Anda di halaman 1dari 13

APRESIASI SENI

PENGERTIAN APRESIASI...
Secara leksikografis, kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris apreciation, yang berasal dari
kata kerja to Apreciate, yang menurut kamus Oxford berarti to judge value of; understand or
enjoy fully in the right way; dan menurut kamus webstern adalah to estimate the quality of to
estimate rightly tobe sensitevely aware of. Jadi secara umum me-apresiasi adalah mengerti
serta menyadari sepenuhnya, sehingga mampu menilai secara semestinya.
Dalam kaitannya dengan kesenian, apresiasi berarti kegiatan meng-artikan dan menyadari
sepenuhnya seluk beluk karya seni serta menjadi sensitif terhadap gejala estetis dan artistik
sehingga mampu menikmati dan menilai karya tersebut secara semestinya. Dalam apresiasi,
seorang penghayat sebenarnya sedang mencari pengalaman estetis. Sehingga motivasi utama
yang muncul dari diri penghayat seni adalah motivasi untuk mencari pengalaman estetis.
Pengalaman estetis menurut Albert R. Candler adalah kepuasan kontemplatif atau kepuasan
intuitif. Sedangkan Yakob Sumardjo menjelaskan pengalaman seni adalah keterlibatan aktif
dengan kesadaran yang melibatkan kecendekiaan, emosi, indera dan intuisi manusia dengan
lingkungan (benda seni) (2000, 161). Dalam proses pengalaman estetis unsur perasaan dan
intuisi lebih menonjol dibandingkan nalar; itulah sebabnya maka dalam proses tersebut
penghayat seni seolah kehilangan jati dirinya karena seluruh kehidupan perasaannya larut ke
dalam obyek seni, dan inilah yang disebut dengan empati.. Proyeksi perasaan tersebut bersifat
subyektif dan sekaligus obyektif. Artinya subyektif karena penghayat menemukan kepuasan
atau kesenangan dari obyek seninya dan obyektif karena proyeksi perasaan itu berdasarkan
nilai-nilai yang melekat pada benda seni tersebut. Kualitas seni yang ada dalam karya
tersebut mengalirkan pengalaman secara dinamis dan akhirnya mendatangkan kepuasan.
Kualitas suatu karya biasanya muncul karena adanya pola yang jelas yang terjalin pada
unsur/elemen seni sehingga membentuk sebuah struktur. Dalam seni rupa struktur tersebut
ada pada rasa unity, balance, harmony, rythm, proportion, point of interest, contrast dan
discord.
Seorang apresian dalam melakukan penghayatan dan penilaian terhadap sebuah karya tidak
bisa dilepaskan dari persoalan persepsi yang muncul ketika berhadapan dengan karya
tersebut.
Persepsi
Pada dasarnya persepsi muncul karena ada kesadaran terhadap lingkungan dan melalui
sebuah proses mental terjadilah interaksi antar obyek penginderaan dan makna, sehingga
dengan demikian kemunculan persepsi seseorang terhadap sebuah obyek dipengaruhi oleh
banyak faktor.
Manusia mempersepsi stimulus yang diamati berdasarkan struktur pengetahuan atau skema
yang ada pada dirinya. Skema yang dimaksud adalah organisasi dan intelegensi pengetahuan
yang digunakan untuk menginterpretasikan masukan yang datang. Skema setiap orang
berbeda sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman masing masing.Jadi persepsi adalah
kesadaran kita atas dunia sekitar berdasarkan informasi yang datang lewat pengenderaan,
atau sering juga disebut sebagai kenyataan faktual kelengkapan manusia
Ada tiga jenis persepsi yang digunakan orang dalam menilai benda benda artefak budaya
yaitu persepsi praktis, persepsi analitis dan persepsi apresiatf (Stephen C Pepper, 1976: 7) di
mana penggunaan masing masing jenis persepsi tersebut berbanding lurus dengan tujuan dan
pola berpikir seseorang dalam memaknai obyek.
Presepsi praktis adalah kesadaran intelegensi dan respon psikologis yang diarahkan ke
peroalan persoalan praktis. Dalam hal ini repon yang diberikan terhadap rangsangan dilihat
dari aspek relasi-fungsional. Obyek /stimulan ditanggapi sebagai instrumen untuk mencapai
tujuan akir.
Persepsi analitis adalah persepsi yang memandang stimulator sebagai instrumen untuk
mendapat kualifikasi relasional baik di antara obyek lain maupun kualifikasi atas bagian per
bagian dari benda itu sendiri atas dasar proses sebab-akibat; atau memasukkan setiap
bagiannya ke dalam unsur yang dapat dikorelasikan dan diformulasikan ke dalam rumusan
tertentu.
Sedangkan persepsi apresiatif adalah suatu usaha memandang stimulan sebagai media untuk
memperoleh pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan sehingga di peroleh
pengalaman estetis atas obyek yang diamati.
Situasi sosial tempat stimulus itu berada akan mempengaruhi indra dalam mempersepsi
stimulus tersebut, selain itu persepsi pengamat terhadap obyek yang sama dapat berubah
karena obyek ditempatkan pada lingkungan sosial yang berbeda. Faktor faktor yang
mempengaruhi persepsi individu adalah : 1) pengalaman belajar (2) harapan (3) motif atau
kebutuhan dan (4) kepribadian.
Dari paparan pendapat di atas tentang persepsi tampaklah bahwa sebagian besar faktor yang
berpengaruh dalam pembentukan persepsi adalah kualitas pribadi pengamat dan bukan
