Responsi Kasus HSP PDF
Responsi Kasus HSP PDF
Oleh:
Liveina (1002005140)
Stephanie Patricia (1002005153)
Pembimbing
dr. Kadek Ayu Lestari, Sp.A
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nyalah maka tinjauan pustaka dan laporan kasus yang
berjudul “Henoch Schonlein Purpura (HSP)” ini dapat selesai tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan tinjauan pustaka dan laporan kasus ini
adalah sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik madya di
bagian/SMF Ilmu Kesehatan anak FK UNUD/BRSU Tabanan.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas ini banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
penulis bermaksud mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. dr. KadekAyu Lestari, Sp.A selaku dosen pembimbing dalam
pembuatan tinjauan pustaka dan laporan kasus ini.
2. Para dokter dan rekan-rekan dokter muda lainnya yang telah
membantu dalam penyusunan tinjauan pustaka dan laporan kasus ini
beserta semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa penulis
sebutkan satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa tinjauan pustaka ini masih jauh dari sempurna.
Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan sehingga
dapat dihasilkan tinjauan pustaka dan laporan kasus yang lebih baik di kemudian
hari.
Penulis
DAFTAR ISI
2.2 Etiopatogenensis
HSP disebutkan sebagai sebuah penyakit yang dimediasi kompleks IgA
meskipun hingga saat ini pathogenesis penyakit masih belum jelas.9 IgA adalah
immunoglobulin utama yang secara langsung melawan antigen virus dan bakteri
pada sistem imun area mukosa. Kompleks IgA dibentuk dan terdeposisi pada
kulit, usus, dan glomeruli ginjal, memicu respons inflamasi daerah lokal.
Peningkatan konsentrasi serum IgA dapat ditemukan pada lebih dari
setengah pasien dengan HSP.8 Tingginya serum IgA ini sendiri tidak menjadi
faktor predisposisi pasien menderita HSP. Terdapat dua subklas IgA, yaitu IgA1
dan IgA2, di mana hanya IgA1 yang terlibat dalam pathogenesis HSP. Hal ini
berhubungan dengan multiple O-linked glycosylation, penyimpangan glikosisasi
yang ditunjukkan pada HSP.9 Penelitian lebih penting dilakukan untuk
mengetahui apakah penyimpangan glikosilasi IgA merupakan penyebab atau
akibat dari HSP.10 Glikosilasi IgA yang menyimpang tidak dibersihkan oleh hati
dengan baik sehingga rentan terjadi agregat kompleks makromolekul. Hal ini
mengakibatkan akumulasi pada sirkulasi dan terdeposisi pada dinding pembuluh
darah kecil dan mencetuskan lesi inflamasi melalui jalur alternatif dan lectin
komplemen dan aktivasi sel langusng.9 Vaskulitis leukositoklastik kemudian
terbentuk dan mengakibatkan nekrosis pembuluh darah kecil. Hal ini
mengakibatkan ekstravasasi darah dan cairan ke jaringan sekitar, yang
bermanifestasi sebagai gejala spesifik terhadap organ yang terlibat.
Semua pasien HSP memiliki kompleks imun IgA1 yang bersirkulasi,
namun hanya pasien dengan manifestasi nefritis yang memiliki imun kompleks
bermassa molekul besar yang mengandung IgA1 dan IgG. Kompleks tersebut
diekskresikan pada urin pada sebagian pasien sehingga berpotensi menjadi marker
spesifik terhadap penyakit ini.
