sifat dinamik
sungai dan lingkungannya yang saling terkait.
Dua proses penting dalam sungai adalah erosi dan pengendapan, yang
dipengaruhi oleh jenis aliran air dalam sungai yaitu:
Sungai
Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang,
dengan kecepatan berkisar antar 0,1–1,0 m/detik, serta sangat
dipengaruhi oleh waktu, iklim, dan pola drainase. Pada perairan
sungai, biasanya terjadi pencampuran massa air secara menyeluruh
dan tidak terbentuk stratifikasi kolom air seperti pada perairan
lentik. Kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi merupakan
fenomena yang biasa terjadi di sungai sehingga kehidupan flora
dan fauna sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut.
Klasifikasi perairan sungai sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan perbedaan
suhu air, sedangkan klasifikasi perairan lotik justru dipengaruhi oleh kecepatan arus
atau pergerakan air, jenis sedimen dasar, erosi dan sedimentasi (Haslam, 1995).
Dalam pembahasan masalah sungai, terlebih dahulu perlu diperdalam
pengetahuan tentang komponen–komponen sungai. Komponen tersebut dalam
realitasnya berpengaruh terhadap segala sistem, mekanisme, dan proses yang berjalan di
sungai yang bersangkutan. Komponen–komponen tersebut dalam perkembangan sungai
saling berpengaruh dan saling terikat satu dengan yang lain membentuk sungai yang
bersangkutan. Komponen–komponen yang berpengaruh baik langsung maupun tidak
langsung terhadap sungai adalah diantaranya komponen hidrolik, komponen sedimen
dan morfologi, komponen ekologi dan komponen sosial sungai.
Pengertian pembagian sungai menjadi besar, sedang, dan kecil ini penting
kaitannya dengan penelaahan sifat-sifat sungai pada umumnya. Sungai-sungai kecil
akan mempunyai karakteristik yang hampir sama, demikian juga sungai sedang dan
sungai besar. Perkembangan terakhir dalam teknik sungai kaitannya dengan ekologi,
semakin banyak ahli sungai yang memfokuskan penelitian pada sungai-sungai kecil.
Sungai sebagai komponen utama DAS mempunyai beberapa definisi yaitu:
a) Sungai atau aliran sungai adalah suatu jumlah air yang mengalir sepanjang
lintasan di darat menuju ke laut sehingga sungai merupakan suatu lintasan di
mana air yang berasal dari hulu bergabung dan menuju ke satu arah yaitu hilir
(muara);
b) Sungai merupakan suatu tempat kehidupan perairan yang membelah daratan.
Sungai merupakan bagian siklus hidrologi yang terdiri dari beberapa proses
yaitu evaporasi/penguapan air, kondensasi, dan presipitasi.
Berdasarkan siklus hidrologi, diketahui bahwa jumlah air tawar yang ada di bumi
mencapai 1.384.120.000 km3, tetapi yang tersedia untuk kehidupan hanya
0,14% atau ± 193 juta km3, dimana 50% dari jumlah tersebut berada di danau dan
2,75 juta km3 berada di sungai (Haslam, 1992)
Pengaruh Kegiatan Manusia Terhadap Kualitas Sungai.
Kualitas sungai merupakan indikator kondisi sungai apakah masih dalam keadaan baik atau
tercemar. Pencemaran sungai didefinisikan sebagai perubahan kualitas suatu perairan
akibat kegiatan manusia, yang pada gilirannya akan mengganggu kehidupan manusia
itu sendiri ataupun makhluk hidup lainnya. Perubahan tersebut dapat disebabkan oleh
senyawa yang masuk ke aliran sungai yang bergerak ke hilir bersama aliran air atau tersimpan
di dasar, berakumulasi (khususnya pada endapan) dan suatu saat dapat juga terjadi
pencuciaan atau pengenceran. Senyawa tersebut (utamanya yang beracun) berakumulasi dan
menjadi suatu konsentrasi tertentu yang berbahaya bagi mata rantai kehidupan (Miller, 1991
merupakan habitat yang cocok untuk flora dan fauna suatu sungai,
sekaligus berfungsi sebagai retensi aliran air.