kualitas obyek. Apapun kualitas obyek maknanya sangat tergantung pada kualitas pribadi
pengamat. Makna yang merupakan pola dalam rangka pembentukan persepsi diperlukan
untuk menyeleksi dan memahami lingkungan serta untuk mengembangkan bahasa dan proses
berpikir. Dalam kaitannya dengan seni, istilah bahasa bisa diartikan adalah ungkapan hasil
proses perasaan dan pikiran melalui elemen dan strukturnya untuk menyampaikan pesan..
Dalam kaitannya dengan apresiasi terhadap karya seni, ada sejumlah faktor yang
mempengaruhi apresiasi seseorang ,yaitu;
 Kemauan dan minat,
 Sikap terbuka,
 Kebiasaan,
 Peka atau sensitif
 Kondisi mental.
Kemauan dan minat diperlukan untuk menikmati karya; sebab tanpa kemauan dan minat
apresiasi tidak akan berhasil
Sikap terbuka diperlukan untuk menghindari sikap apriori terhadap suatu karya. Hanya karya
yang disenangi yang dianggap baik, yang lain tidak.
Seorang penghayat benda seni perlu membiasakan diri menghadapi karya secara intensif agar
memiliki perbendaharaan rupa, gerak dan bunyi yang memadai dan selalu bertambah dan
meningkat, yang muaranya adalah muncul kepekaan terhadap segala gejala rupa, gerak dan
suara/ bunyi. yang ada di sekitarnya baik secara partial maupun secara kolaboratif.
Kepekaan menangkap gejala unsur seni dengan segala perubahannya merupakan suatu
tuntutan, karena kepekaan seseorang akan membantu menelusuri sumber kreasi dan sumber
estetik suatu karya.sehingga dengan demikian akan memperlancar menangkap makna yang
tersirat dari yang tersurat sebuah karya.
Kondisi mental dalam rangka apresiasi adalah, intensitas seseorang dalam melakukan
penghayatan. Kurangnya intensitas karena adanya gangguan psikhis akan menyebabkan
apresiasi tidak maksimal. Ada beberapa mekanisme psikologis yang menyebabkan timbulnya
perubahan penilaian atau evaluation mutation, yaitu
 conditioning,
 habituation dan
 fatique.
Menurut Stepen C Pepper (1976) conditoning dapat terwujud dalam 4 variasi, yaitu
 the means-to-end mutations, perubahan nilai yang terjadi pada suatu bendatanpa
mengkaitkan dengan benda lain yang semula berhubungan. Misalnya pipa rokok disenangi
karena bentuknya, tidak ada hubungan lagi dengan rokok atau tembakau.
 the mechanized habit mutation,perubahan penilaian karena adanya mekanisme
kebiasaan.Misalnya, anak diajak menonton pergelaran tari secara kontinyu maka lama
kelamaan anak akan menyenagi tarian terebut. Kunci dari perubahan penilaian ini adalah
kontinyuitas dan mekanisme yang jelas.
 symbolic meaning, penilaian yang terjadi karena pemberian makna terhadap tanda atau
simbol yang dilakukan secara terus menerus. Misalnya, warna-putih akan di maknai
Indonesia, bentuk bintang dan strip akan di maknai Amerika.
 type. Penilaian yang didasarkan pada pengolonggan ciri-ciri tertentu yang melekat pada
objek. Misalnya, dinilai perempuan karena berambut panjang, memakai rok, bergaya
gemulai, dan sebagainya.
Perubahan penilaian yang terjadi pada conditioning dengan segala variantnya ini bersifat
sementara, sedangkan berubahan yang terjadi pada Habituation/ kebiasaan bersifat long term.
Sementara itu ada dua jenis Fatique yang terjadi pada manusia yaitu
 sensory fatique, adalah kelelahan yang disebabkan oleh kelelahan inderawi
 attentive fatique. adalah kelelahan perhatian/ kejenuhan terhadap sesuatu yang
berlangsung sangat lama, sehingga konsentrasi sudah tidak stabil lagi.
Apresiasi dan Komunikasi Seni.
Sudah seringkali kita dengar pernyataan atau kita baca, bahwa salah satu fungsi seni adalah
sebagai ekspresi seseorang. Bahkan ungkapan seni adalah jiwa ketok, yang dilontarkan oleh S
Sudjojono menjadi sangat terkenal di antara seniman dan pendidik seni di Indonesia.
Walaupun sesungguhnya persoalan ekspresi adalah lebih pada persoalan psychologis dari
pada persoalan benda seni itu sendiri, akan tetapi karena mengamati karya seni tidaklah
sekedar melihat visual form, tetapi kadang kita berusaha melihat adanya bentuk di balik
bentuk, maka persoalan ekspresi ini menjadi penting dan menarik
Saat ini istilah ekspresi lebih sering diartikan sebagai behavioral manifestations of the human
personality. Manifestasi perilaku dari kepribadian manusia atau kadang kadang ekspresi
didiskripsikan sebagai perceiving with imagination. Kalau yang pertama ditekankan pada
pelakunya, sedangkan yang kedua ditekankan pada penerima, pengamatnya.
Dalam kaitannya dengan seni sebagai ekspresi Suzanne K Langer menyatakan: bahwa, .karya
seni adalah suatu bentuk ekspresi yang diciptakan bagi persepsi kita lewat sensa ataupun
pencitraan/imajinasi, dan apa yang diekspresikan adalah perasaan insani. Namun demikian
suatu konsepsi kehidupan, emosi dan kenyataan batiniah yang diekspresikan lewat karya seni
pengekspresiannya tidak boleh instinktif dan stereotip. Artinya bahwa perlu jalan yang
panjang, perlu pertimbangan yang penuh kesadaran tertentu untuk dapat mengekspresikan
perasaan insaninya dengan tepat, sehingga ekspresi itu tidak jatuh menjadi tanda ataupun
