Pimpinan Sidang :
Oleh :
Fara Haura Muradi 130100171
Ginatasya Adelina Harahap 130100157
Kevin Prathama 130100091
M. Rifqi Mafazi Barus 130100075
Wira Anggraini Hasibuan 130100158
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Penyakit Ginjal Kronik”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing dr M.Feldy Gazaly, Sp.PD. yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Adapun rumusan masalah dari laporan kasus ini adalah :“Bagaimana gambaran klinis,
perjalanan penyakit serta penatalaksanaan yang tepat pada pasien dengan penyakit ginjal
kronik?”
1.3. Tujuan
1. Mengerti dan memahami tentang penyakit ginjal kronik
2. Dapat mengintegrasikan teori terhadap pasien dengan penyakit ginjal kronik
3. Untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
1.4. Manfaat
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada penulis dan
pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis serta masyarakat secara umum agar
dapat lebih mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai penyakit ginjal kronik.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, yang didefinisikan dengan
kelainan struktural atau fungsional ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju
filtrasi glomerulus, dengan manifestasi :
Kelainan patologis; atau
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi
darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencintraan
2. Laju filtrasi glomerulus <60 mL/min/1,73 m2 selama lebih dari 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir
dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi
pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.18 Istilah penyakit ginjal
tahap akhir (ESRD) menggambarkan tahap dari penyakit ginjal kronik dimana LFG < 15
mL/min/1,73 m2 dan telah terjadi akumulasi racun, cairan dan elektrolit yang biasanya
diekskresi secara normal oleh ginjal, akumulasi ini menyebabkan sindrom uremik.16
2.1.2. Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik di masing-masing negara berbeda satu sama lain.
Berdasarkan Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2014 penyebab gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada Tabel 2.2.6
8
Tabel 2.2 Penyebab Gagal Ginjal yang Menjalani Hemodialisis di Indonesia Tahun 2014.6
Penyebab Insiden
Penyakit Ginjal Hipertensi 37 %
Nefropati Diabetika 27%
Glomerulopati Primer (GNC) 10%
Sebab Lain 7%
Nefropati Obstruksi 7%
Pielonefritis Kronik (PNC) 7%
Tidak Diketahui 2%
Nefropati Lupus (SLE) 1%
Ginjal Polikistik 1%
Nefropati Asam Urat 1%
2.1.3. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan Kidney Disease Improving Global
Outcome (KDIGO) membagi prognosis penyakit ginjal kronik berdasarkan kadar LFG dan
albuminuria, seperti pada tabel 2.3.19
Tabel 2.3 Klasifikasi Prognosis Penyakit Ginjal Kronik berdasarkan LFG dan Albuminuria
menurut Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO).19
sampai
sedang
< 30 mg/g 30-300 mg/g >300 mg/g
< 3 3-30 >30
mg/mmol mg/mmol mg/mmol
Laju Filtrasi Glomerulus (mL/mnt/1,73m2) deskripsi dan nilai
G1 Normal atau ≥ 90
tinggi
G2 Kekurangan 60 – 89
ringan
G3a Kekurangan 45 – 59
ringan
sampai
sedang
G3b Kekurangan 30 – 44
sedang
sampai berat
G4 Kekurangan 15 – 29
berat
G5 Gagal Ginjal < 15
Hijau : risiko rendah (jika tidak terdapat tanda penyakit ginjal, tidak PGK) ; Kuning :
risiko meningkat ; Jingga = risiko tinggi ; Merah = risiko sangat tinggi
2.1.4. Gejala klinis
Walaupun konsentrasi urea dan kreatinin yang selalu dihitung untuk menilai kapasitas
eksresi dari ginjal, akumulasi dari dua molekul ini sendiri tidak dapat menyebabkan gejala-
gejala yang timbul pada penyakit ginjal kronik. Ratusan racun yang terakumulasi pada gagal
ginjal yang menimbulkan gejala sindrom uremik.16 Gejala uremia berdasarkan K/DOQI, yaitu
: kelelahan, kelesuan, kebingungan, anorexia, mual, perubahan dalam indra penciuman dan
rasa, cramps, restless legs syndrome, gangguan tidur dan pruritus. Tanda uremia berdasarkan
K/DOQI yang timbul, yaitu : kejang, amenorrhea, suhu inti tubuh berkurang, protein-energy
