Kata Pengantar
Daftar Isi
Penulis
Sungai adalah salah satu jenis badan air permukaan yang berfungsi untuk
mengalirkan air dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam berbagai perspektif,
sungai memiliki berbagai jenis. Perspektif tersebut antara lain adalah lokasi sungai,
morfologi sungai atau lebar sungai, proses pembentukannya, dan lain sebagainya.
Sungai alamiah adalah salah satu jenis sungai dari bila ditinjau dari perspektif
proses pembentukannya dan sangat terkait dengan ekonsistem fluvial. Fluvial
adalah semua proses yang mengakibatkan adanya perubahan bentuk permukaan
bumi, yang dapat disebabkan oleh aksi air permukaan, baik yang merupakan aliran
mengalir secara terpadu (sungai) maupun air yang tidak terkonsentrasi. Pada
dasarnya, sungai di Indonesia hanya dibedakan terhadap satu jenis sungai tanpa
ditinjau dari ukuran atau panjang dari suatu saluran sungai. Beberapa
menggunakan istilah “sungai besar” untuk membedakan sungai Kapuas,
Mambremamo, Mahakam, dan lain sebagainya.
Dari beberapa macam ekosistem yang ada di bumi terutama yang terkait dengan
perairan atau badan air salah satunya adalah ekosistem sungai. Seperti namanya,
ekosistem sungai ini mempunyai arti sebagai ekosistem yang berada di wilayah
badan air berupa sungai dengan segala macam interaksi atau hubungan timbal balik
dari makhluk hidup dan juga lingkungannya yang meliputi seluruh kawasan sungai
tersebut. Sementara itu, aliran air yang mengalir di sungai seringkali berwarna
coklat. Hal ini dikarenakan tingkat konsentrasi sedimen terlarut yang tinggi yang
diakibatkan dari aliran sungai yang mengalir menuruni lereng curam melewati
bebatuan besar, tanah berpasir, atau berkelok-kelok melalui lembah yang stabil
menuju ke laut.
Proses erosi adalah gaya pelebaran air yang mengalir diatas permukaan air
tanah yang menyebabkan terjadinya lembah-lembah.
Proses transportasi adalah proses perpindahan atau pengangkutan material
oleh suatu tubuh air yang dinamis yang diakibatkan oleh tenaga kinetis yang
ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi.
Proses sedimentasi terjadi bila sungai tidak mampu lagi mengangkut
material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut berkurang, maka material
yang berukuran kasar akan diendapkan terlebih dahulu diikuti dengan
material yang lebih halus.
Hal-hal tertentu yang dapat dikenali menjadi ciri-ciri dari suatu ekosistem sungai
adalah keseluruhan produksi dan proses metabolism di dalam sungai tersebut
seperti proses efisiensi nutrisi yang digunakan, keragaman cadangan energi, jumlah
spesies, dan lain sebagainya. Semua ekosistem pada prinsipnya memiliki ambang
batas kapasitasnya termasuk ekosistem fluvial sungai, namun bersifat sangat
terbuka dan memiliki hubungan lateral maupun longitudinal yang erat.
Ekosistem fluvial sungai bila ditinjau dari sisi proses pembentukannya, setidaknya
memiliki komponen-komponen diantaranya:
2. Dataran Banjir
Dataran banjir berupa dataran yang luas yang berada pada kiri kanan sungai
yang terbentuk oleh sedimen akibat limpasan banjir sungai tersebut.
Umumnya berupa pasir, lanau, dan lumpur.
Tanggul yang terbentuk akibat banjir sungai di wilayah dataran rendah yang
berperan menahan air hasil limpasan banjir, sehingga terbentuk genangan
yang dapat kembali lagi ke sungai. Seiring dengan proses yang berlangsung
terus menerus, akan terbentuk akumulasi sedimen yang tebal sehingga
akhirnya membentuk tanggul alam.
4. Rawa (Backswaps)
Rawa adalah bagian dari dataran banjir dimana simpanan tanah liat menetap
setelah banjir. Rawa biasanya terletak di belakang sungai alam pada sebuah
tanggul.
5. Kipas Aluvial
Bila suatu sungai dengan muatan sedimen yang besar mengalir dari bukit
atau pegunungan dan masuk ke dataran yang lebih rendah, maka akan terjadi
perubahan gradien kecepatan yang drastis, sehingga terjadi pengendapan
material yang cepat, yang dikenal sebagai kipas aluvial. Biasanya kipas
aluvial terdiri dari perselingan pasir dan lempung, sehingga merupakan
lapisan pembawa air yang baik.
6. Teras Sungai
Terbentuk pada bagian hilir sungai yang memiliki kemiringan atau slope
yang hampir datar dimana alurnya luas dan langkal, terbentuk karena adanya
erosi yang berlebihan pada bagian hulu sungai sehingga terjadi pengendapan
pada bagian alurnya dan membentuk endapan gosong tengah. Karena adanya
endapan gosong tengah yang banyak, maka alirannya memberikan kesan
teranyam. Keadaan ini disebut juga sebagai anastomosis.
8. Sungai Meander
9. Delta
Delta adalah bentang alam hasil sedimentasi sungai pada bagian hilir setelah
masuk pada daerah base level. Pada saat aliran mendekati muara, seperti
danau atau laut, maka kecepatan alirannya akan menjadi lambat. Akibatnya,
terjadi pengendapan sedimen oleh air sungai. Pasir akan diendapkan
sedangkan tanah liat dan lumpur akan tetap terangkut oleh aliran air. Setelah
sekian lama, akan terbentuk lapisan-lapisan sedimen yang kemudian
membentuk dataran yang luas pada bagian sungai yang mendekati muaranya
dan membentuk delta.
Ekosistem fluvial sungai tidak terlepas juga dari aktivitas manusia. Pada dasarnya,
keberadaan sungai selalu menjadi magnet untuk pengembangan wilayah
pemukiman manusia, menyediakan air untuk minum dan bercocok tanam, maupun
jenis aktivitas yang terkait transportasi air, pembangkit listrik tenaga air, maupun
terkait dengan sumberdaya lainnya. Pada kenyataannya, sejumlah besar badan air
atau perairan yang ada saat ini menunjukkan beberapa bukti modifikasi atau
perubahan kondisi ekosistem fluvial sungai sebagai akibat dari adanya aktivitas
manusia. Ekosistem fluvial sungai juga menerangkan fungsi hubungan antara biota
dengan interaksi biologis di dalam sungai yang dilakukan baik secara fisik maupun
kimiawi.
Dihuni oleh berbagai jenis makhluk hidup yang telah beradapatasi dalam
kondisi air pada masing-masing jenis sungai.
Perubahan secara fisik maupun kimiawi yang telah berlangsung secara terus
menerus.
Zona aliran tenang, adalah zona yang sedikit lebih tenang, lebih dalam, dan
arus sungai tidak terlalu deras. Di zona ini, kita juga akan menemukan
lumpur dan endapan pada dasar sungai yang telah mengendap selama waktu
yang cukup lama. Dikarenakan terdapat banyaknya lumpur dan endapaan,
maka dasar sungai menjadi terasa lunak dan tidak sesuai lagi dengan bentos.
Bentos merupakan hewan dan tumbuhan yang hidup di atas atau di bawah
dasar laut pada wilayah yang disebut dengan zona bentik (benthic zone).
Zona aliran tenang lebih cocok atau sesuai bagi plankton atau nekton yang
mempunyai kebiasaan menggali dasar sungai.
Zona aliran deras, adalah suatu zona dimana sungainya cenderung dangkal,
dengan aliran yang sangat deras atau tinggi. Biasanya zona aliran deras
berada pada hulu saluran atau pada daerah pegunungan. Aliran yang deras
menjadi penyebab dimana pada saluran ini jarang terdapat lumpur ataupun
endapan-endapan. Pada zona ini, kita dapat menenemukan bentos yang
mempunyai kemampuan untuk melekat atau berpegang pada material dasar
sungai yang bersifat padat, atau ikan yang dapat berenang dengan kuat.
Berperan sebagai bottle neck dalam siklus hidrologi yang ada di Bumi.
Tempat yang mudah dan murah untuk membuang limbah yang bersifat
tersier.
Sebagai tempat budidaya tanaman tertentu.
Sementara itu, komponen rantai makanan lainnya yaitu vertebrata dari suatu
ekosistem fluvial sungai, memiliki keberanekaragaman atau diversifikasi yang
cukup besar dalam peran memberi makanan. Berbagai kategori vertebrata seperti
algivora, detritivora, omnivora, invertivora, dan piscivora yang dapat ditemukan
dan dibedakan berdasarkan lokasi pemberian makanan. Algivora adalah hewan
pemakan alga, detritivora adalah organisme heterotrof yang memperoleh energi
dengan cara memakan sisa-sisa makhluk hidup atau pemakan bangkai seperti
cacing, bakteri pembusuk, dan jamur. Omnivora adalah hewan pemakan tumbuhan
dan hewan sebagai sumber makanan. Invertivora adalah hewan pemakan jenis
invertebrate, sementara piscivora adalah jenis hewan air pemakan ikan seperti
misalnya udang dan sejenisnya. Pada dasarnya di suatu ekosistem fluvial sungai,
berbagai jenis ikan mengkonsumsi berbagai sumber makanan yang berbeda-beda
tergantung wilayahnya sebagai contoh alga adalah makanan utama sejumlah
spesies ikan yang hidup di daerah tropis. Sementara jenis ikan lainnya yang
memiliki bentuk perut yang memanjang mampu mencerna detritus ataupun materi-
materi daun yang terbawa aliran sungai.
Bab 2
Habitat Sungai
Siklus Hidrologi
Bab ini akan memaparkan hal dasar ilmu hidrologi yaitu siklus hidrologi
yang merupakan hal penting lainnya yang sangat penting dalam memahami konsep
sungai secara umum. Pada tahapan analisis, perhitungan hidrologi seringkali
dikaitkan dengan parameter sungai lainnya seperti kecepatan aliran. Hal ini
diperlukan untuk melindungi dan memulihkan kondisi ekosistem suatu sungai.
Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang pergerakannya tidak akan terhenti
dari atmosfer ke bumi, kembali ke atmosfer, dan seterusnya melalui proses
transpirasi, evaporasi, kondensasi, dan presipitasi. Siklus hidrologi ini yang
menyebabkan kenapa kita tidak pernah kehabisan pasokan air meskipun
menggunakannya setiap hari. Dampak dari siklus air ini mampu mengatur hujan,
cuaca, suhu lingkungan, dan menjaga keseimbangan ekosistem di muka bumi.
Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci dari proses siklus air di
muka bumi ini tidak terhenti. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi
dalam beberapa macam bentuk, yaitu hujan, salju, hujan es dan salju (sleet), dan
kabut.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat beberapa jenis siklus hidrologi
yang bergantung pada proses pendek atau panjangnya tahapan siklus. Jenis-jenis
siklus hidrologi meliputi siklus hidrologi pendek, sedang, dan panjang.
Hingga abad ke-16, samudra dianggap menjadi sumber sungai dan mata air melalui
rembesan bawah tanah, sehingga muncul beberapa saranan dari para ahli bahwa
penyimpanan air hujan adalah sumber yang sebenarnya. Dulu tercatat bahwa mata
air tidak akan mengering di musim panas jika samudra adalah sumbernya. Siklus
hidrologi menggambarkan siklus air yang terus menerus dari atmosfer ke bumi dan
samudra, dan kembali lagi ke atmosfer (Gambar 2.5).
Secara konseptual, siklus ini dapat dipandang sebagai suatu serangkaian tempat
penyimpanan dan perpindahan antar daratan dengan lautan. Siklus hidrologi ini
didukung oleh energi matahari yang mendorong terjadinya penguapan, mengirim
air dari permukaan tanah dan terutama dari lautan ke atmosfer, dan juga kehilangan
air yang dialami tanaman sebagai konsekuensi pertukaran gas yang diperlukan
untuk fotosintesis.
Untuk daerah apapun, persamaan neraca keseimbangan air adalah sebagai berikut:
P + Gmasuk – (Q + ET + Gkeluar) = ΔS
Dimana P adalah pengendapan, Gmasuk adalah air tanah yang masuk ke area
tersebut, Q adalah aliran keluar, ET adalah kehilangan air karena evotranspirasi,
Gkeluar adalah air tanah yang keluar dari area tersebut, dan ΔS mengacu pada
perubahan penyimpanan (Dingman, 2002). Jika dirata-ratakan lebih dari suatu
periode tahunan dan tidak terjadi perubahan iklim yang signfikan atau karena
pengaruh antropogenik, perubahan penyimpanan dapat diasumsikan dengan nol
(tetapi ini tidak benar dalam interval waktu yang singkat), sehingga kami dapat
menulis ulang persamaan ini sebagai berikut:
P + Gmasuk = Q + ET + Gkeluar
Limpasan mencakup aliran permukaan dan aliran keluar air tanah, tetapi aliran air
tanah biasanya kecil dan tidak terukur, sehingga kedua istilah tersebut tidak selalu
dibedakan dalam penggunaan umum.
Jika air tanah yang masuk dan keluar kurang lebih seimbang atau cukup kecil
untuk diabaikan, maka pengendapan tidak lagi menggunakan sistem sebagai aliran.
Istilah-istilah ini bervariasi secara spasial. Curah hujan meliputi hujan dan salju.
Penilaian lebih bervariasi pada skala waktu per jam dan harian daripada selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dan disetujui dengan pola pada nilai rata-rata
curah hujan, yang dikenali sebagai bulan basah dan bulan kering, dan sejak itu nilai
rata-rata tahunan yang membantu untuk menentukan iklim dari suatu daerah.
Hujan menyusup ke tanah atau mengalir dengan cepat, tetapi salju terus turun ke
permukaan bumi dalam waktu berjam-jam hingga berbulan-bulan sebelum
mencair. Di banyak daerah, salju merupakan sumber utama pasokan air permukaan
dan pengisian ulang air tanah, dan pencairan air mempengaruhi banjir pada siklus
mata air dan dalam mempertahankan aliran dasar pada saat musim panas.
Karakteristik aliran sungai telah dilakukan penelitian secara praktek untuk desain
struktur pengendalian banjir, evaluasi stabilitas saluran, dan dalam menentukan
apakah air yang tersedia cukup pada waktu yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
baik manusia maupun lingkungan. Memperkirakan kemungkinan banjir tahunan
yang ekstrim, seperti yang mungkin terjadi pada rata-rata sekali dalam 10 atau 50
tahun juga sangat berguna. Kemungkinan banjir (P) dan rata-rata pengulangan (T)
adalah timbal balik sebagai berikut:
1
P=
T
Dengan catatan arus maksimum tahunan atau tindakan lain dari peristiwa banjir,
sejumlah metode dapat digunakan untuk memperkirakan P dan T (Gordon
dkk.,2004). Yang pertama dimulai dengan daftar aliran tertinggi tunggal setiap
tahun, berdasarkan debit puncak hidrograf banjir daripada menggunakan debit
harian rata-rata. Khususnya, ini penting untuk sungai kecil dimana tempat puncak
aliran lewat dalam kurun waktu beberapa jam, meskipun ini mungkin tidak terlalu
penting untuk sungai yang ukurannya lebih besar. Dengan menyesuaikan distribusi
probabilitas ke kumpulan data, dimungkinkan untuk memprediksi interval
pengulangan rata-rata untuk banjir tertentu. Interval pengulangan (T) untuk banjir
individu dihitung sebagai:
n+1
T=
m
dimana n adalah ¼ tahun dari rekor banjir dan m adalah ¼ tingkat besarnya banjir
tersebut.
Urbanisasi bisa memiliki pengaruh yang sangat kuat pada aliran arus (Dingman
2002). Penggantian vegetasi dengan trotoar dan bangunan dapat mengurangi
transpirasi dan infiltrasi, dan permukaan yang kedap air secara substansial
meningkatkan jumlah limpasan yang mengalir dengan cepat melalui darat.
Selokan-selokan pada saat terjadinya badai akan membanjiri jalan raya yang
merugikan masyarakat perkotaan, dan dimungkinakan untuk memerlukan
pembangunan kolam retensi sebagai upaya untuk memperlambat puncak banjir.
Arnold dan Gibbons (1996) menjelaskan perkiraan data aliran dengan penggunaan
permukaan yang kedap air (Gambar 2.6). Puncak banjir meningkat dan waktu ke
puncak akan memendek (Paul dan Meyer, 2001). Karena fraksi airnya lebih besar
diekspor sebagai limpasan, pengisian ulang air tanah menjadi lebih sedikit, dan
aliran dasar berkurang juga.
Iklim, vegetasi, geologi, dan medan pada daerah aliran menentukan jenis aliran
alami yang terjadi. Di sungai yang sangat teratur, aliran musiman yang terjadi
menjadi hampir mencapai konstan karena penampungan air selama musim hujan
tercapai. Berdasarkan 21 situs dengan catatan hidrologi jangka panjang yang
memadai, Magilligan dan Nislow (2005) menemukan bahwa bendungan umumnya
menyebabkan peningkatan aliran rendah dan penurunan statistik aliran tinggi.
Gambar 2.6 Perubahan aliran hidrologi dengan peningkatan tutupan permukaan
yang kedap air di daerah tangkapan perkotaan (Direproduksi dari Paul dan
Meyer ,2001 setelah Arnold dan Gibbons, 1996)
Geomorfologi Sungai
Untuk suatu wilayah sungai secara alamiah akan mengalami peristiwa ekuilibrium
dinamis, yang merupakan fungsi dari aliran dan sedimen terkait dengan saluran
utama dan daerah rawan banjir (Leopold dkk. 1964). Hal ini berarti suatu saluran
akan mengalami perubahan dinamis terhadap dimensi, profil aliran terhadap debit
yang fluktuatif, transportasi sedimen, maupun variabel lainnya. Di dalam suatu
pengembangan wilayah, istilah saluran drainase sering digunakan sebagai
pengganti saluran alamiah yang mengalami proses geomorfologi sungai. Oleh
karena itu perlu diketahui beberapa konsep dasar terkait drainase itu sendiri.
Jaringan drainase merupakan salah satu sistem pengaliran air hujan atau fasilitas
dasar yang dirancang untuk mengalirkan air hujan dan merupakan komponen
penting dalam perencanaan infrastruktur suatu wilayah kota. Pada bagian hulu
suatu jaringan drainase, umumnya sebagian besar saluran memiliki ukuran atau
dimensi yang lebih kecil bila dibandingkan dengan saluran pada bagian hilir.
Disamping itu saluran drainase bagian hulu biasanya hanya mengalirkan air pada
saat terjadi hujan saja, sementara saluran pada bagian hilir dialiri air sepanjang
tahun. Ini adalah titik dimana suatu saluran urutan pertama dimulai.
3.1.1 Sistem Jaringan Drainase
Menurut Suripin (2004), sistem jaringan drainase merupakan suatu bagian dari
fasilitas infrastruktur yang terletak pada suatu kawasan. Sistem jaringan drainase
termasuk pada kelompok infrastruktur air yang sering dijumpai disamping
infrastruktur lainnya seperti gorong-gorong, jembatan, pelimpah, pintu-pintu air,
bangunan terjun, dan sebagainya. Secara umum, sistem jaringan drainase dibagi
menjadi dua yaitu sistem jaringan drainase mayor dan minor.
Terdapat beberapa jenis pola drainase yang ada di dunia. Pola drainase dibuat
berdasarkan topografi yang terdapat pada daerah masing-masing.
Gambar 3.1 Pola Jaringan Drainase Siku (gambar nanti buat sendiri!)
Gambar 3.2 Pola Jaringan Drainase Pararel (gambar nanti buat sendiri!)
3. Jaringan Drainase Grid Iron
Jaringan Drainase Grid Iron biasanya terletak pada pinggiran kota dimana
seluruh saluran cabang pada kota akan dipertemukan pada saluran utama
yang berada di pinggiran.
