Anda di halaman 1dari 8

ِّ‫ي أَ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ فَ َيقُو َل َرب‬ ْ َِّ ‫َّق قَريبِّ أ َ َجلِّ إلَىِّ أَ َّخ ْرتَني لَ ْو‬ َّ َ ‫صا

َِّ ‫َّق قَريبِّ أ َ َجلِّ إلَىِّ أَ َّخ ْرتَني لَ ْو‬ َّ َ ‫صا ِل ِحينَ فَأ‬ ِّْ ‫َوأ َ ُك‬
َ ِ‫ل َوأ َ ْن ِفقُوا ِم ْن َما َرزَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن قَ ْب ِل أ َ ْن َيأت‬ َِّ ‫صد‬ َّ ‫ن ِمنَ ال‬

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau
tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat
bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"

Bismillāhir rahmānir rahīm

َّ ‫صدَّقَ َوأَ ُكن ِمنَ ال‬


َّ َ ‫ب فَأ‬ ِ ‫ي أ َ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ فَيَقُو َل َر‬
ٍ ‫ب لَ ْو ََل أَ َّخ ْرتَنِي إِلَى أ َ َج ٍل قَ ِري‬ ْ
َ‫صا ِل ِحين‬ َ ِ‫َوأَن ِفقُوا ِمن َّما َرزَ ْقنَا ُكم ِمن قَ ْب ِل أَن يَأت‬
﴾١٠﴿
63/Al-Munafiqun-10: Waanfiqoo min ma razaqnakum min qabli an yatiya ahadakumu almawtu
fayaqoola rabbi lawla akhkhartanee ila ajalin qareebin faassaddaqa waakun mina alssaliheena

Bahasa Indonesia

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau
tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat
bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?"

Quraish Shihab

Wahai orang-orang Mukmin, infakkanlah dengan segera sebagian harta yang telah Kami berikan,
sebelum kematian menjemput salah seorang dari kalian. Saat itu, ia berkata, "Ya Tuhanku,
mengapa Engkau tidak menangguhkan kematianku sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat
bersedekah dan aku dapat menjadi orang-orang yang beramal saleh."