wasting, resistan insulin, meningkatnya katabolisme, serositis (pleuritis, pericarditis),
cegukan, gangguan trombosit dan somnolen.17
Gejala sindrom uremik bukan hanya melibatkan gangguan ekskresi ginjal, tetapi juga
fungsi ginjal sendiri. Gangguan fungsi metabolisme dan endokrin yang biasanya dilakukan
10
2.1.5. Patofisiologi
Ginjal yang normal memiliki jumlah nefron kira-kira 1 juta dan masing-masing
berpengaruh dalam total laju filtrasi glomerulus.20 Penyakit ginjal kronik terjadi, karena
penyakit yang mendasarinya (genetik yang menyebabkan kelainan perkembangan atau
integritas ginjal, imun kompleks dan inflamasi pada jenis glomerulonephritis tertentu) atau
penyebab lain (diabetes, hipertensi). Ginjal memiliki kemampuan untuk menjaga LFG,
walaupun terjadi kerusakan nefron yang progresif.16,20
Masing-masing penyebab penyakit ginjal kronik dalam perkembangan selanjutnya
memiliki proses yang kurang lebih sama.18 Mekanisme kompensasi hiperfiltrasi dan
hipertrofi struktural dan fungsional pada nefron yang tersisa, terjadi oleh karena pengurangan
massa ginjal dalam jangka waktu yang lama, yang diperantai oleh molekul vasoaktif, sitokin,
dan growth factors.16 Proses adaptasi nefron memungkinkan terjadinya normal clearance
plasma, tetapi ketika LFG berkurang 50% maka zat-zat seperti urea dan kreatinin akan mulai
meningkat.20 Proses adaptasi berlangsung singkat dan menjadi maladaptasi dengan
peningkatan tekanan dan aliran darah pada nefron yang menjadi predisposisi distorsi
glomerulus, fungsi podosit yang abnormal, dan gangguan pada filtration barrier yang
menyebabkan sklerosis dari nefron yang tersisa. Peningkatan aktivitas renin-angiostensin-
aldosteron intrarenal, memberikan kontribusi terjadinya proses adaptif hiperfiltrasi dan
maladaptif hipertrofi dan sklerosis. Aktivasi jangka panjang renin-angiostensin-aldosteron,
sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF- β).
Proses ini menjelaskan mengapa terjadinya penurunan fungsi ginjal yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.16,20 Gambar 2.1 menunjukkan perbedaan glomerulus
normal dan glomerulus hiperfiltrasi.
Ateriol Tubulus
aferen distal
Ateriol
Endotelium
eferen
rusak
Normal
endothelium
Membran
basal
Gambaran Klinis
Gambaran Laboratoris
Gambaran Radiologis
Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal, dimana didiagnosis secara non invasive tidak bisa
ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi, menetapkan
terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan. Biopsi ginjal indikasi
kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah mengecil ( contracted
kidney ), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali, infeksi perinefrik, gangguan
pembekuan darah, gagal napas dan obesitas.21
2.1.7 . Penatalaksanaan
2.1.8. Komplikasi
Penyakit ginjal kronik mengakibatkan berbagai komplikasi yang manifestasinya sesuai
dengan derajat penurunan fungsi ginjal, yang dapat dilihat pada tabel 2.4.18
Tabel 2.4 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik.18
Derajat Penjelasan LFG (ml/mnt) Komplikasi
1 Kerusakan ginjal dengan ≥ 90 -
LFG normal
2 Kerusakan ginjal dengan 60 – 89 Tekanan darah mulai
penurunan LFG ringan meningkat
3 Penurunan LFG sedang 30 – 59 Hiperfosfatemia,
hipokalsemia,
hiperparatiroid,
hipertensi,
hiperhomosistinemia
4 Penurunan LFG berat 15 – 29 Malnutrisi, asisdosis
metabolik, cenderung
hiperkalemia,
dislipidemia
5 Gagal ginjal < 15 Gagal jantung, uremia
14
a. Penyakit jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas pada
pasien penyakit ginjal kronik. Penyakit jantung terutama gagal jantung, sudden
cardiac death, cardiomyopathy, ischemic heart disease, dan stroke. Penyakit
jantung disebabkan oleh beberapa faktor risiko, yaitu: hipertensi, dislipidemia,
merokok, aktivitas berlebihan dari simpatis, peningkatan abnormal volume
plasma dalam tubuh, anemia, hiperfosfatemia, hiperparatiroid, dan inflamasi. Hal
ini dapat menyebabkan gangguan perfusi, struktur jantung dan fungsi jantung.