Bentuk saluran dan luas penampangnya akan berbeda meskipun pada suatu aliran
yang sama karena beberapa lokasi tergolong lebar dan dangkal, dan beberpaa
lokasi lainnya sempit dan dalam. Tetapi, debit saluran yang dihasilkan akan sama
ketika mencapai hilir saluran. Penampang saluran pada dasarnya bentuknya
kebanyakan trapesium tetapi tidak akan simetris pada saat tikungan. Pengendapan
sedimen akan terjadi pada bagian dalam suatu tikungan saluran dikarenakan
kecepatan aliran yang cenderung lebih rendah daripada saluran yang satunya lagi.
Hal lain yang menyebabkan pengendapan pada bagian dalam tikungan karena arus
mengalir ke bagian luar tikungan tetapi hal ini dapat menyebabkan pelebaran
saluran pada salah satu tikungan dan terjadinya perubahan bentuk alami sungai
seiring berjalannya waktu. Biasanya pemancing menggunakan titik luar
dikarenakan lokasi tersebut biasanya akan lebih dangkal untuk mendapatkan hasil
yang lebih maksimal. Di lembah yang curam dan sempit, biasanya saluran dibatasi
oleh topografi, sedangkan lembah yang datar dan lebar memungkinkan lebih
banyak gerakan lateral dan berkelok-kelok (Gambar 3.1)
Gambar 3.1 (a) Penampang lembah yang menunjukkan saluran saat ini, dataran
banjir ditempati secara berkala, dan teras yang mewakili dataran banjir sebelumnya
(Direproduksi dari Dunne dan Leopold, 1978). (b) Sebuah saluran yang memiliki
sedikit kemungkinan untuk dikembangkan menjadi dataran banjir (Direproduksi
dari Ward dkk. 2002)
3.3 Liku Saluran (Sinuosity)
Air yang mengalir akan mengikuti jalur pada suatu aliran, apakah itu merupakan
air bekas lelehan es, arus pada teluk, arus pada danau, atau suatu saluran sungai.
Namun, jenis aliran biasanya sangat berlika-liku (Sinuosity), dari saluran yang
lurus sampai dengan yang sangat berkelok-kelok, hingga saluran dengan tikungan
yang sangat tidak teratur dapat diukur sebagai berikut:
Panjang Saluran
Sinuosity = Garis Lurus Menuruni Jarak Lembah
Banyak variabel yang dapat mempengaruhi derajat lika-liku dan nilainya berkisar
satu pada saluran yang mendekati sederhana dan terdefinisi hingga empat pada
saluran yang sangat berkelok-kelok. Sinuosity dapat diartikan sebagai suatu tingkat
lika-liku ekstrim bila didapatkan nilai > 1,5 (Gordon dkk. 2014)
Bab 5
Abiotik Sungai
Dalam ekosistem sungai terdapat hubungan timbal balik antara komponen faktor
abiotik dan komponen faktor biotiknya. Komponen abiotik pada ekosistem sungai
yaitu arus, substrat, suhu, dan variabel kimia yang terdapat pada aliran sungai.
Penjelasan lebih terperici terkait komponen abiotik sungai akan dipaparkan pada
sub bab dibawah ini. Pada dasarnya zat kimia pada aliran sungai termasuk di
dalamnya oksigen terlarut merupakan hal yang penting dalam suatu ekosistem
sungai. Pembahasan lebih mendalam terkait dengan kimia air sungai terdapat pada
Bab 6.
Dalam sistem sungai, arus sungai seringkali disamaartikan dengan aliran sungai.
Kedua hal ini tentunya memiliki perbedaan walaupun sedikit saja terutama dalam
hal materi dengan garis alirannya. Aliran sungai lebih bersifat umum dan sangat
mempengaruhi struktur fisik sungai dan aspek hidrolis yang beroperasi pada suatu
level sungai. Sementara arus sungai lebih menekankan pada materi dengan besaran
kecepatan tertentu yang membentuk garis aliran. Arus sungai dapat mempengaruhi
mikrohabitat yang ada dan ditempati oleh sebagian biota sungai. Hal ini tentunya
sangat penting untuk interaksi ekologi, kecepatan transfer energi, dan siklus materi
tersebut. Arus sungai dapat menjadi dominan dan dapat menentukan karakterisasi
variabel lainnya juga dapat mempengaruhi keberagaman ekosistem sungai. Sebagai
contoh arus sungai yang memiliki kecepatan dan bergerak dalam garis aliran dapat
mempengaruhi organisme bentik pada sungai adalah organisme bentik yang
biasanya menempel pada suatu substrat dapat terpisah atau terkikis karena adanya
perubahan arus sungai yang semakin tinggi sehingga kemampuan organisme bentik
untuk mempertahankan posisinya semakin berkurang. Hal ini tentunya dapat
mempengaruhi secara tidak langsung pada proses rantai makanan makanan
termasuk nutrisi dan gas terlarut di dalamnya sehingga metabolisme dan
pertumbuhan organisme bentik menjadi terganggu.
Kecepatan pada arus sungai sangat bervariasi dan terjadi tidak hanya di sepanjang
sungai dengan variasi hidrograf yang terjadi, tetapi juga dari satu tempat ke tempat
lain dalam suatu segmen sungai pada skala habitat mikro karena gesekan lapisan,
topografi, dan kekasaran lapisan karena partikel substrat yang relatif besar. Profil
kecepatan aliran vertikal sangat penting untuk pertimbangkan dari efek arus pada
organisme karena kondisi aliran yang berada di dekat sisi aliran sungai dapat
sangat berbeda dari tengah aliran sungai.
Kapan kedalaman aliran jauh lebih besar dari ketinggian elemen kekasaran, yang
diharapkan lapisan luar yang kecepatannya sedikit berbeda dengan keadaan yang
lebih dalam (Gambar 6.2). Di kebanyakan keadaan alami, bagaimanapun, aliran
tiga dimensi yang diinduksi oleh kekasaran dan turbulensi mencirikan lingkungan
di dekat lapisan tempat tinggal sebagian besar organisme aliran.
Gambar 6.2 Pembagian aliran saluran terbuka kasar secara hidrolik menjadi
lapisan horizontal. Kecepatan aliran dalam '' Lapisan kekasaran '' tidak dapat
diprediksi hanya berdasarkan pengetahuan tentang aliran di lapisan logaritmik.
Angka ini tidak ditarik ke skala. (Direproduksi dari Hart dan Finelli, 1999)
Pengenalan terhadap bagaimana rumitnya suatu kondisi aliran yang berada di dasar
memicu munculnya beberapa perhitungan kecepatan dan tekanan hidrolik.
Penggunaan metode-metode terhadap suatu aliran menetapkan bahwa perkiraan
terhadap kecepatan diukur 2 cm dari dasar saluran sampai 10 cm dari dasar
saluran, dikarenakan makhluk hidup yang berukuran mikro ditemukan pada
ketinggian tersebut.
Kekasaran permukaan dapat diukur langsung dari dimensi partikel atau dengan
menggunakan alas profiler seperti pelat tingkat yang melaluinya sejumlah batang
vertikal geser yang ditekan ke bawah untuk menghasilkan ukuran topografi.
Kecepatan rata-rata, kedalaman, dankekasaran permukaan adalah variabel hidrolik
sederhanayang memberikan informasi berguna tentang aruslingkungan Hidup.
Menggunakan pengukuran saluran terbuka dan konstanta tertentu dapat
diperkirakan hidrolik variabel termasuk bilangan Reynolds (Re) dan nomor Froude
(Fr).
Tabel 6.1 Beberapa istilah dan persamaan dalam menggambarkan aliran sungai
(Direproduksi dari Davis dan Barmuta, 1989 dan Carling, 1992)
dan panjang seekor ikan atau serangga dapat digunakan untuk memperkirakan
kekuatan yang bertindak langsung pada organisme. Pada Re rendah, aliran adalah
gaya laminar dan kental mendominasi, sedangkan pada turbulensi Re tinggi terjadi
dan gaya inersia mendominasi. Laminar aliran biasanya membutuhkan kecepatan
arus dengan baik di bawah 10 cm/s -1, terutama jika kedalaman melebihi 0,1 m;
singkatnya, cukup dangkal dan bergerak lambat. Karenanya aliran turbulen adalah
norma saluran sungai dan aliran. Fr adalah rasio kecepatan dan kedalaman tak
berdimensi, dan membedakan aliran tenang dari aliran putus dan turbulen aliran
(Davis dan Barmuta, 1989).
Nilai rendah Fr adalah karakteristik habitat kolam dan lebih tinggi nilai-nilai
habitat riffle. Di beberapa aliran di Selandia Baru, Fr umumnya <0,18 dan jarang
seperti setinggi 0,4 di kolam, > 0,41, dan setinggi 1 inci riffle, dan intermediate in
run (Jowett, 1993). Menggunakan perkiraan kecepatan geser (U*), yaitu dapat
diturunkan dari profil kecepatan dan menggantikan ketinggian elemen kekasaran
untuk kedalaman air dan satu perkiraan kekasaran (batas) bilangan Reynolds (Re*)
(Tabel 6.1). Variabel ini dan tegangan geser tak berdimensi, yang terkait dengan
kuadrat kecepatan geser dan berbanding terbalik dengan ukuran partikel.
Kondisi fisik terhadap Re yang rendah dan tinggi sangat berbeda. Dengan
mengurangi efek dari turbulensi, maka efisiensi dari bentuk juga digunakan untuk
mengurangi perbedaan tekanan pada posisi hulu dan hilir. Pada Re rendah, air
lebih kental daripada air biasa dan gaya yang terjadi lebih besar satu sama lainnya.
Tekanan terakhir yang muncul dikarenakan kondisi yang tidak licin menghasilkan
gesekan pada dasar saluran. Ini dikurangi dengan pengurangan luas permukaan,
sehingga bentuk akan menjadi memungkinkan. Pelurusan jenis saluran akan sedikit
bermanfaat dikarenakan tekanan seret akan berkurang.
Arus berperan sebagai faktor lingkungan yang buruk ketika terjadinya banjir yang
menyebabkan longsor akibat gaya geser yang bekerja secara langsung terhadap
individu. Distribusi organisme yang dipengaruhi oleh gangguan mulai dari
frekuensi yang tinggi dan magnitude yang rendah yang dihasilkan dari turbulensi
dan curah hujan rendah. Tingkat kerusakan dari dampak bencana itu selanjutnya
ditentukan oleh adanya aliran tempat perlindungan dan kemampuan organisme
mencari, melindungi, dan mengkolonisasi kembali.
