1
RANCANGAN ELEMEN MESIN II
DAYA (P) : 84 PS
PUTARAN (n) : 5700 rpm
Oleh :
SWARDI LEONARDO SIBARANI
13320001
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-Nya
yang telah memberikan kesehata kepada saya sehingga dapat menyelesaikan tugas rancangan ini.
Dalam menjalankan kurikulum serta memenuhi kewajiban saya sebagai mahasiswa Prodi Mesin
Universitas HKBP Nommensen, maka saya harus memenuhi tugas yang diberikan untuk
merancang ulang roda gigi transmisi pada kendaraan roda empat yaitu “SUZUKI CARRY”
dengan spesifikasi sebagai berikut :
Daya Maksimum : 84 PS
Saya menyadari bahwa tugas ini masih butuh perbaikan, untuk itu saya menerima komentar
dan saran dari Dosen pembimbing yang sifatnya membangun daya pikir demi kelancaran dan
kesempurnaan tugas ini.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada bapak Ir.Suriady Sihombing,MT selaku Dosen
Pembimbing yang telah meluangkan waktunya.
Akhir kata, semoga tugas ini dapat menjadi pedoman dan perbandingan untuk tugas-tugas
yang sejenisnya.
Penulis
Swardi L. Sibarani
3
BAB I
PENDAHULUAN
Munculnya roda gigi dalam bidang teknik dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan akan
suatu alat atau elemen mesin yang dapat dipergunakan untuk mentransmisikan daya dan putaran
dari suatu poros keporos yang lainnya.
Karena adanya daya dan putaran dari poros yang satu keporos yang lain dengan
menggunakan roda gigi maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi roda gigi tersebut
yakni :
Kemudahan dan kesederhanaan dalam proses pembuatannya menjadi syarat utama agar
dapat diproduksi dengan harga yang lebih rendah.
Dalam kesempatan ini penulis akan membahas cara merancang roda gigi transmisi pada
kendaraan SUZUKI CARRY.
- Merancang bagian – bagian dari roda gigi transmisi pada jenis kendaraan roda empat
dengan spesifikasi :
Daya maksimum : 84 Ps
4
I.3. Nomenclatur Roda Gigi
Keterangan gambar :
9. Jari-jari fillet
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Jika dua buah roda yang berbentuk silinder atau kerucut yang saling bersinggungan pada
kelilingnya dan salh satu roda diputar maka roda yang lain akan ikut berputar pula.
Alat yang menggunakan cara kerja semacam ini untuk mentransmisikan daya tersebut disebut
dengan roda gesek. Cara ini cukup baik untuk meneruskan daya kecil dengan putaran yang tidak
perlu tepat.
Guna mentransmisikan daya yang besar dan putaran yang tepat tiidak dapat dilakukan
dengan roda gesek. Untuk itu kedua roda tersebut harus dibuat bergigi pada sekeliling roda
sehingga penerusan daya dilakukan oleh gigi-gigi kedua roda saling berkait. Roda gigi semacam
ini yang dapat berbentuk silinder atau kerucut disebut dengan roda gigi.
6
2. Roda Gigi Miring
Roda gigi miring pada gambar 2.2. dibuat sejajar poros silinder namun mempunyai sudut
kemiringan (Helix Angle). Pada roda gigi ini, jumlah pasangan gigi yang saling membuat kontak
serentak (perbandingan kontak) adalah lebih besar dari pada roda gigi lurus, sehingga
perpindahan momen atau putaran melalui gigi-gigi tersebut dapat berlangsung dengan halus.
Sifat ini sangat baik untuk menstransmisikan putaran tinggi dan beban besar.
7
Gambar 2.3 Roda gigi miring ganda
8
Gambar 2.5 Roda gigi kerucut lurus
9
Gambar 2.7. Roda gigi cacing
Nama-nama bagian utama roda gigi dapat dilihat pada gambar 2.9 di bawah ini :
10
Gambar 2.9. Nama-nama bagian roda gigi
1. Diameter jarak bagi (d dalam mm) adalah lingkaran khayal yang menggelinding tanpa
slip.