16,21,22
b. Anemia
Anemia terjadi saat kadar Hb ≤ 10 g% atau hematokrit ≤ 30%. Penurunan kadar
Hb terjadi akibat proses penyakit ginjal kronik, yang menyebabkan defisiensi
produksi eritropoetion (EPO) oleh ginjal, berkuranganya masa hidup eritrosit,
meningkatnya kehilangan darah (pendarahan sistem pencernaan, darah yang
hilang saat hemodialisis dan disfungsi trombosit), gangguan absorpsi besi,
defisiensi nutrisi seperti asam folat dan vitamin B12. Anemia dapat
menyebabkan berkurangnya penghantaran oksigen, meningkatkan cardiac
output, dilatasi ventrikel dan hipertrofi ventrikel. Gejala yang dapat muncul yaitu
kelelahan, berkurangnya aktivitas fisik, gagal jantung, dan gangguan kognitif.
16,18,22
c. Malnutrisi
Malnutrisi khususnya terjadi kekurangan kalori dan protein pada pasien PGK.
Faktor penyebab terjadinya malnutrisi, karena meningkatnya kebutuhan protein
dan energi, menurunnya cakupan energi dan protein yang dikonsumsi, hilangnya
asam amino di dialisat, dan asidosis metabolik serta aktivasi sitokin dapat
meningkatkan katabolisme protein.16,18
d. Gangguan kulit
Gatal-gatal (Pruritus) merupakan gangguan kulit yang umum dijumpai pada
pasien penyakit ginjal kronik. Penyebab gatal-gatal pada kulit disebabkan oleh
karena retensi sisa nitrogen, hiperkalsemia, hiperfosfatemia, meningkatnya
produk kaslium x fosfat. Pada PGK tahap lanjut, walaupun pasien menjalani
terapi dialisis, dapat terjadi pigmentasi yang berlebihan, penyebabnya adalah
deposisi pigmen urochrome, dimana pada ginjal yang sehat dapat dibuang.16,23
15
e. Osteodistrofi renal
Penyakit tulang dapat diklasifikasi menjadi penggantian tulang yang cepat
dengan peningkatan tingkat PTH (termasuk osteitis fibrosa cystica,
hiperparatiroidisme sekunder) dan pergantian tulang yang lambat dengan tingkat
PTH normal atau rendah (penyakit tulang adinamik dan osteomalasia).16
2.2. Hemodialisis
2.2.1. Definisi
Hemodialisis adalah proses untuk memisahkan makromolekul dari ion dan senyawa
berberat molekul rendah di dalam larutan dengan memanfaatkan perbedaan tingkat difusinya
melalui membran semipermeabel.22 Terapi hemodialisis dilakukan pada pasien dengan
gangguan ginjal akut yang memerlukan terapi dialisis ataupun pasien gagal ginjal yang
membutuhkan terapi hemodialisis secara permanen.18
2.2.2. Indikasi hemodialisis
Indikasi pelaksanaan hemodialisis pada gagal ginjal bervariasi diantara dokter. Secara
umum indikasi untuk hemodialisis adalah: Indikasi hemodialisis dapat dibagi menjadi dua,
yaitu hemodialisis emergency atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik.