6.3 Substrat
Substrat yang mengalir dari satu tempat ke tempat lainnya sangat penting untuk
ganggang atau makhluk hidup lainnya dikarenakan tempat mereka tinggal
memungkinkannya untuk bertahan hidup dari ancaman lainnya. Suhu juga
mempengaruhi seluruh proses siklus kehidupan dikarenakan sebagian besar
organisme yang hidup di arus bersifat ektotermik.
Substrat adalah variabel kompleks dari suatu sistem lingkungan. Seringkali kita
memikirkan substrat yang dalam persyaratan material aliran, termasuk jalan
berbatu dan batu besar di aliran gunung, lumpur, dan pasir yang lebih khas pada
sungai dataran rendah. Selain itu, masih ada berbagai macam substrat organik
dalam jalannya suatu aliran, dari fragmen organik kecil hingga seukuran pohon
tumbang, bersama dengan tanaman yang berakar, ganggang berserabut, bahkan
hewan lainnya.
Pada intinya, substrat mencakup segala sesuatu yang ada di sungai, tidak
mengecualikan variasi artefak dan puing-puing manusia, dan tempat organisme
tinggal (Minshall, 1984). Ada contoh di mana substrat relatif seragam, seperti pada
dasar sungai berpasir dengan kemiringan rendah tetapi biasa itu sangat heterogen.
Sebagai suatu perhitungan, substrat biasanya terdiri dari banyak jenis. Bahkan
ketika dalam penentuan jumlah substrat tidaklah mudah, seperti memperkirakan
ukuran partikel atau volume pada kayu, dan sebagainya.
Sungai pada dataran yang rendah dimana sebagian besar substratnya adalah pasir,
sobekan batang pohon, dan pohon tumbang. Penelitian yang dilakukan oleh Benke
dkk. (1985) pada salah satu sungai di Georgia memperkirakan bahwa ratio antar
halangan, lumpur, dan substrat pasir berkisar 1 : 1,4 : 14 pada lokasi hulu, dan 1 :
3,6 : 18 pada lokasi hilir. Halangan yang dimaksud telah banyak dipengaruhi boleh
biomassa invertebrata (Tabel 6.2).
Total unit angka per luas tidak berbeda nyata antara halangan dan pasir. Namun,
sebagian besar invertebrata pada substrat pasir adalah oligo chaetes dan pengusir
hama psammophilous. Pada semua habitat yang terletak pada aliran sungai,
permukaan halangan menyumbang lebih dari setengah biomassa invertebrata.
Dikarenakan pasir merupakan 70-80% substrat, maka itu merupakan penyebab dari
sebagaian besar biomassa yang tersisa meskipun juumlah biomassa per satuannya
kecil.
Tabel 6.2 Jumlah substrat kayu, pasir, dan lumpur pada salah satu sungai di
Georgia
Penggunaan batu bata sebagai suatu percobaan, Downes dkk. (1988) memanipulasi
tiga aspek tentang habitat struktur, yaitu lubang permukaan besar dan retakan,
tekstur permukaan (lubang kecil), dan kelimpahan makroalga. Sampel penelitian
diambil setelah 14 hari dan 28 hari, spesies yang mayoritas terjadi pada substrat
kasar, ada suatu akumulasi yang tidak proporsional dari individu-individu kecil,
dan masing-masing dari tiga elemen struktur habitat yang telah dimanipulasi
terpisah (Gambar 6.3).
700
600
500
200
100
0
Pengaruh Alga
(a)
450
400
350
300
100
50
0
Tanpa Alga
(b)
500
450
400
350
300
14 Hari Dengan Celah
250 28 Hari Dengan Celah
14 Hari Tanpa Celah
200 28 Hari Tanpa Celah
150
100
50
0
Dengan dan Tanpa Celah
(c)
Gambar 6.3 Jumlah rata-rata spesies (1 SE) yang berkoloni pada batu kasar dan
halus dari setiap mikroalaga baik (a) dilepas atau dibiarkan utuh dan (b) dengan
atau tanpa celah-celah. Nilai ini disesuaikan dengan luas batu
Meskipun studi ini memberikan bukti kuat untuk pentingnya kekasaran substrat,
mekanisme oleh celah dan kekasaran permukaan yang terpengaruh oleh biota tidak
jelas. Secara khusus, A. hermannii merespon kuat terhadap tekstur permukaan,
tidak mungkin memisahkan efeknya pada fauna dengan tutupan alga yang
meningkat dari kombinasi dengan permukaan yang kasar.
Kehadiran organisme tertentu dapat menambah dimensi biologi pada tekstur dan
stabilitas substrat. Keberadaan larva meningkatkan kecepatan partikel, dikarenakan
efek dari sekresi sutranya. Dengan melimpahnya larva dan mempengaruhi taksa
lain untuk mempertahankan posisi saat arus pada suatu aliran meningkat.
6.4 Temperatur
Untuk alasan ini, termal sangat beragam dan dapat bervariasi pada semua skala
spasial dari skala mikro bercak ke gradien membujur dari hulu ke muara sungai.
Aktivitas manusia bisa mengubah suhu alami dalam banyak hal, termasuk
penghilangan vegetasi peningkat naungan, perubahan jalur aliran seperti
peningkatan permukaan kedap air, konstruksi bendungan, dan tentu saja dengan
mempengaruhi iklim.
Suhu pada aliran air biasanya sangat bervariasi. Suhu aliran bisa menjadi cukup
konstan dimanapun input air tanah terjadi. Sungai yang berukuran sedang yang
dialiri akuifer air tanah yang besar akan menunjukkan pemanasan musiman yang
jauh lebih sedikit dan lebih dingin daripada sungai di iklim yang sama.
Suhu pada sungai yang sangat konstan juga ditemukan pada daerah tropis yang
lokasinya terus menerus terpapar sinar matahari. Sungai Amazon di Brazil
merupakan salah satu sungai dengan suhu termal stabil di dunia. Di sebagian besar
sungai yang beriklim sedang, kisaran suhu tahunan antara 0°C sampai dengan
25°C, tetapi pada sungai daerah gurun bisa mencapai hampir 40°C.
Suhu pada sungai besar tidak banyak dipengaruhi oleh bayangan, dikarenakan
ukurannya yang besar dan termal inersia yang cukup besar dan hampir bisa
dipastikan bahwa sungai tersebut akan sangat terpapar matahari. Pada sungai yang
kecil pada daerah perhutanan, dengan terjadi penghalangan sinar matahari masuk
ke perairan juga mempengaruhi suhu pada aliran tersebut.
Pengaruh ukuran sungai dari pemanasan dari radiasi matahari terhadap urutan-
urutan sungai di dunia dijelaskan pada Gambar 6.4. Lokasi sungai pada hulu
biasanya stabil secara termal dikarenakan topografinya dan lokasinya yang pasti
berada di kawasan pepohonan, dan sungai di hilir biasanya stabil juga secara
termal dikarenakan massa air yang sangat besar, sedangkan pada sungai yang
berada pada orde menegah terjadi perubahan termal yang cukup signifikan karena
dipengaruhi oleh naungan tepi sungai dan volume yang cukup kecil untuk hangat
dan sejuk pada siang dan malam hari.
12
Perubahan Suhu Maksimal
10
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Urutan Orde pada Sungai
Gambar 6.4 Rentang perubahan suhu harian dalam urutan-urutan sungai di dunia
Aliran sungai adalah aliran yang biasanya mengalir pada saluran terbuka alamiah.
Pengertian dari saluran terbuka sendiri adalah suatu saluran yang terjadi secara
alamiah atau buatan yang memiliki bentuk permukaan yang bebas atau
berhubungan langsung dengan udara luar. Aliran sungai dipengaruhi oleh beberapa
parameter hidraulis antara lain jari-jari tampang basah, kemiringan dasar saluran,
kekasaran dasar, kekentalan zat cair, dan bervariasinya geometri saluran.
Bilangan Froude adalah suatu bilangan tak bersatuan yang digunakan untuk
mengukur resistensi dari suatu objek yang bergerak melalui suatu aliran air dan
membandingkannya dengan ukuran yang berbeda-beda.
Fr = ¿V¿
Aliran sub kritis adalah aliran yang memiliki ciri fisik yaitu kecepatan aliran
lambat, kedalaman aliran lebih besar, kurang dari kecepatan pada
perambatan gelombang dan perambatan gelombang ke hilir dan ke hulu.
b. Aliran Kritis (Fr = 1)
Aliran kritis adalah aliran air yang mempunyai kecepatan aliran sebanding
dengan kecepatan gelombang gravitasi beramplitudo kecil. Umumnya
kecepatan kritis dipakai sebagai pegangan dalam menentukan ukuran
bangunan ukur debit aliran air dimana kondisi tersebut disebut kondisi
keadaan aliran modular.
Aliran super kritis adalah aliran yang memiliki ciri fisik yaitu kecepatan
aliran deras, lebih besar daripada kecepatan pada gelombang dan
perambatan gelombang ke daerah hilir.
Bilangan Reynolds adalah rasio antara gaya inersia terhadap gaya viskos yang
mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran
tertentu.
μ
v=
ρ
Menurut Chou (1989), terdapat hubungan antar bilangan Froude dan bilangan
Reynolds yaitu hubungan berdasarkan kekentalan dan aliran berdasarkan gaya
gravitasi untuk saluran terbuka dijabarkan pada Tabel 5.1.
Tidak seperti gerak benda padat, gerak cairan cukup kompleks dan tidak selalu
dapat diselesaikan atau dipecahkan dengan pasti hanya dengan analisis secara
matematis. Hal ini dikarenakan elemen cairan merupakan suatu elemen yang
mengalir terus menerus dan bergerak dengan kecepatan dan percepatan yang
berbeda juga. Terdapat tiga konsep penting dalam aliran benda cair, yaitu:
1. Persamaan Chezy
Pada suatu aliran yang bersifat seragam, komponen gaya berat dalam arah
aliran adalah seimbang dengan tahanan geser. Setelah melalui beberapa
penurunan terhadap rumus Chezy, didapatkan suatu persamaan umum
sebagai berikut.