2. Ukuran gigi dinyatakan dengan jarak bagi lingkar (t dalam mm) yaitu jarak bagi antara
profil dua gigi yang berdekatan. Jika jumlah roda gigi adalah z maka :
.d
t=
z
d
m=
z
11
t = .m
3. Jarak bagi diametral adalah jumlah gigi per inchi diameter jarak bagi lingkar.
z
Dp =
d (dala min chi )
25.4
m=
Dp
4. Pada roda gigi luar, bagian gigi diluar lingkaran jarak bagi disebut kepala dan tingginya
disebut tinggi kepala atau addendum yang biasanya sama dengan modul dalam mm atau
1/DP dalam inchi
h kepala = m (mm)
5. Bagian gigi disebelah dalam lingkaran jarak bagi disebut kaki dan tingginya disebut tingi
kaki atau dedendum yang besarnya :
h kaki = m + CK (mm)
1
h kepala = + CK (mm)
4
6. CK adalah Kelonggaran puncak yaitu celah antara lingkaran Kepala dan lingkaran kaki
dari gigi pasangannya.
12
7. Pada lingkaran diameter jarak bagi terdapat tebal gigi dan celahnya yaitu setengah jarak
bagi lingkar.
1 n.m
b= (mm)
2 2
= (inchi )
2.Dp
8. Titik potong antara profil gigi dengan lingkaran jarak bagi disebut titik jarak bagi. Sudut
yang dibentuk garis normal pada Kurva bentuk profil pada jarak bagi dengan garis
Singgung lingkaran jarak bagi (juga pada titik jarak bagi) disebut sudut tekanan. Roda
gigi yang mempunyai sudut tekanan yang sama besar serta proporsinya seperti diuraikan
diatas disebut roda gigi standar. Roda gigi ini dapat saling bekerja sama tanpa
dipengaruhi oleh jumlah giginya. Sehingga dapat pula disebut roda gigi yang dapat
dipertukarkan.
Jika perputaran roda gigi yang berpasangan dinyatakan dengan N1 (rpm) pada poors
penggerak N2 (rpm) pada poros yang digerakkan diameter jarak bagi d1 dan d2 dalam mm dan
jumlah gigi Z1 dan Z2, maka perbandingan putaran adalah :
n2 d1 m.z1 z1 1
u=
n1 d 2 m.z 2 z 2 i
Dimana i adalah perbandingan jumlah gigi pada roda gigi 2 (digerakkan) terhadap roda gigi 1
(penggerak / pinyon).
Pada roda gigi lurus standar i = 4 – 5 atau hingga 7 jika dengan perubahan Kepala. Pada
roda gigi miring dan miring ganda dapat mencapai 10. Roda gigi dipakai untuk reduksi jika U <
1 atau i > 1 dan juga menaikkan putaran jika U > 1 atau i< 1.
13
Jarak antara sumbu poros a (mm) dan diameter lingkaran jarak bagi d1 dan d2 dalam mm
dapat dinyatakan sebagai berikut :
d1 d 2 m( z1 z 2 )
a=
2 2
2q
=
1 i
2.a.i
=
1 i
14
BAB III
15
Keterangan gambar :
1. Poros Input
2. Roda Gigi A
3. Sinkron III
4. Roda Gigi D
5. Roda Gigi E
6. Tuas Penggerak Poros Sinkron
7. Sinkrone I
8. Roda Gigi G
9. Roda gigi K
10. Sinkron III
11. Roda Gigi L
12. Bantalan Radial
13. Baut Pengikat Gearbox
14. Poros Output
15. Roda Gigi B
16. Roda Gigi C
17. Roda Gigi F
18. Roda Gigi H
19. Roda Gigi I
20. Roda Gigi J
21. Roda Gigi M
22. Poros Counter
16
3.2. CARA KERJA RODA GIGI TRANSMISI
Pada saat transmisi dalam keadaan netral, semua sinkron pada kedudukan semula.