sekedar cerita tentang perasaan yang diulang-ulang, sehingga dengan demikian ekspresi rasa
dalam karya seni bukanlah semata mata hal yang symptomatic Misalnya, orang yang sedang
betul betul dilanda kesedihan, karya seninya tidak akan mengekspresikan kesedihan itu. Baru,
setelah gejala sedih itu mengendap dan mengkristal, kemudian dituangkan dalam karya,
karya tersebut akan menyiratkan kesedihannya.
Karya seni menghadirkan perasaan untuk direnungkanan oleh penghayat sehinga karya itu
dapat dilihat dan didengar atau dengan berbagai cara penerimaan melalui simbol bukan
melalui kesimpulan gejala. Oleh karena itu, suatu bentuk yang ekspresif adalah suatu bentuk
yang dapat dipahami dan dibayangkan secara menyeluruh maksud yang dikandungnya,
ataupun juga kualitas seluruh aspek yang ada di dalamnya, sehingga bisa menggambarkan
secara menyeluruh dalam beberapa hal yang berbeda yang dipunyai elemen-elemen tersebut
dalam berbagai hubungan analoginya.
Karena setiap karya seni tidak tumbuh dari sesuatu kekosongan, melainkan tumbuh diantara
dan dari perjalanan sejarah serta dalam suatu konteks sosial budaya, maka sebenarnya sebuah
karya seni merupakan rekaman peristiwa yang dikomunikasikan oleh seniman kepada
pembaca (penonton, pendengar). Oleh karena itu struktur karya seni baru dapat dipahami
sepenuhnya bila kita melihat karya itu sebagai suatu tanda atau lambang kehihudapan.
Jadi jelaslah bahwa selain fungsinya sebagai sarana untuk mengekspresikan segala sesuatu
yang tak tampak tapi ada dalam diri manusia, karya seni sebagai simbol juga berfungsi
sebagai media untuk berkomunikasi.
Karya Seni dan Simbol
Manusia berfikir, berperasaan dan bersikap dengan ungkapan ungkapan yang simbolis.
Manusia tidak pernah melihat, menemukan dan mengenal dunia secara langsung kecuali
melalui berbagai simbol dan simbol ini mempunyai unsur pembebasan dan perluasan
pemandangan. Artinya, sebuah ide jika sudah dinyatakan dengan menggunakan simbol maka
ide itu menjadi sesuatu yang multi interpretable. Bisa ditafsirkan dengan berbagai makna.
Kata simbol berasal dari bahasa Yunani symbolos yang berarti tanda atau ciri yang
memberitahukan tentang sesuatu hal pada seseorang. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia
karya WJS Poerwadarminta disebutkan, simbol atau lambang adalah semacam tanda atau
lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung
maksud tertentu. (Poerwadarminta, 1976 272)
Selain animal symbolicus manusia juga merupakan homo creator, artinya bahwa manusia
adalah mahluk yang selalu berkreasi. Untuk menuangkan kreasinya manusia harus selalu
berkarya. Hal itu karena selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, alam sekeliling ini
tidak ada arti apapun bila tidak ada karya dan sentuhan kreasi manusia.
Menurut Soren Kierkegaard, salah seorang filsuf existensialis, mengatakan bahwa hidup
manusia mengalami tiga tingkatan, yaitu estetis, etis dan religius Dengan kehidupan estetis
manusia mampu menangkap dunia dan sekitarnya yang mengagumkan. Kemudian dia
menuangkannya kembali rasa kekaguman tersebut dalam karya seni. Dalam tingkatan etis,
manusia mencoba meningkatkan kehidupan estetisnya dalam bentuk tindakan manusiawi,
yaitu bertindak bebas dan mengambil keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan kepada
sesama. Dan akhirnya, manusia semakin sadar bahwa hidup mesti mempunyai tujuan. Segala
tindakan kemudian dipertanggung jawabkan kepada yang lebih tinggi, Tuhan Yang Maha
Esa.
Dalam perjalan sejarah umat manusia, telah terbukti bahwa lukisan sebagai kreasi manusia
tidaklah berdiri sendiri. Dia adalah simbol dari sejumlah gagasan, ide, imajinasi, atas
responnya terhadap alam sekitar yang diolah dari hidup perasaannya. Dan sebetulnya dalam
berkarya seorang seniman tidak saja bekerja sebagai abdi alam sekitarnya akan tetapi dia juga
mencari makna dirinya sendiri agar apa yang telah dipilih dan kemudian dilakukan
mempunyai arti yang dapat dipertanggung jawabkan kepada sesamannya maupun kepada
yang lebih tinggi, sebab tatkala manusia melahirkan batin pada benda benda alamiah
disekelilingnya, maka batinnya semakin terbuka.
Elemen-elemen rupa yang memang ada karena keberadaannya sendiri, dengan segala gejala
visualnya, dan dalam kondisi nirmana, mempunyai potensi untuk menjadi simbol dan
kemudian berarti dan bermakna.Rupa sebagai media seni baru akan dapat bermakna bila
disusun dalam satu kesatuan struktur, dan struktur sebuah karya seni baru dapat kita pahami
sepenuhnya bila kita melihat karya itu sebagai suatu tanda atau lambang. Dan hanya
manusialah yang berhadapan dengan sebuah karya seni dapat memberikan arti itu.
Sudah barang tentu dalam pemberian arti itupun, manusia tidak berdiri bebas dan sewenang-
wenang tetapi selalu dalam arus sejarah dan lingkungan masyarakatnya. Cara dia menerima
dan menyambut sebuah karya turut menentukan arti dan makna kehadiran karya tersebut.

