Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dalam keadaan kesehatan mental, seseorang memiliki perasaan diri (sense of
self) yang utuh sebagai manusia dengan kepribadian dasar yang tunggal. Disfungsi
utama pada gangguan disosiatif adalah kehilangan keutuhan kesadaran tersebut;
orang merasa tidak memiliki identitas atau mengalami kebingungan terhadap
identitasnya sendiri atau memiliki identitas berganda. Menyatukan pengalaman diri
sendiri biasanya terdiri dari suatu kepribadian yang unik. Walaupun penyatuan
pengalaman kepribadian tersebut adalah abnormal pada gangguan disosiasif,
pasien dengan gangguan ini menunjukkan berbagai pengalaman disosiatif dari
normal sampai patologis. (Kaplan ed. 2, 1997)
Kita dapat memandang rentang normal fenomena disosiatif dari beberapa
sudut pandang. Banyak peneliti dan klinisi berpikir bahwa hipnotibilitas
(hipnotizability) adalah berhubungan dengan gangguan disosiatif. Orang normal
memiliki suatu rentang hipnotibilitas. Pasien dengan gangguan disosiatif tidak selalu
lebih mudah di hipnosis dibandingkan orang yang sehat mentalnya, tetapi fenomena
hipnosis adalah suatu contoh keadaan disosiatif pada orang normal. Peneliti telah
mengembangkan beberapa skala utnuk mengukur pengalaman disosiatif-sebagai
contohnya, Dissociative Experience Scale. Skala tersebut menanyakan pertanyaan
wawancara tentang fenomena disosiatif yang sering ditemukan dan ringan (sebagai
contohnya, perioda tidak adanya perhatian selama percakapan) dan fenomena
disosiatif patologis. Penelitian dengan menggunakan skala tersebut telah
menyatakan bahwa kira-kira 5 persen populasi umum memiliki nilai yang lebih besar
daripada tiga kali nilai rata-rata. Penelitian lain tentang fenomena disosiatif telah
menemukan bahwa gejala disosiatif menurun dengan bertambahnya usia dan gejala
disosiatif tersebut adalah kira-kira sama seringnya pada laki-laki dan wanita.banyak
jenis penelitian menyatakan suatu hubungan antara peristiwa traumatik, khususnya
penyiksaan fisik dan seksual pada masa anak-anak, dan perkembangan gejala dan
gangguan disosiatif. (Kaplan ed. 2, 1997)
Disosiasi timbul sebagai suatu pertahanan terhadap trauma. Pertahanan
disosiatif memiliki fungsi ganda untuk menolong korban melepaskan diri sendiri dari
trauma pada saat hal tersebut terjadi sambil juga menunda menyelesaikannya yang
1
menempatkan trauma dalam pandangan dengan sisa kehidupan mereka. Pada
kasus represi, suatu pembelahan horizontal diciptakan oleh penghalang represi, dan
material ditransfer ke dalam bawah sadar yang dinamik. Disosiasi adalah berbeda
dengan menciptakan pembelahan vertikal, sehingga isi mental ada pada sejumlah
kesadaran yang paralel. (Kaplan ed. 2, 1997)
Pada sebagian besar keadaan disosiatif, perwakilan diri yang berlawanan
adalah dipertahankan dalam ruang mental yang terpisah, karena mereka berada
dalam konflik satu sama lainnya. Dalam bentuk gangguan identitas disosiatif yang
ekstrim (kepribadian ganda), perwakilan diri yang terpisah tersebut mengalami
eksistensi metaforik kepribadian yang terpisah yang dikenal sebagai pengubah
(alters). (Kaplan ed. 2, 1997)
Disosiasi dan pembelahan keduanya memiliki kemiripan dan perbedaan.
Keduanya melibatkan pemetak-metakan aktif dan perpisahan isi mental. Keduanya
digunakan sebagai pertahanan untuk mengatasi afek yang tidak disenangi yang
berhubungan dengan integrasi bagian-bagian diri yang bertentangan. Tetapi,
keduanya adalah berbeda dalam sifat fungsi ego yang dipengaruhi. Pada
pembelahan, toleransi kecemasan dan pengendalian impuls adalah yang terutama
terganggu. Pada disosiasi, daya ingat dan kesadaran adalah yang terpengaruh.
Namun demikian, keduanya melibatkan pembelahan mental yang menghasilkan
perwakilan diri dalam hubungan dengan perwakilan objek internal. (Kaplan ed. 2,
1997)
Diagnostik dan statistikal manual of mental disorders edisi keempat (DSM-IV)
memiliki kriteria diagnostik spesifik untuk empat gangguan disosiatif : amnesia
disosiatif (sebut amnesia psikogenik dalam DSM edisi ketiga yang direvisi [DSM-III-
R]), fuga disosiatif (disebut fuga psikogenik dalam DSM-III-R), gangguan identitas
disosiatif (disebut gangguan kepribadian ganda dalam DSM-III-R), dan gangguan
depersonalisasi. Sebelum DSM-III-R, gangguan-gangguan tersebut dikenal sebagai
neurosis histerikal dengan tipe disosiatif. Amnesia disosiatif ditandai oleh
ketidakmampuan untuk mengingat informasi, biasanya berhubungan dengan
peristiwa yang menegangkan atau traumatik, yang tidak bisa dijelaskan oleh
kelupaan yang biasanya, ingesti-zat, atau kondisi medis umum. Fuga disosiatif
ditandai oleh bepergian dari rumah atau pekerjaan yang tiba-tiba dan tidak
diperkirakan, disertai dengan ketidakmampuan untuk mengingat masa lalu
seseorang dan kebingungan tentang identitas pribadi seseorang atau mengambil

2
identitas baru. Gangguan identitas disosiatif ditandai dengan adanya dua atau lebih
kepribadian yang terpisah pada satu orang tunggal; gangguan identitas disosiatif
biasanya dianggap merupakan gangguan disosiatif yang paling parah dan kronis.
Gangguan depersonalisasi ditandai oleh perasaan terlepas (detachment) dari tubuh
atau pikiran seseorang yang rekuren atau persisten. DSM-IV juga memiliki kategori
diagnostik gangguan disosiatif yang tidak ditentukan (NOS; not otherwise specified)
untuk gangguan disosiatif yang tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan
disosiatif lainnya. DSM-IV juga memasukkan pedoman diagnostik dalam
spendiksnya untuk gangguan trance disosiatif (dissociative trance disorder), yang
sekarang digolongkan sebagai suatu gangguan disosiatif yang tidak ditentukan.
(Kaplan ed. 2, 1997)
Gangguan ini disebut disosiatif karena dahulu dianggap terjadi hilangnya
asosiasi antara berbagai proses mental seperti identitas pribadi dan memori, sensori
dan fungsi motorik. Ciri utamanya adalah hilangnya fungsi yang tidak dapat
dijelaskan secara medis. (Maramis, 2009)
Istilah konversi didasarkan pada teori kuno bahwa perasaan dan anxietas
dikonversikan menjadi gejala-gejala dengan akibat terselesaikannya konflik mental
(keuntungan primer; primary gain) atau didapatkannya keuntungan praktis seperti
perhatian dari orang lain (keuntungan sekunder; secondary gain).
Gangguan disosiatif ini dahulu juga disebut histeria yang berasal dari istilah
dan keyakinan zaman dahulu bahwa penyebabnya adalah uterus yang berkeliaran
(wandering uterus). (Maramis, 2009)
Pada penderita didapatkan hilangnya fungsi seperti memori (amnesia
psikogenik), berjalan-jalan dalam keadaan trans (fugue), fungsi motorik (paralis dan
pseudoseizure) atau fungsi sensorik (anastesia sarung tangan dan kaus kaki; glove
and stocking anaesthesia). (Maramis, 2009)
Mungkin agak sulit mendiagnosis dan menatalaksanai gangguan ini.
Kemungkinan penyebab organik harus disingkirkan lebih dahulu dan hal ini dapat
berakibat pemeriksaan yang ekstensif. (Maramis, 2009)
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan dibuat-buatnya
gejala tersebut. Di sini ada dua kemungkinan, gangguan buatan (factitious disorder)
atau berpura0pura (malingering). Pada gangguan buatan, gejala-gejala dibuat
dengan sengaja untuk mendapatkan perawatan medis, sedangkan pada berpura-
pura untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Menentukan hal ini tidaklah mudah

3
dan mungkin memerlukan bukti bahwa ada inkonsistensi dalam gejalanya.
(Maramis, 2009)
Penderita mungkin tampak acuh tak acuh akan penyakitnya (la belle
indifference). Penampilan tak acuh mungkin juga terjadi pada gangguan organik dan
spesifik untuk penyakit ini. (Maramis, 2009)
Yang penting dalam penatalaksanaan adalah menerima gejala pasien sebagai
hal yang nyata, tetapi menjelaskan bahwa itu reversibel. Diupayakan untuk kembali
ke fungsi semula dengan bertahap. Apabila ada depresi komorbid, hal ini harus
diobati dengan baik. Psikoterapi dapat bermanfaat untuk gangguan disosiatif dan
dalam beberapa kasus kronis yang mengenai fungsi motorik mungkin diperlukan
rehabilitasi medik. (Maramis, 2009)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. GANGGUAN DISOSIATIF