Sehingga putaran langsung dari poros input ke poros counter.
Pada tingkat kecepatan I, tuas sinkrone I akan menggerakkan sinkrone menuju roda gigi
G, sehingga putaran dari poros input diteruskan ke roda gigi A – roda gigi B – poros
counter – roda gigi H – roda gigi G – poros output.
Pada tingkat kecepatan II, tuas sinkrone I akan menggerakkan sinkron menuju roda gigi
E, sehingga putaran dari poros input diteruskan ke roda gigi A – roda gigi B – poros
counter – roda gigi F – roda gigi E – poros output.
Pada tingkat kecepatan III, tuas sinkrone II akan menggerakkan sinkron menuju roda gigi
D, sehingga putaran dari poros input diteruskan ke roda gigi A – roda gigi B – poros
counter – roda gigi C – roda gigi D – poros output.
Pada tingkat kecepatan IV, tuas sinkrone akan menggerakkan sinkron menuju roda gigi
A, sehingga putaran dari poros input diteruskan ke roda gigi A dan diteruskan langsung
ke poros output.
Pada tingkat kecepatan V, tuas sinkrone III akan menggerakkan sinkron menuju roda gigi
L, sehingga putaran dari poros input diteruskan ke roda gigi A – roda gigi B – poros
counter – roda gigi M – roda gigi L – poros output.
Pada kecepatan mundur, tuas sinkrone III akan menggerakkan sinkrone menuju roda gigi
K, sehingga putaran dari poros input akan diteruskan ke roda gigi A – roda gigi B – poros
counter – roda gigi I – kemudian putaran dibalikkan oleh roda gigi J selanjutnya
diteruskan keroda gigi L – poros output.
17
BAB IV
Poros merupakan salah satu komponen mesin, namun yang akan dibahas di sini adalah
poros input yang merupakan sumber dari putaran dan daya pada sistem transmisi.
Daya (P) = 84 PS
Bila suatu batang poros berputar, maka poros mengalami momen puntir, maka:
Dimana :
Pd = Daya Rencana
fc = faktor koreksi
Jika daya dalam daya kuda (PS), maka harus dikalikan dengan 0,735 untuk daya dalam
satuan KW.
Jadi : P = 84 PS x 0,735
= 61,74 KW
18
Daya yang besar mungkin diperlukan pada saat start, dengan demikian sering kali
diperlukan faktor koreksi pada daya rata-rata yang diperlukan dengan menggunakan faktor
koreksi pada perencanaan.
Maka : Pd = fc . P
= 1,5 . 61,74 KW
= 92,61 KW
Jika bahan poros yang dipakai adalah batang baja yang difinis dingin S 45 C.
Tabel 2.2. Baja karbon untuk konstruksi mesin dan baja batang yang difins dingin
untuk poros.
19
Standar dan Perlakuan Kekuatan
Lambang Keterangan
Macam Panas Tarik
S 30 C Penormalan 48
S 35 C - 52
Baja karbon
kontruksi S 40 C - 55
mesin
S 45 C - 58
(JIS G 4501)
S 50 C - 62
S 55 C - 66
S 35 CD - 53 Ditarik
Baja karbon dingin,digerenda,
yang difinis S 45 CD - 60 dibubut atau
dingin gabungan antara
S 55 CD - 72
hal-hal tersebut
24 (105) 240
20
11 25 42 110 250 420
260 440
35 55
(17) 170
19 190
20 200
22 65 220
7 70
*7,1 71
75
8 80
21
85
9 90
95
Keterangan :
1. Tanda * menyatakan bahwa bilangan yang bersangkutan dipilih dari bilangan standard.
2. Bilangan di dalam kurung hanya untuk bagian di mana akan dipasang bantalan gelinding.
1
5,1 3
ds .kt.cb.T lit 1 hal 8
τa
Dimana :
kt = (1,0 ÷ 1,5) jika terjadi sedikit kejutan dan tumbukan dan kt yang dipilih 2.