4. Karya Seni Sebagai Bahasa

Bahasa adalah alat komunikasi atau alat penghubung antar manusia, tanpa ada alat untuk
berkomunikasi maka interaksi antar manusia itu tidak akan pernah terjadi. Dalam kaitan
dengan alat komunikasi maka istilah bahasa dapat berujud bahasa tulis/lisan, bahasa isyarat,
misalnya bunyi peluit, morse; bahasa gerak tubuh, misalnya gerak tangan polisi pengatur
lalulintas, tarian atau bahasa bentuk, misalnya gambar, termasuk di dalamnya adalah lukisan.
Bahasa sebagai alat komunikasi bersifat umum dan universal. Bila sifat itu dilihat dari
fungsinya maka bahasa berfungsi sebagai:
 Untuk tujuan praktis, yaitu komunikasi antar manusia.
 Untuk tujuan artistik, yaitu ketika manusia mengolah bahasa guna mengungkapkan
kebenaran intuitif. Intuisi adalah suatu jenis kebenaran yang hanya dapat ditangkap lewat
perasaan dan penghayatan, lewat sejumlah gambaran kongkret inderawi atau biasa disebut
imajinasi.
 Untuk tujuan filologis, yakni tatkala kita mempelajari naskah, kuno, latar belakang
sejarah, kebudayaan dan lain-lain.
 Untuk menjadi kunci dalam mempelajari pengetahuan lainnya (Gorys Keraf, 1976:
14).
Jika proses ekspresi seni dianggap sebagai sebuah peristiwa komunikasi, maka karya seni
rupapun dapat dianggap sebagai bahasa, sehingga setiap elemen rupa dan rekayasa
sturkturnya yang ada dalam sebuah karya rupa adalah identik dengan kata dan gramatika.
Lukisan sebagai bahasa simbolis memang menciptakan situasi yang simbolis, artinya penuh
tanda tanya tentang hal-hal yang diungkap maksud dan arti yang dikandung dalam
simbolnya. Dalam situasi simbolis maka sebuah lukisan bukan bermaksud menerangkan atau
menguraikan sesuatu. Sebab sesuatu yang simbolis bila diterangkan atau diberi penjelasan
mendetail akan berkurang atau bahkan kehilangan daya simbolisnya.
Namun ada kalanya bahasa rupa tidak digunakan dalam maknanya yang simbolis, tetapi
memang untuk menjelaskan gejala-gejala visual yang sangat nyata, bilamana diterangkan
secara verbal maupun dengan bahasa yang lain akan tidak efektif atau bahkan memungkinkan
mengalami pendistorsian maksud /makna.
Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa, karya seni sebagai bahasa memiliki 2(dua) potensi, yaitu
potensi sebagai bahasa simbolik dan potensi sebagai bahasa rupa, gerak dan suara secara
denotatif. Dalam rangka mengkomunikasikan gagasannya, potensi mana yang dipilih oleh
seniman untuk dimasukkan dalam karyanya sangatlah tergantung pada tujuan komunikasinya.
Ketika muncul kesadaran bahwa eksistensi kita menjadi lebih berarti bila kita berkomunikasi
dengan lingkungan, maka saat itulah kita memerlukan alat komunikasi; dan alat tersebut
bernama bahasa.
Dalam artian yang luas, bahasa tidaklah sekedar ucapan, tetapi lebih pada sifatnya yang
simbolik. Dan dalam kaitannya yang simbolik tersebut bahasa dapat berupa gerak, bunyi,
warna, garis dan pendek kata segala hal yang dapat dipersepsi oleh manusia lewat indera dan
telah memberikan dampak psikhologis, kemudian ditafsirkan arti dan maknanya. Itulah saya
lebih setuju bahwa karya seni adalah sebuah re interpretasi dari interpretasi kultural. Karya
seni adalah tafsir dari tafsir, sehingga kehadirannya bukanlah dari kekosongan belaka, bukan
suatu perbuatan yang asal-asalan.
Seni dan Komunikasi..
Wujud sebuah karya seni pada dasarnya adalah representasi pengalaman pengalaman estetis
seorang seniman ketika dia mencoba mencari jawaban atas apa yang ada dibalik gejala yang
ditangkap oleh inderanya . Oleh karena itu dalam melihat sebuah karya seni masalah bentuk
dan isi karya adalah masalah yang saling berkait. Bentuk adalah segala hal yang
membicarakan faktor intrinsik karya, mulai unsur, struktur, simbol, metafora dan lain
sebagainya. Sedangkan persoalan isi mempertanyakan nilai kognitif-informatif, nilai emosi-
intuisi, nilai gagasan, dan nilai nilai hidup manusia.
Ada dua pendapat tentang keberadan nilai dalam sebuah karya seni. Ada yang bependapat
bahwa nilai seni sebuah karya terletak pada benda dan senimannya; Namun dapat pula
pencarian hakekat seni dilakukan dari aspek penerima seni; Artinya nilai sebuah karya seni
tidak terletak pada bendanya atau penciptanya, akan tetapi kepada penerimanya. Kalau dilihat
dari kaca mata komunikasi maka bukan komunikator dan media yang membuat sebuah pesan
itu berarti dan bermanfaat akan tetapi adalah interpretasi komunikanlah yang menjadikan
pesan itu bermakna.
.
Dalam komunikasi seni ada tiga unsur utama yang terlibat sacara saling terkait yaitu,
seniman, benda seni dan publik seni. Bersatunya unsur unsur komunikasi seni ini dalam satu
peristiwa seni akan melahirkan apa yang dinamakan pengalaman seni.
Benda seni yang diciptakan seniman akan diterima nilai nilainya oleh publik seni dalam
konteks sosio budayanya. Dan bila yang ideal ini betul betul terjadi maka komunikasi seni
akan berjalan secara sehat; Namun dalam kenyataan di lapangan tidaklah selalu demikian.
Dalam masyarakat yang terbuka terhadap informasi nilai, persoalan komunikasi seni ini tidak
lagi mudah terjalin sebab adakalanya nilai seni yang diterima dan dipahami senimannya
tidaklah selalu sama, bahkan berbeda jauh dengan nilai seni yang diterima dan dipahami
masyarakat atau publik seni, Sehingga mudah sekali terjadi kesalah penafsiran terhadap
pesan. Pertama, sebenarnya tidak ada karya seni yang rumit dan buntu. Karya seni yang