Dalam DSM IV, gambaran utama gangguan disosiasi berupa gangguan
kesadaran, ingatan, identitas atau persepsi lingkungan. Gangguan disosiasi
dipertimbangkan sebagai mekanisme pertahanan diri menghadapi trauma
psikologik. (FKUI, 2010)
Gangguan disosiasi dibedakan atas : (Kaplan ed. 2, 1997)
1. Amnesia disosiatif
2. Fuga disosiatif
3. Gangguan identitas disosiatif
4. Gangguan depersonalisasi
5. Ganser

2.1.1 AMNESIA DISOSIATIF

4
a. Gambaran Umum
Gambaran utama amnesia disosiatif adalah adanya amnesia. Gejala kuncinya
adalah ketidakmampuan mengingat kembali informasi, biasanya tentang kejadian
yang penuh stres atau traumatik di dalam hidupnya. Ketidakmampuan tersebut tidak
dapat dijelaskan sebagai kondisi lupa yang biasa atau disebabkan karena gangguan
otak, namun masih dapat belajar sesuatu yang baru. (FKUI, 2010)
Bentuk umum dari amnesia disosiasi melibatkan amnesia untuk identitas
personal tetapi ingatan tentang informasi umum masih ingat misalnya seperti apa
yang dimakan untuk sarapan pagi. (FKUI, 2010)
Gejala amnesia adalah sering ditemukan pada amnesia disosiatif, fuga
disosiatif dan gangguan identitas disosiatif. Amnesia disosiatif adalah diagnosis yang
tepat jika fenomena disosiatif adalah terbatas pada amnesia. Kunci gejala dari
amnesia disosiatif adalah ketidakmampuan untuk mengingat informasi yang baru
saja disimpan di dalam ingatan pasien. Informasi yang dilupakan biasanya tentang
peristiwa yang menegangkan atau traumatik dalam kehidupan seseorang.
Ketidakmampuan untuk mengingat informasi tidak dapat dijelaskan oleh kelupaan
yang biasanya dan tidak terdapat bukti-bukti adanya suatu gangguan otak dasar.
Kemampuan untuk mempelajari informasi baru adalah dipertahankan. (Kaplan ed.2,
1997)
Bentuk umum dari amnesia disosiatif melibatkan amnesia untuk identitas
pribadi seseorang tetapi daya ingat informasi umum adalah utuh. Gambaran klinis
adalah tepat kebalikan gambaran klinis yang ditemukan pada demensia, di mana
pasien dapat mengingat namanya tetapi melupakan informasi umum, seperti apa
yang mereka makan saat makan siang. Kecuali untuk amnesia, pasien dengan
manesia disosiatif tampaknya sama sekali utuh dan berfungsi secara masuk akal.
Sebaliknya, pada kebanyakan amnesia karena suatu kondisi medis umum (seperti
pascakejang dan amnesia toksik), pasien mungkin mengalami konfusi dan memiliki
perilaku yang terdisorganisasi. Tipe amnesia lain (sebagai contohnya, amnesia
global transien dan amnesia pascagegar) adalah disertai dengan amnesia
anterograd, yang tidak terjadi pada pasien dengan amnesia disosiatif. (Kaplan ed. 2,
1997)

b. Epidemiologi
Amnesia adalah gejala disosiatif yang paling sering, karena terjadi hampir
semua gangguan disosiatif. Amnesia disosiatif diperkirakan merupakan gangguan
disosiatif yang paling sering, walaupun data epidemiologis tentang semua gangguan
5
disosiatif adalah terbatas dan tidak pasti. Namun demikian, amnesia disosiatif
diperkirakan terjadi lebih sering pada wanita dibandingkan laki-laki dan lebih sering
pada dewasa muda dibandingkan dewasa yang lebih tua. Karena gangguan
biasanya adalah berhubungan dengan peristiwa yang menakutkan dan traumatik,
insidensinya kemungkinan meningkat selama masa perang dan bencana alam.
Kasus amnesia disosiatif yang berhubungan dengan lingkungan rumah tangga-
sebagai contohnya, penyiksaan pasangan dan penyiksaan anak-kemungkinan
jumlahnya tetap. (Kaplan ed. 2, 1997)

c. Etiologi
Proses neuroanatomis, neurofisiologis dan neurokimiawi dalam penyimpanan
dan pengumpulan ingatan adalah penyimpanan dan pengumpulan ingatan adalah
jauh lebih dimengerti sekarang ini dibandingkan pada satu dekade yang lalu.
Perbedaan antara daya ingat jangka pendek dan daya ingat jangka panjang,
peranan sentral hipokampus dan keterlibatan sistem neurotransmiter telah
diperjelas. Kompleksitas pembentukan dan pengumpulan ingatan yang baru
dipahami menyebabkan amnesia disosiatif secara intuitif dapat dimengerti karena
banyaknya daerah kemungkinan yang mengalami disosiatif. Tetapi, sebagian besar
pasien dengan amnesia disosiatif adalah tidak mampu untuk mengumpulkan ingatan
tentang peristiwa yang menengangkan dan traumtik. Jadi, isi emosional ingatan
adalah jelas berhubungan dengan patofisiologi dan penyebab gangguan. (Kaplan
ed. 2, 1997)
Dari pendekatan psikoanalitik, gangguan amnesia disosisatif terutama
dipertimbangkan sebagai mekanisme pertahanan diri, kesadaran individu berubah
sebagai cara untuk menyelesaikan konflik emosional atau stressor dari luar. (FKUI,
2010)
Satu pengamatan yang cukup relevan tentang orang normal adalah bahwa
belajar seringkali tergantung kepada keadaan (state-dependent)-yaitu, tergantung
pada korteks dimana belajar terjadi. Informasi yang dipelajari atau dialami selama
suatu perilaku tertentu (sebagai contoh, saat mengemudikan kendaraan), keadaan
farmakologis (sebagai contohnya, sambil minum alkohol), atau keadaan
neurokimiawi (sebagai contoh, kemungkinan berhubungan dengan suatu emosi
6
seperti kegembiraan) atau pada suatu keadaan fisik tertentu (sebagai contohnya,
melihat setangkai bungan tertentu) seringkali diingat hanya jika mengalami kembali
keadaan aslinya atau paling muda diingat jika mengalami kembali keadaan aslinya.
Jadi, orang dapat lebih mudah mengingat dimana tombol lampu berada didalam
mobilnya saat mereka berkendara dibandingkan mereka sedang menonton televisi.
Teori belajar tergantung keadaan (state-dependent learning) berlaku pada amnesia
disosiatif dimana ingatan akan peristiwa traumatik dikorbankan selama peristiwa,
dan keadaan emiosional mungkin sangat menyimpang dari biasanya bagi orang
yang terkena yaitu sukar bagi orang untuk mengingat informasi yang dipelajari
selama keadaan tersebut. (Kaplan ed. 2, 1997)
Pendekatan psikoanalitik terhadap amnesia disosiatif adalah pertimbangan
amnesia terutama mekanisme pertahanan dimana orang mengubah kesadarannya
sebagai cara untuk menghadapi suatu konflik emosional atau stresor eksternal.
Pertahanan sekunder yang terlibat dalam amnesia disosiatif adalah represi (impuls
yang mengganggu di halangi supaya tidak masuk ke kesadaran) dan penyangkalan
(beberapa aspek kenyataan eksternal diabaikan oleh pikiran sadar). (Kaplan ed. 2,
1997)

d. Diagnosa
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV :
1. Gangguan yang predominan adalah adanya satu atau lebih epidose tidak mampu
mengingat informasi personal yang penting, biasanya keadaan yang traumatik
atau penuh stress yang tidak dapat dijelaskan hanya sebagai lupa yang biasa
2. Terjadinya gangguan bukan bagian khusus dari gejala gangguan identitas,
disosiasi fugue, PTSD, gangguan stress akut atau gangguan somatisasi dan tidak
disebabkan efek fisiologis langsung dari penggunaan zat, gangguan neurologik
atau kondisi medik umum
3. Gejala tersebut secara klinis menyebabkan distress atau hendaya yang bermakna
dalam fungsi sosial, pekerjaan atau area penting lainnya

