SOL Intrakranial BAB II
SOL Intrakranial BAB II
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tekanan Intra Kranial (TIK) dipertahankan 10 mmHg. Jika TIK lebih dari
20 mmHg dianggap tidak normal, jika TIK lebih dari 40 mmHg termasuk
kenaikan TIK berat (Sumardjono,2004).
Otak yang mengalami kontusio akan cenderung menjadi lebih besar, hal
tersebut dikarenakan pembengkakan sel-sel otak dan edema sekitar kontusio.
Sehingga akan menyebabkan space occypying lesion (lesi desak ruang) intra
kranial yang cukup berarti. Karena wadah yang tetap tetapi terdapat adanya
tambahan massa, maka secara kompensasi akan menyebabkan tekanan intra
kranial yang meningkat. Hal ini akan menyebabkan kompresi pada otak dan
penurunan kesadaran. Waktu terjadinya hal tersebut bervariasi antara 24-48
jam dan berlangsung sampai hari ke 7-10 (Sumardjono,2004).
Kenaikan TIK ini secara langsung akan menurunkan TPO (Tekanan
Perfusi Otak), sehingga akan berakibat terjadinya iskemia dan kematian. TIK
5
harus diturunkan tidak melebihi 20-25 mmHg. Bila TIK 40 mmHg maka
dapat terjadi kematian (Sumardjono,2004).
Cushing Kernohan
Astrositoma Astrositoma grade I dan II
Oligodendroglioma Oligodendroglioma grade I−IV
Ependioma Ependioma
Meduloblastoma Meduloblastoma
Glioblastoma multiforme Astrositoma grade III dan IV
Pinealoma (teratoma) Pinealoma
Ganglioneuroma (glioma) Neuroastrositoma grade I
Neuroblastoma Neuroastrositoma grade II−III
Papiloma pleksus khoroid Tumor campur
Tumor “unclassified”
Dikutip dari: Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, 2010
12
Astrositoma
Oligodendroglioma
Ependimoma
Glioblastoma
Meduloblastoma
17
2. Hematom Intrakranial
Hematom Epidural
Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama
arteri meningea media yang masuk dalam tengkorak melalui
foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang di
permukaan dalam os temporale. Perdarahan yang terjadi
menimbulkan hematom epidural. Desakan dari hematom akan
melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar (R. Sjamsuhidajat, 2004).
Hematom yang meluas di daerah temporal menyebabkan
tertekannya lobus temporalis otek ke arah bawah dan dalam.
Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus (unkis dan sebagian
dari girus hipokampus) mengalami herniasi di bawah tepi tentorium.
Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik (Price,
2005).
19
Hematom Subdural
Hematom subdural disebabkan oleh trauma otak yang
menyebabkan robeknya vena di dalam ruang araknoid. Pembesaran
hematom karena robeknya vena memerlukan waktu yang lama. Oleh
karena hematom subdural sering disertai cedera otak berat lain, jika
dibandingkan dengan hematom epidural prognosisnya lebih jelek (R.
Sjamsuhidajat, 2004).
20
Higroma Subdural
Higroma subdural adalah hematom subdural lama yang mungkin
disertai pengumpulan cairan serebrospinal di dalam ruang subdural.
Kelainan ini jarang ditemukan dan dapat terjadi karena robekan
selaput arakhnoid yang menyebabkan cairan serebrospinal keluar ke
ruang subdural. Gambaran klinis menunjukkan tanda kenaikan
tekanan intrakranial, sering tanpa tanda fokal (R. Sjamsuhidajat,
2004).
23
2. Muntah
Ditemukan pada peninggian tekanan intrakranial oleh
semua sebab dan merupakan tampilan yang terlambat dan
diagnosis biasanya dibuat sebelum gejala ini timbul. Gejala ini
mungkin jelas merupakan gambaran dini dari tumor ventrikel
keempat yang langsung mengenai nukleus vagal. Setiap lesi
hampir selalu meninggikan tekanan intrakranial akibat
obstruksi aliran cairan serebrospinal dan mungkin tidak mudah
menentukan mekanisme mana yang dominan. Muntah akibat
peninggian tekanan intrakranial biasanya timbul setelah bangun,
sering bersama dengan nyeri kepala pagi. Walau sering
dijelaskan sebagai projektil, maksudnya terjadi dengan kuat
dan tanpa peringatan, hal ini jarang merupakan gambaran
yang menarik perhatian (Syaiful Saanin, 2012).
3. Papila Oedema
Papila oedema menunjukkan adanya oedema atau
pembengkakan diskus optikus yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial yang menetap selama lebih
dari beberapa hari atau minggu. Oedema ini berhubungan
dengan obstruksi cairan serebrospinal, dimana peningkatan
tekanan intrakranial pada selubung nervus optikus menghalangi
drainase vena dan aliran aksoplasmik pada neuron optikus dan
menyebabkan pembengkakan pada diskus optikus dan retina
serta pendarahan diskus. Papila oedema tahap lanjut dapat
menyebabkan terjadinya atrofi sekunder papil nervus optikus
(Syaiful Saanin, 2012).