Pemeliharaan Sungai
Sungai dan ekosistem yang ada disekitarnya merupakan
sebuah kekayaaan hayati yang tidak ternilai harganya. Tidak hanya
untuk diberdayakan bagi generasi saat ini, tapi juga untuk dapat terus
dinikmati oleh generasi yang akan datang. Mengingat hal tersebut,
pemeliharaan sungai merupakan suatu aktivitas yang mutlak mendapat
perhatian dari berbagai pihak. Yang dimaksud dengan pemeliharaan
sungai adalah segala usaha yang bertujuan untuk menjaga kelestarian
fungsi sungai. Pemeliharaan tersebut meliputi
pemeliharaan sungai itu sendiri, misalnya
penggerukan dasar sungai atau muara sungai sebagi akibat dari
pendangkalan sungai karena pembuangan sampah ke sungai dan juga
pemeliharaan bangunan – bangunan dalam rangka perbaikan dan
pengaturan sungai seperti tanggul/talut dan perkuatan tebing sungai.
Sungai perlu dipelihara agar keasliannya tetap terjaga karena tidak
hanya untuk memberdayakan bagi generasi saat ini saja, tapi juga
untuk dapat terus dinikmati oleh generasi yang akan datang.
Pengelolaan Sungai
Pengelolaan sungai yang dimaksudkan disini adalah segala
usaha yang dilaksanakan untuk memanfaaatkan potensi sungai,
memelihara fungsi sungai dan mencegah terjadi bencana yang dapat
ditimbulkan oleh sungai.
Dengan demikian pengelolaan sungai luas sekali dan diantaranya dapat
disebutkan :
1. Perbaikan dan pengaturan sungai
2. Pengoperasian bangunan-bangunan sungai
3. Pengendalian administratif seperti pembatasan atau
pelarangan atas kegiatan- kegiatan yang dapat memberikan
dampak negatif terhadap fungsi sungai.
4. Pemberian izin atas pemanfaatan air sungai.
5. Pemberian tanda batas-batas daerah sepanjang sungai.
Dalam melaksanakan pengelolaan sungai, langkah-langkah yang tepat
perlu dilaksanakan sehingga dicapai fungsi dan manfaat sungai sebagai
milik umum, menjamin kesejahteraan umum, pelestarian dan
Jenis sungai menurut alirannya dapat dibedakan menjadi dua
bagian yaitu :
1) Aliran Permanen
Aliran permanen yaitu aliran sungai yang tetap sepanjang tahun. Hal
ini disebabkan sebagai berikut :
(1) hujan yang turun sepanjang tahun di daerah hulu
(2) hutan yang masih lebat di daerah hulu
(3) mata airnya berasal dari salju abadi.
Contoh : sungai-sungai di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya
2) Aliran Periodik
Aliran periodik yaitu aliran sungai yan tidak tetap sepanjang tahun.
Aliran periodik ini pada musimkemarau kering dan pada musim
penghujan kadang-kadang banjir.
Contoh sungai-sungai di Jawa dan Nusa Tenggara.
Adanya banjir tersebut dipengaruhi juga oleh hal-hal sebagai berikut :
1. lebat dan lamanya turun hujan di daerah aliran sungai
2. morfologi daerah/bentuk permukaan tanah
3. lebat dan tidaknya tumbuh-tubuhan di daerah tersebut
4. ada atau tidaknya daun-daun sebagai akumulasi air.
Tipe-tipe Sungai
1. Sungai konsekuen longitudinal, ialah sungai yang alirannya sejajar
dengan antiklinal.
2. Sungai konsekuen lateral, ialah sungai yang alirannya menuruni lereng-
lereng asli dari permukaan tanah seperti dome block mountain atau
dataran yang baru terangkat.
3. Sungai subsekuen (strike river), ialah sungai yang tegak lrus dengan
sungai konsekuen.
4. Sungai insekuen, ialah sungai yan gterjadinya tidak ditentukan oleh
sebab-sebab yang nyata. Sungai ini mengalirnya tidak mengikuti batuan
atau lereng, tetapi mengalir dengan arah yan tidak tentu, sehingga
terjadi pola aliran yang dendritik (menyebar).
5. Sungai resekuen, ialah sungai yang mengalir mengikuti batuan, tetapi
arahnya sesuai dengan sungai konsekuen yang asli.
6. Sungai obsekuen, ialah sungai yang mempunyai arah aliran berlawanan
dengan sungai konsekuen.
7. Sungai gabungan (compound river), ialah sungai yang membawa air dari
daerah yang berlawanan geomorfologinya.
8. Sungai komposit, ialah sungai yang mengangkut air dari daerah yang
berlainan struktur geologinya.
9. Sungai anteseden, ialah sungai yang kekuatan erosi ke dalamnya dapat
mengimbangi pengangkatan daerah.
10. 10)Sungai reserved, ialah sungai yang kekuatan erosi ke dalamya tidak
mampu mengimbangi pengangkatan daerah, sehingga arah alran sungai
ini berbelok menuju ke tempat lain yang lebih rendah.