sejati, sebagaimana lembaga kebenaran yang lain, selalu jujur, jelas, dan transparan, sebab
yang ingin dicapai adalah kebenaran. Struktur jiwa manusia, dalam hal perasaan, intuisi,
bawah sadar dan berpikir, sama saja dari dulu hingga sekarang. Apa yang dirasakan dan
dipikirkan manusia dimanapun sama. Hanya cara mengungkapkannya itulah yang berbeda
beda; Terutama dalam aspek intrinsik struktur seninya. Dan penguasaan struktur inilah yang
menjadi bagian vital yang harus dikuasai oleh seorang seniman dalam berkarya. Tanpa
penguasaan struktur sulit bagi seniman untuk mengolah dan mengungkapkan perasaan,
pikiran serta pengalamannya menjadi sebuah informasi yang akan ditransmisikan pada publik
seni (komunikan). Demikian juga publik seni, tanpa mengerti, memahami ,menghayati
struktur keindahan akan sulit menangkap maksud seniman lewat media yang dimiliki dan
diolah.
Kedua, seperti telah disinggung di atas bahwa kemunculan karya seni tidaklah bebas dari
konteks nilai, baik nilai sosial , ideologi, politik maupun struktur sosial dan sebagainya atau
sering disebut nilai ekstrinsik. Pemahaman terhadap konteks nilai inilah untuk Indonesia
menjadi salah satu sumber masalah kesenjangan informasi yang mengakibatkan terjadinya
gap dalam berkomunikasi. Di satu fihak seniman yang berlatar belakang pendidikan seni
secara formal, dimana pengetahuan dan nilai nilai yang dipelajari mengacu pada nilai nilai
yang non Indonesia, sementara di fihak lain nilai nilai modern yang ada dalam masyarakat
belum menampakkan wujud bentuknya yang jelas dan nilai nilai lama sudah tak jelas pula.
Komunikasi visual.
Untuk membangun sebuah komunikasi, orang perlu memahami elemen elemen dasar yang
digunakan dalam menyampaikan pesan. Untuk itulah di bawah ini akan dibicarakan tentang
elemen –elemen dasar tentang komunikasi visual.
Kapanpun bila sesuatu itu didisain, digambar (termasuk difoto), dilukis, diskets dibangun,
dan dipatungkan bahan dasar dari karya tersebut adalah elemen visual. Pengertian elemen
visual hendaknya jangan dicampur adukkan dengan pengertian media atau bahan atau
material yang digunakan. Yang dimaksud media /bahan/material dalam seni rupa adalah
misalnya kayu, kertas, cat, tanah liat atau film. Sedangkan elemen visual adalah substansi
dasar dari apa yang kita lihat dan tidak tunggal. Titik, garis, bidang, warna, teksture, dimensi,
skala dan gerak adalah substansi dasar tersebut.
Elemen-elemen visual tersebut merupakan bahan mentah seluruh informasi visual dalam
pilihan pilihan selektif dan kombinasi di antara elemen tersebut.. Struktur kerja visual adalah
kekuatan yang menentukan elemen visual mana yang disajikan dan dengan tekanan apa.
Untuk lebih memahami peranan elemen visual sebagai media informasi, barangkali kita dapat
membuat analogi dengan elemen verbal. Sebuah kata adalah terdiri dari serangkaian huruf.
Dalam sistem alphabet latin huruf tersebut terdiri dari 26 jenis, mulai huruf A higga Z.
Rangkaian huruf ini tidak akan bermakna informatif apapun bila kita tidak melakukan
pemilihan yang selektif dari keduapuluh enam huruf tersebut yang kemudian digabung
menjadi satu untuk mewakili apa ( pikiran, perasaan) yang akan kita informasikan kepada
fihak lain.
Yang berbeda antara informasi verbal dengan informasi visual adalah bahwa informasi
verbal bertujuan untuk diketahui sedangkan informasi visual tujuannya adalah untuk dikenali
( to be recognized). Itulah sebabnya maka informasi verbal bersifat naratif sedangkan
informasi visual tidak harus naratif., sehingga dalam mengamati sebuah gambar atau patung
seorang komunikan mempunyai kemerdekaan menafsirkan sendiri seluruh informasi yang
terangkum dalam sebuah karya sesuai dengan kemampuannya.
Banyak hal yang kita tahu tentang interaksi dan efek dari persepsi orang dalam mengenali
dan memahami informasi visual seperti yang dilakukan dalam penelitian dan percobaan
psykhologi Gestalt..Pada intinya tesis gestalt ini menyatakan bahwa memahami informasi
sensoris (inderawi) harus bersifat total, menyeluruh dan bukan dengan pendekatan analitis.
Untuk mendapatkan makna yang lebih baik dari sebuah gambar hendaknya kita tinggalkan
elemen tadi meskipun elemen tersebut menjadi unsur pokoknya dan kemudian mengamati
suluruh bangunan elemen untuk menangkap pesan yang muncul dalam bentuk tanggapan
emosi komunikan. Respon emosi inilah yang menjadi effek dari komunikasi visual, yang
pada gilirannya akan bermuara pada kemungkinan bertambahnya kesadaran baru tentang
sesuatu bertambahnya wawasan, pengetahuan, kekayaan batin dan pengalaman estetis.
Jadi dari aspek kultural, komunikasi visual yang dilakukan seniman dengan karyanya
merupakan komunkasi yang pendekatannya bisa merupakan penggabungan model
transmition view of communication dan ritual view of communication. Artinya, adakalanya
seorang seniman dalam berkarya hanya menyodorkan gagasannya saja dan tidak
memperdulikan respon pengamat namun adakalanya pula seorang seniman dalam berkarya
memang melakukan dan mengharapkan sharing, menimbulkan kebersamaan dengan
pengamat. Yang disebut pertama biasanya dilakukan oleh seniman yang menitik beratkan
karyanya pada nilai bentuk, sedang yang kedua, dilakukan oleh seniman yang cenderung
menekankan nilai isi lebih penting dari bentuk suatu karya. Bagi penulis sendiri kedua
duanya sama penting . Bentuk yang signifikan akan mempermudah memahamkan isi/makna
yang terkandung dalam sebuah bentuk