25
c. Kejang fokal
Kejang dapat timbul sebagai gejala dari tekanan
intrakranium yang melonjak secara cepat, terutama sebagai
gejala dari glioblastoma multiform. Kejang tonik biasanya
timbul pada tumor di fosa kranium posterior.
d. Gangguan mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian,
perubahan mood dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-
gejala umum pada penderita dengan tumor lobus frontal atau
temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak ditangani
dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
(4,9,10) Tumor di sebagian besar otak dapat mengakibatkan
gangguan mental, misalnya demensia, apatia, gangguan watak
dan serta gangguan intelegensi dan psikosis. Gangguan emosi
juga akan terjadi terutama jika tumor tersebut mendesak sistem
limbik (khususnya amigdala dan girus cinguli) karena sistem
limbik merupakan pusat pengatur emosi.
e. Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor
otak, sebab dengan teknik neuroimaging tumor dapat segera
dideteksi. Edema papil pada awalnya tidak menimbulkan
gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema papil
yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta,
penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan
penglihatan kabur yang tidak menetap.
f. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya
lambat seperti astrositoma, oligodendroglioma dan
30
9. Tumor Serebellar
Muntah berulang dan sakit kepala di bagian oksiput
merupakan gejala yang sering ditemukan pada tumor
serebellar. Pusing, vertigo dan nistagmus mungkin menonjol.
medulla. Apabila tekanan ini tidak dihilangkan, maka denut nadi akan
menjadi lambat dan irregular dan akhirnya berhenti.
b. Pernapasan
Pada saat kesadaran menurun, korteks serebri akan lebih tertekan
daripada batang otak dan pada pasien dewasa, perubahan pernafasan ini
normalnya akan diikuti dengan penurunan level dari kesadaran.Perubahan
pada pola pernafasan adalah hasil dari tekanan langsung pada batang otak.
Pada bayi, pernafasan irregular dan meningkatnya serangan apneu sering
terjadiantara gejala-gejala awal dari peningkatan ICP yang cepat dan dapat
berkembang dengan cepat ke respiratory arrest.
c. Tekanan Darah
Tekanan darah dan denyut nadi relatif stabil selama stadium awal dari
peningkatan ICP, terutama pada anak-anak. Dengan terjadinya peningkatan
ICP, tekanan darah akan meningkat sebagai mekanisme kompensasi;
Sebagai hasil dari respon Cushing, dengan meningkatnya tekanan darah,
akan terjadi penurunan dari denyut nadi disertai dengan perubahan pada
pola pernafasan. Apabila kondisi ini terus berlangsung, maka tekanan
darah akan mulai turun .
d. Suhu Tubuh
Selama mekanisme kompensasi dari peningkatan ICP berlangsung,
suhu tubuh akan tetap stabil. Ketika mekanisme dekompensasi berubah,
peningktan suhu tubuh akan muncul akibta dari disfungsi dari hipotalamus
atau edema pada traktus yang menghubungkannya.
e. Reaksi Pupil
Serabut saraf simpatis menyebabkan otot pupil berdilatasi. Reaksi
pupil yang lebih lambat dari normalnya dapat ditemukan pada kondisi
yang menyebabkan penekanan pada nervus okulomotorius, seperti edema
otak atau lesi pada otak. Penekanan pada n. Oklulomotorius menyebabkan
penekanan ke bawah, menjepit n.Okkulomotorius di antara tentorium dan
herniasi dari lobus temporal yang mengakibatkan dilatasi pupil yang
permanen. N. okulomotorius (III) berfungsi untuk mengendalikan fungsi
pupil. Pupil harus diperiksa ukuran, bentuk dan kesimetrisannya dimana
36
ketika dibandingkan antara kiri dan kanan, kedua pupil harus memiliki
ukuran yang sama. Normalnya, konstriksi pupil akan terjadi dengan cepat.
Pemeriksaan fisik neurologis dalam menegakan diagnosis
a. Pemeriksaan mata yaitu ukuran pupil, bentuknya dan reaksinya
terhadap cahaya,pemeriksaan visus dan lapang pandang
penglihatan serta pemeriksaan gerakan bola mata
b. Pemeriksaan funduskopi untuk menentukan oedema pada papil
nervus optikus atau atrofi papil nervus optikus et causa papil
odema tahap lanjut.
c. Pemeriksaan motorik yaitu gerak, kekuatan, tanus, trofi, refleks
fisiologi, reflek patologis, dan klonus.
d. Pemeriksaan sensibilitas.
Pemeriksaan Penunjang
Elektroensefalografi (EEG)
Foto polos kepala
Arteriografi
Computerized Tomografi (CT Scan)
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Trauma
37
1. Penanganan Primer
Tindakan utama untuk peningkatan ICP adalah untuk
mengamankan ABCDE (primary survey) pada pasien. Banyak pasien
dengan peningkatan ICP memerlukan intubasi. Pasien dengan skor
GCS kurang dari 8 harus diintubasi untuk melindungi airway. Yang
menjadi perhatian utama pada pemasangan intubasi ini adalah intubasi
ini mampu memberikan ventilasi tekanan positif yang kemudian dapat
meningkatkan tekanan vena sentral yang kemudian akan menghasilkan
inhibisi aliran balik vena sehingga akan meningkatkan ICP (Kaye,
2005, Eccher,2004 ).
