Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PERLENGKAPAN JALAN

2.1 Perlengkapan Jalan


Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan
lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomer 34 Tahun 2006).
Perlengkapan Jalan adalah sarana yang dimaksudkan untuk keselamatan,
keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu-lintas serta kemudahan bagi pengguna jalan
dalam berlalu-lintas yang meliputi marka jalan, rambu lalu-lintas, alat pemberi isyarat
lalu-lintas, lampu penerangan jalan, rel pengaman (guardrail), dan penghalang lalu-
lintas (traffic barrier) (Peraturan Pemerintah Nomer 34 Tahun 2006).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan bagian Kedua mengenai Ruang Lalu Lintas paragraf 2 Pasal 25
tertulis, “setiap Jalan yang digunakan untuk Lalu Lintas umum wajib dilengkapi
dengan perlengkapan Jalan berupa: Rambu Lalu Lintas, Marka Jalan, Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas, alat penerangan Jalan, alat pengendali dan pengaman Pengguna
Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, fasilitas untuk sepeda, Pejalan Kaki,
dan penyandang disabilitas, dan fasilitas pendukung kegiatan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan yang berada di Jalan dan di luar badan Jalan.
Perlengkapan jalan yang berkaitan langsung dengan pengguna jalan adalah
bangunan atau alat yang dimaksudkan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas serta kemudahan bagi pengguna jalan dalam berlalu lintas,
sedangkan perlengkapan jalan yang berkaitan tidak langsung dengan pengguna jalan
adalah bangunan yang dimaksudkan untuk keselamatan pengguna jalan, dan
pengamanan aset jalan, dan informasi pengguna jalan.

2.2 Tujuan Pemasangan


Tujuan dari pemasangan fasilitas perlengkapan jalan adalah untuk meningkatkan
keselamatan jalan dan menyediakan pergerakan yang teratur terhadap pengguna jalan.
Fasilitas perlengkapan jalan memberi informasi kepada pengguna jalan tentang
peraturan dan petunjuk yang diperlukan untuk mencapai arus lalu lintas yang selamat,
seragam dan beroperasi dengan efisien.

2.3 Ruang Lingkup


Berdasarkan Panduan Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan Departemmen
Perhubungan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan bagian Kedua mengenai Ruang Lalu Lintas paragraf 2
Pasal 25 merupakan acuan atau tata cara untuk penempatan fasilitas perlengkapan
jalan. Fasilitas perlengkapan jalan yang diatur pada panduan ini adalah:
a. Marka jalan
b. Rambu-rambu lalu lintas
c. Alat pemberi isyarat lalu lintas
d. Fasilitas penerangan jalan
Panduan ini berlaku untuk pemasangan fasilitas perlengkapan jalan, baik pada
jalan perkotaan maupun jalan luar kota.

2.3.1 Marka Jalan


Menurut Undang-Undang No. 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan
jalan marka jalan adalah tanda berupa garis, gambar, anak panah, dan lambang pada
permukaan jalan yang berfungsi mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi
kepentingan lalu lintas. Posisi marka jalan adalah membujur, melintang, dan serong.
Tentang marka jalan diatur dalam PP No. 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan lalu
lintas jalan dan PP No.13 Tahun 2014 tentang Rambu lalu lintas.
Berdasarkan hasil pengamatan dan survei langsung di lokasi ruas Jl. Pangeran
Diponegoro, Medan (Gedung Keuangan Negara dan Kantor Bappeda Medan) tidak
terdapat marka jalan, baik berupa garis, gambar, anak panah, ataupun lambang pada
permukaan jalan.
Gambar 2.1 Ruas Jl. Pangeran Diponegoro, Medan (Gedung Keuangan
Daerah dan Kantor Bappeda Medan)

Sementara pemasangan marka pada jalan mempunyai fungsi penting dalam


menyediakan petunjuk dan informasi terhadap pengguna jalan. Pada beberapa kasus,
marka digunakan sebagai tambahan alat kontrol lalu lintas yang lain seperti rambu-
rambu, alat pemberi sinyal lalu lintas dan marka-marka yang lain. Marka pada jalan
secara tersendiri digunakan secara efektif dalam menyampaikan peraturan, petunjuk,
atau peringatan yang tidak dapat disampaikan oleh alat kontrol lalu lintas yang lain.
Sehingga ruas ini jalan dapat dikatakan belum memiliki fasilitas perlengkapan
jalan yang lengkap dan belum sesuai dengan peraturan perlengkapan jalan raya, karena
masih kurangnya marka jalan yang tidak sesuai dengan Peraturan Menteri PU No
19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis
Jalan.