1. Indikasi hemodialisis emergency atau hemodialisis segera antara lain :
a. kegawatan ginjal : keadaan uremik berat, overdehidrasi, oligouria, anuria,
hiperkalemia, asidosis berat, uremia, encephalopaty uremikum, neuropati /
miopati uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat, hipertermia.
b. Keracunan akut (alcohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.24
2. Indikasi hemodialisis kronik antara lain : LFG dibawah 10 mL/mnt/1,73 m2,
gejala uremia meliputi ; lethargy, anoreksia, nausea, mual, dan muntah, adanya
malnutrisi atau hilangnya massa otot, hipertensi tak terkontrol dan adanya
kelebihan cairan, komplokasi metabolik yang refrakter, hiperkalemia yang tidak
responsif terhadap tindakan konsevatif, ekspansi volume ekstraseluler yang tetap
walaupun telah diberikan terapi diuretik, asidosis yang refrakter setelah diberikan
terapi, bleeding diathesis. 5,16,24
16
mengalir melalui dialiser, tidak melewati membran dan dibuang bersama dengan bahan-
bahan toksik setelah meninggalkan dialiser.16,26,27
Darah, dengan racun dan zat sisa nitrogen, dialihkan dari pasien ke mesin (dialiser)
dimana darah dibersihkan dan kemudian dikembalikan kepada pasien. Hemodialisis
merupakan gabungan dari proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.26 Difusi adalah pergerakan
zat terlarut di darah melalui membran semipermeabel, dimana zat bergerak dari konsentrasi
yang tinggi (darah) ke konsentrasi rendah yaitu dialisat.26,27 Laju difusi dipengaruhi oleh
konsentrasi zat, luas permukaan membrane dialiser dan ukuran molekul. Berdasarkan prinsip
difusi, molekul yang besar memiliki laju difusi lebih lambat. Molekul yang kecil, seperti urea
(60 Da) laju difusi lebih cepat dibandingkan kreaktinin (113 Da).16
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis, yaitu air
bergerak dari tekanan yang lebih tinggi (darah) ke tekanan yang lebih rendah (dialisat).
Gradien tekanan dapat dimanipulasi untuk mencapai jumlah air yang ingin dibuang dengan
menambahkan tekanan negatif yang dikenal dengan ultrafiltrasi pada mesin hemodialisis.16,27
Aliran darah masuk ke dialiser dengan laju 300-500 mL/mnt, dimana dialisat bergerak
berlawanan arah (counter-current) dengan laju 500-800 mL/mnt.16 Akses vaskular dialisis
diperlukan untuk memperoleh aliran darah yang cukup besar. Akses ini dapat berupa fistula
(arteri-vena), graft, maupun kateter intra vena.16,26,27 Antikoagulan heparin diberikan untuk
mencegah terjadinya pembekuan darah di sirkuit dialisis.26
Gambar 2.2
Sistem
Hemodialisi
s.26
2.2.6.
Komplikasi
hemodialisi
s
Walaupun
pasien yang
menjalani
hemodialisis
menjadi
memiliki
18
kemungkinan untuk dapat bertahan hidup dengan waktu yang tidak pasti, tetapi hemodialisis
tidak dapat mengobati penyakit ginjal ataupun menggantikan seluruh fungsi ginjal.5,26 Pasien
yang menjalani hemodialisis untuk mengatasi gejala penyakit ginjal kronik dapat mengalami
komplikasi dalam proses hemodialisis. Komplikasi interdialisis yaitu :
1. Hipotensi
Merupakan komplikasi yang paling umum terjadi selama hemodialisis, terutama
pada pasien diabetes mellitus. Penyebab terjadinya hipotensi adalah ultrafiltrasi
dalam jumlah yang besar disertai kurangnya kompensasi pengisian pembuluh
darah (vascular filling), osmolar shift, penggunaan anti hipertensi yang
berlebiham, disfungsi otonom, intoleransi asetat sebagai buffer pada dialisat
(meningkatkan vasodilatasi).16,21,23
2. Kram otot
Interdialytic muscle cramping, biasa terjadi pada akhir hemodialisis dimana saat
cairan elektrolit secara cepat meninggalkan cairan ekstraseluler. Penyebab kram
otot masih belum jelas. Beberapa pencetus yang dihubungkan terjadinya kram
otot adalah berkurangnya perfusi darah ke otot, karena volume cairan yang
hilang berlebih (>10-12 ml/kg/jam).16,26
3. Sindrom Disequilibrium
Kumpulan gejala pada sindrom disequilibrium ditandai dengan mual, muntah,
sakit kepala, lemas, dan penurunan kesadaran. Sindrom disequilibrium terjadi
oleh karena pergeseran cairan serebral, umumnya terjadi apabila kadar ureum di
dalam darah > 150 mg/dL. 21,26
4. Reaksi anafilaktoid
Terjadi pada pasien terutama pada pemakaian pertama dialiser. Biasanya terjadi
pada membran bioikompatibel yang mengandung selulosa
19
BAB III
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESA PRIBADI
Nama : Suryaningsih
Umur : 48 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Petani
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Des Lau Solu Karo
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan Utama : Sesak Nafas (+)
Telaah : Sesak nafas dialami Os sejak ± 1 minggu ini. Sesak timbul
mendadak, bersifat terus-menerus, memberat dengan aktivitas
ringan, dan berkurang dengan istirahat. Batuk dijumpai sejak
lama dan hanya sesekali muncul. Dahak tidak dijumpai.