Tafsir Jalalayn

(Dan belanjakanlah) dalam berzakat (sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian; lalu ia berkata, "Ya Rabbku!
Mengapa tidak) lafal laula di sini bermakna halla, yakni kenapa tidak. Atau huruf la dianggap
sebagai huruf zaidah dan huruf lau bermakna tamanni, yakni seandainya (Engkau menangguhkan
aku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah) bentuk asli lafal
ashshaddaqa adalah atashaddaqa, kemudian huruf ta diidghamkan ke dalam huruf shad sehingga
jadilah ashshaddaqa, yakni supaya aku dapat membayar zakatku (dan aku termasuk orang-orang
yang saleh?") seumpamanya aku akan menunaikan ibadah haji. Ibnu Abbas r.a. telah
memberikan penafsirannya, bahwa tiada seseorang pun yang melalaikan untuk membayar zakat
dan melakukan ibadah haji, melainkan ia meminta supaya kematiannya ditangguhkan di saat ia
menjelang ajalnya.
- October 25, 2015
َّ ‫ِين آ َمنُوا ََل ت ُ ْل ِه ُك ْم أ َ ْم َوالُ ُك ْم َوَل أ َ ْوَل ُد ُك ْم ع َْن ِذك ِْر‬
َ‫َّللاِ َو َم ْن َي ْف َع ْل ذَ ِلكَ فَأ ُولَئِك‬ َ ‫{ َيا أَيُّ َها الَّذ‬
ِ ‫) َوأ َ ْن ِفقُوا ِم ْن َما َر َز ْقنَا ُك ْم ِم ْن قَ ْب ِل أ َ ْن يَأْتِ َي أ َ َح َد ُك ُم ا ْل َم ْوتُ فَيَقُو َل َر‬9( ‫ون‬
‫ب‬ َ ‫س ُر‬ ِ ‫ُه ُم ا ْل َخا‬
‫سا‬ً ‫َّللاُ نَ ْف‬
َّ ‫) َولَ ْن يُؤ َِخ َر‬10( ‫ين‬ َ ‫صا ِل ِح‬ َّ ‫َّق َوأَك ُْن ِم َن ال‬ َ ‫صد‬َّ َ ‫ب فَأ‬
ٍ ‫لَ ْوَل أ َ َّخ ْرتَنِي إِلَى أ َ َج ٍل قَ ِري‬
} )11( ‫ون‬ َ ُ‫ير ِب َما ت َ ْع َمل‬ َّ ‫إِذَا َجا َء أ َ َجلُ َها َو‬
ٌ ِ‫َّللاُ َخب‬
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu
dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang
yang rugi. Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum
datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, "Ya Tuhanku, mengapa
Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku
dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.” Dan Allah sekali-kali tidak akan
menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Allah Swt. memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang beriman untuk banyak berzikir
mengingat-Nya, dan melarang mereka menyibukkan diri dengan harta dan anak-anak sehingga
melupakan zikir kepada Allah. Dan juga Allah memberitahukan kepada mereka bahwa barang
siapa yang terlena dengan kesenangan dunia dan perhiasannya hingga melupakan ketaatan
kepada Tuhannya dan mengingat-Nya yang merupakan tujuan utama dari penciptaan dirinya,
maka sesungguhnya dia termasuk orang-orang yang merugi. Yakni merugikan dirinya sendiri
dan keluarganya kelak di hari kiamat.
Kemudian Allah Swt. menganjurkan mereka untuk berinfak dijalan ketaatan kepada-Nya. Untuk
itu Allah berfirman:
ِ ‫{وأ َ ْن ِفقُوا ِم ْن َما َر َز ْقنَا ُك ْم ِم ْن قَ ْب ِل أ َ ْن يَأْتِ َي أ َ َح َد ُك ُم ا ْل َم ْوتُ فَيَقُو َل َر‬
‫ب لَ ْوَل أ َ َّخ ْرتَنِي إِلَى‬ َ
}‫ين‬ َ ‫صا ِل ِح‬ َّ ‫َّق َوأَك ُْن ِم َن ال‬ َّ َ ‫ب فَأ‬
َ ‫صد‬ ٍ ‫أ َ َج ٍل قَ ِري‬
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, "Ya Tuhanku, mengapa Engkau
tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat
bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.” (Al-Munafiqun: 10)
Setiap orang yang melalaikan kewajiban pasti akan merasa menyesal di saat meregang
nyawanya, dan meminta agar usianya diperpanjang sekalipun hanya sebentar untuk bertobat dan