Maka :
1
5,1 3
ds x 2 x 1,5 x 15824,94
5,0
ds 48424,31
1
3
ds 35,45 mm
ds = 35 mm.
22
Untuk menghitung tegangan geser ( ) digunakan rumus :
5,1.T
τ lit 1 hal 7
ds 3
Untuk menghitung panjang poros yang digerakkan pada kopling digunakan rumus :
T.L
θ 584 lit 1 hal 7
G.ds 4
Dimana :
Maka :
G.ds 4 .θ
L
584.T
8,3.10 3 kg mm 2 x (35 mm) 4 x 0,2
L
584 . 15824,94 kg.mm
L 269 mm
23
Untuk menghitung tegangan lentur (σ)
10,2 . T
lit 1 hal 12
ds 3
Syarat aman : τa τ
Maka :
5 kg > 1,81 kg
mm 2 mm 2
σa' (kg/mm2)
Kelas 1 10,0
24
Kelas 2 10,5
Kelas 3 11,0
Kelas 4 15,0
Jika bahan yang dipilih adalah kelas 1 maka σa = 10 kg/mm2, dan σ = 7,52 kg/mm2.
Sehingga:
Poros Counter merupakan salah satu poros pada sistem transmisi yang berfungsi untuk
memindahkan tenaga putar dari poros input ke roda gigi percepatan.
Dari perhitungan sebelumnya telah diperoleh harga daya rencana (Pd) sebesar 92,61 KW
dan putaran 5700 rpm, dengan perbandingan gigi = 4,875.
nA
U lit. 1 hal 216
nB
Dimana :
U = Perbandingan putaran.
25
nB = Putaran poros yang digerakkan
5700 rpm
0,722
nB
5700 rpm
nB
4,875
n B 1169,23 rpm
Sehingga τa
τb
τa
sf1.sf 2
60 kg mm 2
τa
3x 2
τa 10 kg mm 2
1
5,1 3
ds .kt.cb.T
τa
1
5,1 3
ds x 2, x 1,5 x 15824,94
6
ds 28,92 mm
Berdasarkan tabel diameter sebelum yaitu tabel 2.3 maka diameter poros counter adalah
ds = 28 mm.
26
Untuk menghitung tegangan geser ( ) digunakan rumus :
5,1.T
τ
ds 3
Untuk menghitung panjang poros yang digerakkan pada kopling digunakan rumus :
T.L
θ 584
G.ds 4
Maka :
G.ds 4 .θ
L
584.T
8,3.10 3 kg mm 2 (28 mm) 4 0,3
L
584 . 15824,94 kg.mm
L 221,2 mm
10,2 . T
a
ds 3
27
IV.2.3. Pemeriksaan Kekuatan Poros
Syarat aman : τa τ
Maka :
10 kg 2 > 3,75 kg
mm mm 2
Poros Output merupakan salah satu poros pada sistem transmisi yang berfungsi
meneruskan tenaga putar dari roda gigi ke poros propeller.
Pada poros output, putaran bervariasi setiap tingkat kecepatan. Untuk menghitung torsi
maka putaran yang diambil adalah putaran terbesar yaitu pada kecepatan V.
Perbandingan kecepatan V pada spesifikasi adalah 0,855 maka untuk memperoleh putaran
pada tingkat kecepatan V digunakan rumus :
nA
U lit. 1 hal 216
nB
Dimana :
U = Perbandingan putaran.
