Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN EKOLOGI BENTANG ALAM (BI-4202)

ANALISIS PASCA-KEBAKARAN HUTAN GUNUNG


PAPANDAYAN TAHUN 2015 MENGGUNAKAN CITRA
SATELIT LANSDSAT 8

Tanggal Pengumpulan : 22 Mei 2016

Disusun oleh :

Muhammad Hizrian Irda 10613018


Achmad Wanenda Sahata M. 10613050
Deby Novitariani Musa 10613076

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gunung Papandayan merupakan gunung yang terletak di Provinsi Jawa


Barat dan termasuk Gunung yang banyak menerima gangguan atau disturbance.
Gangguan yang dialami berupa gangguan bersifat alami atau gangguan yang
diakibatkan oleh manusa. Contoh gangguan alami yang terjadi adanlah terjadinya
erupsi, longsor, ataupun kebakaran. Adapun contoh gangguan yang disebabkan
oleh manusia adalah penebangan liar dan “kebakaran hutan”. Kebakaran hebat
pernah terjadi dalam beberapa perioda dan waktu tertentu, termasuk kebakaran
yang terjadi pada tahun 2015 yang cukup mengubah luasan tipe lahan, klasifikasi
lahan.
Untuk melihat perubahan tersebut, dapat digunakan penginderaan jarak
jauh dengan bantuan citra satelit. Penginderaan jarak jauh atau remote sensing ini
merupakan perangkat dan fasilitas yang dapat menganalisis suatu objek, wilayah,
serta komponen yang ada di dalamnya tanpa harus menyentuk objeknya secara
langsung. Oleh karena itu, dengan membandingkan tutupan atau luasan lahan
yang telah diklasifikasi, dapat dilihat perubahan-perubahan yang terjadi pada saat
pra dan paska kebakaran tahun 2015.

1.2 Tujuan
 Membandingkan karakteristik tutupan lahan pra dan paska kebakaran hutan
2015
 Menentukan luas tutupan lahan hasil klasifikasi pada cagar alam Gunung
Papandayan
BAB II
METODE PENELITIAN

2.1 Deskripsi Area Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah Gunung Papandayan yang terletak di


Kabupaten Garut, Kecamatan Cisurupan, Jawa Barat, dan berada pada sekitar 70
km sebelah tenggara dari Kota Bandung. Menurut Keputusan Menteri Kehitanan
Nomor : 226 / Kpts – II / 1990 tgl. 8 Mei 1990, wilayah Gunung Papandayan
memiliki luas 7.032 Ha yang terdiri dari Cagar Alam seluas 6.807 Ha, dan
Taman Wisata Alam seluas 225 Ha dengan ketinggian 2.170 sampai dengan
2.662 meter diatas permukaan laut. Letak geografis Gunung Papandayan sendiri
adalah 7o30’ Lintang Selatan dan 107o31’ 180o Bujur Timur. Secara umum,
Gunung Papandayan memiliki tipe iklim B (Dishut, 2015)

Gambar 2.1 Lokasi Gunung Papandayan (Sumber : earthexplorer.usgs.gov)


Pada penelitian yang dilakukan didalam kawasan Gunung Papandayan
dilakukan analisis perbandingan karakteristik dan luas tutupan lahan pra dan
paska kebakaran Gunung Papandayan pada tahun 2015 menggunakan
penginderaan jarak jauh (remote sensing).

2.2 Cara Kerja

Pada analisis ini digunakan citra satelit landsat 8 dan menggunakan


aplikasi Q-GIS untuk analisis data.

Pengambilan data peta Gunung Papandayan


pra dan pasca kebakaran Gunung Papandayan
tahun 2015

Pengolahan data spasial berupa


pengklasifikasian menggunakan aplikasi Q-
GIS

Data di analisis meliputi perubahan


karakteristik, perubahan tutupan lahan, dan
data lain yang dapat di analisis

2.2.1 Klasifikasi Jenis Tutupan Lahan Menggunakan Q-GIS


Pertama-tama dari peta Gunung Papandayan sebelum dan sesudah kebakaran
diklasifikasikan tiap jenis tutupan lahan menjadi bar soil, Hutan, dll. Klasifikasi
dilakukan menggunakan aplikasi Q-GIS.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Luas Tiap Jenis Tutupan Lahan Pra – Pasca Kebakaran Gunung
Papandayan 2015
Hasil dari klasifikasi menunjukkan adanya perbedaan luasan tutupan lahan
berupa hutan dari sebelum kebakaran dengan sesudah kebakaran hutan tahun
2015. Hasil klasifikasi dapat dilihat dari gambar 3.1. Gambar tersebut
menunjukkan luasan hutan pada sebelum kebakaran lebih banyak dibandingkan
dengan setelah kebakaran.