Tumor necrosis factor-α (TNF-α) adalah sebuah sitokin yang diproduksi
oleh makrofag dan T cells saat respon imun berlangsung. Sitokin ini mungkin
berkaitan dengan vaskulitis yang terjadi pada HSP. Penelitian Besbas et al,
menunjukkan bahwa pada fase akut HSP ditemukan level TNF-α yang tinggi pada
jaringan dan plasma. TNF-α memicu reaksi antigen pada sel endothelial yang
menyebabkan meningkatnya afinitas ikatan IgA dan menghasilkan inflamasi
vaskuler. Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk menentukan antigen
spesifik. Level endothelin secara signifikan lebih tinggi pada fase akut HSP,
namun masih diperlukan penelitian lebih lanjut signifikansi dari peningkatan
endothelin tersebut.9,10
2.3.1 Kulit
Ruam khas HSP adalah palpable purpura yang distribusinya simetris pada
ekstensor, tungkai bawah dan bokong. Beberapa kasus melibatkan lengan, wajah
dan telinga tetapi biasanya hanya sekitar batang tubuh. Purpura HSP dapat berupa
petechiae, ekimosis besar, dan dapat didahului dengan urtikaria atau eritematosa,
makulopapular lesi. Lesi bulosa yang parah jarang terjadi pada anak-anak, hanya
sekitar 2% dari pasien.
2.3.2 Gastrointestinal
Kejadian keterlibatan gastrointestinal dilaporkan umumnya antara 50-75% dari
kasus dengan presentasi yang paling umum adalah nyeri perut kolik. Gejala lain
termasuk muntah dan perdarahan gastrointestinal bermanifestasi sebagai darah
samar pada tinja atau tampak secara makroskopik. Perdarahan gastrointestinal
masif jarang ditemukan, hanya dilaporkan pada sekitar 2% dari pasien. Gejala
tersebut merupakan hasil dari edema dan perdarahan dinding usus akibat
vaskulitis. Intususepsi juga merupakan komplikasi yang jarang terjadi namun
penting untuk ditegakkan segera karena keterlambatan manajemen dapat
mengakibatkan usus iskemik. Enteropati, pankreatitis, dan hidrops kandung
empedu dapat juga terjadi. Harus diingat bahwa edema sekunder akibat
hipoalbuminemia mungkin terjadi karena sindrom nefrotik atau kehilangan
protein pada enteropati atau kombinasi keduanya.
2.3.3 Persendian
Arthritis atau athralgia terjadi pada 15-25% kasus namun hingga 82% pasien
mengalami gejala pada persendian selama penyakit berlangsung. Arthritis
biasanya mengenai persendian besar pada anggota gerak bagian bawah termasuk
lutut, pergelangan kaki, tumit, dan panggul. Namun tidak menutup kemungkinan
anggota gerak atas juga terlibat. Pada sebuah review retrospektif 100 pasien, 72%
pasien mengalami gejala pada sendi tumit dan pergelangan kaki, 50% pasien
mengalami gejala pada lutut, 26% pasien mengalami gejala pada tangan dan
pergelangan tangan, dan 10% pada sendi siku. Gejala yang terjadi meliputi nyeri
sendi, bengkak dan penurunan range of movement. Meskipun keterlibatan sendi
tampak memperberat penyakit, namun hal ini tidak menyebabkan kerusakan
permanen.
2.3.4 Renal
Keterlibatan ginjal pada HSP dilaporkan terjadi pada 12-92% kasus. Penyakit
ginjal bermanifestasi sebagai hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik/nefritis,
renal impairment, dan hipertensi. Kondisi ini berkembang dalam 4 minggu pada
75-80% kasus dan dalam 3 bulan pada 97-100% kasus. Pada kasus yang tidak
khas, insiden peyakit ginjal yang berat meliputi nefritis akut, sindrom nefrotik,
atau renal impairment 5-7%. Hipertensi dapat terjadi pada kasus yang melibatkan
ginjal. Apabila penyakit ginjal tidak membaik saat HSP membaik, diperlukan
investigasi lebih lanjut.