Keringat malam tidak dijumpai. Pengobatan rutin paru selama 6
bulan disangkal. Demam tidak dijumpai. Riwayat demam tidak
dijumpai. Penurunan nafsu makan dijumpai sejak 1 bulan
belakangan. Mual dijumpai dan muntah tidak dijumpai.
Riwayat muntah darah tidak dijumpai. BAK dijumpai sekitar
20
Saluran Urogenital Sakit buang air kecil : (-) BAK tersendat : (-)
Mengandung batu : (-) Keadaan urin : (-)
Haid : (-) Lain-lain : (-)
Anemia (+), Ikterus (-), Dispnoe (+), Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
Turgor Kulit : baik Keadaan Gizi : Baik
Berat Badan : 58 kg Tinggi Badan : 150 cm
BB BB
BW = x 100% BMI =
TB − 100 (TB)2
58 58
BW = x 100% BMI =
150 − 100 (1,5)2
BW = 116 % BMI = 25,7 kg/m2
Kesan : Gizi normal Kesan : Obesitas grade I
KEPALA
22
THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk : Asimetris
Pergerakan : Ketinggalan berafas (-)
Lain-lain : (-)
Palpasi
Nyeritekan : (-)
Fremitus suara : SF ka = ki
Iktus : (-)
Perkusi
Paru
Perkusi : sonor pada seluruh kedua lapangan paru
Batas Paru Hati R/A : ICR V/ VI
Peranjakan : ±1 cm
Jantung
Batas atas jantung : ICR III Sinistra
Batas kiri jantung : 1 cm lateral LMCS
Batas kanan jantung : LSD
23
Auskultasi
Paru
Suara pernafasan :Bronkial pada lapangan paru kanan, vesikuler pada lapangan
paru kiri
Suara tambahan : Ronkhi (+/-), Wheezing (-/-)
Jantung
S1 S2 reg, murmur(-), S3 gallop (-), lain-lain (-)
HR:88 x/menit, reguler, intensitas : cukup
THORAX BELAKANG
Inspeksi : Simetris, ketinggalan bernafas (-)
Palpasi : SF ka = ki
Perkusi : Sonor pada seluruh kedua lapangan paru
Auskultasi : Bronkial pada lapangan paru kanan. Vesikuler pada lapangan paru kiri.
ST= Ronkhi (+/-), Wheezing (-/-)
ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Gerakan lambung/usus : Tidak terlihat
Vena kolateral :(-)
Caput medusa :(-)
Palpasi
Dinding abdomen : Soepel
HATI
Pembesaran :(-)
Permukaan : Tidak teraba
Pinggir : Tidak teraba
Nyeri tekan :(-)
LIMPA
24
Pembesaran :(-)
GINJAL
Ballotement :(-)
TUMOR :(-)
Perkusi
Pekak hati :(-)
Pekak beralih :(-)
Auskultasi
Peristaltik usus : (+) Normoperistaltik
Lain-lain : (-)
PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra : (-)
RESUME
Keluhan utama :Dyspnoe (+)
Telaah : Dyspnoe dialami Os sejak 1 minggu ini. Dyspnoe
timbul mendadak, bersifat
terus-menerus, memberat
dengan aktivitas, berkurang
dengan istirahat dan terkadang
timbul saat sedang
istirahat.Batuk kering (+) sejak
ANAMNESA lama dan hanya sesekali
muncul. Anoreksia (+) sejak 1
bulan belakangan. Mual (+),
muntah (-). BAK (+) kesan
normal. Riwayat hipertensi
tidak terkontrol (+) dengan
tekanan darah tertinggi 180
mmHg. Riwayat DM (+).