28
nB = Putaran poros yang digerakkan
5700 rpm
0,855
nB
5700 rpm
nB
0,855
n B 6666,66 rpm
Sehingga :
τb
τa
sf1.sf 2
60 kg mm 2
τa
6x2
τa 5,0 kg mm 2
1
5,1 3
ds .kt.cb.T
τa
29
1
5,1 3
ds x 2 x 1,5 x 13530,33
7,69
ds 34,59 mm
Berdasarkan tabel diameter sebelum yaitu tabel 2.3 maka diameter poros output adalah
ds = 35 mm.
5,1.T
τ
ds 3
Untuk menghitung panjang poros yang digerakkan pada kopling digunakan rumus :
T.L
θ 584
G.ds 4
Maka :
G.ds 4 .θ
L
584.T
8,3.10 3 kg mm 2 (35mm) 4 0,3
L
584 x 13630,33 kg.mm
L 402,87mm
30
Untuk menghitung tegangan lentur (σ)
10,2 . T
a
ds 3
Syarat aman : τa τ
Maka :
Jika bahan yang dipilih adalah kelas 1 maka σa = 10 kg/mm2, dan σ = 3,21 kg/mm2.
Sehingga:
31
IV.4. RODA GIGI
Roda gigi yang dibahas disini adalah roda gigi pada sistem transmisi. Roda gigi transmisi
berfungsi untuk meneruskan dan mengubah besarnya daya dan putaran dari poros input hingga
poros output.
Sesuai dengan spesifikasi tugas rancangan pada kendaraan “SUZUKI CARRY 84 PS”
dengan :
Daya : 84 PS
Kecepatan I : 3,579
Kecepatan II : 2,094
Kecepatan IV : 1,000
Kecepatan V : 0,855
Reverse : 3,727
nA
U
nB
32
5700 rpm
4,875
nB
5700 rpm
nB
4,875
n B 1169,23 rpm
Dalam perancanaan ini dipergunakan roda gigi lurus dengan jarak sumbu poros output dengan
poros counter (a) = 150 mm
dA dB
a … lit 1 hal 216
2
2.a
dA lit 1 hal 216
1 i
2.a
dA
1 i
2 . 80
dA Dimana : i = ratio gigi (i > 1)
1 1,721
dA 58,8 mm
2. a . i
dB
1 i
2.80.1,721
dB lit 1 hal 216
1 1,721
dB 101,2 mm
33
2.4.2.1. Perhitungan Roda gigi A dan B
Roda gigi A dihubungkan dengan roda gigi B dimana roda gigi A terletak pada poros
penggerak yang merupakan poros input dan roda gigi B terletak pada poros counter yang
merupakan daya output.
34
Tabel 2.5 Harga modul standar (JIS B 1701-1973) (satuan: mm)
0,1 3,5
0,15 4 3,75
4,5
0,25 5
0,2 5,5
0,35 6 6,5
7
0,3 0,45 8
9
0,4 0,55 10
11
0,5 0,7 12
14
0,75 16
0,6
18
0,9 20
0,8
22
25
0,65 28
1 1,75 32
36
1,25 2,25 40
45
1,5 2,75 50
2,5
35
3 Keterangan :
Dalam
3,25
pemilihan
utamakan seri
ke-1 ; jika
terpaksa baru
dipilih dari
segi ke-2 dan
ke-3
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
36
Untuk menghitung diameter luar roda gigi
dkA= 68 mm
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
b = 6.4
b = 24 mm
hf = 1,25 . 4
hf = 5 mm
π.dA
t
ZA
3,14 x 58,8
t lit 1 hal 214
15
t 12,308 mm
37
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te lit 1 hal 219
2
te 6,28mm
Untuk factor gigi (Y) dapat dilihat pada table 2.6 Z = 25 buah
Z z
10 0,201 25 0,339
11 0,226 27 0,349
12 0,245 30 0,358
13 0,261 34 0,371
14 0,276 38 0,383
15 0,289 43 0,396
16 0,295 50 0,408
17 0,302 60 0,421
18 0,308 75 0,434
38
19 0,314 100 0,446
2.ZA.a
db1 …. Lit 1 hal 234
( ZA ZB)
2 x 15 x 80
db1
(15 25)
db1 60 mm
Jika diameter jarak bagi adalah db1 = 120 mm, maka kecepatan keliling v(m/s)
Pada lingkaran jarak bagi yang mempunyai putaran n1 = 2900 rpm adalah
π.db1n
V
60x1000
lit 1 hal 238
3,14. 60. 5700
V
60000
m
V 17,92
s
39
Untuk menghitung besar gaya tangensial pada roda gigi (Ft)
102.Pd
Ft
V
Untuk menentukan besar beban lentur yang diizinkan dan besar permukaan yang diizinkan
persataun lebar, kita harus menentukan terlebih dahulu bahan dari roda gigi A tersebut kemudian
kekuatan tarik (𝝈B), kekerasan permukaan gigi (HB), tegangan lentur yang diizinkan (𝝈a).