11. 11)Sungai anaklinal, ialah sungai yang mengalir pada permukaa yang
secara lambat terangkat dan arah pengangkatan itu berlawanan dengan
arah arus sungai.
12. 12)Sungai superimposed, ialah sungai yang mengalir pada lapisan
sedimen yang datar yang menutupi lapisan batuan bawahnya.
Pola aliran sungai
A B C B A
F
D
E
E
Gambar-1. Bentuk Morfologi Sungai
(dimodifikasi)
Keterangan :
Keterangan :
A = Bantaran sungai. B = tebing/jering sungai. C = badan sungai. D = batas tinggi
air semu.
E = dasar sungai. F = vegetasi riparian
Lebih jauh Forman (1983), menyebutkan bahwa bagian dari
bentuk luar sungai secara rinci dapat dipelajari melalui bagian-bagian dari
sungai, yang sering disebut dengan istilah struktur sungai. Struktur sungai
dapat dilihat dari tepian aliran sungai (tanggul sungai), alur sungai, bantaran
sungai dan tebing sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut:
4. Tebing sungai
Bentang alam yang menghubungkan antara dasar sungai
dengan tanggul sungai disebut dengan “tebing sungai”. Tebing sungai
umumnya membentuk lereng atau sudut lereng, yang sangat tergantung
dari bentuk medannya. Semakin terjal akan semakin besar sudut lereng yang
terbentuk. Tebing sungai merupakan habitat dari komunitas vegetasi riparian,
kadangkala sangat rawan longsor karena batuan dasarnya sering berbentuk
cadas.
Sandy (1985), menyebutkan apabila ditelusuri secara cermat maka akan dapat
diketahui hubungan antara lereng tebing dengan pola aliran sungai
B. Kerapatan sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti yang dikemukan Sandy
(1985) adalah bagian dari muka bumi yang dibatasi oleh topografi dan
semua air yang jatuh mengalir kedalam sungai, dan keluar pada satu
outlet. Sedangkan kerapan sungai yang dimaksudkan adalah ratio
(perbandingan) jumlah panjang sungai dalam (km) terhadap luas Daerah
Aliran Sungai.
C. Karakteristik sungai
Karakteristik sungai memberikan gambaran atas profil sungai, pola
aliran sungai dan genetis sungai, yang secara rinci diuraikan sebagai berikut;
1. Profil sungai
Berdasarkan perkembangan profil sungai (Lobeck, 1939;
Pannekoek, 1957 dan Sandy, 1985), dalam proses pengembangnnya
mengalami tiga taraf yaitu: Periode muda, terdapat di daerah hulu sungai,
yang mempunyai ketinggian relief yang cukup besar. Ciri spesifiknya
terdapatnya sayatan sungai yang dalam, disebabkan oleh penorehan air
yang kuat dari air yang mengalir cepat dan daya angku yang besar. Erosi
tegak sering dijumpai, sehingga lebah curam berbentuk huruf (V) sering
juga ditemukan. Contoh yang jelas di hulu Sungai Cipeles sekitar Cadas
Pangeran. Periode dewasa, dijumpai di bagian tengah sungai, yang dicirikan
dengan pengurangan kecepatan aliran air, karena ketinggian relief yang
berkurang. Daya angkut berkurang, dan mulai timbul pengendapan di
beberapa tempat yang relatif datar. Keseimbangan antara kikisan dan
pengendapat mulai tampak, sehingga di beberapa tempat mulai terjadi
akumulasi material, arus akan berbelok-belok, karena endapan yang
mengeras, dan di tempat endapan inilah yang sering terjadi meander.
Periode tua, di daerah hilir dengan ketinggian rendah, yang dicirikan
tidak terjadi erosi tegak, dan daya angkut semakin berkurang, sehingga
merupakan pusat-pusat pengendapan. Tekanan air laut di bagian muara
sungai sering menyebabkan delta.
2. Pola Aliran
Cotton (1949), menyatakan bahwa letak, bentuk dan arah aliran
sungai, dipengaruhi antara lain oleh lereng dan ketinggian, perbedaan erosi,
struktur jenis batuan, patahan dan lipatan, merupakan faktor-faktor yang
menyebabkan perbedaan bentuk genetik dan pola sungai.
Pola sungai adalah kumpulan dari sungai yang mempunyai bentuk
yang sama, yang dapat menggambarkan keadaan profil dan genetik
sungainya (Lobeck, 1939; Katili (1950), dan Sandy, 1985). Lebih jauh
dikemukakan bahwa ada empat pola aliran sungai yaitu:
(1). Pola denditrik, bentuknya menyerupai garis-garis pada penampang
daun, terdapat di struktur batuan beku, pada pengunungan dewasa.