menyusul semua amal yang dilewatkannya. Tetapi alangkah jauhnya, karena nasi telah menjadi
bubur, masing-masing orang akan menyesali kelalaiannya. Adapun terhadap orang-orang kafir,
keadaan mereka adalah sebagaimana disebutkan oleh firman-Nya:
ٍ ‫ِين َظلَ ُموا َربَّنَا أ َ ِخ ْرنَا إِلَى أ َ َج ٍل قَ ِري‬
‫ب نُ ِج ْب‬ َ ‫اب فَيَقُو ُل الَّذ‬ ِ ِ‫س يَ ْو َم يَأْت‬
ُ َ‫يه ُم ا ْل َعذ‬ َ ‫{وأ َ ْنذ ِِر النَّا‬
َ
َ ‫س َل أ َ َولَ ْم تَكُونُوا أ َ ْق‬
}‫س ْمت ُ ْم ِم ْن قَ ْب ُل َما لَ ُك ْم ِم ْن َز َوا ٍل‬ ُّ ِ‫َدع َْوتَكَ َونَت َّ ِبع‬
ُ ‫الر‬
Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab
kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim, "Ya Tuhan kami, beri tangguhlah
kami (kembalikan kami ke dunia) walaupun sebentar, niscaya kami akan mematuhi seruan
Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (Kepada mereka dikatakan), "Bukankah kamu telah
bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (Ibrahim: 44)
Dan firman Allah Swt.:
َ ‫ون لَعَ ِلي أ َ ْع َم ُل‬
‫صا ِل ًحا فِي َما ت َ َر ْكتُ كَال إِنَّ َها‬ ِ ُ‫ار ِجع‬ ْ ‫ب‬ِ ‫{ َحتَّى إِذَا َجا َء أ َ َح َد ُه ُم ا ْل َم ْوتُ قَا َل َر‬
ٌ ‫َك ِل َمةٌ ُه َو قَائِلُ َها َو ِم ْن َو َرائِ ِه ْم بَ ْر َز‬
َ ُ ‫خ إِلَى يَ ْو ِم يُ ْبعَث‬
}‫ون‬
(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu) hingga apabila datang kematian kepada seseorang
dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal
yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka
dibangkitkan. (Al-Mu’minun: 99-100)
*******************
Kemudian Allah Swt. berfirman:
َ ُ‫ير ِب َما ت َ ْع َمل‬
}‫ون‬ َّ ‫سا إِذَا َجا َء أ َ َجلُ َها َو‬
ٌ ِ‫َّللاُ َخب‬ ً ‫َّللاُ نَ ْف‬
َّ ‫{ولَ ْن يُؤ َِخ َر‬
َ
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu
kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Munafiqun: 11)
Yakni tidak memberi tangguh kepada seorang pun bila telah datang saat ajalnya. Dan Dia
mengetahui terhadap orang yang berkata sejujurnya dalam permintaannya dari kalangan orang-
orang yang seandainya dikembalikan niscaya akan mengulangi perbuatan jahat yang sebelumnya
Karena itulah Allah Swt. berfirman:
َ ُ‫ير ِب َما ت َ ْع َمل‬
}‫ون‬ ٌ ‫َّللاُ َخ ِب‬
َّ ‫{و‬َ
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (Al-Munafiqun: 11)
Abu Isa At-Turmirzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid, telah
menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Abu Janab Al-
Kalabi, dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa barang siapa
yang mempunyai harta yang cukup untuk menghantarkannya sampai ke tempat suci guna
menunaikan ibadah haji, atau mempunyai harta yang telah wajib dizakati, lalu dia tidak
mengerjakannya, niscaya dia akah meminta untuk dikembalikan hidup ke dunia lagi di saat
menjelang kematiannya. Maka ada seorang lelaki yang memotong, "Hai Ibnu Abbas,
bertakwalah kepada Allah, karena sesungguhnya orang yang meminta untuk dikembalikan ke
dunia itu hanyalah orang-orang kafir." Maka Ibnu Abbas menjawab, "Aku akan membacakan
kepadamu hal yang menerangkannya dari Kitabullah," yaitu firman-Nya: Hai orang-orang yang
beriman, janganlah harta-harictmu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah.
Barang siapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. Dan
belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian
kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata, '' Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat
bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh.” (Al-Munafiqun: 9-10) sampai dengan
firman-Nya: Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Munafiqun: 11) Lelaki
itu bertanya, "Berapakah jumlah harta yang wajib dizakati?" Ibnu Abbas menjawab, "Apabila
telah mencapai jumlah dua ratus (dirham) dan selebihnya." Lelaki itu bertanya, "Lalu apakah
yang mewajibkan seseorang harus menunaikan ibadah haji?" Ibnu Abbas menjawab, "Bila telah
mempunyai bekal dan kendaraan."
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdu ibnu Humaid,
telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari As-Sauri, dari Yahya ibnu Abu Hayyah
alias Abu Janab Al-Kalabi, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. dengan sanad yang
semisal. Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini telah diriwayatkan pula oleh
Sufyan ibnu Uyaynah dan lain-lainnya dari Abu Janab Al-Kalabi, dari Ad-Dahhak, dari Ibnu
Abbas dan dikategorikan termasuk perkataan Ibnu Abbas; dan riwayat inilah yang paling sahih.
Abu Janab Al-Kalabi dinilai daif.
Menurut hemat kami, riwayat Ad-Dahhak dari Ibnu Abbas terdapat inqita' (mata rantai perawi
yang terputus); hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
‫ع ْن‬ َ ، ٍ‫ع َطاء‬
َ ُ‫سلَ ْي َما ُن ْبن‬ ُ ‫ َح َّدثَنَا‬،‫ َح َّدثَنَا ا ْبنُ نُفَيل‬،‫ َح َّدثَنَا أ َ ِبي‬:‫َو َقا َل ا ْب ُن أ َ ِبي َحا ِت ٍم‬
ُ ‫َّللا‬
َّ ‫ َر ِض َي‬،‫َاء‬ِ ‫ع َْن أَبِي الد َّْرد‬-‫ش َجعَةَ ْب ِن ِر ْب ِعي‬ ْ ‫يَ ْعنِي أَبَا َم‬- ‫ ع َْن ع َِم ِه‬،ِ‫سلَ َمةَ ا ْل ُج َهنِي‬ ْ ‫َم‬
‫ " إِ َّن‬:‫الزيَا َدةَ فِي ا ْلعُ ْم ِر فَقَا َل‬ ِ ‫سلَّ َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫ ذَك َْرنَا ِع ْن َد َر‬:‫ قَا َل‬،ُ‫ع ْنه‬ َ
‫َّللاُ العب َد ذُرية‬َّ ‫ق‬ َ ‫الزيَا َدةُ فِي ا ْلعُ ْم ِر أ َ ْن يَ ْر ُز‬
ِ ‫ َوإِنَّ َما‬،‫سا إِذَا َجا َء أ َ ْجلُ َها‬ ً ‫َّللاَ ََل يُؤ َِخ ُر نَ ْف‬
َّ
َ ‫صا ِل َحةً يَ ْدع‬
"‫ فَيَ ْل َحقُهُ ُدعَا ُؤ ُه ْم فِي قَ ْب ِر ِه‬،ُ‫ُون لَه‬ َ
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Nufail, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ata, dari Maslamah
Al-Juhani, dari pamannya (yakni Abu Misyja'ah ibnu Rib'i), dari Abu Darda r.a. yang
mengatakan bahwa kami membincangkan tentang penambahan usia di hadapan Rasulullah Saw.
Maka beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya Allah tidak akan menangguhkan usia seseorang
apabila telah tiba saat ajalnya. Sesungguhnya penambahan usia itu hanyalah bila Allah
memberi kepada seseorang hamba keturunan yang saleh yang mendoakan untuknya, maka doa
mereka sampai kepadanya di alam kuburnya.
Demikianlah akhir tafsir surat Al-Munafiqun, segala puji dan karunia adalah milik Allah, dan
hanya kepada-Nya dimohonkan taufik dan pemeliharaan.
‫آخ ُر تفسير سورة "المنافقون" وهلل الحمد والمنة‬
ِ
Ayat 10
َِّ ‫ت أ َ َح َد ُك ُِّم يَأْت‬
ِّ‫ى أَن قَبْلِّ من َرزَ ْقنَ ُكم َّما من َوأَنفقُوا‬ ُِّ ‫ل ْٱل َم ْو‬
َِّ ‫ل َربِّ فَيَقُو‬ ِّ‫ى أ َ َّخ ْرت َن ا‬
ِّ‫ى لَ ْو َا‬ ِّ‫َّق قَريبِّ أ َ َجلِّ إلَ ا‬ َّ َ ‫ن َوأ َ ُكن فَأ‬
َِّ ‫صد‬ َِّ ‫ين م‬
َِّ ‫صلح‬
َّ ‫ٱل‬

Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang
kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau
tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat
bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" (Al-Munafiqun 63:10)

« ‫ أو َل زائدة ولو للتمني‬،‫وأنفقوا« في الزكاة «مما رزقناكم من قبل أن يأتي أحدكم الموت فيقول رب لوَل« بمعنى هال‬
« ‫ قال ابن‬،‫صدَّق« بإدغام التاء في األصل في الصاد أتصدق بالزكاة «وأكن من الصالحين« بأن أحج‬ َّ ‫أخرتني إلى أجل قريب فأ‬
‫ ما قصر أحد في الزكاة والحج إَل سأل الرجعة عند الموت‬:‫عباس رضي هللا عنهما‬.

(Dan belanjakanlah) dalam berzakat (sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepada kalian
sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kalian; lalu ia berkata, "Ya Rabbku!
Mengapa tidak) lafal laula di sini bermakna halla, yakni kenapa tidak. Atau huruf la dianggap
sebagai huruf zaidah dan huruf lau bermakna tamanni, yakni seandainya (Engkau menangguhkan
aku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah) bentuk asli lafal
ashshaddaqa adalah atashaddaqa, kemudian huruf ta diidghamkan ke dalam huruf shad sehingga
jadilah ashshaddaqa, yakni supaya aku dapat membayar zakatku (dan aku termasuk orang-orang
yang saleh?") seumpamanya aku akan menunaikan ibadah haji. Ibnu Abbas r.a. telah
memberikan penafsirannya, bahwa tiada seseorang pun yang melalaikan untuk membayar zakat
dan melakukan ibadah haji, melainkan ia meminta supaya kematiannya ditangguhkan di saat ia
menjelang ajalnya. (Tafsir Al-Jalalain, Al-Munafiqun 63:10)
MENEPIS PENYESALAN KALA SAKARATUL MAUT
MENEPIS PENYESALAN KALA SAKARATUL
(Tafsir Q.S. Al-Munafiqun: 9 – 11)
Oleh: Asep Rahmat Ar-Rasyid, S.Ag *)

‫ين أَيُّ َها يَا‬َِّ ‫ل آ َ َمنُوا الَّذ‬ َِّ ‫ل أ َ ْم َوالُ ُك ِّْم ت ُ ْله ُك ِّْم‬
َِّ ‫ن أ َ ْو َل ُد ُك ِّْم َو‬ َ ِّ‫ّللا ذ ْكر‬
ِّْ ‫ع‬ َِّّ ‫ن‬ ِّْ ‫ل َو َم‬ِّْ ‫ك يَ ْف َع‬َِّ ‫ك ذَل‬َِّ ‫ون ُه ُِّم فَأُولَئ‬
َِّ ‫( ْالخَاس ُر‬9) ‫ن َوأ َ ْنفقُوا‬ ِّْ ‫ن َرزَ ْقنَا ُك ِّْم َما م‬ ِّْ ‫ن قَبْلِّ م‬ َِّ ‫يَأْت‬
ِّْ َ ‫ي أ‬
ُِّ ‫ل ْال َم ْو‬
‫ت أ َ َح َد ُك ُِّم‬ َِّ ‫ل َربِّ فَيَقُو‬ َِّ ‫َّق قَريبِّ أ َ َجلِّ إلَى أ َ َّخ ْرت َني لَ ْو‬ َِّ ‫صد‬ َّ َ ‫ن فَأ‬ ِّْ ‫ن َوأ َ ُك‬َِّ ‫ين م‬ َِّ ‫صالح‬ َّ ‫( ال‬10) ‫ن‬ ِّْ َ‫ّللاُ ي َُؤخ َِّر َول‬ ً ‫ّللاُ أ َ َجلُ َها َجا َِّء إِّذَا نَ ْف‬
َِّّ ‫سا‬ َِّّ ‫ب َما خَبيرِّ َو‬
َِّ ُ‫( ت َ ْع َمل‬11)
‫ون‬

Terjemahannya:” Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari
mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian Maka mereka Itulah orang-orang yang merugi(9)
dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian
kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Rabb-ku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan
aku Termasuk orang-orang yang saleh?"(10) dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian)
seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu
kerjakan”(11).