e. Gambaran Klinis
Episode amnesia disosiatif jarang terjadi secara spontan. Baisanya pada
riwayat Walaupun jarang episode amnesia disosiatif terjadi secara spontan, riwayat
penyakit biasanya terungkap adanya suatu trauma emosional pencetus yang berisi
emosi menyakitkan dan konflik psikologis-sebagai contohnya, suatu bencana alam
dimana pasien menyaksikan cidera parah atau ketakutan besar akan kehidupannya.
Suatu ekspresi impuls (seksual atau agresif) yang dikhayalkan atau aktual yang
7
tidak mampu diatasi oleh pasien juga dapat berperan sebagai pencetus. Amnesia
mungkin mengikuti suatu hubungan gelap diluar pernikahan yang dirasakan pasien
sebagai tidak dapat diterima secara moral. (Kaplan ed.2, 1997)
Walaupun tidak diperlukan untuk diagnosis, onset seringkali tiba-tiba, dan
pasien biasanya menyadari bahwa mereka telah kehilangan daya ingatnya.
Beberapa pasien menjadi marah karena kehilangan daya ingat tersebut, tetapi yang
lainnya tambah acuh atau tidak berbeda. Pada pasien yang tidak menyadari
kehilangan daya ingatnya tetapi yang dicurigai oleh dokter menderita amnesia
disosiatif, sering kali bermanfaat untuk menanyakan pertanyaan tertentu yang
mungkin menngungkapkan gejala (Tabel 19-2). Pasien amnestik biasanya sadar
sebelum dan setelah amnesia terjadi. Tetapi beberapa pasien, melaporkan sedikit
pengaburan kesadaran selama periode segera disekitar periode amnestik. Deperesi
dan kecemasan adalah faktor predisposisi yang sering dan seringkali ditemukan
pada pemeriksaan status mental pasien. (Kaplan ed. 2, 1997)
Amnesia dari amnesia disosiatif dapat mengambil satu dari beberapa bentuk :
(1) amnesia terlokalisasi (localized amnesia), tipe yang paling sering, adalah
kehilangan daya ingat terhadap peristiwa-peristiwa dalam periode yang singkat
(beberapa jam sampai beberapa hari); (2) amnesia umum (generalized amnesia),
adalah kehilangan daya ingat akan pengalaman selama hidupnya; (3) amnesia
selektif (juga dikenal sebagai tersistematisasi) adalah kegagalan untuk mengingat
beberapa peristiwa tetapi tidak semuanya selama suatu periode waktu yang singkat.
(Kaplan ed. 2, 1997)
Amnesia mungkin memiliki tujuan primer atau tujuan sekunder. Wanita yang
amnesia akan kelahiran bayi yang meninggal mencapai tujuan primer dengan
melindungi dirinya sendiri dari emosi yang menyakitkan. Suatu contoh dari tujuan
sekunder adalah seorang serdadu yang mengalami amnesia tiba-tiba dan
selanjutnya dipindahkan dari peperangan. (Kaplan ed. 2, 1997)
Konsultasi psikiatrik diminta oleh dokter ruang darurat untuk atau seorang laki-
laki berusia 18 tahun yang telah dibawa ke rumah sakit oleh polisi. Pemuda tersebut
tampak kelelahan dan menunjukan bukti-bukti terpapar lama dengan matahari. Ia
menyebutkan tanggal sekarang dengan tidak tepat, menyebutkan bahwa sekarang
adalah 27 September, padahal sehrusnya 1 Oktober. Adalah sukar untuk
memusatkan perhatiannya pada pertanyaan spesifik, tetapi dengan dorongan ia
memberikan sejumlah fakta. Ia ingat tentang berlayar dengan temannya pada
liburan akhir minggu di pantai Florida, tampaknya sekitar tanggal 25 September, saat
8
terjadi cuaca buruk. Ia tidak mampu mengingat tiap peristiwa setelahnya dan tidak
mengetahui apa yang menjadi temannya. Ia telah diingatkan beberapa kali bahwa ia
berada di dalam rumah sakit, karena ia mnegekspresikan ketidakyakinan di mana ia
berada. Tiap kali dikatakan, ia tampak terkejut. Ia tidak menunjukkan bukti-bukti
adanya cedera kepala atau dehidrasi. Hasil pemeriksaan elektrolit dan saraf
kranialnya adalah tidak mengejutkan. Karena pasien tampak kelelahan, ia diijinkan
tidur selama enam jam. Saat terbangun, ia jauh lebih dapat memperhatikan tetapi
tetap tidak dapat mengingat peristiwa-peristiwa setelah tanggal 25 September,
termasuk bagaimana ia sampai ke rumah sakit. Tetapi, ia tidak lagi memiliki
keraguan bahwa ia berada dalam rumah sakit, dan ia mampu mengingat isi
wawancara sebelumnya dan kenyataan bahwa ia telah tertidur. Ia mampu untuk
mengingat bahwa ia adalah seorang pelajar di sebuah perguruan tinggi bagian
Selatan, memiliki rata-rata nilai B, dan memiliki sekelompok kecil teman akrab, dan
mempunyai hubungan baik dengan keluarganya. Ia menyangkal adanya riwayat
psikiatrik sebelumnya dan mengatakan bahwa ia belum pernah melakukan
penyalahgunaan alkohol atau obat. (Kaplan ed. 2, 1997)
Karena pasien tampak dalam kondisi fisik yang sehat, wawancara amobarbital
(Amytal) dilakukan. Selama wawancara ia bercerita bahwa ia maupun temannya
bukan merupakan pelaut yang berpengalaman yang mampu mengatasi badai yang
dihadapinya. Ia telah membuat persiapan dengan mengikatkan dirinya di kapal
dengan jaket pelampung dan tali, tetapi temannya tidak melakukan hal itu dan
terlempar ke lautan luas. Ia sama sekali kehilangan kendali terhadap kapal dan
merasa bahwa ia selamat hanya karena nasib baik dan garis hidupnya. Selama
periode tiga hari ia mampu mengkonsumsi sejumlah makanan dan bersembunyi di
kabin. Ia tidak melihat teman-teman berlayarnya lagi. Ia diselamatkan pada tanggal
1 Oktober oleh Penyelamat Pantai dan selanjutnya polisi membawanya ke rumah
sakit. (Kaplan ed. 2, 1997)
Diskusi. Diagnosis banding kehilangan daya ingat akut dimulai dengan
mempertimbangkan delirium, dimensia atau gangguan amnesia yang mungkin
disebabkan oleh trauma kepala, penyakit serebrovaskular atau penyalahgunaan zat.
Temuan normal pada pemeriksaan fisik dan neurologis dan tidak adanya riwayat
penyalahgunaan zat menyingkirkan kemungkinan tersebut pada pasien ini.
Wawancara amobarbital menjadikan jelas bahwa periode amnesia terjadi setelah
pengalaman yang cukup traumatik dan membahayakan hidup. Amnesia yang tidak

9
disebabkan oleh gangguan kognitif membenarkan diagnosis amnesia disosiatif.
Pada kasus ini sifat amnesia yang jelas dan kebingungan dan disorientasi pasien
selama periode amnesia, semuanya mengikuti suatu peristiwa traumatik, adalah
karakteristik untuk gangguan. (Kaplan ed. 2, 1997)

f. Diagnosa Banding
Diagnosa banding untuk amnesia disosiatif melibatkan suatu pertimbangan
kondisi medis umum dan gangguan mental lainnya (Tabel 19-3). Suatu riwayat
medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, riwayat psikiatrik, dan
pemeriksaan status mental harus dilakukan. (Kaplan ed. 2, 1997)
Amnesia yang disertai dengan dimensia dan delirium biasanya berhubungan
dengan banyak gejala kognitif lain yang mudah dikenali. Jika pasien memiliki
amnesia untuk informasi personal dalam kondisi tersebut, dimensia atau delirium
biasanya lanjut dan mudah dibedakan dari amnesia disosiatif. Khususnya pada
kasus delirium, pasien mungkin menunjukkan konfabulasi selama wawancara. Pada
umumnya, pemulihan segera daya ingat menyatakan amnesia disosiatif, bukannya
gangguan amnestik karena suatu kondisi medis umum. (Kaplan ed. 2, 1997)
Pada amnesia pascagegar (postconcussion amnesia) gangguan daya ingat
yang terjadi setelah trauma kepala, sering kali retrograd (berlawanan dengan
gangguan anterograd pada amnesia disosiatif) dan biasanya tidak lebih dari satu
minggu. Pemeriksaan klinis pada pasien amnesia pascagegar dapat didapatkan
riwayat ketidaksadaran, bukti-bukti eksternal adanya trauma, atau bukti lain adanya
cedera otak. Beberapa peneliti telah menghipotesiskan bahwa suatu riwayat trauma
kepala dapat mempredisposisikan seseorang seseorang pada gangguan disosiatif.
Epilepsi dapat menyebabkan gangguan daya ingat yang tiba-tiba yang disertai
dengan kelainan motorik dan elektroensefalogram (EEG). Pasien dengan epilepsi
adalah rentan terhadap kejang selama periode stres dan beberapa peneliti telah
menghipotesiskan bahwa suatu patologi mirip epilepsi dapat terlibat pada gangguan
disosiatif. Riwayat adanya aura, trauma kepala atau inkontinensia dapat membantu
klinisi mengenali amnesia yag berhubungan dengan epilepsi. (Kaplan ed. 2, 1997)
Amnesia global transien. Amnesia global transien adalah suatu amnesia
retrograd yang akut dan transien yang lebih mempengaruhi daya ingat segera
dibandingkan daya ingat jauh. Walaupun pasien biasanya menyadari amnesia,
mereka mungkin masih dapat melakukan kerja mental dan fisik yang sangat
kompleks selama 6 sampai 24 jam dimana episode amnesia global transien