DEFINISI APRESIASI...
Apresiasi bolehlah didefinisikan sebagai kajian mengenai pelukis-pelukis atau pandai
tukang mengenai hasil-hasil seni mereka, faktor yang mempengaruhi mereka, cara
mereka bekerja, bagaimana mereka memilih tema dan ‘subject matter’ serta gaya dan
stail mereka .Semua ini berkait rapat dengan aspek pemahaman mereka dari aspek-
aspek kognitif. Ianya juga sebagai satu penghargaan terhadap penilaian dan perasaan terhadap
sesuatu hasil seni itu. Ia boleh dikatakan sebagai pembentukan sikap, minat dan
kebolehan membuat pilihan dan ini berkait rapat dengan aspek-aspek afektif.

Menurut Smith (1966), apresiasi seni ini memerlukan


“logical operation such as defining, valuing and explaining”

Pendidikan seni harus dilihat dalam skop yang lebih luas. Umumya, para pendidik seni
beranggapan Pendidikan Seni di sekolah bukan sekadar meningkatkan kemahiran dan
teknik menghasilkan karya seni sahaja.

Menurut Chapman (1978)


“if treatart ifit were only a matter of learning acts an mastering technique, we deny its value
and character”

Kebanyakan pendidik seni percaya bahawa melalui apresiasi karya seni, pelajar-
pelajar dapat memahami adat, tradisi dan nilai sesuatu masyarakat.

Macfee (1961) menegaskan bahawa


“…every culture, differences in value and belief are expressed through language an art
forms such as dress, architecture an decoration…”

Apresiasi seni melibatkan sepenuhnya deria rasa/sentuh dan deria pandang. Karya
seni seperti catan, lukisan, cetakan dipandang sementara acra dan binaan disentuh.
Apresiasi seni secara aktif melibatkan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi
dengan orang lain apa yang difikirkan dan dirasakan. Dalam konteks ini pengetahuan
mengenai seni serta perbendaharaan kata yang cukup mengenai seni yang diperlukan.