Didalam kitab Jawahirul Hasan fi tafsiril Quran susunan Imam Ats-Tsalabi dianalisa makna al-ilha (lalai)
yaitu disibukkan dengan kesenangan dan syahwat. Sedangkan makna dzikrulloh di dalam ayat ini adalah
dzikir kepada Allah secara umum, meliputi bertauhid, do’a, serta ragam amalan baik yang difardlukan
maupun yang disunnahkan. Mu’adz bin Jabal mengungkapkan, tidak ada satu amalan Anak Adam yang
dapat menyelamatkan dari siksa Allah selain dzikrullah, sedangkan mengingat rasulNya mengikuti dzikir
kepada Allah. Kontinuitas dzikir menjadi sebab untuk tetap mencintaiNya, Dzikir di dalam hati ibarat air
bagi tanaman. Bahkan ibarat air bagi ikan yang tidak bisa menjalani kehidupan tanpa adanya(Tafsir Al-
Qayim,II, t.t.: 199).

Seorang manusia dipandang cacat jiwa ketika melalaikan waktu-waktunya untuk aktivitas yang
benilai ibadah di hadapan Allah terlindas dengan urusan duniaya. Tenggelam dalam kesibukan dirinya,
anaknya, istrinya, kerabatnya dan koleganya, serta merasa betah mencicipi semua fasilitas titipan Allah
yang kadung raib dari kesadarannya . Secara kronologis harta didahulukan daripada anak ketika
menyebutkan sesuatu yang melalaikan dari ketaatan kepada Allah, ditelusur melalui pendekatan realitas
bahwa bahaya fitnah harta lebih besar daripada bahaya fitnah yang ditimbulkan oleh anak dalam hal
mendurhakai Allah. Sesungguhnya pokok harta paling berharga yang dimiliki seseorang itu ada pada
waktunya. Seseorang terangkat menempati maqam mulia disisi Allah karena tidak mensia-siakan waktu
untuk pembaktian kepadaNya. Sebaliknya seseorang juga terjerumus ke lembah kehinaan karena
mengabaikan waktu.

Berdasarkan Hadits Riwayat At-Tirmidzi, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang memiliki harta
yang menyampaikannya untuk pergi haji, atau memiliki harta yang mewajibkan atasnya zakat, tetapi ia
tidak menunaikan kewajibannya, niscaya ia akan memohon untuk dikembalikan hidup kembali di dunia
ketika ajal menjemputnya.” Seorang lelaki bertanya, “wahai Ibnu Abas, takutlah Anda kepada Allah
sebab hanya orang-orang kafir yang memohon untuk dikembalikan hidup di dunia”. Ibnu Abas
menjawab, “Aku hendak membacakan kepada kalian urusan tersebut didalam Al-Quran. Kemudian Ibnu
Abas membacakan Surat Al-Munafiqun mulai ayat 9 s.d. ayat 11(As-Sayuthi,VIII,1993: 179). Para mufasir
berbeda pendapat mengenai turunnya ayat ini. Ada yang berpendapat ayat ini diturunkan berkenaan
dengan kaum munafik. Tetapi ada juga yang menyeliksik bahwa ayat ini turun berkenaan dengan kaum
mukminin(Al-Baghawi,VIII,1997: 134).

Orang-orang yang tenggelam dalam kesibukan dunia fana dengan menggadaikan keabadian akhirat
penuh pengabaian disinyalir sebagai orang-orang yang merugi. Dalam versi Imam Ar-Razi kerugian
dimaksud karena mereka mengingkari sabda Nabi saw. dalam urusan ketauhidan dan keyakinan adanya
kebangkitan alam akhirat. Sedangkan Ath-Thabari menilai mereka sebagai orang-orang yang tertipu
meraih kemuliaan dari Allah dan rahmatNya(XXIII,2000: 410).