2.3.2 Rambu Lalu Lintas


Berdasarkan hasil pengamatan dan survei langsung di lokasi ruas Jl. Pangeran
Diponegoro, Medan (Gedung Keuangan Negara dan Kantor Bappeda Medan) terdapat
beberapa rambu yang terpasang yang diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Rambu Peringatan
Rambu peringatan adalah rambu yang memberikan petunjuk kepada pemakai
jalan mengenai bahaya yang akan dihadapi serta memberitahukan sifat bahaya
tersebut. Bentuk, lambang, warna dan arti rambu peringatan yang ada pada ruas Jl.
Pangeran Diponegoro, Medan (Gedung Keuangan Negara dan Kantor Bappeda
Medan) dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Rambu peringatan penyebrangan orang

b. Rambu Larangan dan Rambu Perintah


Rambu larangan dan rambu perintah adalah rambu yang memberikan petunjuk
yang harus dipatuhi oleh pemakai jalan mengenai kewajiban, prioritas, batasan atau
larangan. Bentuk, warna, lambang, dan arti rambu larangan dan rambu perintah
yang ada pada ruas Jl. Pangeran Diponegoro, Medan (Gedung Keuangan Negara
dan Kantor Bappeda Medan) dapat dilihat pada Gambar 2.3, Gambar 2.4, Gambar
2.5, Gambar 2.6, Gambar 2.7, Gambar 2.8, Gambar 2.9.

Gambar 2.5 Dilarang Menaikkan / Menurunkan Penumpang dan Larangan Berhenti.


Rambu larangan berhenti ini untuk sampai dengan jarak 15 m dari tempat pemasangan
rambu menurut arah lalu lintas, kecuali dinyatakan lain dengan papan tambahan.
Gambar 2.6 Larangan Berbelok Kanan dan Larangan Parkir

Rambu larangan berbelok kekanan bagi kendaraan bermotor maupun tidak bermotor untuk
masuk jalan simpangan atau berpindah jalur yang searah lalu lintas. Rambu larangan parkir
sampai dengan jarak 15 m dari tempat pemasangan rambu menurut arah lalu lintas, kecuali
dinyatakan lain dengan papan tambahan.

Gambar 2.7 Larangan Parkir


Gambar 2.8 Larangan Masuk Becak

Gambar 2.9 Perintah Tertib Lalu Lintas

c. Rambu Petunjuk
Rambu petunjuk adalah rambu yang memberikan petunjuk kepada pemakai jalan
mengenai arah, tempat dan informasi, yang meliputi rambu pendahuluan, rambu jurusan
(arah), rambu penegasan, rambu petunjuk batas wilayah dan rambu lain yang memberikan
keterangan serta fasilitas yang bermanfaat bagi pemakai jalan. Bentuk, lambang warna dan
arti rambu petunjuk yang ada pada ruas Jl. Pangeran Diponegoro, Medan (Gedung
Keuangan Negara dan Kantor Bappeda Medan) dapat dilihat pada foto 2.10.

Gambar 2.10 Telepon Umum


Rambu yang terpasang yang ada pada ruas Jl. Pangeran Diponegoro, Medan (Gedung
Keuangan Negara dan Kantor Bappeda Medan) termasuk rambu yang efektif karena
memenuhi beberapa aspek berikut ini :
a. Memenuhi kebutuhan.
b. Menarik perhatian dan mendapat respek pengguna jalan.
c. Memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti.
d. Menyediakan waktu cukup kepada pengguna jalan dalam memberikan respon.