V = √ RI
Dimana V adalah kecepatan aliran, R = A/P = adalah jari-jari hidraulik, I
adalah kemiringan dasar saluran, C adalah koefisien Chezy, A adalah luas
basah penampang, dan P adalah keliling basah penampang.
2. Persamaan Manning
1 2 1
V = n R3 I 2
3. Persamaan Strickler
Persamaan Strickler juga banyak digunakan pada saluran terbuka dan pada
penampang pipa. Persamaan Strickler adalah sebagai berikut.
2 1
V = kR 3 I 2
Proses kimiawi pada air sungai dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hujan
merupakan salah satu dari sekian material kimiawi yang input ke sungai. Material-
material pada sungai dibagi menjadi beberapa bagian yang telah diperinci Berner
dan Berner (1987), sebagai berikut:
1. Air
2. Material anorganik
3. Ion-ion yang terlarut (Ca2+, Na+, Mg2+, K+, HCO3-, SO42-, Cl-)
4. Nutrisi yang terlarut (N, P, sampai batas tertentu Si)
5. Bahan organik terlarut
6. Gas (N2, CO2, O2)
7. Logam yang terlarut maupun tersuspensi.
Oksigen, karbondioksida, dan nitrogen terjadi sebagai gas terlarut pada aliran
sungai dengan jumlah yang signifikan. Meskipun gas nitrogen dikenalkan pada
siklus nitrogen pada ekosistem sungai dengan jumlah bakteri tertentu, konsentrasi
nitrogen yang terlarut sendirinya berjumlah sangat sedikit. Oksigen dan
karbondioksida umumnya yang telah diketahui terjadi pada atmosfer dan terlarut
dalam air berdasarkan tekanan dan suhu tertentu. Jadi, semakin tinggi suatu lokasi,
maka oksigen dan karbondioksida akan menipis (Tabel 6.1).
Di udara, terdapat sekitar 21% oksigen dan hanya sekitar 0,03% karbondioksida,
sehingga air jenuh tawar memiliki kadar oksigen yang lebih tinggi daripada
karbondioksida, meskipun perbedaannya tidak sebesar yang di udara. Pada air
tanah, jumlah kadar oksigen sangat rendah dibandingkan dengan karbondioksida
dikarenakan pengolahan mikroba dan bahan organik sebagai air yang telah
melewati sela-sela pada tanah.
Pada aliran yang kecil, difusi berfungsi sebagai suatu hal yang berguna untuk
mempertahankan kadar oksigen dan karbondioksida. Difusi memainkan peran yang
berkurang ketika pada aliran yang besar karena luas permukannya yang lebih kecil
terhadap perbandingan volume, dan sungai tentu saja mengalir lebih lancar
dikarenakan kurangnya terjadi turbulen.
Dalam hal ini, aktivitas biologis yang terjadi secara alamiah dapat mengubah
konsentrasi oksigen dan karbondioksida, sehingga polusi organic juga meningkat
karena dibutuhkan proses respirasi untuk oksigen dan proses presipitasi pada asam
yang berfungsi untuk mengubah sistem karbonat yang dapat menpengaruhi nilai
dari karbondioksida dalam suatu larutan aliran.
Respirasi dan fotositensis adalah proses biologis yang sangat penting yang dapat
mengubah konsentrasi oksigen dan karbondioksida. Konsumsi oksigen meningkat
dengan peningkatan beban bahan organic dikarenakan reaksi kimia langsung.
Kebutuhan akan oksigen bisa tinggi atau rendah tergantung pada daerah dan
musim tertentu. Produktivitas oksigen terjadi pada siang hari, sementara respirasi
menjadi produksi oksigen menurun pada malam hari.
Kandungan total dari padatan yang terlarut pada air adalah jumlah dari konsentrasi
ion utama terlarut dengan rata-rata global sekitar 100 mg L -1 (Tabel 6.2). Salinitas
mengacu pada jumlah konsentrasi dari semua ion yang terlarut. Salinitas adalah
tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut dalam air. Meskipun, untuk semua
tujuan praktisi dengan jumlah parameter yang sama, kandungan total dari padatan
yang terlarut diukur dengan penguapan dan penimbangan residu.
Selain itu, ion utama dapat diukur secara langsung dengan berbagai cara, salah
satunya adalah metode kolorimetri dimana ion tertentu berekasi dengan bahan
kimia tertentu untuk membentuk senyawa berwarna, ion kromatografi (suatu
teknik pemisahan molekul berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase
gerak dan fase diam), dan melalui ion spesifik.
Tabel 6.2 Komposisi kimiawi dari aliran sungai global (mg L -1). Kation dan Anion
dalam µeq L-1. (Direproduksi dari Wetzel (2001))
Amerika 21,0 5,0 9,0 1, 68,0 20,0 8,0 1,0 0,1 9,0 142
Utara 4 6
Amerika 7,2 1,5 4,0 2, 31,0 4,8 4,9 0,7 1,4 11, 65
Selatan 0 9
Eropa 31,1 5,6 5,4 1, 95,0 24,0 6,9 3,7 0,8 7,5 182
7
Asia 18,4 5,6 5,5 3, 79,0 8,4 8,7 0,7 0,0 11, 142
8 1 7
Afrika 12,5 3,8 11, - 43,0 13,5 12, 0,8 1,3 23, 121
0 1 2
Australi 3,9 2,7 2,9 1, 31,6 2,6 10, 0,05 0,3 3,9 59
a 4 0
Global 15,0 4,1 6,3 2, 58,4 11,2 7,8 1,0 0,6 13, 120
3 7 1
Konsentrasi ionik air hujan (Tabel 6.3) jauh lebih encer daripada kebanyakan air
sungai dengan nilai rata-rata beberapa milligram per liter (Berner dan Berner,
1997). Ca2+, Na+, Mg2+, K+, Cl- merupakan partikel yang diturunkan dari udara,
sedangkan SO42- dan NO3- berasal dari gas atmosfer. Garam laut (NaCl) sangat
penting bagi laut.
Tabel 6.3 Konsentrasi ion utama pada daratan dan pesisir pantai
Air sungai akan lebih pekat dibandingkan dengan air hujan dikarenakan
konsentrasi ion yang masuk ke air sungai hampir tiga kali lipat lebih besar daripada
konsentrasi dalam air hujan. Ion-ion yang masuk ke dalam air sungai terdiri dari
pelapukan batuan, sumber alam lainnya, dan masuknya antropogenik.
Kalsium adalah kation yang paling banyak yang dapat ditemui pada sungai di
dunia, dikarenakan hampir seluruh zat kalsium berasal dari pelapukan bebatuan
sedimen berkarbonat. Polusi dan input atmosfer juga menyumbang zat kalsium ke
sungai, tetapi dalam kadar yang kecil. Sebagian besar magnesium juga berasal dari
sumber yang sama dengan kalsium, yaitu berasal dari pelapukan bebatuan dan
polusi serta input atmosfer juga menyumbangnya ke dalam sungai dalam kadar
yang kecil.
Kalium merupakan zat yang paling sedikit pada sungai, dimana hampir 90%
berasal dari pelapukan bahan bersifat silikat. Konsetrasi zat kalium juga bervariasa
tergantung dengan geologi yang mendasarinya. Silika biasanya digunakan dalam
pembentukan sel dinding luar alga.
Bikarbonat (HCO3-) dihasilkan dari pelapukan mineral karbonat. Namun sumber
utama dari zat bikarbonat adalah karbondioksida yang terlarut dalam tanah. Zat
yang terlarut ke dalam tanah tersebut diproduksi oleh bakteri dan didekomposisi
oleh bahan organik. Zat bikarbonat adalah anion yang paling penting secara
biologis dikarenakan konsentrasinya yang tinggi yang tercrmin dalam ukuran
alkalinitas dan menunjukkan perairan yang subur.
Klorida pada dasarnya hampir mirip dengan natrium dimana berasal dari
pelapukan bebatuan. Secara kimiawi dan biologis, klorida berfungsi sebagai
sebuah pelacak dalam pelepasan nutrisi ke sungai yang bertujuan untuk
eksperimental.
Sulfat memiliki banyak sumber, yaitu pelapukan batuan sedimen, polusi dari
pupuk, limbah, kegiatan penambangan, pembakaran bahan bakar fosil, dan
aktivitas vulkanik. Di suatu daerah yang terdapat hujan asam sulfat, konsetrasi zat
sulfat relative tinggi terhadap seluruh ion. Konsentrasi zat sulfat dan bikarbonat
berhubungan timbal balik pada air sungai, khususnya pada daerah dengan
alkalinitas rendah.
Zat-zat terlarut P dan N adalah bersifat anorganik adalah nutrisi primer yang
membatasi produksi mikroba pada tanaman, dan siklus cepat antara pembentukan
bentuk anorganiknya yang tergabung ke jaring makanan pada sungai.
Konsentrasi pada ion hidrogen adalah zat yang sangat penting baik secara kimiawi
maupun biologis karena dapat digunakan untuk menentukan keasaman pada suatu
aliran yang dinyatakan dalam pH. pH 7 adalah netral, dimana diatas 7 adalah basa
dan dibawah 7 adalah asam.
Perairan alami mengandung larutan CO2, asam karbonat dan ion bikarbonat dan
karbonat dalam kesetimbangan yang berfungsi sebagai penentu utama
keseimbangan keasaman alkalinitas segar dalam perairan. Air tawar dapat sangat
bervariasi dalam keasaman dan alkalinitas, dan nilai pH ekstrim (di bawah 5 atau
di atas 9) dimana sangat berbahaya bagi sebagian besar organisme.
Dalam bab ini dan selanjutnya kita memeriksa sumber energi untuk jaring
makanan lotik. Autotrof atau produsen utama adalah organisme yang memperoleh
energi mereka dari sinar matahari dan bahan dari sumber tak hidup. Alga,
tumbuhan tingkat tinggi, dan beberapa bakteri dan protista adalah autotrof penting
di perairan mengalir. Semua hewan tentu saja termasuk heterotrofik, tetapi begitu
juga jamur dan banyak lagi protista dan bakteri yang mendapatkan nutrisi melalui
pengolahan bahan organik mati dan seringkali membuat bahan organik itu lebih
bergizi kaya dan lebih mudah diakses oleh konsumen lainnya.