Islam tidak menafikan arti penting dunia ditinjau dari sudut pandang perantara yang menyampaikan
kepada kehidupan akhirat, sehingga dunia diibaratkan ladang investasi untuk dipetik panenya kelak di
akhirat. Tentunya jika semua kiprah kehidupan dunia dikuduskan untuk meraih kemuliaan ukhrawiyah,
termasuk dalam memperoleh harta kekayaan. Oleh karena itu, perintah berinfaq disandingkan dengan
peringatan sebelum datang kematian. Allah memperingatkan hamba-hambaNya dengan kematian
supaya mereka mempersiapkan diri dengan amalan shalih dan bertaubat dari amal kejelekan.
Sesungguhnya jika kematian menjemput amalan manusia berakhir dan tidak akan diterima permohonan
penangguhan. Ibnu Abas mempersefsi infaq di dalam ayat ini zakat harta, sedangkan Adl-dlahak
memaknai nafaqoh yang berhubungan dengan hak-hak yang diwajibkan terhadap harta, seperti zakat,
haji dan yang seumpamanya. Adapun Imam Al-Mawardi berpendapat shadaqah yang disunatkan(Ibnu
Al-Jauzi, Tafsir Zadul Masir,VIII,t.t.: 278). Semua ibadah yang behubungan dengan harta tidak dituntut
dalam skala besar yang akan mengancam kepemilikan harta sampai terkuras habis, yang “dipinta” hanya
sebagian kecil saja(Silsilah Tafsir , juz 64, hlm. 18).

Setiap orang yang bersambalewa akan berujung pada penyesalan ketika hadir sakaratul maut. Ia
akan memohon agar diberi kesempatan hidup barang sebentar saja buat menorehkan kebaikan yang
luput dikerjakan ketika hidupnya, seperti dijelaskan juga di lain ayat pada firmanNya berikut:

Terjemahannya: “Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu)
datang azab kepada mereka, Maka berkatalah orang-orang yang zalim: "Ya Tuhan Kami, beri
tangguhlah Kami (kembalikanlah Kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya Kami
akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul". (kepada mereka dikatakan): "Bukankah
kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa?” (Q.S.Ibrahim:44).

Terjemahannya: “(Demikianlah Keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian
kepada seseorang dari mereka, Dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia).Agar aku
berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah
Perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada dinding sampal hari mereka
dibangkitkan”(Q.S.Al-Mu’minun:99-100).
Berbagai kenikmatan dunia yang mengantarkan seseorang kepada kehidupan prestisius, glamour
dengan kemewahannya tetapi memalingkan diri dari pemusatan mentaati Allah, pada dasarnya
peraihan kenikmatan duniawinya itu telah menjadi fitnah (ujian) diambang laknatNya. Allah akan
memperlihatkan diorama ketika seseorang memasuki gerbang kematian tempat manakah yang akan
dihuni hambaNya itu? Keluarlah beribu penyesalan tidak pergi haji, alpa berzakat dan sepi amalan dari
mendekatkan diri kepada Allah yang tidak dapat ditebus walaupun mencucurkan air mata darah!
Na’udzu billahi min dzalik …

Semangat hukum dari kajian tiga ayat ini melecut kita agar bersegera melakukan amal shalih. Hanya
kesejatian iman yang yakin terhadap janji dan ancamanNya.

Kultum Tafsir Fa Ashshaddaqa dalam QS. al Munafiqun: 10

Pada sore hari agak terenyuh juga, entah postingan dari mana, yang jelas ada beberapa hal yang
terkadang tidak terfilter dengan baik, sehingga asal copas sumber dari lautan internet, soal tafsiran kata
“fa ashshaddaqa”, sebagai orang yang seneng kajian tafsir, saya merasa ketinggalan kereta, sembari
penuh tanya, maksud sedekah dalam ayat tersebut, apakah sama dengan sedekah yang kita pahami
selama ini. Terlebih dalam postingan WA tersebut menggambar orang yang mati, menginginkan di jedah
waktunya, bukan untuk bangkit tidak haji atau sholat, melainkan ingin melaksanakan sedekah.