2.3.3 Alat Pemberi Isyarat


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 79 Tahun 2013
Tentang Jaringan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan bahwa alat pemberi isyarat lalu lintas
perangkat elektronik yang menggunakan isyarat lampu yang dapat dilengkapi dengan
isyarat bunyi untuk mengatur Lalu Lintas orang dan/atau Kendaraan di persimpangan atau
pada ruas Jalan, sedangkan menurut Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : Km 62
Tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas pada pasal 1 menjelaskan alat
pemberi isyarat lalu lintas merupakan perangkat peralatan teknis yang menggunakan
isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau
pada ruas jalan. Pada Bab 2 bagian pertama menyebutkan alat pemberi lalu lintas terdiri
dari:

a. Lampu 3 (tiga) warna untuk mengatur kendaraan.


b. Lampu 2 (dua) warna untuk mengatur kendaraan atau pejalan kaki
c. Lampu 1 (satu) warna untuk memberikan peringatan bahaya kepada pemakai jalan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan survei langsung di lokasi ruas Jl. Pangeran
Diponegoro, Medan (Gedung Keuangan Negara dan Kantor Bappeda Medan) terdapat alat
pemberi isyarat berupa lampu 3 (tiga) warna yang berfungsi untung mengatur kendaraan,
dan lampu 2 (dua) warna untuk mengatur kendaraan atau pejalan kaki.

Gambar 2.11 Lampu 3 (Tiga) Warna dan Lampu 2 (Dua) Warna


Berdasarkan hasil pengamatan penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas ini
memenuhi beberapa aspek yaitu :
a. Penempatan alat pemberi isyarat lalu lintas dilakukan sedemikian rupa, sehingga mudah
dilihat dengan jelas oleh pengemudi, pejalan kaki dan tidak merintangi lalu lintas
kendaraan.
b. Alat pemberi isyarat lalu lintas yang ditempatkan pada persimpangan di sisi jalur lalu
lintas, tinggi lampu bagian yang paling bawah sekurang-kurangnya 3,00 meter dari
permukaan jalan.
c. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada persimpangan, ditempatkan pada sisi kiri jalur lalu
lintas menghadap arah datangnya lalu lintas dan dapat diulangi pada sisi kanan atau di
atas jalur lalu lintas.
d. Alat pemberi isyarat lalu lintas pada tempat penyeberangan pejalan kaki ditempatkan
pada sisi kiri dan/atau kanan jalur lalu lintas menghadap ke arah pejalan kaki.
2.3.4 Fasilitas Penerangan Jalan
Berdasarkan hasil pengamatan dan survei langsung di lokasi ruas Jl. Pangeran
Diponegoro, Medan (Gedung Keuangan Negara dan Kantor Bappeda Medan) terdapat fasilitas
penerangan jalan, yang memenuhi persyaratan dan penempatan yaitu :

Gambar 2.12 Penerangan Jalan


BAB III
FASILITAS PEJALAN KAKI (PEDESTRIAN) DI KAWASAN PERKOTAAN

3.1 Fasilitas Pejalan Kaki (Pedestrian)


Dirjen Perhubungan (1993), menyatakan bahwa pejalan kaki merupakan suatu bentuk
transportasi yang penting di daerah perkotaan. Berjalan kaki merupakah kegiatan yang cukup
esensial dari sistem angkutan dan harus mendapatkan tempat yang selayaknya. Perjalanan
dengan menggunakan angkutan umum selalu diawali dan diakhiri dengan berjalan kaki, sehingga
sangat penting sekali untuk dapat memberikan pelayanan fasilitas yang nyaman bagi pejalan kaki
agar dapat meningkatkan minat masyarakat untuk beralih menggunakan angkutan umum.
Menurut Iswanto (2006), Pedestrian berasal dari Bahasa Yunani yaitu pedos yang berarti
kaki. Pedestrian dapat diartikan sebagai pejalan kaki atau orang yang melakukan perpindahan
dari suatu tempat sebagai titik tolak ke tempat lain dengan berjalan kaki. Menurut Peraturan
Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 1993, Pejalan kaki harus berjalan pada bagian jalan yang
diperuntukan bagi pejalan kaki, atau pada bagian pejalan kaki, atau pada bagian jalan yang
paling kiri apabila tidak terdapat bagian jalan yang diperuntukan bagi pejalan kaki, serta
menyeberang ditempat yang telah ditentukan.
Menurut keputusan Direktur Jenderal Bina Marga No.76/KPTS/Db/1999 tanggal 20
Desember 1999 yang dimaksud dengan trotoar adalah bagian dari jalan raya yang khusus
disediakan untuk pejalan kaki yang terletak didaerah manfaat jalan, yang diberi lapisan
permukaan dengan elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada
umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.