1 2

Gambar 3.1 Peta Papandayan 1) Sebelum Kebakaran 2) Sesudah Kebakaran


Klasifikasi jenis tutupan lahan dibedakan menjadi 4 jenis sesuai dengan
warna pada gambar 3.1. Tutupan lahan berupa hutan ditunjukkan dengan warna
hijau, tutupan lahan berupa sawah/ladang ditunjukkan dengan warna kuning,
tutupan lahan berupa lahan kosong (bare soil) ditunjukkan dengan warna oranye,
dan tutupan lahan berupa abu vulkanik ditunjukkan dengan warna ungu.
Tipe kebakaran yang terjadi adalah xxx yang artinya kebakaran yang terjadi
dapat membakar habis semua tanaman yang ada. Kebakaran ini cepat menyebar
diduga dikarenakan banyaknya titk kebakaran yang terjadi. Selain itu angin
kencang di daerah kebakaran menyebabkan api cepat menyebar dan susah
ditangani (Liputan 6, 2015)
Selain itu rapatnya tanaman juga berpengaruh akan cepatnya penyebaran api
dikarenakan tanaman merupakan bahan bakar. Menurut XXX (1212), api dapat
tercipta karena adanya 3 faktor yaitu bahan bakar, oksigen, dan panas. Lokasi
kebakaran pada tahun 2015 terdapat banyak tumbuhan yang tumbuh berdekatan
sehingga api cepat merambat. Tumbuhan yang tumbuh berdekatan dikarenakan
sifat tumbuh dari jenis tanamannya yang kebanyakan merupakan perdu dan herba.
Perdu dan herba di Papandayan dapat tumbuh dengan cepat dan merata diatas
tanah karena merupakan tumbuhan perintis karena letusan pada tahun 2002.
Akibat banyaknya luasan hutan yang terbakar pada september 2015
membuat tutupan lahan berupa hutan menjadi bare soil. Diperkirakan luasan lahan
yang terbakar akibat kebakaran 2015 adalah sekitar 100 ha (liputan 6, 2015).
Sehingga tutupan lahan berupa bare soil bertambah seperti yang ditunjukkan di
tabel 3.1.
Tabel 3.1 Luas tiap Jenis Tutupan Lahan

Data Luasan Lahan Sebelum Kebakaran


Jenis Tutupan Lahan pixel Luas Lahan (m2) Luas Lahan (ha)
Abu Vulkanik 956 860400 86
Tanah Kosong 383 344700 34
Ladang/Sawah 7487 6738300 674
Hutan 78094 70284600 7028
Data Luasan Lahan Sebelum Kebakaran
Jenis Tutupan Lahan pixel Luas Lahan (m2) Luas Lahan (ha)
Abu Vulkanik 999 899100 90
Tanah Kosong 3454 3108600 311
Ladang/Sawah 5549 4994100 499
Hutan 76918 69226200 6923

Untuk tutupan lahan berupa ladang tersebar di pinggir Gunung Papandayan


yang ditunjukkan oleh warna kuning pada gambar 3.1. Pada gambar tersebut
ditunjukkan adanya tutupan lahan berupa ladang di Tegal Alun. Hal tersebbut
sebenarnya adalah padang edelweis (Anaphalis Javanica) dan beberapa herba. Hal
tersebut dikarenakan ladang atau sawah memantulkan wavelength yang sama
dengan tumbuhan yang ada di Tegal Alun. Hal tersebut diduga karena tanaman
yang ada di Tegal Alun dan wilayah sawah/ladang merupakan tumbuhan herba
maupun perdu, sehingga besar wavelength ang dipantulkan sama.
Hal tersebut mempengaruhi hasil dari data perubahan tutupan lahan dari
awalnya hutan menjadi lahan kosong. Kebakaran yang terjadi pada tahun 2015
berada di Tegal Alun yang banyak terdapat perdu dan herba yang masuk ke
klasifikasi sawah/ lahan. Jadi ada perubahan juga dari sawah/ladang menjadi lahan
kosong.
Sedangkan tutupan lahan berupa abu vulkanik seharusnya sama karena
lokasi lahan yang tertutupi oleh abu vulkanik berada jauh dari lokasi kebakaran.
Namun pada data yang didapat terlihat adanya sedikit perubahan. Hal tersebut
diduga karena adanya perubahan lokasi spesifik untuk sampel klasifikasinya
sehingga data yang muncul sedikit berbeda. Selain itu ada kemungkinan adanya
lokasi yang tertutup oleh awan yang kemungkinan memantulkan wavelength yang
sama dengan abu vulkanik. Karena prinsip dari pantulan wavelength merupakan
pantulan gelombang cahaya dengan begitu warna putih awan memungkinkan
memantulkan gelombang cahaya dengan abu vulkanik yang berwarna putih
gading.
3.2 Karakteristik Jenis Tutupan Lahan Pra – Pasca Kebakaran Gunung
Papandayan 2015

Ada perbedaan karakteristik yang terlihat dari data spasial sebelum


kebakaran dengan data spasial sesudah kebakaran. Data yang berbeda adalah
panjang gelombang dari lahan kosong (bare soil) dari sebelum kebakaran dengan
lahan kosong (bare soil) setelah kebakaran d lokasi kebakaran seperti yang
ditunjukkan pada gambar 3.2. Panjang gelombang yang ditangkap satelit sebelum
kebakaran, lahan kosong (bare soil) sekitar 0.7, sedangkan lahan kosong (bare
soil) di lokasi kebakaran setelah kebakaran adalah XXX. Hal tersebut diduga
karena lahan kosong (bare soil) setelah kebakaran tertutup dengan kayu yang
terbakar sehingga memantulkan panjang gelombang yang berbeda dengan tanah
biasa.