Sebagai pandangan lain, mungkin ada baiknya Ihwal dalam ayat tersebut dipahami dari beberapa tafsir,
agar memperoleh gambaran yang lebih terang. ayat yang kita bicarakan ini adalah QS. al-Munafiqun:10,
bunyi lengkap ayatnya adalah sebagai berikut:

‫ن َوأ َ ْنفقُوا‬
ِّْ ‫ن َرزَ ْقنَا ُك ِّْم َما م‬
ِّْ ‫ن قَبْلِّ م‬ َِّ ‫ت أ َ َح َد ُك ُِّم يَأْت‬
ِّْ َ ‫ي أ‬ ُِّ ‫ل ْال َم ْو‬ َِّ ‫َّق قَريبِّ أ َ َجلِّ إلَى أ َ َّخ ْرت َني لَ ْو‬
َِّ ‫ل َربِّ فَيَقُو‬ َّ َ ‫ن فَأ‬
َِّ ‫صد‬ ِّْ ‫ن َوأ َ ُك‬
َِّ ‫ين م‬
َِّ ‫صالح‬
َّ ‫ال‬.
Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian
kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak
menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan
aku termasuk orang-orang yang saleh?"

“fa ashshaddaqa” dalam ayat tersebut, kebanyakan membicarakan tentang zakat Maal, bukan sedekah
sunnat seperti yang kita maksud, banyak mufassir yang memaknai sebagai sedekah wajib (zakat maal),
dengan mempertimbangkan hubungan kalimat sebelumnya, yaitu min maa razaqnaakum. Pendapat ini
senada dengan Ar-Razi dalam tafsirnya, dengan menyandarkan kepada Ibn Abbas, bahwa ayat yang
dimaksud berbicara dalam konteks Zakat. Bahkan lebih jauh beliau mengatakan, ayat tersebut tentu
bukan orang mukmin (sejati) karena orang mukmin tidak minta untuk dikembalikan ke dunia lagi

Menurut al Qurthubi “fa ashshaddaqa”, dengan berpegang kepada pendapat yang diriwayatkan At-
Tirmidzi dari ad-Dhahak, yang dimaksud adalah penyesalan orang orang yang sudah mencapai batas
minimum zakat atau haji, tetapi tidak ditunaikan sewaktu di dunianya, persisnya adalah sebagai berikut:
‫ قال ) فأصدق قريب أجل إلى أخرتني لول‬: ‫مالي زكاة أؤدي‬

Juga berpegangn teguh terhadap pendapat Fudholah bin Fadhal


‫ فضالة وقال‬: ‫ قوله في مزاحم بن الضحاك عن بزيع ثنا‬: ( ‫ قال ) فأصدق قريب أجل إلى أخرتني لول‬: ‫من وأكن ( مالي بزكاة فأتصدق‬
‫ قال ) الصالحين‬: ‫الحج‬

Senada dengan yang dikatakan dalam tafsir al Baghawi karya Husain bin Mas’ud al Baghawi yang
menafsirkan “fa ashshaddaqa” sebagai sedekah sunnat dan zakat maal

Atas paparan singkat tersebut di atas, tak salah jika sebagai jawaban, mengapa mereka tidak meminta
untuk shalat atau haji, karena konteksnya memang beda. Dan ayat tersebut bukan berbicara soal
sedekah sunnat saja, bahkan lanjutan ayat tersebut adalah tentang penyesalan orang orang yang tidak
melaksanakan ibadah haji. Bila dikatakan, sebagai sedekah sunnat, maka jelas tidak sesuai dengan
konteks, karena konteks ayatnya adalah tentang zakat, adapun mufassir sebagai sedekah sunnah juga,
tidak lain adalah sebagai tambahan dari ibadah wajib berupa sedekah itu tadi.

Anda mungkin juga menyukai