OBJEKTIF APRESIASI

a) Memahami dan bertindak terhadap aspek seni


b) Mengetahui pentingnya nilai seni dalam kehidupan
c) Menghasilkan karya (produk seni)
d) Memahami seni dan hubungannya
e) Membuat dan menggunakan pertimbangan estetik dan kualiti karya seni

TUJUAN APRESIASI DAN KRITIKAN SENI

Apresiasi seni membolehkan pelajar memahami aspek-aspek nilai estetika, pengertian


unsur-unsur seni dan nilai-nilai sosio budaya yang terkandung dalam hasil seni dan
kraf. Ianya juga dapat menghubungkaitkan diri dan hasil sendiri dengan hasil-hasil lain
berdasarkan persepsi visual.Begitu juga dengan aktiviti apresiasi seni, kita dapat melihat
perhubungan antara kerja
sendiri dengan kerja-kerja orang lain di mana kita dapat membentuk keyakinan dan
kefahaman penghargaan terhadap bidang seni
Pendekatan apresiasi dan kritikan seni:

Mengikut John A. Michael dalam bukunya “art and adolescence” ada dua pendekatan
dalam apresiasi seni iaitu:

a) Pendekatan secara logik


b) Pendekatan secara psiklogi

PENDEKATAN SECARA LOGIK

Pendekatan ini adalah berbentuk tradisional dan memerlukan pemahaman intelek


semata-mata dan banyak berfaktakan kepada aspek andaian dan munasabah pada
yang melihat sesuatu karya seni tersebut:
Cadangan aktiviti pendekatan secara logik:

Secara penerangan - Membaca, mengkaji, bila dihasilkan,


tujuan/teknik pelukis, media, proses, nilai-
nilai estetika dan pengaruh

Secara pemerhatian - Balai seni, pameran, filem, slaid,


mengumpul dan menyusun gambar-
gambar

Secara perbandingan - Analisa, penilaian, perbandingan antara


satu dengan yang lain serta menimbulkan
kesedaran

Secara penghasilan - Membuat mengikut gaya artis/stail,menimbulkan kefahaman masalah


nilai- nilai khas, kepuasan, menghubungkan diri
dengan pelukis/pandai tukang gaya
konsep dan zaman.

PENDEKATAN SECARA PSIKOLOGI


Pendekatan ini merangkumi perkara-perkara yang lebih menjurus kepada perasaan
peribadi, lebih bersifat emosi dan perasaan dalaman kepada penghasilan dan
penghayatan sesuati karya seni.
Pendekatan ini akan dapat meninggalkan satu pengalaman yang amat berkesan dan
mendalam. Secara ini akan lebih realistik dan dapat menerima ‘response’ dan pendapat
orang lain. Kesan tindakbalas akan lebih terserlah terhadap bahan serta alat yang
digunakan.

Cadangan aktiviti pendekatan secara psikologi:

1. Secara perbincangan dan perbandingan


2. Secara proses inkuiri penemuan (discovery)
3. Secara kritikan mengenai lukisan/hasil kerja seni
4. Secara menyediakansetting/set induksi
5. Secara membesarkan gambar
6. Secara mengolah bahan-bahan sebenar
7. Secara aktiviti permainan seni
8. Secara lawatan/pameran
9. Secara koleksi buku-buku skrap dan lakaran

KAEDAH MELIHAT SENI

Kaedah-kaedah melihat seni terdiri daripada kaedah:

a) Hedonistic
b) Kontekstualistik
c) Organistik
d) Normistik
e) Elektik

a. KAEDAH HEDONISTIC

Kaedah ini hanya satu luahann perasaan secara spontan seperti kesukaan, pernyataan
perasaan, gemar, menarik dan benci.
Penilaian dibuat secara serta merta iaitu:

• Suka/tidak
• Tertarik/tidak
• Pernyataan spontan

Kaedah ini tidak sealiran dengan isme pengkritik dan ahli psikologi menyatakan kaedah
ini tidak diterjemahkan oleh otak (pemikiran) Cuma berdasarkan maklumat kendiri.
Ianya tidak dapat di ukur bilangan sebenar dan terdapat pelgabai citarasa.

b. KAEDAH KONTEKSTUALISTIK

Kaedah ini lebih praktikat di mana pemerhatian dibuat secara lebih ilmiah, sistematik
dan kefahaman serta kejelasan. Ianya berkait dengan pengetahuan sejarah, falsafah
dan prinsip rekaan.Lebih rujuk kepada perincian/spesifikasi dari aspek persoalan fahaman,
rentak pengkaryaan, interaksi pemerhati, konsepsi, hujah dan penilai karya.
Ianya akan menyediakan pengetahuan mantap dalam pengamata karya, kefahaman
konsep, kepelbagaian bandingan dan seni akan menjadi suatu pendekatan yang
menarik oleh pemerhati.

c. KAEDAH ORGANISTIK

Kaedah ini menjurus kepada aturan yang mempunyai satu sistem yang teratur dan
terancang. Penilaian dibuat serata melihat konteks seni secara harmoni, menentuh
intuisi dan menyenangkan. Penekanan kriteria kapada aspek tata letak, tata atur, ruang
dan penataan cahaya.
Ini akan dapat membentuk kesatuan cara melihat sesuatu karya dari segi warna,
jalinan, unsur-unsur seni , imbangan, perulangan, kesinambungan serta kepelbagaian.