2.5 Diagnosis
Diagnosis HSP dapat ditegakkan melalui gejala klinis berdasarkan kriteria dari
konsensus European League against Rheumatism (EULAR) dan the Pediatric
Rheumatology European Society (PRES) tahun 2008 dengan sensitivitas sebesar
100% dan spesifisitas sebesar 87% untuk diagnosis HSP. Kriteria diagnosis HSP
yaitu adanya purpura atau petekie yang predominan pada tungkai bawah diikuti
dengan salah satu dari tanda berikut: adanya nyeri perut yang menyebar, arthritis /
arthralgia akut, deposisi predominan IgA pada hasil biopsi, dan keterlibatan ginjal
seperti hematuria dan/atau proteinuria.1
2.7 Penatalaksanaan
HSP dapat membaik dengan sendirinya (self-limiting) pada 94% pasien.
Terapi yang diberikan merupakan terapi simtomatis. Tirah baring dan terapi
analgesik diberikan pada pasien dengan nyeri sendi akut dan nyeri perut.
Acetaminophen dapat menjadi pilihan pengobatan. Pemberian aspirin sebaiknya
dihindari. Non steroidal anti inflammatory (NSAID) sebaiknya dihindari terutama
pada pasien dengan keterlibatan ginjal dan saluran cerna. Cairan intravena dapat
diberikan pada pasien dengan nyeri abdomen hebat dan muntah. 1,12
Kortikosteroid oral diindikasikan pada pasien dengan rash yang berat,
edema, nyeri abdomen hebat tanpa mual muntah, dan keterlibatan ginjal, skrotum
serta testis. Prednison atau methylprednisolone dapat diberikan dengan dosis awal
1-2 mg/kgBB per hari selama satu hingga dua minggu. Selanjutnya, dosis
diturunkan secara bertahap menjadi 0,5 mg/kgBB/hari untuk satu minggu
selanjutnya. Steroid intravena dapat diberikan apabila pasien tidak toleran
terhadap steroid oral.12
Menurut beberapa studi, terapi steroid dapat meringankan gejala
gastrointestinal, mengurangi rekurensi HSP, dan mengurangi progresivitas
kerusakan ginjal. Steroid juga dapat mencegah komplikasi seperti perdarahan
gastrointestinal atau intususepsi. Ronkainen et al (2006) melakukan sebuat
randomized controlled trial (RCT) dan prednison daikatakan mampu mengurangi
gejala dan durasi nyeri perut serta gejala sendi dan mempercepat perbaikan
nefritis ringan pada pasien HSP.
Plasmapharesis atau terapi imunoglobulin intravena dosis tinggi
direkomendasikan untuk pasien dengan perburukan fungsi ginjal. Pasien dengan
keterlibatan ginjal yang parah sebaiknya dirujuk ke ahli nefrologi dan dilakukan
biopsi ginjal. Beberapa studi juga mengatakan bahwa dapson atau colchicine
dapat memberikan manfaat untuk pasien HSP kronis. 12
Pasien HSP dengan perdarahan gastrointestinal dan komplikasi pulmonal
jarang ditemui. Namun bila terjadi hal demikian, intervensi seperti pembedahan
mungkin dilakukan jika ada indikasi. Steroid intravena pada kasus HSP dengan
perdarahan saluran cerna hanya merupakan terapi suportif jangka pendek untuk
mengurangi gejala, namun tidak memperbaiki perdarahan saluran cerna yang
terjadi.11
Selain terapi simtomatis, pemberian faktor XIII secara intravena dapat
dilakukan sebagai terapi adjunctive pada pasien HSP. Faktor XIII berkorelasi
dengan keparahan gejala gastrointestinal pada pasien serta kadarnya ditemukan
rendah pada pasien HSP. Beberapa studi seperti yang dilakukan oleh Fukui
(1989) megatakan bahwa administrasi faktor XIII memberikan perbaikan nyata
pada gejala HSP dalam 3 hari. Studi lain oleh Davin (2011) melaporkan adanya
perbaikan drastis pada gejala berat dari sistem gastrointestinal, pulmonal dan