Autotrof utama dari air mengalir meliputi tumbuhan besar, yang disebut makrofit,
dan berbagai produsen kecil termasuk sel individu, koloni, dan bentuk
pertumbuhan berserabut. Alga ditangguhkan di kolom air dimaksud sebagai
fitoplankton; yang melekat pada substrat disebut sebagai alga bentik atau perifiton.
Lumut distribusinya terbatas, tetapi bisa berlimpah pada beriklim sejuk dan di
aliran air hulu yang teduh. Ganggang bentik muncul di hampir semua permukaan
di sungai, biasanya berhubungan erat dengan mikroba heterotrofik. Jadi, tampilan
profil longitudinal sungai, ganggang bentik, dan lumut kadang-kadang
mendominasi di bagian hulu, dan alga bentik menjadi lebih melimpah di hilir.
Makrofit tumbuh di sungai berukuran sedang dan sepanjang tepi sungai yang lebih
besar, dan populasi fitoplankton substansial berkembang hanya dalam jumlah
besar.
Hampir semua media yang menerima cahaya, baik di sungai kecil atau sungai
besar, menopang bentik komunitas alga. Alga bentik mendukung jaringan fluvial,
menghilangkan nutrisi dari air kolom, dan dapat menipiskan arus dan menstabilkan
sedimen, memodifikasi perairan habitat (Stevenson 1996, Dodds dan Biggs 2002).
Beberapa spesies alga bersentuhan dengan substrat di sepanjang dinding sel,
koloni, atau sistem berserabut. Sebagai konsekuensi dari ini variasi dalam bentuk
pertumbuhan dan gaya hidup, dekat melihat komunitas alga bentik
mengungkapkan banyak hal keragaman struktural (Gambar 7.1).
Dalam survei ekstensif makroalga dari 1.000 aliran mencapai di Amerika Utara,
Sheath dan Cole (1992) mencatat 259 taksa makroalga, dari dimana 35% adalah
alga hijau, 24% adalah cyanobacteria, 21% adalah diatom dan chrysophytes
lainnya, dan 20% adalah alga merah. Banyak diatom jangan membentuk tikar,
koloni agar-agar, atau filamen, dan karenanya akan kurang terwakili dalam sebuah
survei makroalga yang terlihat.
Jumlah Taksa
Seluruh Habitat Epipelon Epiphyton
Diatom 81 80 59 321 176
Alga Hijau 12 12 7 32 27
Cyanobakteria 9 9 6 14 19
Euglenophyta 17 15 7 29 -
Chrysophyta 0 1 1 1 2
Alga Merah 1 3 0 0 1
Total 120 120 80 388 225
Cahaya dan nutrisi pasti berinteraksi dengan suhu yang juga mempengaruhi
biomassa pada saat alga bentik melakukan pergantian dan pengangkutan substrat
serta detrivitor menyebabkan menghilangnya biomassa pada alga yang
diilustrasikan (Gambar 7.2)
Kelimpahan dari biomassa dapat diukur dengan beberapa cara. Area khas pada
substrat yang diketahui diambil sampelnya menggunakan sebuah sikat untuk
menghilangkan ganggang. Beberapa peneliti menyukai menggunakan alat
penghisat yang dibuat dengan memasang kuas dalam silinder dimana di sisi
silinder ditambahkan dengan zat tertentu. Hasilnya zat tersebut dapat disaring ke
kertas saringan dan sel-sel yang tertempel dihitung. Jumlah biomassa dihitung
dengan metode ditambang, atau pigmen klorofil diesktraksi dan diuji
menggunakan spektrofotometer.
Substrat buatan termasuk ubin dari tanah liat dan kaca dibiarkan untuk dijajah oleh
biomassa, dan sedimen dapat dikumpulkan dengan memasukkan dari bagian atas
cawan dan kemudian dilucurkan pada piringan kaca dibawahnya. Jumlah sel
biasanya diketahui sebagai angka per sentimeter persegi.
Cahaya bisa menjadi faktor pembatas pada aliran yang kecil dikarenakan tertutup
oleh hutan yang lebat sehingga populasi alga bentik cenderung menjadi maksimal
sebelum perkembangannya dan menurun selama musim panas. Nutrisi, terutama
fosfor dan nitrogen mungkin diharapkan untuk memberikan suatu pengaruh kritis
pada autotroph di sungai sama seperti yang terjadi pada air tawar. Arus dialiri oleh
air secara terus menerus sehingga meminimalkan penipisan nutrisi, dan stratifikasi
termal tidak terjadi untuk membatasi pencampuran nutrisi ke seluruh jaringan air.
Dalam beberapa studi, aliran air yang terdiri dari nitrogen dan fosfor tidak
berpengaruh terhadap perkembangan alga bentik. Fosfor dan nitrogen telah
ditemukan membatasi, terkadang dalam suatu kombinasi yang tergantung pada
masing-masing lokasi. Nutrisi lain, seperti zat logam dan bikarbonat mungkin bisa
dibilang penting. Suhu meningkatkan laju metabolism dan penggembalaan
terkadang dapat membatasi perkembangan populasi alga.
Arus cepat membatasi pembentukan markofit dan mempengaruhi distribusi pada
ganggang bentik dalam hal taksa dan pertumbuhannya. Banjir dan penggerusan
sedimen dapat menyebabkan pengurangan besar dalam tanaman alga. Namun, di
perairan yang terus mengalir dengan debit yang rendah, efek langsung dari arus
mungkin kurang berguna bagi ganggang bentik.
7.1.1 Cahaya
Alga motil mampu menghindari yang ekstrim dengan gerakan di sepanjang gradien
cahaya, sementara nonmotile, taksa bersujud yang tumbuh di dekat substrat dapat
berkurang jumlahnya bila tingkat cahaya menurun karena diarsir oleh pertumbuhan
berlebih dari komunitas alga. Menjadi heterotrofik memungkinkan beberapa
spesies yang tidak bergerak bertahan selama kondisi cahaya sangat redup.
Pada aliran subtropic di Queensland di Australia, tidak ada perbedaan klorofil yang
diamati dibawah 3 jenis bayangan (0%, 50%, 90%), tetapi dengan penambahan
nitrogen mengakibatkan peningkatan klorofil (Gambar 7.3).
Hewan herbivora juga mempengaruhi respon biomassa pada ganggang bentik
untuk meningkatkan level cahaya. Peningkatan radiasi secara substansial aliran
yang sangat teduh dengan menggunakan lampu menunjukkan bahwa tingkat fiksasi
karbon naik secara signifikan. Namun, peningkatan biomassa perifiton telah
diamati hanya ketika populasi siput berkurang drastis.
Hewan herbivora juga berperan untuk mencegah pengaruh positif cahaya. Dalam
metaanalisis dari efek cahaya dengan alga bentik, Hillebrand (2005) menemukan
bahwa peningkatan cahaya memiliki efek positif pada biomassa alga, dan efek
peningkatan cahaya umumnya diamati dengan tidak adanya hewan pemakan
rumput.
2.5
2
Klorofil
1.5 0%
50%
1 90%
0.5
0
Nutrisi secara berurutan (C, N, P, C+P)
Penelitian tentang pengaruh dari radiasi ultraviolet pada alga bentik dijabarkan
dalam hasil yang beragam. Hill dkk. (1997) mengamati aliran sungai di Teneesee,
terhadap perubahan efek yang signifikan pada biomassa perifiton dan fotosintesis
saat aliran tersebut terpancar radiasi ultraviolet. Hasil yang didapatkan bahwa
radiasi ultraviolet yang besar yang terkena pada alga bentik di aliran menyebabkan
laju fotosintesis menjadi berkurang. Rata-rata ukuran diatom juga berkurang, tetapi
sel nitrogen dan fosfat tidak terpengaruh sama sekali.
Kelly dkk. (2003) juga melakukan penelitian terhadap radiasi ultraviolet pada
aliran pantai di British Columbia dengan menggunakan kanopi yang tertutup.
Hasilnya adalah jangkauan dengan kanopi penuh menunjukkan bahwa tidak ada
respon terhadap radiasi ultraviolet, inversi biomassanya meningkat, dan biomassa
alga yang lebih rendah dibandingkan dengan jangkauan kanopi lainnya.
Pada lokasi penelitian dengan tutupan kanopi yang lebih sedikit, hasil yang
didapatkan adalah biomassa alga menurun sebagai respon dari UV-A yang tinggi,
sedangkan biomassa invertebrata menurun sebagai respon terhadap UV-A dan UV-
B. Ini merupakan efek negatif dari radiasi ultraviolet pada biomassa invertebrata.
7.1.2 Nutrisi
Studi pengayaan nutrisi memberikan banyak hal bukti bahwa suplai nutrisi
memang bisa dibatasi pertumbuhan alga bentik di alam. Studi dinamika perifiton di
sungai kecil di pantai barat Pulau Vancouver, hutan hujan beriklim sedang
pengaturan, telah menunjukkan batasan fosfot yang kuat (Stockner dan Shortreed
1978). Pengayaan nitrogen menghasilkan sedikit respon, kecuali perifiton
terakumulasi dengan cepat saat anorganik posfat terlarut.
Gambar 7.4 Perubahan jumlah yang dominan spesies diatom di palung yang
diperkaya dengan NO3-N, PO4-P, atau keduanya dalam kombinasi. Palung
ditempatkan di Carnation Creek, Pulau Vancouver, dibiarkan 4 minggu untuk
menjajah, lalu dibuahi selama 52 hari. Tercatat bahwa populasi perifiton mencapai
puncaknya setelah 30-40 hari, dan kemudian menurun tajam sebelum penghentian
percobaan pemupukan. (Direproduksi dari Stockner dan Shortreed 1978.)
Nitrogen telah menjadi faktor yang penting sebagai pembatas untuk ganggang
bentik di sejumlah kasus. Penelitian yang telah dilakukan oleh Flecker dkk. (2002)
dengan penambahan nitrat ke aliran tropis kaki bukit Andes di Venezuela selama
musim keramau menyebabkan peningkatan biomassa alga besar-besaran,
sedangkan fosfat tidak menambah (Gambar 7.5).