10
biasanya berlangsung. Pemulihan dari gangguan biasanya lengkap. Amnesia global
transien paling sering disebabkan oleh serangan iskemik transien (TIA; trancient
ischemic attacks) yang mengenai struktur limbik garis tengah otak. Amnesia global
transien juga dapat berhubungan dengan nyeri kepala migrain, kejang dan
intoksikasi dengan obat sedatif-hipnotik. (Kaplan ed. 2, 1997)
Amnesia global transien dapat dibedakan dari amnesia disosiatif dengan
beberapa cara. Amnesia global transient adalah disertai dengan amnesia anterograd
selama periodenya; amnesia disosiatif tidak. Pasien dengan amnesia global transien
cenderung lebih ketakutan dan prihatin akan gejalanya dibandingkan pada pasien
dengan manesia disosiatif. Identitas pribadi pada pasien dengan manesia disosiatif
adalah hilang; tetapi identitas pribadi pasien amnesia global transien adalah
dipertahankan. Kehilangan daya ingat pada seorang pasien dengan amnesia
disosiatif adalah selektif untuk bidang tertentu dan tidak menunjukkan suatu gradien
temporal; kehilangan daya ingat pada pasien dengan amnesia global transien
adalah menyeluruh dan peristiwa yang jaug diingat dengan lebih baik dibandingkan
dengan peristiwa yang belum lama. Karena hubungan amnesia global transien
dengan masalah vaskular, gangguan adalah paling sering ditemukan pada pasien
dalam usia 20 sampai 40 tahunan, suatu periode yang berhubungan dengan stresor
psikologis tipe umum yang terlihat pada pasein tersebut. (Kaplan ed. 2, 1997)
Gangguan mental lainnya. Dua gangguan disosiatif lainnya, fuga disosiatif
dan gangguan identitas disosiatif, harus dipertimbangkan di dalam diagnosis
banding. Gangguan tersebut dibedakan berdasarkan gejala tambahannya. (Kaplan
ed. 2, 1997)
Gangguan berjalan saat tidur (sleepwalking) dalam DSM-IV diklasifikasikan
sebagai parasomnia, tipe gangguan tidur. Pasien yang menderita gangguan berjalan
saat tidur berkelaukan dengan cara aneh yang menyerupai perilaku seseorang
dengan keadaan disosiatif. Pada gangguan berjalan saat tidur, pasien menunjukkan
suatu perubahan tingkat kesadaran terhadap sekelilingnya; mereka seringkali
memiliki rekoleksi halusinasi yang gamblang dari peristiwa traumatik secara
emosisonal pada masa lalu di mana tidak terdapat ingatan selama keadaaan terjaga
yang biasanya. Beberapa pasien tidak dalam kontak dengan lingkungannya, tampak
asyik dengan dunia pribadinya dan menerawang ke angkasa jika mata mereka
terbuka. Mereka mungkin tampak ketakutan secara emosional, berbicara secara
keras dengan kata-kata dan kalimat-kalimat yang seringkali sukar dimengerti, atau

11
terlibat dalam suatu pola aktivitas yang tampaknya bertujuan yang diulangi setiap
kali episode terjadi. Pasien mangalami amnesia terhadap episode tersebut telah
berakhir. (Kaplan ed. 2, 1997)
Walaupun amnesia untuk periode segera pengalaman masa lalu ditemukan
pada pasien dengan gangguan berjalan saat tidur dan dengan amnesia setempat
dan umum, keadaan kesadaran periode selama mana mereka amnestik adalah
berbeda karakternya. Pasien dengan gangguan berjalan saat tidur tampaknya tidak
berhubungan dengan lingkungan dan tampaknya bermimpi. Sebaliknya, pasien
amnestik biasanya tidak menunjukkan adanya indikasi bagi pengamat bahwa
semuanya adalah keliru dan tampaknya sepenuhnya sadar baik sebelum dan
setelah terjadi amnesia. (Kaplan ed. 2, 1997)
Gangguan stres pascatraumatik, gangguan stres akut dan gangguan
somatoform (khususnya gangguan somatisasi dan gangguan konversi) harus
dipertimbangkan di dalam diagnosis banding dan dapat menyertai amnesia
disosiatif. Berpura-pura, pada kasus ini suatu usaha tipuan untuk menyerupai
amnesia, mungkin sukar untuk ditemukan. Tiap kemungkinan tujuan sekunder,
khususnya untuk menghindari hukuman akibat aktifitas kriminal, harus meningkatkan
kecurigaan klinisi, walaupun tujuan sekunder tersebut tidak menyingkirkan diagnosa
amnesia disosiatif. (Kaplan ed. 2, 1997)

g. Perjalanan Penyakit dan Prognosa


Gejala amnesia disosiatif biasanya berakhir dengan tiba-tiba dan pemulihan
biasanya lengkap dengan sedikit rekurensi. Pada beberapa kasus, khususnya jika
terdapat tujuan sekunder, kondidi mungkin berlangsung dalam jangka waktu
panjang. Klinisis harus mencoba untuk memulihkan ingatan pasien yang hilang
sesegera mungkin; jika tidak ingatan yang terepresi dapat membentuk suatu nukleus
(inti) di dalam pikiran bawah sadar dimana di sekelilingnya kelak dapat berkembang
episode amnestik. (Kaplan ed. 2, 1997)

h. Terapi
Wawancara dapat memberikan petujuk bagi kondisi adanya pencetus yang
traumatik secara psikologis. Barbiturat kerja sedang dan kerja singkat seperti
thipental (Pentothal) dan natrium amobarbital diberikan secara intravena dan
benzodiazepine dapat berguna untuk membantu pasien memulihkan ingatannya

12
yang hilang. Hipnosis dapat digunakan terutama sebagai cara untuk membuat
pasien cukup santai mengingat apa yang telah dilupakan. Pasien ditempatkan di
dalam keadaan somnolen, pada tempat dimana inhibisi mental dihilangkan dan
material yang dilupakan timbul ke dalam kesadaran dan selanjutnya diingat kembali.
Jika ingatan yang hilang telah didapatkan, psikoterapi biasanya dianjurkan untuk
membantu pasien memasukkan ingatan ke dalam keadaan kesadarannya. (Kaplan
ed. 2, 1997)

2.1.2. FUGA DISOSIATIF (KAPLAN)


a. Gambaran Umum
Perilaku seorang pasien dengan fuga disosaiatif adalah lebih bertujuan dan
terintegrasi dengan amnesianya dibandingkan pasien dengan amnesia disosiatif.
Pasien dengan fuga disosiatif telah berjalan-jalan secara fisik dari rumah dan situasi
kerjanya dan tidak dapat mengingat aspek penting identitas mereka sebelumnya
(nama, keluara, pekerjaan). Pasien tersebut seringkali, tetapi tidak selalu, mengmbil
identitas dan pekerjaan yang sepenuhnya baru, walaupun identitas baru biasanya
kurang lengkap dibandingkan kepribadian berganti-ganti yang terlihat pada
gangguan identitas disosiatif. Juga, pada fuga disosiatif identitas yang lama dan
baru tidak berganti-ganti, seperti yang terjadi pada gangguan identitas disosiatif.
(Kaplan ed. 2, 1997)
Perilaku pasien fugue disosiatif lebih bertujuan dibandingkan dengan amnesia
disosiatif. Pasien dengan fugue disosiatif melakukan perjalanan meninggalkan
rumah atau situasi pekerjaan dan gagal mengingat aspek pentingdari identitas
(nama,family,pekerjaan). Beberapa pasien sering memakai identitas dan pekerjaan
baru tetapi tidak selalu. (FKUI, 2010)

b. Epidemiologi
Fuga disosiatif adalah jarang, dan seperti amnesia disosiatif, terjadi paling
sering selama waktu peperangan, setelah bencana alam, dan sebagai akibat dari
krisis pribadi dengan konflik internal yang kuat (sebagai contoh, hubungan gelap
ekstramarital). (Kaplan ed. 2, 1997)