srebral setelah dilakukannya plasma exchange. 1,12
2.8 Prognosis
Sebagian besar kasus HSP dapat membaik dengan sendirinya, prognosis
umumnya baik dengan five-year survival rates sebesar 95%. Satu dari tiga pasien
mengalami relaps dengan durasi yang lebih singkat dan gejala yang lebih ringan,
umumnya dalam waktu 4 bulan dan megenai organ yang sama. Prognosis pasien
berdasarkan pada usia saat onset penyakit, keterlibatan organ ginjal, keterlibatan
organ kulit, ketidakseimbangan imunoglobulin, dan keterlibatan neurologis. 12
Beberapa faktor prognosis buruk pada pasien HSP antara lain: 12
Usia lebih dari 8 tahun
Sering relaps
Kadar serum kreatinin yang lebih tinggi pada onset penyakit
Proteinuria lebih dari 1 gram per hari
Adanya hematuria dan anemia saat diagnosis
Hipertensi
Membranoproliferaive glomerulonephritis
Adanya demam
Adanya purpura diatas garis pinggang
Adanya peningkatan laju sedimentasi
Peningkatan konsentrasi IgA dengan penurunan konsentrasi IgM saat
diagnosis
Kadar faktor XIII yang rendah
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : NPRS
Tanggal Lahir : 13 April 2008
Umur : 6 tahun 2 bulan 24 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Br. Dinas Tengah Kangin Kerambitan
MRS : 7 Juli 2014 (pukul 13.00 WITA)
Tanggal Pemeriksaan : 10 Juli 2014 (pukul 14.00 WITA)
Riwayat Keluarga
Saudara sepupu pasien dikatakan pernah mengalami keluhan yang sama dan
sempat dirawat inap karena keluhan tersebut. Adik pasien dikatakan batuk dan
pilek sejak tiga hari sebelum pasien demam. Riwayat penyakit seperti alergi,
asma, dermatitis atopik pada keluarga disangkal.
Riwayat Sosial
Pasien merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pasien tinggal bersama
orangtua dan saudara kandungnya. Sirkulasi udara dan kebersihan rumah pasien
dikatakan cukup bagus. Saat ini pasien duduk di kelas I SD. Ayah pasien seorang
pegawai swasta dan ibu pasien seorang ibu rumah tangga.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir normal dibantu oleh bidan di BRSU Tabanan dengan umur kehamilan
ibu 38 minggu. Berat badan pasien saat lahir 3250 gram, panjang badan saat lahir
50 cm. Ibu pasien lupa lingkar kepala pasien saat lahir. Ketika lahir pasien segera
menangis dan tidak ditemukan adanya kelainan.
Riwayat Imunisasi
Pasien telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap yaitu BCG sebanyak 1 kali,
polio sebanyak 4 kali, Hepatitis B sebanyak 4 kali, DPT sebanyak 3 kali dan
imunisasi campak.
Riwayat Nutrisi
Pasien mendapatkan ASI eksklusif selama 2 tahun Makanan pelengkap ASI
seperti bubur cair mulai diberikan saat pasien berumur 4 bulan. Nasi lembek mulai
diberikan sejak usia 6 bulan dan pada usia 9 bulan pasien sudah mulai makan nasi.
3.5 Diagnosis
Suspek Henoch Schonlein Purpura + typhoid fever
4.3 Penatalaksanaan
Kebutuhan cairan pasien berdasarkan rumus Holiday Segar adalah 1540 ml,
dihitung berdasarkan berat badan pasien yatu 22 kg. 10 kg pertama dikalikan 100
ml didapatkan 1000 ml. 10 kg berikutnya dikalikan 50 ml didapatkan 500 ml. 2 kg
sisanya dikalikan 20 ml didapatkan 40 ml. Apabila dijumlahkan, kebutuhan cairan
per harinya adalah 1540 ml. Pasien hanya mampu minum 1000 mL per hari serta
nafsu makan pasien dikatakan menurun, sehingga diberikan tambahan cairan
intravena berupa drip D5 ½ NS 18 tetes per menit.