Selain itu, peningkatan nutrisi terjadi pada nitrat-N dan ammonium-N daripada
fosfat-P. Penambahan nitrogen menghasilkan respon yang lebih besar dikarenakan
kehadiran ikan-ikan, menunjukkan bahwa ikan memiliki efek ganda dengan
mengonsumsi alga dan meregenrasi nutrisi.
18000
16000
14000
12000
Volume Alga
10000
Cyanobakteria
8000 Desmids
Filamen Hijau
6000 Diatom
4000
2000
0
Nutrisi secara berurutan (C, N, P, C+P)
Tank dan Dodds (2003) menyampaikan bahwa hubungan nitrogen dan fosfat
mungkin sangat umum ditemukan dikarenakan perifiton mencakup banyak spesies
yang memiliki kebutuhan nutrisi yang berbeda.
Wold dan Harsley (1999) juga menyampaikan bahwa dalam suatu sistem
konsentrasi nitrogen dan fosfat rendah, penambahan kedua nutrisi tersebut secara
bersamaan mungkin mengakibatkan penyerapan yang cepat dari pembatasan
elemen sekunder dan dikarenakannya munculnya suatu respon tertentu.
Borchardt (1996) membuat suatu kesimpulan bahwa penelitian tentang nutrisi
nitrogen dan fosfat banyak dilakukan di wilayah dengan zona beriklim sedang,
khususnya di Amerika Serikat. Tetapi, hanya sedikit yang dilakukan oleh daerah
yang tropis maupun daerah yang dekat dengan daerah kutub. Penelitian tentang
nutrisi nitrogen dan fosfat harus terus dilakukan pada beberapa daerah lainnya
untuk menarik suatu kesimpulan yang merata terhadap pengaruh nutrisi nitrogen
dan fosfat pada suatu aliran.
7.1.3 Arus
Arus aliran memiliki efek berlawanan pada alga bentik. Aliran air membawa
secara terus menerus pembaruan gas dan nutrisi, dan seterusnya menguntungkan
pertumbuhan alga dengan meningkatkan nutrisi serapan. Namun, arus juga
menggunakan gaya geser pada alga bentik, yang dapat menyebabkan pengelupasan
sel, dan aliran tinggi mengganggu dan menjelajahi substrat.
Di bawah kecepatan arus tinggi, alga biasanya diwakili oleh diatom kecil yang
melekat pada substrat sepanjang panjangnya (Stevenson 1996). Dalam arus yang
lebih lambat mereka menemukan diatom yang lebih padat, dengan proporsi yang
lebih tinggi tumbuh dalam posisi tegak dan lebih banyak bentuk kolonial besar. Di
kecepatan tinggi sebagian besar diatom terdapat banyak di celah-celah, dan rapat.
Pembaharuan terus menerus dari nutris yang diberikan dengan mengalirnya air,
dan dengan pencampuran yang mendukung difusi pada nutrisi, dapat merangsang
terhadap pertumbuhan alga, respirasi, dan reproduksi. Efek dari debit yang tinggi
pada alga bentik tergantung pada bentuk, pertumbuhan, dan substratnya. Jadi,
komunitas alga bnetik yang koheren seperti diatom-cyanobacteria cenderung
meningkatkan biomassa mereka yang dimana pada saat ini dalam periode
interflood.
Alga bentik juga dapat meningkatkan kecepatan aliran tergantung pada
tumbuhannya. Dodds dan Biggs (2002) menemukan bahwa kumpulan diatom yang
padat dapat mengurangi kecepatan aliran daripada ganggang hijau berserabut atau
ganggang merah.
Ketika terjadinya badai, alga bentik dapat mengubur dan menggeser substrat di
dekatnya. Ini tentu saja tergantung terhadap tempat yang ditempati dan bagaimana
peningkatan arus dikarenakan oleh badai. Di aliran pegunungan di Montana
dimana es dari musim dingin dan banjir dari musim semi adalah suatu parameter
yang menjadi penggosok utama dalam aliran tersebut dikarenakan lumut
ditemukan hanya menentupi batu yang berukuran diatas 400 cm2.
Kelimpahan lumut juga dikaitkan dengan substrat yang stabil di aliran hutan
Tennesse. Steinman dan Boston (1993) menyimpulkan bahwa kekayaan spesies
alga bentik menurun setelah banjir di sungai di New Zealand dikarenakan sungai
tersebut dialiri oleh sedimen yang tinggi.
Biggs dan Smith (2002) juga mengusulkan bahwa pemulihan alga bentik
berkembang pesat dalam waktu 1 minggu dan melibatkan taksa dengan toleransi
tinggi terhadap gangguan serta taksa dengan tingkat repoduksi dan imigrasi yang
tinggi. Durasi fase kedua yaitu lebih dari 1 bulan akan memunculkan hasil yang
lebih variatif dan rentan terhadap pasokan sumber daya yang bergantung kepada
masing-masing aliran.
7.1.4 Substrat
Perubahan musim dengan komposisi kumpulan alga bentik diamati pada sungai
beriklim sedang, atau lebih hangat lagi, dimana suhu mungkin ikut bertanggung
jawab untuk representasi ganggang hijau dan cyanobacteria selama musim panas.
Dengan mengumpulkan data tentang produktivitas primer untuk aliran perifiton
serta dan danau dan laut yang berisi fitoplanton, Morin dkk. (1999)
mengembangkan sebuah model empiris untuk memprediksi produksi primer dari
klorofil dan suhu air.
Meskipun produksi di sungai perifition lebih rendah daripada di danau atau di laut
yang berisi fitoplanton, mungkin dikarenakan berkurangnya difusi nutrisi ke dalam
lapisan alga dapat mengakibatkan keterkaitan produksinya dengan suhu air yang
mengalir.
7.1.6 Detrivitor
Regulasi biomassa alga dengan detrivitor telah dilaporkan pada beberapa lokasi.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hillebrand (2002) dengan 85 percobaan
untuk meneliti keberadaan detrivor terhadap suplai nutrisi. Hasilnya ditemukan
bahwa keduanya memiliki pengaruh yang kuat dan efek dari detrivitor lebih besar
pada pengaruh nutrisinya.
Flecker (2002) mengamati efek kuat dari penambahan nitrogen dan ikan herbivora
pada alga di sungai tropis, dan ternyata keterbatasan konsumen jauh lebih kuat
daripada keterbatasan sumber daya dalam mempengaruhi biomassa dan komposisi
alga. Variabilitas hidrologi adalah mediator penting antara interaksi detrivitor,
alga, dan nutrisi.
Biomassa pada alga lebih responsif terhadap nutrisi sungai yang sering dialiri,
sedangkan di aliran yang lebih stabil, detrivitor dapat menekan alga tanpa
memperhatikan konsentrasi unsur haranya.
7.2 Makrofit
Makrofit adalah tanaman yang tumbuh di dalam atau di dekat air dimana tanaman
tersebut dapat muncul, terendam, atau mengambang. Di danau dan sungai,
makrofit menyediakan penutup untuk ikan, substrat untuk binatang invertebrate,
menghasilkan oksgien, dan bertindak sebagai makanan bagi beberapa ikan dan
satwa liar.
Makrofit adalah produsen utama dan merupakan dasar dari jaring makanan bagi
banyak organisme. Mereka memiliki efek yang signifikan pada kimia tanah dan
tingkat cahaya karena memperlambat aliran air dan menangkap polutan serta
menjebak sedimen. Endapan berlebih akan mengendap dibantu dengan penurunan
laju aliran yang disebabkan oleh keberadaan batang, daun, dan akar tanaman.
Namun, efek ini kemungkinan besar bervariasi di antara spesies makrofit, seperti
yang dilaporkan Sand-Jensen (1998). Callitriche Cophocarpa membentuk sebuah
kanopi lebat sedangkan Sparganium Emersum memiliki panjang dan daun fleksibel
dan membentuk tambalan yang lebih terbuka. Kecepatan saat ini turun drastis.
Nasib paling utama pada produksi makrofit primer adalah saat memasuki rantai
makanan detritus (Polunin, 1984). Selain pergantian musim, lebih dari 50%
biomassa baru hilang selama periode pertumbuhan. Dikarenakan kualitas detritus
makrofit cenderung tinggi dan muncul saat musim panas dan mungkin memudar
sebelum musim gugur. Hill dan Webster (1983) berpendapat bahwa pemasukan
adalah salah satu hal yang penting bagi konsumen.
Untuk mendukung saran tersebut, sebuah studi tentang dekomposisi makrofit air di
cekungan sungai di Atchafalaya, sebuah sungai dataran banjir yang besar di selatan
Louisiana. Studi tersebut menemukan bahwa amfipoda dan lalat capung berlimpah
pada detritus markofit di musim gugur dan musim dingin. Namun, ada bukti bahwa
rantai makanan di dataran banjir Amazon dan Orinoco dipicu oleh fitoplanton dan
perifition dan bukan oleh makrofit, meskipun makrofit berlimpah pada sistem
aliran tersebut.
7.3 Fitoplankton
Fitoplankton terdiri dari sel dan koloni alga dan cyanobakteria yang tersuspensi di
kolom air dan diangkut oleh arus. cahaya, nutrisi, aliran, dan suhu yang
mempengaruhi variasi kelimpahan fitoplankton. Tidak dapat mempertahankan
populasi di aliran deras, fitoplankton bisa menjadi berlimpah di bagian hilir. Di
sungai besar, cahaya penetrasi mungkin <1 meter dan pencampuran vertikal dalam
kolom air yang dalam dan keruh membatasi kesempatan untuk fotosintesis.
Di sungai besar dengan nutrisi yang cukup dan waktu transit yang cukup lama
memungkinkan untuk memperbanyak fitoplanton yang kemungkinan besar
fitoplankton tersebut dibatasi oleh cahaya melalui interaksi antara kekeruhan,
kedalaman, dan turbulensi. Jika kolom air bercampuir hingga kedalaman yang
lebih besar dari zona fotik, maka sel individu akan menghabiskan sebagian besar
hari pada tingkat cahaya yang terlalu rendah untuk mendukung fotosintesis.