27
TANDA VITAL
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Temperatur : 36,30C
STATUS LOKALISATA
Kepala : Konjungtiva anemis (+/+)
Sklera ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
TVJ: R-2 cmH2O
PEMERIKSAAN FISIK
Thorax : Inspeksi : Simetris, ketinggalan
bernafas (-).
Palpasi : SF ka = ki
Perkusi :sonor pada seluruh kedua
lapangan paru.
Auskultasi :SP = Bronkial pada lapangan
paru kanan, vesikuler pada lapangan paru kiri.
ST = Ronkhi (+/-), Wheezing (-/-)
Tinja :
CKD stg V ec DN dengan manifestasi SN + Hipertensi stg
II
DIAGNOSA BANDING
Anemia ec penyakit kronik + Hipertensi stg II
Pneumonia + Hipertensi stg II
CKD stg V ec DN dengan manifestasi SN + Hipertensi stg
DIAGNOSA SEMENTARA
II
1. Foto thoraks
2. Albumin
3. Lipid profile
4. Anemic Profile
29
BAB IV
FOLLOW UP HARIAN DI RUANGAN
Metabolisme Karbohidrat
30
(08/12/17)
KGD Puasa: 208 mg/dL
KGD 2jam PP: 176 mg/dL
Lemak (08/12/17)
Kolesterol Total : 196 mg/ dL
Trigliserida : 255 mg/ dL
Kolesterol HDL : 34mg/ dL
Kolesterol LDL : 137 mg/ dL
Pemeriksaan Fisik
Mata: Conj. Palpebra inferior anemis (+/+), ikterik (-/-)
Leher: TVJ R-2cm H2O
Thorax :Simetris
Sp : Vesikuler pada kedua lapangan paru.
ST : Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-)
15 Desember 2017
S Sesak nafas (+)↓
O Sens : Compos Mentis
TD: 130/80 mmHg RR : 20/i
HR : 88/i Temp : 36,5 °C
Pemeriksaan Fisik
33
BAB V
DISKUSI KASUS
Teori Pasien
Definisi
Penyakit ginjal kronik adalah suatu Perempuan usia 48 tahun , datang
proses patofisologis dengan etiologi dengan keluhan sesak nafas. Dyspnoe
yang beragam, mengakibatkan dialami Os sejak 1 minggu ini Dyspnoe
penurunan fungsi ginjal yang progresif timbul mendadak, bersifat terus-
dan pada umumnya berakhir dengan menerus, memberat dengan aktivitas,
gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu berkurang dengan istirahat dan
keadaan klinis yang ditandai dengan terkadang timbul saat sedang
penurunan fungsi ginjal yang istirahat.Batuk kering (+) sejak lama
ireversibel, pada suatu derajat yang dan hanya sesekali muncul. Anoreksia
memerlukan terapi pengganti ginjal (+) sejak 1 bulan belakangan. BAK (+)
yang tetap, berupa dialisis atau kesan normal. Riwayat hipertensi tidak
transplantasi ginjal.18 terkontrol (+) dengan tekanan darah
tertinggi 180 mmHg. Riwayat
Gambaran Klinis
Pada pasien dijumpai:
Gambaran klinis pasien penyakit ginjal - Uremia
kronik meliputi :21
- Sesak Nafas
a. Sesuai dengan penyakit yang
mendasari seperti diabetes - Anoreksia
mellitus, infeksi traktus
- Mual
urinarius, batu traktus urinarius,
hipertensi, - Anemia
hiperurikemia,SLE,dll.