d. KAEDAH NORMISTIK

Kaedah ini merujuk kepada kriteria dan norma sesuatu karya dari aspek nilai
masyarakat, agama dan budaya. Ia seakan-akan ada kaitan dengan pendekatan diri
kepada Allah, rasa takwa, tidak ada unsure sensasi. Cntohnya lukisan agama Kristian
yang berkaitan unsur ikonografi, naratif dan nilai-nilai akhlak.
Kaedah ini menolak peradaban moden di mana pelukis telah melampaui batas yang
dibenar dalam budaya dan agama.

e. KAEDAH ELEKTIK

Kaedah ini lebih berbentuk cara bersepadu dan holistic, ianya aalah gabungan persepsi
penilai seni tentang tanggapan positif dan negatif. kriteria penilai menekankan unsur
asas prinsip, struktur organisasi dan alat dan bahan.
Kaedah ini untuk pemerhatian secara rawak, tidak menjurus kepada aspek
kronologinya. Wajaran hanya secara baik, sederhana dan kurang baik.

PROSES APRESIASI SENI


Terdapat berbagai cadangan oleh beberapa pakar pendidikan seni mengenai proses
apresiasi. Feldman (1967) dan smith (1967) mencadangkan aktiviti-aktiviti apresiasi seni
berasaskan kepada proses persepsi dan intelektual melalui empat tahap:

a) Menggambarkan
b) Menganalisa
c) Tafsiran
d) Penilaian

A. MENGGAMBARKAN
Mengamati hasil seni dan menggambarkab sifat-sifat tampak seperti warna, garisan,
bentuk, rupa, jalinan dan elemen-elemen gubahan iaitu prinsip dan struktur

B. MENGANALISA

i. Menganalisa perhubungan sifat-sifat tampak seperti unsure-unsur seni, prinsip


dan stuktur
ii. Menganalisa kualiti ekspresif seperti mood dan suasana
iii. Menghauraikan stail sesuatu karya

C. TAFSIRAN

i. Mencari makna-makna yang tedapat pada sifat-sifat tampak seperti subjek,


symbol, unsure-unsur seni, prinsip, strktur, corak dan bahan
ii. Mencari metafora-metafora (ibarat/kiasan) an analogi-analogi (persamaan) untuk
menjelaskan makna tersebut.

D. PENILAIAN

i. Membuat penilaian berdasarkan kepada criteria yang bersesuaian seperti


keaslian, gubahan, teknik dan fungsi
ii. Menilai hasil seni berdasarkan kepada pengertiannya dari segi individu, social,
keaagamaan dan kepercayaan, sejarah serta keseniaannya.

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke


Pinterest
Beranda
Langganan: Entri (Atom)

http://setyahermawan.blogspot.com/p/apresiasi-seni.html

diakses pada tanggal 18 desember 2014 banda aceh

KEUNIKAN GAGASAN DAN SIKAP APRESIATIF KARYA SENI KRIYA

1.APRESIASI SENI
*Apresiasi seni adalah suatu proses penghayatan suatu karya seni yang diamati dan penghargaan
pada karya seni itu sendiri serta pada penghargaan pada pembuatnya

2.PROSES APRESIASI SENI


*proses aprisiasi seni terbentuk dari dua kemungkinan
a.pertama,apresiasi afektif yang terjadi apabila pengamat seni cepat mengalami empati dan rasa
puas.tidak mencakup hal-hal yang logis
b.kedua,apresiasi kreatif:pengamat seni sadar dalam melakukan penghayatan dan penilaian serta
menggunakan aspek logika dalam menentukan nilai suatu karya seni

apresiasi kreatif melalui tahapan khusu:


1) pengamatan objek karya seni,
2) aktivitas fisiologis,
3) aktivitas psikologis(terjadinya persepsi sampai evaluasi kemudian timbul interprestias dan
dorongan berbuat kreatif)
4) aktivitas penghayatan
5) aktivitas penghargaan

3.PROSES APRESIASI
proses aktif dan kreatif sehingga secara efektif pengamat dapat memahami nilai seni untuk
mendapatkan pengalaman estetik

4.MANFAAT APRESIASI
Pendidikan seni dapat digunakan sebagai sarana untuk melusurkan kembali,mendidik,dan
membentuk sikap etis terutama seni yang kreatif,nyaman,indah,dan menyegarkan

Manfaat apresiasi seni


a.penyeimbang pola pikir dan hidup yang serba materialistis.
b.membuka pandangan masyarakat tentang dunia yang konkret.
c.membentuk moral generasi muda.
untuk mengenal lebih jauh tentang dunia seni rupa dua dimensi dan tiga dimensi,dapat dilihat pada
aliran-aliran dan tokoh dalam seni rupa modern,antara lain sebagai berikut.
a.NATURALISME
b.REALISME
c.ROMANTISME
d.IMPRESIONISME
e.EKSPRESIONISME
f.FAUVISME
g.DADAISME
h.SUREALISME
i.ALIRAN FUTURISME
j.ABSTRAKSIONISME

5.SIKAP APRESIATIF
menilai karya seni rupa
a karya seni dua dimensi:hanya dapat dilihat dari satu arah,memiliki ukuran luas(panjang dan lebar)
b karya seni tiga dimensi :karya yang dapat dilihat dari berbagai arah,memiliki volume(ruang)

http://berkreasiberdua.blogspot.com/2012/11/keunikan-gagasan-dan-sikap-apresiatif.html

Anda mungkin juga menyukai