Salah satu penjelasan yang mungkin adalah fitoplankton mekar hanya pada sungai
dengan kedalaman dibawah 4 meter. Demikian pula, Lewis (1988) beralasan
bahwa sebagian besar fitoplankton diangkut secara massal di sistem yang lebih
rendah dan berasal dari genangan air di dalam atau di dekat saluran tersebut,
karena sekali di saluran utama, fitoplankton menghabiskan terlalu sedikit waktu
pada tingkat cahaya yang cukup untuk pertumbuhan.
Gambar 7.7 Diagram skematik yang membandingkan pengaruh kedalaman
terhadap pencampuran pada produksi primer fitoplankton antara danau dan sungai.
(a) Di danau, pembatasan suhu antara permukaan dan perairan dalam membatasi
pencampuran ke beberapa meter diatasnya. (b) Di sungai, stratifikasi suhu
terhalang oleh turbulensi aliran, dan kolom air biasanya bercampur dari atas ke
bawah. Kedalaman 5-20 m biasa ditemukan di sungai besar. Sungai sering
membawa sedimen dari hulu ke hilir, dan membatasi penetrasi cahaya
8 SUMBER ENERGI DETRITAL
Detrital merupakan kata sifat dari kata detritus. Detritus adalah partikel batuan
yang berasal dari batuan yang sudah ada jauh sebelumnya yang tentu saja telah
melalui proses pelukan dan erosi. Partikel detrital dapat terdiri dari fragmen
monomineralik (butiran mineral) atau fragmen litik (partikel batuan yang dapat
dikenali). Pengendapan yang terjadi pada daerah sungai, danau, laut, dan
sebagainya merupakan tempat dimana partikel-partikel tersebut terangkut.
Detritus mencakup semua bentuk dari organik mati karbon (C) termasuk daun-
daun yang berguguran, limbah produk dan bangkai biantang, bahan organik yang
asalnya tidak diketahui, dan senyawa organik. Karbon dari berbagai sumber
memberi pemasukan yang penting untuk sumber energi kepada seluruh jaringan
makanan, dan ini adalah hal yang sangat penting bagi ekosistem fluvial.
Sumber Keterangan
Bahan Organik Partikular Kasar
Dedaunan Sungai hutan, biasanya hutan musiman
Makrofit Bersifat penting
Puing-puing kayu Komponen utama biomassa
Bunga, buah, dan serbuk sari Kurangnya informasi yang tersedia
Kotoran dan bangkai hewan Kurangnya informasi yang tersedia
Bahan Organik Partikular Halus
Bagian kecil dari partikular kasar Daun gugur atau makrofit
menyediakan bahan organik partikular
kasar
Kotoran dari konsumen kecil Transformasi penting dari bahan
organik partikular kasar
Bahan organik terlarut dari Lapiran mikro organik di atas bebatuan
serapan mikroba dan permukaan lainnya
Bahan organik terlarut melalui Flokulasi dan adsorpsi, kurang penting
proses fisika-kimiawi bagi rute penyerapan mikroba
Pengelupasan alga Kepentingan sebagian, menunjukkan
denyut temporal
Pengelupasan lapisan organik Kurangnya informasi yang tersedia
Sampah-sampah hutan Dipengaruhi oleh badai yang
menyebabkan lebar saluran meningkat
dan terjadinya genangan
Saluran Berhubungan dengan badai
Bahan Organik Terlarut
Air tanah Relatif konstan dari waktu ke waktu,
tahan api
Permukaan antar aliran Lebih berguna saat terjadinya badai
Aliran permukaan Mungkin berguna selama badai
Leachate dari detritus yang Bergantung terhadap musim gugur
berasal dari darat
Musim gugur Bergantung terhadap pengendapan
Pelepasan ekstraseluler dari alga Hanya terjadi pada suatu musim
Pelepasan ekstraseluler dari Hanya terjadi pada suatu musim
makrofit
Setelah organik partikular kasar memasuki aliran, maka terjadi kerusakan atau
ekspor (Webster, 1999). Studi tentang pemecahan bahan organik dimulai dari
bahan sumbernya, menggunakan daun yang dipetik dari pepohonan dan
menghilang seiring waktu. Seiring kemajuan proses, daun melepaskan zat terlarut
dan dijajah oleh mikroorganisme dan invertebrata, yang meningkatkan fragmentasi
dan mineralisasi (konversi senyawa C organik menjadi karbon dioksida anorganik
[CO2]).
Daun diubah menjadi beberapa produk, yaitu mikroba dan biomassa penghancur,
bahan organik partikular halus, bahan organik terlarut, nutrisi, dan CO2 (Gessner,
1999). Webster dan Benfield (1986) berpendapat bahwa eksponensial sederhana
model memberikan gambaran umum tentang proses pemecahan,
Wt = Wie-kt
dimana Wt adalah massa kering pada waktu t, Wi adalah massa kering awal, dan t
adalah satuan waktu, diukur dalam harian. Statistik k (dalam satuan hari 1) yang
merupakan kemiringan dari plot logaritma alami massa daun berbanding dengan
waktu, memberikan nilai kerusakan tunggal.
Variasi yang luas dalam tingkat kerusakan daun spesies tumbuhan yang berbeda
kini telah disusun secara teratur (Gambar 8.1). Tanaman bukan kategori pepohonan
menyebabkan daun membusuk jauh lebih cepat daripada daun tanaman berkayu
dengan nilai rata-rata pada Gambar 8.1. Tanaman terendam dan makrofit
mengambang termasuk mengalami pembusukan yang cepat, mungkin karena
mengandung paling sedikit jumlah jaringan pendukung dan terdapat konsentrasi
tertinggi dari unsur-unsur yang berpotensi membatasi, seperti nitrogen (N) dan
fosfor (P).
Gambar 8.1 Tingkat kerusakan berbagai tanaman berkayu dan bukan berkayu,
berdasarkan 596 perkiraan yang dikumpulkan secara studi lapangan dimana semua
jenis termasuk jenis ekosistem air tawar. Hal tersebut menunjukkan 1 kesalahan
standar, yaitu variasi dari efek situs, teknik, dan berbagai variabel lingkungan.
Jumlah taksiran individu ditampilkan pada angka yang diberi tanda kurung.
(Direproduksi dari Webster dan Benfield, 1986).
Sebanyak 25% dari massa kering awal daun yang baru gugur hilang karena
pencucian dalam 24 jam pertama. Material yang hilang selama pencucian pertama
adalah karbohidrat dan polifenol (Suberkropp dkk. 1976). Daun-daun dari tanaman
yang berbeda menunjukkan tingkat pencucian, yaitu: alder (Alnus Rugosa) hanya
hilang sekitar 4% dari massa kering selama beberapa hari sedangkan Ulnus
Americana kehilangan 16% dalam studi awal oleh Kaushik dan Hynes (1971).
Selama hari pertama, Tsuga Heterophylla kehilangan 14% dari total karbon
organik terlarut yang dilepaskan selama periode 7 hari, dibandingkan dengan 30%
untuk cedar merah barat (Thuja plicata) dan 74% untuk red alder (Gambar 7.4). Di
akhir percobaan, Hemlock dan Cedar telah melepaskan 40% dan 20%, masing-
masing karbon organik terlarut yang dilepaskan oleh Alde.
300
250
150
Hemlock
Cedar
100 Ader
50
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hari
Gambar 8.3 Pelepasan karbon organik terlarut dari Hemlock, Cedar, dan Alder
(Direproduksi dari McArthur dan Richardson, 2002)
Sedikit diketahui tentang jalur energi yang melibatkan bahan organik partikular
halus daripada bahan organik partular kasar. Salah satu sumber bahan organik
partikular halus jelas merupakan pemecahan pada daun (Gambar 8.3). Keberadaan
dan aktivitas populasi mikroba pada partikular halus diukur dalam sebuah angka.
Konsentrasi jumlah sel memberikan perkiraan biomassa, sedangkan laju respirasi,
tes enzim, potensi denitrifikasi, laju fiksasi Nitrogen, dan serapan substrat berlabel
memberikan perkiraan aktivitas metabolik (Bonin, 2000 dan Findlay, 2002).
Kualitas bahan organik partikular halus yang berasal dari ekosistem darat
dipengaruhi oleh komposisi vegetasi lahan, posisinya sepanjang jaringan sungai,
dan variasi temporal dalam suatu debit yang mengalirkan bahan organik dengan
rasio karbon / nitrogen dan potensi denitrifikasi yang lebih tinggi, serta amonium
yang dapat diekstraksi, aktivitas fosfatase yang lebih besar, dan laju respirasi,
menyarankan kualitas substrat yang lebih tinggi dan aktivitas mikroba
dibandingkan dengan sungai yang lebih tua.
Respirasi bentik dan aktivitas mikroba juga telah diamati meningkat saat bergerak
ke hilir (Webster dkk. 1999), yang mungkin merupakan hasil perubahan dalam
kualitas bahan organik serta suhu yang lebih tinggi, ketersediaan nutrisi yang lebih
besar, dan peningkatan kualitas substrat terkait dengan asupan alga yang lebih
tinggi (Gambar 8.4).
0.7
0.6
Nilai Oksigen Terangkut
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 2 4 6 8 10 12 14
Jarak dari Sungai (km)
Gambar 8.4 Variasi pada hilir dalam bahan organik partikular halus.
(Direproduksi dari Webster dkk., 1999)
Bahan organik partikular dan terlarut adalah sumber energi penting di hampir
semua ekosistem lotik dan seringkali dapat menjadi sumber energi yang dominan.
Detritus dan biomassa mikroba terkait, bersama dengan alga dan produsen utama
lainnya, membentuk sumber daya dasar untuk berbagai tingkat trofi yang ditempati
oleh invertebrata, ikan, dan konsumen lain di jaringan aliran makanan. Hal ini
merupakan keragaman konsumen dan adaptasi makanan yang mengatur
keefektifannya dengan beragam jenis dan sumber daya detrital.
Habitat sering digambarkan sebagai suatu spesies hidup, dan begitu juga bagian
dari spesies relung. Istilah spesies relung menggambarkan tempat spesies dalam
komunitas biologis dan menggabungkan semua dari kondisi fisik dan biologis yang
dibutuhkan bagi suatu spesies untuk mempertahankan populasinya di suatu daerah
(Begon dkk, 2005). Konsep relung menggabungkan interaksi spesies, khususnya
persaingan dalam membedakan ruang pada suatu spesies yang akan ditempati.