Gambar 3.2 Panjang Gelombang Tiap Jenis Tutupan Lahan

Selain itu tidak ada perbedaan signifikan dari panjang gelombang tiap-tiap
jenis tutupan lahan karena tidak dipengaruhi oleh kebakaran tahun 2015. Sedikit
perbedaan kemungkinan dipengaruhi oleh adanya gangguan dari awan sehingga
gelombang elektromagnetik yang dipantulkan ke permukaan bumi tidak ada atau
sedikit. Selain itu intensitas cahaya juga mempengaruhi sistem pengindraan jauh
karena sistem dari pengindraan jauh memanfaatkan cahaya yang dipantulkan oleh
benda yang ada di permukaan bumi. Semakin besar intensitas cahaya dari matahari
yang diterima di bumi maka semakin banyak gelombang elektromagnetik yang
dipantulkan oleh benda yang ada di bumi sehingga gelombang tersebut dapat
ditangkap dengan jelas oleh satelit (XXX,SSS).
BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulannya :
 Perbedaan karakteristik tutupan lahan antara pra dan paska kebakaran Gunung
Papandayan pada tahun 2015 adalah...
 Luas tutupan lahan berupa hutan sebelum kebakaran adalah seluas () dan setelah
kebakaran adalah seluas (). Luasan tutupan lahan berupa bare soil sebelum kebakaran
adalah seluas () dan setelah kebarakan adalah seluas (). Luasan tutupan lahan berupa
perkebunan sebelum kebakaran adalah seluas () dan setelah kebakaran adalah seluas
(). Dan luas tutupan lahan berupa abu vulkanik adalah seluas () dan setelah kebakaran
adalah seluas ().
DAFTAR PUSTAKA

Benson, L., dan J.D. Laudermik. 1975. Plant Classification. DC Health and Company. Boston

Buckman, H. O. Dan N.C. Brady. 1969. Ilmu Tanah. Sumingan (pen) 1982. Batara Karya
Aksara. Jakarta

Clarke, G. L. 1954. Element of Ecology. John Wiley and Sons, Inc. New York

Danserau, P. 1954. Biogeography on Ecological Perspectives. The Ronald Press Company.


New York

Dishut. 2008. Cagar Alam Dan Taman Wisata Alam Gunung Papandayan. [Online]
http://dishut.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri=511&idMen
u=513. Diakses pada tanggal 19 April 2016

Federal Noxious Weed Disseminules of the U S.2015.Melastoma malabathricum L.[Online]


http://keys.lucidcentral.org/keys/FNW/FNW%20seeds/html/fact%20sheets/Melastoma
%20malabathricum.htm Diakses pada Selasa,19 April 2016

Irawan, E., Hukama, I. R., & Dauwani, K. N. 2011. Zero Artificial Runoff Kota Bandung
Dengan Pengolahan Citra Satelit

Molles, Manuel. 2012. Ecology: Concepts and Applications. Edisi keenam. Penerbit : Kindle
Edition.

Mountain Tourism. 2009. Mount Papandayan, "The Beauty of Elfin Woodland". Jakarta:
Ministry of Culture and Tourism

Odum, E. P. 1971. Fundamental of Ecology. W. B. Saunders Company. Philadelphia

Rahayu, Welly. 2006. Suksesi Vegetasi di Gunung Papandayan Pasca Letusan Tahun 2002.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rehel, S. 2013. Carex myosurus. The IUCN Red List of Threatened Species 2013:
e.T177090A7356677.

Suhardiman, A., Hidayat, A., Applegate, G., and Colfer, C. 2002. Manual: Praktek
Mengelola Hutan dan Lahan. Center for International Forestry Research (CIFOR).
Bogor

University Corporation for Atmospheric Research; The-COMET-Program. 2006. Runoff


Processes. Retrieved November 25, 2011, from The COMET Program:
(https://www.meted.ucar.edu/training_module.php?id=207)

USGS. 2016. Earth Explorer. [online] http://earthexplorer.usgs.gov/. Diakses pada tanggal 18


April 2016

Van Steenis, C.G.G.J. 1935. Eeenige biolo-gische waarnemingen op den Papandajan. Trop.
Nat. 24: 141–147.

Whittaker, R. H. 1975. Communities and Ecosystem. Clarendon Press. Oxford

Anda mungkin juga menyukai