- Hipertensi
b. Sindroma Uremia, yang terdiri
dari lemah, letargi, anoreksia,
mual,muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan (
volume overload ), neuropati
perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang
36
sampai koma.
c. Gejala komplikasinya antara
lain, hipertensi, anemia,
osteodistrofi renal, payah
jantung, asidosis metabolik,
gangguan keseimbangan
elektrolit (sodium, kalium,
klorida)
Gambaran Laboratorium
Pada pasien dijumpai
Gambaran laboratorium penyakit ginjal
kronik meliputi :21 - Darah rutin :
a. Sesuai dengan penyakit yang
- Hb 10,1 g/dL,
mendasarinya
- Peningkatan kadar ureum :
b. Penurunan fungsi ginjal berupa
peningkatan kadar ureum dan 107mg/dL,
kreatinin serum, dan penurunan - Peningkatan kadar kreatinin :
LFG yang dihitung
mempergunakan rumus 7,67 mg/dL,
Kockcroft – Gault. Kadar - Penurunan kadar albumin: 2,1
kreatinin serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk g/dL,
memperkirakan fungsi ginjal. - Urinalisis:
c. Kelainan biokimiawi darah - Proteinuria
meliputi penurunan kadar
- Hematuria
hemoglobin, peningkatan kadar
asam urat, hiper atau - Leukosuria
hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia,
asidosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis meliputi
proteinuria, hematuria,
leukosuria, cast, isosteinuria.
37
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik
Aktivitas : Tirah Baring
meliputi :21
1. Terapi spesifik terhadap Diet : Diet Ginjal
penyakit dasarnya
Tindakan Suportif :
2. Pencegahan dan terapi terhadap IVFD NaCl 0.9% 10 gtt/I mikro
kondisi komorbid ( comorbid
condition) O2 2-4 L/i via nasal kanul
3. Memperlambat perburukkan Medikamentosa :
fungsi ginjal. Inj. Furosemide 20mg/12jam/iv
4. Pencegahan dan terapi terhadap Inj. Ceftriaxone 2gr/24jam/iv
penyakit kardiovaskular
N-acetilsistein 3x200mg
5. Pencegahan dan terapi terhadap
komplikasi Amlodipine 1x10mg
6. Terapi pengganti ginjal berupa Micardis 1x80mg
dialysis atau transplantasi ginjal.
38
BAB VI
KESIMPULAN
Pasien dengan inisial S datang dengan keluhan sesak nafas dialami Os sejak 1
minggu ini. Sesak nafas timbul mendadak, bersifat terus-menerus, memberat
dengan aktivitas, berkurang dengan istirahat dan terkadang timbul saat sedang
istirahat.Batuk kering (+) sejak lama dan hanya sesekali muncul. Penurunan nafsu
ma.kan (+) sejak 1 bulan belakangan. Mual (+), muntah (-). BAK (+) kesan
normal. Riwayat hipertensi tidak terkontrol (+) dengan tekanan darah tertinggi
180 mmHg. Riwayat DM (+).
Pasien didiagnosa dengan CKD stg V ec DN dengan manifestasi SN +
Hipertensi stg II. Dan ditatalaksana dengan Tirah baring, Diet Ginjal 1500 Kkal,
Inj. Ceftriaxone 2gr/12 jam/iv , Inj. Furosemide 20mg/12jam/iv, Inj. Humulin N
0-0-10 IV/SC, Amlodipine 1 x 10 mg, Valsartan 1 x 80 mg, N- asetilsistein 3 x
200 mg, Doksisiklin 2 x 100 mg.
39
DAFTAR PUSTAKA
16. Kasper DL, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J, editor.
Harisson Principles of Internal Medicine. 19th ed. New York: Mc Graw Hill;
2015.[dikutip 7 Mei 2016]
17. National Kidney Foundation. K/DOQI Clinical Practice Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification and Stratification. Am J
Kidney Dis 39:S1-S266,2002
18. Suwitra K. Penyakit Ginjal kronik. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW,
Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam AF, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam II. 6th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 2014. hal.
1285–8.
19. Kidney Disease: Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group.
KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management
of Chronic Kidney Disease. Kidney inter., Suppl. 2013; 3: 1-150.
20. Chronic Kidney Disease: Practice Essentials, Background, Pathophysiology
[Internet]. [dikutip 7 Mei 2016]. Diambil dari:
http://emedicine.medscape.com/article/238798-overview
21. Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam : Sehati S, Alwi I, Sudoyo
AW, dkk, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi IV. Jakarta
Pusat : Interna Publishing : 2014 ; 2159-2165.