13
Fugue disosiatif jarang terjadi. Gangguan ini sering timbul selama perang,
setelah bencana alam, dan pada keadaan kritis personal dengan muatan konflik
internal yang tinggi. (FKUI, 2010)

c. Etiologi
Kondisi psikologik dipikirkan sebagai dasar dar fugue disosiatif, walaupun
peminum alcohol dapat merupakan predisposisi terjadinya fugue disosiatif.
Predisposisi terjadinya fugue disosiatif lainnya adalah: gangguan mood dan
gangguan kepribadian tertentu (seperti gangguan ambang, histrionic, dan skizoid).
Faktor motivasi utama timbulnya fugue disosiatif adalah adanya keinginan untuk
menarik diri dari pengalaman emosional yang menyakitkan. (FKUI, 2010)
Walaupun penyalahgunaan alcohol berat dapat mempredisposisikan seseorang
dengan fuga disosiatif, penyebab gangguan diperkirakan didasarkan secara
psikologis. Faktor pemotivasi inti tampaknya adalah keinginan untuk menarik diri dari
pengalaman yang menyakitkan secara emosional. Pasien dengan gangguan mood
dan gangguan kepribadian tertentu (sebagai contohnya, gangguan kepribadian
ambang, histrionic, dan skizoid) adalah terpredisposisi dengan perkembangan fuga
disosiatif.
Berbagai stresor dan faktor pribadi mempredisposisikan seseorang dengan
perkembangan fuga disosiatif. Faktor psikososial adalah stresor perkawinan,
financial,pekerjaan, dan yang berhubungan dengan peperangan. Ciri predisposisi
lainnya adalah depresi, usaha bunuh diri, gangguan organic (khususnya epilepsi),
dan riwayat penyalahgunaan zat. Suatu riwayat trauma kepala juga
mempredisposisikan seseorang dengan fuga disosiatif. (Kaplan ed. 2, 1997)

d. Diagnosis
Kriteria diagnostik menurut DSM-IV :
1. Gangguan yang predominan adalah terjadinya perjalanan mendadak yang tidak
diharapkan berupa meninggalkan rumah, tempat, pekerjaan dan ia tidak mampu
mengingat masa lalu.

14
2. Kebingungan tentang identitas personal atau perkiraan dari identitas baru
(sebagian atau utuh).
3. Gangguan tidak terjadi secara khusus selama perjalanan gangguan identitas dan
tidak disebabkan efek fisiologis langsung dari penggunaan zat(misalnya
penyalahgunaan zat, pengobatan) atau kondisi medik umum(misalnya epilepsy
lobus temporalis).
4. Gejala menyebabkan distress yang bermakna atau hendaya dalam bidang sosial,
pekerjaan atau fungsi area yang penting

e. Gambaran Klinis
Pasien jalan-jalan dengan tujuan tertentu, biasanya jauh dari rumah. Selama
periode ini mereka mengalami amnesia komplit tentang kehidupannya yang lalu dan
sesuatu yang berhubungan dengan masa lalu, tetapi mereka pada umumnya tidak
menyadari bahwa mereka lupa tentang sesuatu. Setelah pasien kembali ke diri
aslinya ia dapat mengingat waktu sebelum onset fugue, tetapi mereka tetap amnesia
(lupa) selama periode fuguenya. Pasien dengan fugue disosiatif tidak berperilaku
yang tidak wajar atau memperlihatkan adanya ingatan tertentu dari kejadian yang
traumatik. (FKUI, 2010)
Fuga disosiatif memiliki beberapa ciri tipikal. Pasien berkelana secara
bertujuan, biasanya jauh dari rumah dan seringkali selama beberapa hari tiap
kalinya. Selama periode tersebut mereka memiliki amnesia yang lengkap terhadap
kehidupan dan hubungan masa lalunya, tetapi, tidak seperti pasien dengan amnesia
disosiatif, mereka biasanya tidak menyadari bahwa mereka telah melupakan
segalanya. Hanya jika mereka tiba-tiba kembali ke diri sebelumnya mereka dapat
mengingat onset fuga sebelumnya, tetapi mereka tetap amnestik untuk periode fuga
itu sendiri. Pasien dengan fuga disosiatif tidak tampak berkelakuan aneh bagi orang
lain, mereka juga tidak memberikan bukti-bukti yang menyatakan adanya ingatan
spesifik tentang peristiwa traumatik. Sebaliknya, pasien dengan fuga disosiatif tetap
tenang, biasa, berdiam diri; bekerja dengan pekerjaan sederhana; hidup sederhana;
dan pada umumnya, tidak menarik perhatian pada dirinya. (Kaplan ed. 2, 1997)
Pasien merupakan laki-laki berusia 42 tahun yang dibawa ke ruang gawat
darurat oleh polisi. Ia terlibat di dalam perdebatan dan perkelahian di restoran
dimana ia bekerja. Saat polisi tiba dan mulai menanyai pasien, ia memberikan
namanya sebagai Burt Tate tetapi tidak memiliki pengenal. Ia telah pindah ke kota

15
tersebut beberapa minggu sebelumny dan mulai bekerja sebagai juru masak di
restoran tersebut. Ia tidak dapat mengingat dimana ia bekerja atau tinggal sebelum
ia datangke kota tersebut. Tidak terdapat tuntutan terhadap dirinya, tetapi polisi
memaksanya datang ke ruang gawat darurat untuk diperiksa. (Kaplan ed. 2, 1997)
Saat ditanya di ruang gawat darurat, pasien mengegtahui dimana kota ia
berada dan tanggal saat itu. Ia menyatakan bahwa agak aneh karena ia tidak dapat
mengingat perincian kehidupan masa lalunya, tetapi ia tidak tampak ketakutan akan
hal tersebut. Ia tidak menunjukkan adanya bukti-bukti penyalahgunaan alcohol atau
zat lain, dan pada pemeriksaan fisik tidak menemukan trauma kepala atau adanya
kelainan fisik lainnya. Ia diamati sepanjang malam. (Kaplan ed. 2, 1997)
Saat polisi mencari penjelasan tentang dirinya, mereka menemukan bahwa ia
memenuhi gambaran tentang seseorang yang hilang, Gene Saunders, yang
menghilang satu bulan sebelumnya dari sebuah kota yang berjarak 200 mil.
Kunjungan oleh Mrs. Sunders menegakkan identitas pasien sebagai Gene
Saunders, Mrs.Saunders menjelaskan bahwa, selama 18 bulan sebelum ia
menghilang, suaminya, yang merupakan manager tingkat menengah di suatu
perusahaan besar, telah dianggap tidak mampu di dalam pekerjaannya. Ia telah
gagal untuk beberapa kenaikan pangkat, dan pengawasnya telah mengkritik
pekerjaannya. Beberapa stafnya telah meninggalkan perusahaan untuk mencari
pekerjaan lain, dan pasien merasakan adalah tidak mungkin untuk memenuhi tujuan
produksi perusahaannya. Stres pekerjaan menyebabkan sulit untuk tinggal di dalam
rumah. Sebelumnya ia adalah seseorang yang senang bepergian dan suka
berkumpul, sekarang ia menjadi menarik diri dan senang mencela istri dan anak-
anaknya. Segera sebelum kehilangannya, ia telah mengalami perdebatan sengit
dengan anaknya yang berusia 18 tahun. Si anak telah menyebutnya gagal dan
meninggalkan rumah untuk tinggal dengan seorang teman yang memiliki apartemen.
Dua hari setelah perdebatan tersebut, pasien menghilang. Saat dibawa ke ruangan
dimana istrinya menunggu, pasien menyatakan bahwa ia tidak mengenali dirinya. Ia
tampak ketakutan. (Kaplan ed. 2, 1997)
Diskusi. Polisi membawa seorang laki-laki ke ruang gawat darurat karena
amnesianya tentang dimana ia telah tinggal dan bekerja sebelumnya. Walaupun
gangguan pada daya ingat tersebut suatu gangguan medis umum yang
mempengaruhi fungsi otak, biasanya dalam suatu gangguan seperti itu, gangguan

16
daya ingat adalah lebih nyata untuk peristiwa yang belum lama dibandingkan
peristiwa yang telah lama. Tidak adanya perubahan daya pemusatan perhatian atau
orientasi juga menekan pada adanya gangguan medis umum yang mempengaruhi
fungsi otak. (Kaplan ed. 2, 1997)
Peranan penting faktor psikologis dalam amnesia pasien menjadi tampak saat ia
mempelajari bahwa, tepat sebelum perkembangan gejalanya, pada puncak kesulitan
pekerjaan, ia telah mengalami perdebatan dengan anaknya. Ciri tambahan adanya
bepergian jauh dari rumah yang tiba-tiba dan tidak dapat diperkirakan dan
mengambil identitas baru membenarkan diagnosis fuga disosiatif. (Kaplan ed. 2,
1997)

f. Diagnosa Banding
Diagnosa banding untuk fuga disosiatif adalah serupa dengan untuk amnesia
disosiatif. Berkelana yang terlihat pada amnesia atau delirium biasanya dibedakan
dari bepergian pada pasien fuga disosiatif oleh tidak adanya tujuan pada yang
pertama dan tidak adanya perilaku kompleks dan adaptif secara social. Epilepsi
partial kompleks mungkin disertai dengan episode bepergian, tetapi pasien biasanya
tidak mengambil identitas baru, dan episode biasanya tidak dicetuskan oleh stress
psikologis. Amnesia disosiatif tampak dengan kehilangan daya ingat sebagai akibat
stres psikologis, tetapi tidak terdapat episode bepergian yang bertujuan atau
identitas baru. Berpura-pura mungkin sukar dibedakan dengan fuga disosiatif. Tiap
bukti-bukti adanya tujuan sekunder yang jelas harus meningkatkan kecurigaan klinis.
Hypnosis dan wawancara amobarbital mungkin berguna dalam memperjelas
diagnosis klinis. (Kaplan ed. 2, 1997)

g. Perjalanan Penyakit dan Prognosa


Biasanya, fugue disosiatif terjadi dalam waktu yang pendek, dari beberapa jam
sampai beberapa hari. Sangat jarang terjadi dalam beberapa bulan dan melakukan
perjalanan jauh sampai ribuan mil dari rumahnya. Umumnya, perbaikan fugue
disosiatif terjadi secara spontan, cepat dan jarangterjadi kekambuhan. (FKUI, 2010)