(2). Pola retangular, umumnya terdapat di struktur batuan beku,
biasanya lurus mengikuti struktur patahan, dimana sungainya saling
tegak lurus
(3). Pola trellis, pola ini berbentuk kuat mengikuti lipatan batuan
sedimen. Pada pola ini terpadapt perpaduan sungai konsekwen dan
subsekwen.
(4). Pola radial, pola ini berbentuk mengikuti suatu bentukan muka bumi
yang cembung, yang merupakan asal mula sungai konsekwen.
3. Genetik Sungai
Menurut Lobeck (1939), klasifikasi genetik sungai dibedakan menjadi
empat yaitu:
(a). Sungai konsekwen, yaitu sungai yang bagian tubuhnya mengalir
mengikuti kemiringan lapisan batuan yang dilaluinya. Contoh S.
Cipanas, Sungai Cacaban.
(b). Sungai Subsekwen, yaitu sungai yang mengalir pada lapisan batuan
yang lunak, dan biasanya merupakan sungai yang tegak lurus terhadap
sungai konsekwen.
(c). Sungai Obsekwen, adalah sungai yang mengalir berlawanan dengan
kemiringan lapisan batuan, atau sungai yang mengalir dan berlawanan
dengan sungai konsekwen.
(d). Sungai antiseden, sungai yang mengalir melalui patahan, dengan adanya
teras,
4. Tata Nama Sungai
Sandy (1985), membedakan nama bagian sungai menjadi empat
yaitu (a) induk sungai, yang merupakan tumbuh sungai terpajang dan lebar
mulai dari hulu sungai sampai ke hilir sungai: (b) anak sungai adalah cabang-
cabang sungai yang menyatu dengan induk sungai, (c) alur anak cabang
sungai, adalah cabang-cabang sungai yang menyatu dengan anak sungai,
dan (d) alur mati (creek), adalah alur-alur di bagian teratas yang kadang kala
berair apabila hujan, dan pada waktu tidak ada hujan maka akan kering.
Debit sungai
Debit sungai adalah besaran volume air yang mengalir per satuan
waktu. Volume air dihitung berdasarkan luas penampang dikalikan
dengan tinggi air. Sumber air sungai terbesar berasal dari curah hujan, di
bagian hulu umumnya curah hujannya lebih tinggi, dibanding di daerah
tengah dan hilir. Sumber lainnya berasal dari aliran bawah tanah, yang
dibedakan menjadi air sub surface runof, mata air dan air bawah tanah
(base flow).
Pada musim penghujan, aliran bawah tanah bersumber dari air
hujan., yang masuk melalui peristiwa infiltrasi perkolasi. Air perkolasi
menuju ke lapisan air tanah dalam (ground water), namun sering ada
yang keluar kesamping (sub-surface runof). Air aliran samping ini sering
keluar pada waktu musim hujan dan atau musim kemarau, yang berbeda
dengan aliran bawah tanah yang akan keluar pada waktu musim kemarau.
Suhu air
Secara umum, temperatur air sungai secara horizontal dipengaruhi
oleh ketinggian tempat (elevasi). Sandy (1985), mengemukakan bahwa di
daerah-daerah hulu air sungai relatif dingin, sedangkan di bagian tengah
dan hilir semakin tinggi suhunya. Akan tetapi Cole (1979), menyatakan
bahwa selain pemanasan bersumber dari matahari, suhu air sungai juga
sering bersumber dari batuan kapur dan atau panas bumi.
Tinggi rendahnya temperatur air sungai, akan berpengaruh
terhadap kehidupan
(biota) perairan sungai.
Salinitas
Salinitas air sungai, di bagian hulu dan tengah hampir jarang
dipengaruhi oleh salinitas, berbeda dengan di daerah hilir. Tingginya
salinitas air sungai di daerah hilir, disebabkan oleh pengaruh pasang surut
air laut. Namun demikian Lebeck (1939), menyatakan bahwa salinitas air
baik di bagian hulu, tengah dan hilir selain dipengaruhi oleh pengaruh air
laut, juga dipengaruhi oleh kandungan unsur hara yang bersifat basa.
Padatan Tersuspensi
Muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan, menurut Sandy (1985)
sangat dipengaruhi oleh musim. Pada cwaktu musim penghujan kadungan
lumpur relatif lebih tinggi karena besaran laju erosi yang terjadi; sedangkan
pada musim kemarau tingkat kekeruhan air sungai dipengaruhi oleh laju
aliran air yang terbatas menoreh hasil-hasil endapan sungai.