3.2 Tujuan Pedestrian


Jalur pedestrian bukan saja berfungsi sebagai tempat bergeraknya manusia atau
menampung sebagian kegiatan sirkulasi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun
juga merupakan ruang (space) tempat beraktivitasnya manusia itu sendiri, seperti kegiatan jual-
beli, media interaksi sosial, pedoman visual ataupun ciri khas suatu lingkungan kawasan. Di
kota- kota besar Negara- Negara maju, aktivitas jalan kaki didukung oleh fasilitas kawasan yang
lengkap dan menjadi suatu aktivitas yang popular, bahkan menjadi hobi sebagian masyarakatnya.
Hal ini karena pedestrian disana dilandasi oleh hal- hal yang positif, antara lain:
1. Pedestrian dapat menumbuhkan aktivitas yang sehat, sehingga mengurangi kerawanan
kriminalitas.
2. Pedestrian dapat menghadirkan suasana lingkungan yang spesifik, unik dan dinamis di
kawasan kota.
3. Pedestrian merupakan daerah yang menarik untuk berbagai kegiatan sosial, seperti
bernostalgia, pertemuan mendadak, berekreasi, bertegur sapa, dan sebagainya.
4. Pedestrian berfungsi sebagai penurun tingkat pencemaran udara dan polusi suara, karena
berkurangnya kendaraan yang lewat dan vegetasi yang tumbuh dengan baik.

3.3 Ruang Lingkup


Adapun ruang lingkup yang akan dibahas dalam laporan survei ini adalah :
 Bagaimanakah kondisi fasilitas pedestrian di Jalan Pangeran Diponegoro Kota Medan yang
sesuai dalam memenuhi kriteria prinsip dan standar fasilitas pedestrian

3.3.1 Kondisi Jalan Pangeran Diponegoro


Kawasan Jl. Pangeran Diponegoro Medan merupakan kawasan yang berada di dekat
pusat kota Pada kawasan ini setiap orang menuju pusat kota dipastikan melewati jalan ini. Jl.
Pangeran Diponegoro merupakan suatu open space yang dibatasi oleh:

- Sisi utara adalah Hotel & Mall


- Sisi barat adalah bangunan perkantoran, tempat ibadah, dan mall
- Sisi selatan adalah daerah perkantoran
- Sisi timur adalah perkantoran dan restaurant

Kondisi Trotoar Jalan Pangeran Diponegoro

Pada ruas Jalan Pangeran Diponegoro terdapat dua trotoar pada bagian kiri dan kanan. Bagian
kiri trotoar memiliki lebar 4,6 m, dan pada bagian kanan trotoar memiliki lebar 5 m. Kondisi
trotoar dapat dije
4.1.2 Titik Keramaian
Titik keramaian terbesar di depan Masjid Agung yang terjadi saat siang hari saat
masyarakat melakukan aktivitas untuk pergi beribadah.

Gambar 3.1 Titik Keramaian di sepanjang Jl. Pangeran Diponegoro


Titik keramaian dapat dilihat dari dua sisi pengamatan. Sisi pertama adalah
dari arah Gedung Keuangan Negara menuju Masjid Agung, dan sisi kedua adalah dari
arah Kantor Bappeda menuju Masjid Agung. Titik keramaian terjadi pada saat siang
hari menjelang ibadah sholat jumat terlihat dari kedua sisi. Didapat volume pejalan
kaki dari beberapa titik seperti Gambar 3.2

3
Gambar 3.2 Titik Mengihitung Pejalan Kaki
Tabel 3.1 Volume Pejalan Kaki

NO. JAM TOTAL


TITIK

1 11.30 – 13.30 806

2 11.30 – 13.30 576

3 11.30 – 13.30 205

Apabila terjadi keramaian tertinggi akibatnya lebar dari trotoar sendiri tidak
dapat berfungsi dengan selayaknya, karena masih ada pejalan kaki yang berjalan di bahu
jalan seperti Gambar 3.3

Gambar 3.3 Pejalan Kaki Tidak Menggunakan Trotoar

delineates

Anda mungkin juga menyukai