17
h. Terapi
Pengobatan fuga disosiatif adalah serupa dengan pengobat amnesia disosiatif.
Wawancara psikiatrik, wawancara dengan bantuan obat, dan hipnosis dapat
membantu mengungkapkan bagi ahli terapi dan pasien tentang stresor psikologis
yang mencetuskan episode fuga. Psikoterapi biasanya diindikasikan untuk
membantu pasien menggabungkan stresor pencetus ke dalam jiwanya dengan cara
yang sehat dan terintegrasi. Pengobatan pilihan untuk fuga disosiatif adalah
psikoterapi psikodinamika suportif-ekspresif. Teknik yang diterima paling luas
memerlukan suatu campuran abreaksi trauma masa lalu dan integrasi trauma
kedalam diri yang berpadu yang tidak lagi memerlukan fragmentasi untuk
menghadapi trauma. (Kaplan ed. 2, 1997)
Pengobatan fugue disosiatif sama dengan pengobatan amnesia disosiatif.
Wawancara psikiatrik saja atau wawancara psikiatrik yang diawali dengan
pemberian obat, dan hypnosis mungkin dapat mengungkapkan adanya stresor
psikologik yang memicu (mempresipitasi) timbulnya episode fugue. Psikoterapi
umumnya diindikasikan untuk membantu pasien dapat menerima stresor dan
menyelasaikan dengan cara yang lebih sehat. Psikoterapi pilihan untuk fugue
disosiatif adalah psikoterapi supportif-ekspresif. (FKUI, 2010)

2.1.3. GANGGUAN KEPRIBADIAN DISOSIATIF (KEPRIBADIAN GANDA)


a. Gambaran Umum
Gangguan ini sering dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda/multiple.
Gangguan disosiasi identitas merupakan gangguan disosiasi yang kronik dan
penyebabnya khas yaitu kejadian yang traumatik, biasanya kekerasan fisik atau
seksual pada masa kanak. Individu dengan gangguan ini memiliki dua atau lebih
kepribadian yang berbeda, tetapi salah satu kepribadian dapat lebih dominan dalam
waktu tertentu dan hanya satu yang tampil untuk setiap saatnya. Gangguan identitas
disosiatif biasanya dipertimbangkan sebagai gangguan disosiatif yang paling serius.
(FKUI, 2010)
Gangguan disosiatif adalah nama DSM-IV untuk apa yang umumnya dikenal
sebagai kepribadian ganda. Gangguan identitas disosiatif adalah suatu gangguan
disosiatif kronis, dan penyebabnya hampir selalu menyebabkan peristiwa traumatik,
biasanya penyiksaan fisik atau seksual. Konsep kepribadian konsep kepribadian

18
mengesankan suatu integgrasi cara seseoratiap periode yang berpikir, berperasaan,
dan berkelakuan dan pengungkapan diri sendiri sebagai suatu kesatuan. Orang
dengan gangguan identitas disosiatif memiliki dua atau lebih kepribadian yang
terpisah, masing-masing menentukan perilaku dan sikapnya selama tiap periode jika
berada dalam kepribadian yang dominan. Gangguan identitas disosiatif biasanya
dianggap sebagai gangguan disosiatif yang paling serius, walaupun beberapa klinisi
yang mendiagnosis berbagai pasien dengan gangguan ini telah menyatakan bahwa
mungkin terdapat keparahan yang lebih luas dibandingkan yang diperkirakan
sebelumnya. (Kaplan ed. 2, 1997)

b. Epidemiologi
Laporan anecdotal dan riset tentang gangguan identitas disosiatif adalah
bervariasi dalam perkiraannya tentang prevalensi gangguan. Pada satu sisi ekstrim,
beberapa penelitian percaya bahwa gangguan identitas disosiatif adalah sangat
jarang; dan pada sisi ekstrim lain, beberapa penelitipercaya bahwa gangguan
identitas disosiatif adalah sebagian besar kurang dikenali (underrecognize).
Penelitian terkendali baik telah melaporkan bahwa dari 0,5 sampai 2 persen pasien
yang dirawat di rumah sakit kemungkinan sebanyak 5 persen dari semua pasien
psikiatrik. Pasien yang mendapatkan diagnosis gangguan identitas disosiatif
kebanyakan adalah wanita-90 sa,pai 100 persen dan sebagian besar sampel yang
dilaporkan. Tetapi, banyak klinisi dan peneliti percaya bahwa laki-laki adalah jarang
dialporkan dalam sampel klinis, karena, menurut anggapan mereka, sebagian besar
laki-laki dengan gangguan memasuki sistem pengadilan kriminal, bukannya sistem
kesehatan mental. (Kaplan ed. 2, 1997)
Gangguan paling sering ditemukan pada masa remaja akhir dan dewasa
muda, dengan rata-rata usia saat diagnosis adalah 30 tahun, walaupun pasien
biasanya telah memiliki gejala selama 5-10 tahun sebelum diagnosis. Beberapa
penelitian telah menemukan bahwa gangguan ini adalah lebih sering ditemukan
pada sanak saudara biologis derajat pertama dari orang dengan gangguan
dibandingkan dari populasi umum. (Kaplan ed. 2, 1997)
Gangguan identitas disosiatif seringkali menyertai gangguan mental lainnya,
termasuk gangguan kecemasan, gangguan mood, gangguan somatoform, disfungsi
seksual, gangguan yang berhubungan dengan zat, gangguan makan, gangguan

19
tidur, dan gangguan pasca traumatik. Gejala gangguan identitas disosiatif adalah
mirip dengan gejala yang ditukan pada gangguan kepribadian ambang, dan
perbedaan antara kedua gangguan itu adalah sukar. Usaha bunuh diri adalah sering
terjadi pada pasien dengan gangguan identitas disosiatif, dan beberapa penelitian
telah melaporkan bahwa sebanyak dua pertiga dari semua pasien dengan gangguan
identitas disosiatif memang berusaha melakukan bunuh diri selama perjalanan
penyakitnya. (Kaplan ed. 2, 1997)

c. Etiologi
Penyebab gangguan identitas disosiatif adalah tidak diketahui, walaupun
riwayat pasien hampir selalu (mendekati 100 persen) melibatkan suatu peristiwa
traumatik, paling sering pada masa anak-anak. Pada umumnya, empat tipe faktor
penyebab telah dikenali : (1) peristiwa kehidupan traumatik, (2) kecendurungan bagi
gangguan untuk berkembang, (3) faktor lingkungan formulatif, dan (4) tidak adanya
dukungan eksternal. (Kaplan ed. 2, 1997)
Peristiwa traumatik biasanya adalah penyiksaan fisik dan seksual pada masa
anak-anak, yang tersering adalah incest. Peristiwa traumatik lainnya dapat berupa
kematian sanak saudara dekat atau teman dekat selama masa anak-anak dan
menyaksikan suatu trauma atau kematian. (Kaplan ed. 2, 1997)
Kecenderungan bagi gangguan untuk berkembang mungkin didasarkan secara
biologis atau psikologis. Berbagai kemampuan seseorang untuk dihipnotis mungkin
merupakan suatu contoh faktor resiko untuk perkembangan gangguan identitas
disosiatif. Epilepsy telah dihipotesiskan terlibat di dalam penyebab gangguan
identitas disosiatif, dan sejumlah besar aktivitas yang abnormal telah dilaporkan
pada beberapa penelitian pasien yang terkena. Satu penelitian tentang aliran darah
serebral regional telah menemukan hiperperfusi temporal pada satu subkepribadian
tetapi tidak pada kepribadian utama. Walaupun beberapa penelitian telah
menemukan perbedaan pada nyeri dan parameter psikologis lain di antara
kepribadian-kepribadian, pemakaian data tersebut sebagai bukti adanya gangguan
identitas disosiatif harus didekati dengan sangat berhati-hati. (Kaplan ed. 2, 1997)
Faktor lingkungan formulatif yang terlibat dalam patogenesis gangguan
identitas disosiatif adalah tidak spesifik dan kemungkinan melibatkan faktor-faktor