C.ANALISIS SUNGAI
1. Struktur Sungai
Mencermati atas Gambar-I (Profil Sungai), dapat ditelusuri
bahwa struktur sungai pada hakekatnya merupakan komponen (elemen)
atau bagian dari morfologi sungai, yang
meliputi badan sungai, tebing sungai, bantaran sungai dan tanggul sungai.
Bagian dari badan sungai dapat diketahui gradien sungainya. Permukaan
bumi menunjukkan adanya relief, baik dalam sekala besar maupun kecil
yang memungkinkan terjadinya aliran dari hulu ke hilir. Bentuk dan
lingkungan fisik sungai secara alamiah terlihat sejak munculnya bumi keper
mukaan. Air merupakan salah satu di antara faktor-faktor penyebab
terbentuknya sungai yang dipengaruhi oleh besaran curah hujan, jenis
batuan, dan ketinggian
tepat. Curah hujan sebagai sumber air sungai, jenis batuan dan ketinggian
tempat sangat berpengaruh terhadap bentuk komunitas vegetasi bantaran
sungai, serta berpengaruh terhadap temperatur air sungai, salinitas, dan
tingkat kekeruhannya.
Mencermati atas uraian profil sungai, dimana ada tiga taraf dalam
proses pengembangnnya (periode muda, dewasa dan tua), nampaknya
apabila ditelusuri lebih jauh, akan memperlihatkan bentuk struktur yang
berbeda antara periode yang satu dengan lainnya. Hal ini terlihat dari
kenampakan seperti mengapa meader terjadi di bagian tengah atau dekat
ke hilir, delta selalu berada di daerah hilir, dan gerusan dasar sungai lebih
cenderung terjadi di gradien yang lebih besar presentase kelerengannya.
Demikian halnya terhadap pola aliran air yang nampaknya secara spesifik
juga akan memperlihatkan struktur yang berbeda antara pola yang satu
dengan lainnya. Hal ini mengingat bahwa terbentuknya pola aliran sungai
sangat dipengaruhi oleh dominansi batuan pembentunya (batuan beku dan
atau batuan sedimen).
2. Peranan fungsi
Bantaran sungai
Seperti diungkapkan oleh Forman dan Gordon (1985), bahwa
bantaran sungai pada dasarnya merupakan habitat dari vegetasi riparian.
Dengan demikian menelaah peranan fungsi bantaran sungai, bukan
terbatas pada peranan fungsi fisiknya, namun demikian peranan fungsi
vegetasi riparian juga memberikan informasi yang cukup berperan
dalam mengungkap peranan fungsi jasa biologis dan hidrologisnya.
Peranan fungsi jasa biologis vegetasi riparian, disamping berfungsi
sebagai penyaring (filter) nutrien yang diangkut oleh aliran
permukaan, juga mampu mengendalikan erosi. Nutrien yang terbawa
oleh aliran permukaan bersumber baik dari air hujan maupun tanah yang
tererosi. Dihambatnya aliran permukaan oleh tetumbuhan, maka infiltrasi
menjadi besar, hingga nutrien akan tersaring dan masuk kedalam tanah.
Demikian halnya akibat tertahannya air limpasasn maka besaran sedimen
yang terangkut oleh air limpasan menjadi terhambat dan diendapkan.
Dengan demikian daerah riparian umumnya kaya akan hara mineral tanah,
dan merupakan habitat (tempat) tumbuh dari berbagai jenis vegetasi yang
mampu beradaptasi. Di sisi lain peranan fungsi jasa biologis vegetasi riparian
juga mampu menyediakan berbagai sumber pakan satwa liar, seperti burung,
mamalia terbang, dan atau kehidupan lainnya. Selain jasa biologis
pepohonan bantaran sungai di wilayah perkotaan juga berperan sebagai
pelerai dan atau penghalau kecepatan angin, menyerap berbagai bentuk
polutan, serta mampu mengendalikan iklim mikro, yang erat kaitannya
dengan kenyamanan lingkungan hidup.
Peranan fungsi jasa hidrologis vegetasi riparian, seperti halnya
peranan fungsi vegetasi secara umum telah banyak diungkap oleh beberapa
akhli hidrologi. Namun demikian secara spesifik bahwa vegetasi riparian
lebih mampu dalam pengaturan tata air baik pada
waktu musim penghujan dan kemarau. Jasa lain, vegetasi riparian yaitu
kemampuan vegetasi dalam merubahan besaran unsur-unsur hara mineral
dan atau sifat fisik-kimia baik air maupun tanahnya.