Terapi lain yang diberikan pada pasien ini antara lain cefuroxime 3 x 500
mg secara intravena selama 2 hari, dilanjutkan dengan cefixime 2 x ⅔ cth per oral.
Antibiotik diberikan karena dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang ditemukan kemungkinan infeksi kuman salmonella.
Biofos 1 x ½ cth diberikan sebagi terapi adjuvan untuk mempertahankan imunitas
pasien.
Terapi untuk HSP sendiri bersifat simtomatis. Pemberian antiinflamasi
golongan kortikosteroid seperti dexamethason ditujukan untuk meringankan
gejala penyakitnya seperti rash di seluruh tubuhnya. Dosis awal yang umum
diberikan yaitu 2 mg/kgBB per hari selama satu hingga dua minggu. Selanjutnya,
dosis diturunkan secara bertahap menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.12 Pada pasien ini,
diberikan dexamethason 3 x 0,5 mL secara intravena. Selain dexamethason
intravena, pasien juga mendapat hidrokortison zalf 1%/5 g yang dioleskan pada
daerah dengan lesi yang dominan. Lesi dikatakan membaik empat hari setelah
pemberian steroid. Selanjutnya pasien diberikan methylprednisolone per oral
dengan dosis 3 x 4 mg.
Diet lunak berupa bubur dan rendah serat diberikan karena pasien sempat
mengalami mual muntah sebelum masuk rumah sakit. Diet yang diberikan berupa
diet tinggi karbohidrat dan tinggi protein untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan pasien anak.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pasien perempuan usia 6 tahun dengan keluhan utama demam disertai
batuk pilek dan mual muntah dan muncul bercak kemerahan meninggi sejak hari
ketiga demam didiagnosis dengan suspek Henoch Schonlein Purpura (HSP)
dengan demam thypoid. Diagnosis demam thypoid ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium. Diagnosis HSP
dicurigai karena adanya lesi yang khas berupa palpable purpura dengan predileksi
pada tungkai bawah, bokong dan punggung pasien. Namun masih belum
ditegakkan karena tidak adanya salah satu dari tanda seperti arthralgia/arthritis,
nyeri abdomen menyebar, keterlibatan ginjal berupa proteinuria dan/atau
hematuria, dan deposisi IgA predominan pada hasil biopsi jaringan. Infeksi kuman
salmonella dan infeksi saluran pernafasan akut yang dialami pasien diduga
merupakan faktor pemicu terjadinya vaskulitis sistemik dengan manifestasi HSP.
Terapi yang diberikan pada pasien bersifat simtomatis berupa steroid
sebagai antiinflamasi untuk mengurangi gejala rash yang dialami. Terapi
antibiotik diberikan atas indikasi infeksi kuman salmonella. Biofos diberikan
sebagai terapi adjunctive diberikan untuk memperbaiki daya tahan tubuh pasien.
Prognosis pasien baik tanpa adanya keterlibatan ginjal saat ini.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan mengenai penulisan karya dan laporan kasus
ini adalah :
1. Pada pasien sebaiknya dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk mendeteksi
adanya hematuria atau proteinuria pada pasien. Sebaiknya pada pasien
juga dilakukan biopsi kulit untuk melihat adanya deposisi IgA pada
jaringan guna menegakkan diagnosis HSP.
2. Praktisi kedokteran diharapkan lebih memahami mengenai kriteria
diagnosis dan perjalanan penyakit HSP agar dapat melakukan tatalaksana
sesuai dengan teori yang ada.
3. Tenaga kesehatan dan masyarakat diharapkan lebih proaktif terhadap tanda
dan gejala dari penyakit HSP sehingga pratktisi kedokteran mampu
memberi terapi yang tepat dan cepat.
4. Bagi praktisi keilmiahan untuk lebih sering mengangkat HSP sebagai tema
dalam penulisan keilmiahan, baik berupa gagasan tertulis, penelitian,
maupun laporan kasus.
DAFTAR PUSTAKA