20
tertentu seperti model peran dan adanya mekanisme lain yang digunakan untuk
menghadapi stres. (Kaplan ed. 2, 1997)
Pada banyak kasus gangguan identitas disosiatif, suatu faktor dalam
perkembangan gangguan tampaknya adalah tidak adanya dukung dari orang lain
yang penting-sebagai contohnya, orang tua, saudara kandung, sanak saudara lain,
dan orang-orang yang tidak berhubungan, seperti guru. (Kaplan ed. 2, 1997)

d. Diagnosis
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV :
1. Adanya dua atau lebih identitas atau kepribadian yang berbeda.
2. Paling sedikit dua identitas atau kepribadian tersebut secara berulang mengambil
kendali perilaku individu tersebut.
3. Tidak mampu mengingat (lupa) informasi personal yang penting yang tidak bias
dijelaskan dengan lupa yang biasa.
4. Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologik langsung penggunaan zat
(hilang kesadaran atau perilaku kacau selama intoksikasi alcohol), atau kondisi
medic umum (kejang parsial kompleks).

e. Gambaran klinis
1. Pasien dengan gangguan identitas disosiatif sering dipikirkan memiliki gangguan
kepribadian (umumnya gangguan kepribadian ambang), skizofrenia, atau
gangguan bipolar yang rapid cycling.
2. Perubahan dari kepribadian yang satu ke kepribadian yang lain terjadi tiba-tiba
dan dramatic. Selama dalam status kepribadian yang satu, umumnya pasien lupa
dengan status kepribadian yang lain.

Pasien dengan gangguan identitas disosiatif seringkali diperkirakan memiliki


gangguan kepribadian (seringkali gangguan kepribadian ambang), skizofrenia, atau
gangguan bipolar yang berputar cepat. Klinisi harus menyadari kategori diagnostik
dan harus mendengarkan ciri sugestif spesifik dari gangguan identitas disosiatif
dalam wawancara klinis. Frekuensi relatif gejala spesifik telah dilaporkan dalam
suatu penelitian pada 102 pasien gangguan identitas disosiatif. Walaupun cerita-
cerita pada media popular tentang pasien dengan lebih dari 20 kepribadian, jumlah
median kepribadian pada gangguan identitas disosiatif adalah dalam tentang 5 – 10.
21
Seringkali, hanya dua atau tiga kepribadian yang ditemukan saat diagnosis; yang
lainnya dikenali selama perjalanan pengobatan. (Kaplan ed. 2, 1997)
Transisi dari satu kepribadian ke kepribadian lainnya seringkali tiba-tiba dan
dramatic. Pasien biasanya memiliki amnesia selama masing-masing kepribadian
untuk keberadaan kepribadian lainnya dan untuk peristiwa yang terjadi saat
kepribadian lain adalah dominan. Tetapi, kadang-kadang, satu kepribadian adalah
tidak diikuti oleh amnesia tersebut dan tetap menyadari sepenuhnya keberadaan,
kualitas, dan aktivitas kepribadian lain. Pada waktu lain, kepribadian adalah disadari
semua atau beberapa diantaranya dengan derajat yang berbeda-beda dan dapat
mengalami yang lain itu sebagai teman, sahabat, atau musuh berat. Pada kasus
klasik, masing-masing kepribadian memiliki suatu kumpulan ingatan yang
berhubungan, sangat kompleks, dan terintegrasi sepenuhnya dan sikap, hubungan
personal, dan pola perilaku yang karakteristik. Paling sering, kepribadian memiliki
nama yang sesuai; kadang-kadang, diberikan satu atau lebiih nama menurut
fungsinya-sebagai contohnya, pelindung. Walaupun beberapa klinisi telah
menekankan bahwa satu atau lebih kepribadian cenderung merupakan kepribadian
yang dominan hak tersebut tidak selalu benar. Pada kenyataanya, kadang-kadang
satu kepribadian menyerupai yang lainnya. Tetapi, biasanya kepribadian inang (host
personality) adalah kepribadian yang tampil untuk diobati dan membawa nama resmi
pasien. Kepribadian inang tersebut kemungkinan kemungkinan terdepresi atau
gelisah, mungkin memiliki sifat kepribadian masokistik, dan mungkin tampaknya
sangat moral. (Kaplan ed. 2, 1997)
Penampakan pertama kepribadian atau kepribadian-kepribadian sekunder
mungkin spontan atau mungkin timbul berhubungan dengan apa yang tampak
sebagai pencetus (termasuk hypnosis atau wawancara dengan bantuan obat).
Kepribadian mungkin berupa kedua jenis kelamin, berbagai ras dan usia, dari
keluarga yang berbeda dengan asal keluarga pasien. Kepribadian yang paling
seringa adalah kekanak-kanakan. Seringkali, kepribadian adalah berbeda atau
berlawanan. Pada orang yang sama, satu kepribadian mungkin ekstrovert, bahkan
promiskuitas seksual, dan yang lain mungkin introvert, menarik diri, dan terinhibisi
secara seksual. (Kaplan ed. 2, 1997)
Pada pemeriksaan, pasien seringkali tidak menunjukkan sesuatu yang aneh
selain status mentalanya, selain dari kemungkinan amnesia untuk periode dengan

22
lama yang bervariasi. Seringkali, hanya dengan wawancara yang panjang atau
banyak kontak dengan pasien gangguan identitas disosiatif seorang klinisi mampu
mendeteksi adanya kepribadian ganda. Kadang-kadang, dengan meminta pasien
menulis catatan harian, klinisi menemukan kepribadian ganda yang terungkap dalam
kesatuan catatan harian. Diperkirakan 60 persen pasien beralih menjadi kepribadian
lain hanya secara kadang-kadang; 20 persen pasien lainnya tidak hanya memilki
episode yang jarang tetapi juag ahli dalam peralihan tersebut. (Kaplan ed. 2, 1997)

f. Diagnosis banding
Diagnosis banding adalah dua gangguan disosiatif lain, amnesia disosiatif dan
fuga disosiatif. Tetapi, kedua gangguan tersebut tidak mengalami pergeseran
identitas dan kesadaran identitas asli yang terlibat pada gangguan identitas
disosiatif. Gangguan psikotik, terutama skizofrenia, mungkin dikacaukan dengan
gangguan identitas disosiatif hanya karena orang skizofrenik mungkin memiliki
waham atau keyakinan bahwa mereka memiliki identitas yang terpisah atau
melaporkan mendengar suara-suara kepribadian lainnya. Pada skizofrenia, terdapat
suatu gangguan pikiran formal, pemburukan sosial yang kronis, dan tanda lain yang
membedakan. Gejala gangguan bipolaryang berputar cepat tampaknya serupa
dengan gejala gangguan identitas disosiatif; tetapi, wawancara mengungkapkan
adanya kepribadian yang terpisah pada pasien gangguan identitas disosiatif.
Gangguan kepribadian ambang mungkin menyertai gangguan identitas disosiatif,
tetapi perubahan kepribadian pada gangguan identitas disosiatif mungkin secara
keliru diinterpretasikan bukan sebagai apa-apa selain mood yang mudah
tersinggung dan masalh citra diri yang karakteristik unntuk pasien dengan gangguan
ambang. Berpura-pura memberikan suatu masalah diagnostik yang sulit. Tujuan
sekunder yang jelas meningkatkan kecurigaan, dan wawancara dengan bantuan
obat mungkin membantu membuat diagnosis. Di antara gangguan neurologis yang
harus dipertimbangkan, epilepsi parsial kompleks paling sering meniru gejala
gangguan identitas disosiatif. (Kaplan ed. 2, 2010)

g. Perjalanan penyakit dan prognosis


Gangguan identitas disosiatif dapat mulai timbul pada masa kanak, gejala
mirip dengan trance dan disertai dengan gangguan depresi, periode amnenstik,