Hati-hati dalam memperhatikan gizi, elektrolit, fungsi kandung
kemih dan usus. Pengobatan yang tepat untuk infeksi berupa
pemberian antibiotik harus dilaksanakan dengan segera. Pemberian
analgesia yang memadai harus diberikan walaupun pasien dalam
kondisi di bawah sadar (Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
Posisi kepala pasien juga harus diperhatikan. Elevasi pada kepala
dapat menurunkan ICP pada komdisi normal dan pada pasien dengan
cedera kepala melalui mekanisme penurunan tekanan hidrostatis CSF
yang akan menghasilkan aliran balik vena. Sudut yang dianjurkan dan
umumnya digunakan untuk elevasi pada kepala adalah 30o. Pasien
harus diposisikan dengan kepala menghadap lurus ke depan karena
apabila kepala pasien menghadap ke salah satu sisinya dan disertai
dengan fleksi pada leher akan meynebabkan penekanan pada vena
jugularis interna dan memperlambat aliran balik vena (Kaye, 2005,
Eccher,2004 ).
Hipoksia sistemik, gangguan hemodinamik dan gangguan pada
autoregulasi yang kemudian disertai dengan kejang dapat
membahayakan kondisi pasien dengan peningkatan ICP. Sehingga
banyak praktisi kesehatan yang kemudian menggunakan terapi
profilaksis fenitoin, terutama pada pasien dengan cedera kepala,
perdarahan subaraknoid, perdarahan intrakranial, dan kondisi yang
lainnya. Penggunaan fenitoin sebagai profilaksis pada pasein dengan
38
2. Penanganan Sekunder
Hiperventilasi digunakan pada pasien dengan skor GCS yang
lebih dari 5. Pembuluh darah otak merespon dengan cepat pada
perubahan PaCO2. PaCO2 yang rendah dapat menyebabkan
vasokonstriksi, yang kemudian akan mengurangi komponen
darah dalam volume intrakranial, dimana peningkatan PaCO2
menyebabkan vasodilatasi. Hiperventilasi bertujuan menjaga
agar PaCO2 berada pada level 25 – 30 mm Hg sehingga CBF
akan turun dan volume darah otak berkurang dan dengan
demikian mengurangi ICP. Hiperventilasi yang berkepanjangan
harus dihindari dan menjadi tidak efektif setelah sekitar 24 jam.
Kecenderungannya adalah untuk menjaga ventilasi normal
dengan PaCO2 di kisaran 30 – 35 mmHg dan PaO2 dari 120-
140 mmHg. Ketikaa ada pemburukan klinis seperti dilatasi
pupil atau tekanan nadi melebar, hiperventilasi dapat dilakukan
(sebaiknya dengan Ambu bag) sampai ICP turun. Hyper barik
O2, hipotermia masih dalam tahap percobaan, terutama di
Jepang. Mereka pada dasarnya menyebabkan vasokonstriksi
serebral dan mengurangi volume darah otak dan ICP (Kaye,
2005, Eccher,2004 ).
4. Dosis tinggi terapi steroid sangat populer beberapa tahun yang lalu dan
masih digunakan oleh beberapa ahli. Ini mengembalikan integritas
dinding sel dan membantu dalam pemulihan dan mengurangi edema.
Barbiturat dan agen anestesi lain mengurangi tekanan CBF dan arteri
sehingga mengurangi ICP. Selain itu mengurangi metabolisme otak
dan permintaan energi yang memfasilitasi penyembuhan lebih baik
(Kaye, 2005, Eccher,2004 ).
6. Intervensi bedah
Tekanan intrakranial (intracranial pressure, ICP) dapat diukur
secara kontinu dengan menggunakan transduser intrakranial. Kateter
dapat dimasukkan ke dlam entrikel lateral dan dapat digunakan untuk
mengeluarkan CSF dengan tujuan untuk mengurangi ICP. Drain tipe
ini dikenal dengan EVD (ekstraventicular drain). Pada situasi yang
jarang terjadi dimana CSf dalam jumlah sedikit dapat dikeluarkan
untuk mengurangi ICP, Drainase ICP melalui punksi lumbal dapat
digunakan sebagai suatu tindakan pengobatan (Eccher,2004 ,Gulli.
Dkk, 2010).
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
mengeluarkan hematom di di dalam ruangan intrakranial dan untuk
mengurangi tekanan intrakranial dari bagian otak dengan cara
42
Hidrosepalus
Tindakan bedah pada hidrosefalus sesungguhnya telah dirintis sejak
beberapa abad yang silam oleh Ferguson pada tahun 1898 berupa membuat
shunt atau pintasan untuk mengalirkan cairan otak di ruang tengkorak yang
tersumbat ke tempat lain dengan menggunakan alat sejenis kateter
44
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
III.2 Saran
46
DAFTAR PUSTAKA