23
halusinasi suara, perilaku, perubahan dari tingkat kemampuan, perilaku bunuh diri
atau menyakiti diri sendiri. Makin awal timbulnya gejala awal prognosisnya makin
buruk. Gangguan identitas disosiatif merupakan gangguan disosiasi yang paling
berat dan kronik, umumnya penyembuhan juga tudak komplit. (FKUI, 2010)
Gangguan identitas disosiatif dapat berkembang pada anak-anak semuda
usia 3 tahun. Pada anak-anak gejala mungkin tampak seperti tak sadar (trance) dan
disertai oelh perubahan kemampuan, gejala gangguan depresif, periode amnestik,
suara-suara halusinasi, penyangkalan perilaku, dan perilaku bunuh diri atau melukai
diri sendiri. Walaupun adanya predominansi wanita pada gangguan ini, anak yang
terkena lebih mungkin adalah laki-laki dibandingkan perempuan. Pada remaja terjadi
predominansi perempuan. Dua pola gejala pada remaja perempuan yang terkena
telah diamati. Satu pola gejala adalah gaya hidup yang kacau dengan premiskuitas,
pemakaian obat, gejala somatic, dan usaha bunuh diri. Pasien tersebut dapat
diklasifikasikan menderita gangguan pengendalian impuls, skizofrenia, gangguan
bipolar I dengan perputaran cepat, atau gangguan kepribadian ambang atau
histrionik. Pola kedua ditandai oleh perilaku menarik diri atau kekkanak-kanakan.
Kadang-kadang pasien tersebut keliru diklasifikasikan sebagai menderita suatu
gangguan mood, suatu gangguan somatoform, atau gangguan kecemasan umum.
Pada remaja laki-laki dengan gangguan disosiatif, gejala dapat menyebabkan
mereka mendapatkan masalah dengan hokum atau petugas sekolah, dan mereka
akhirnya masuk penjara. (Kaplan ed. 2, 1997)
Semakin awal onset gangguan identitas disosiatif, semakin buruk
prognosisnya. Satu atau lebih kepribadian dapat berfungsi dengan relative baik,
sedangkan yang lainnya berfungsi marginal. Tingkat gangguan tertentang dari
sedang sampai parah, variable penentu adalah jumlah, tipe, dan kronisitas dari
berbagai kepribadian. Gangguan ini dianggap gangguan disosiatif yang paling parah
dan kronis, dan pemulihan biasanya tidak lengkap. Di samping itu, kepribadian
individual mungkin memiliki gangguan mentalnya masing-masing secara terpisah;
gangguan mood, gangguan kepribadian, dan gangguan disosiatif lainnya adalah
yang paling sering. (Kaplan ed. 2, 1997)

h. Terapi

24
Pendekatan yang paling manjur untuk identitas disosiatif adalah psikoterapi
tilikan, seringkali disertai dengan hipnoterapi atau teknik wawancara dengan
bantuan obat. Hipnoterapi atau wawancara dengan bantuan obat dapat berguana
dalam mendapatkan riwayat penyakit tambahan, mengidentifikasi kepribadian yang
sebelumnya tidak dikenali, dan mempercepat abreaksi. Rencana pengobatan
psikoterapi harus dimulai dengan menegakkan diagnosis dan dengan
mengidentifikasi dan mengkarakteristikan berbagai keprbadian. Jika adanya
kepribadian adalah diarahkan kepada perilaku merusak diri sendiri atau perilaku
kekerasan lainnya, ahli terapi harus melibatkan pasien dan kepribadian yang sesuai
dalam kontrak pengobatan tergantung pada perilaku berbahaya tersebut. Perawatan
di rumah sakit mungkin diperlukan pada beberapa kasus. (Kaplan ed. 2, 1997)
Beberapa klinisi dan peneliti telah menulis tentang psikoterapi pada pasien
gangguan identitas disosiatif. Ringkasan prinsip dasar dan penuna dalam
menjelasan stadium terapi adalah berguna dalam menuntun terapi yang sukar bagi
pasien tersebut. Biasanya, stadium terapi awal memperkuat komunikasi antara
kepribadian untuk memulai reintegrasi. Manfaat relative reintegrasi lawan resolusi
terus diperdebatkan, dan manfaat relatif pendekatan lain adalah tidak diketahui.
Komunikasi antara kepribadian juga membantu pasien mengendalikan keseluruhan
perilaku mereka. Klinisi harus berusaha untuk mengenali kepribadian yang
mengingat peristiwa traumatik masa kanak-kanan yang hampir selalu berhubungan
dengan gangguan. (Kaplan ed. 2, 1997)
Pemakaian medikasi antipsikotik pada pasien hampir tidak pernah
diindikasikan. Beberapa data menyatakan bahwa medikasi antidepresan dan
antiansietas mungkin berguna sebagai pelengkap dari psikoterapi. Beberapa
penelitian yang terkendali baik melaporkan bahwa medikasi antikonvulsan- sebagai
contohnya, carbamazepin-membantu pasien tertentu. (Kaplan ed. 2, 1997)
2.1.4. GANGGUAN DEPERSONALISASI
a. Gambaran Umum
Karakteristik dari gangguan depersonalisasi adanya gangguan persisten dan
berulang dalam persepsi tentang realitas diri yang hilang dalam waktu tertentu.
Pasien dengan gangguan ini merasa bahwa dirinya robot, ada dalam mimpi atau
terpisah dari tubuhnya. Pasien menyadari gejala tidak sesuai realitadan bersifat ego-
dystonik. Beberapa klinis membedakan antara depersonalisasi dan derealisasi.

25
Depersonalisasi adalah perasaan bahwa tubuh atau dirinya asing dan tidak nyata.
Derealisasi adalah persepsi bahwa objek / dunia luar aneh dan tidak nyata. (FKUI,
2010)

b. Epidemiologi
Sering terjadi dan tidak selalu patologik. (FKUI, 2010)

c. Etiologi
Dapat disebabkan oleh factor psikologik, neurologic, dan penyakit sistemik
(seperti gangguan tyroid, pancreas). Depersonalisasi sering berhubungan dengan
epilepsy, tumor otak, deprivasi sensorik, trauma psikis, dan stimulasi elektrik lobus
temporal. (FKUI, 2010)
Diagnosis gangguan identitas sisosiatif ditegakan dengan kriteria diagnosis
DSM-IV untuk gangguan identitas disosiatif. (FKUI, 2010)

d. Diagnosa
Kriteria diagnosis menurut DSM-IV
1. Pengalaman yang persisten dan berulangmerasa terpisah dari dirinya (perasaan
seseorang seperti dalam mimpi)
2. Selama depersonalisasi RTA masih utuh
3. Pengalaman depersonalisasi menyebabkan distress atau kesulitandalam social,
pekerjaan atau fungsi area penting lainya
4. Depersonalisasi tidak terjadi selama gangguan mental lainya seperti
schizophrenia, panic disorder, gangguan stress akut atau gangguan disosiatif
lainya atau efek psikologis langsung dari pengguna zat
e. Perjalanan penyakit dan prognosis
Pada sebagian besar pasien, gejala depersonalisasi gejala awalnya muncul
mendadak, hanya pada sebagian kecil pasien yang pada awalnya timbul bertahap.
Awal penyakit berkisar antar umur 15 – 30 tahun, jarang terjadi setelah umur 30
tahun, hampir tidak pernah timbul pada umur tua. Adanya presipitasi factor timbulnya
gangguan ini tidak banyak diketahui walaupun sering ditemui permulaan gangguan
ini muncul pada saat istirahat dari stress psikologik. (FKUI, 2010)

2.1.5. SINDROM GANSER


a. Gambaran Umum

26
Gangguan ini pertama kali dikemukakan oleh Ganser. Ciri dari gangguan yang
kompleks ini adalah “jawaban kira-kira”,yang biasanya dikerjai beberapa gejala
disosiasif lainya, seringkali dalam keadaan yang menunjukan kemungkinan adanya
penyebab yang bersifak psikogenik, dan harus dimasukan di sini. (FKUI, 2010)

b. Epidemiologi
Kasus ini terdapat di berbagaibudaya tetapi banyaknya laporan sindrom Ganser
menurun dari waktu ke waktu. Perbandingan frekuensi lai-laki : wanita 2 : 1. (FKUI,
2010)
Dari kasus yang dilaporkan mereka merupakan kelompok individu yang punya
masalah dengan hukum, dan ada indikasi adanya potensi malingering. (FKUI, 2010)

c. Etiologi
Laporan dari sebagian besar kasu menemukan adanya stressor sebagai
pemicu,misalnya adanya konflik personal, masalah keuangan, disamping juga
adanya sindroma otak organik, trauma kepala, kejang, penyakit medik dan psikiatrik.
(FKUI, 2010)

d. Gambaran klinis dan diagnosis


Gejala sindroma GANSER adalah jawaban yang salah tetapi jawaban tersebut
mendekati benar. Hal ini menunjukan bahwa pasien sebenarnya memahami yang
diajukan. (FKUI, 2010)
Misalnya seorang wanita usia 25 tahun ditanya berapa usianya, Jawaban yang
diberikan “saya tidak berusia 5 tahun”. Atau ditanya 2 +2 berapa, jawabanya 5.
Contoh lain ditunjukan pensil ditanya apa, jawabanya kunci , ditanya warna hijau
dijawab abu-abu. (FKUI, 2010)
Kesadaran berkabut juga sering terjadi yang bermanifestasi sebagai
disorientasi,amnesia,hilangnya informasi personal dan gangguan daya nilai realita.
(FKUI, 2010)

e. Diagnosa banding
Sindrom otak organic, epilepsy, trauma kepala dan psikosis. (FKUI, 2010)

f. Penatalaksanaan
Pada sebagian besar kasus, pasien sindroma Ganser dirawat dan diberikan
lingkungan yang aman dan mendukung, juga diberikan anti psikotik dosis rendah.
(FKUI, 2010)

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan H. I, Saddock B.J, Grabb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri. Edisi Tujuh.
Jilid 2. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta.

2. Elvira S. D, Hadisukanto G. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Badan Penerbit


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

3. Maramis, Willy F . 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi Dua.


Airlangga University Press. Surabaya.

28

Anda mungkin juga menyukai