Untuk mendapatkan hasil dari bahan tersebut dapat dilihat pada table 2.7 berikut :
Table 2.7 Tegangan lentur yang diizinkan 𝝈a pada bahan roda gigi.
Tegangan
Kekerasan lentur
Kelompok Lambang Kekuatan
Tarik 𝝈B (brinell) Yang
Bahan Bahan (kg/mm2) diizinkan
HB
𝝈a(kg/mm2)
FC 15 15 140-160 7
40
FC 15 25 180-240 11
FC 15 30 190-240 13
SC 42 42 140 12
SC 49 49 190 20
mesin S 45 C 58 167-229 30
Dari tabel tersebut kita pilih bahan dengan lambang S 45 C sehingga didapat :
σaA σbA
Dari perhitungan sebelumnya diameter roda gigi B (dB) adalah 200 mm dan harga
modul (m) = 4.
maka jumlah gigi ZB adalah
dB
ZB
m
101,2
ZB
4
ZB 25 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkB= 108 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
42
Untuk lebar gigi
b = (6 – 10). M
b = 6.4
b = 24 mm
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 5 mm
π.dB
t
ZA
3,14 x 101,2
t
15
t 21,2 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.25.80
db1
(15 25)
db1 100 mm
43
Kecepatan keliling pada lingkaran jarak bagi
π.db1n
V
60x1000
3,14. 100. 5700
V
60000
m
V 29,83
s
Faktor dinamis
Besar gaya tangensial
6
fv
6V
6
fv 0,16
6 29,83
102.Pd
Ft
V
102.92,61
Ft
29,83
Ft 316,66 kg
σaB σbB
44
2.4.2.2. KECEPATAN I
Pada tingkat kecepatan I daya dan putaran dari poros input akan diteruskan keroda gigi
A dan diteruskan keroda gigi B keporos counter – roda gigi G – roda gigi H – keporos output.
Perbandingan kecepatan I adalah 5,380 maka untuk memperoleh putaran gigi G maka
digunakan rumus :
nH
3,579
nG
nG 5700
nG
3,579 3,579
n G 1593rpm
*
2 . 80 . 3,579
dG
1 3,579
2 . 80 . 3,579
dG
1 3,579
572,64
dG
4,579
dG 121mm
45
1. Perhitungan Roda Gigi H
Besarnya modul (m) = 4 dan sudut tekan dari roda gigi 20º maka jumlah gigi ZH adalah :
maka jumlah gigi ZH adalah
dH
ZH
m
39
ZH
4
ZH 10 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkH = 48 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
b = (6 – 10). M
b = 6.4
b = 24 mm
46
Untuk menghitung tinggi kaki
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 5 mm
π.dH
t
ZH
3,14 x 39
t
10
t 12,2 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.10.80
db1
(10 30)
db1 36mm
Bahan yang digunakan pada roda gigi H adalah bahan dengan lambanag S 45 C maka dari tabel
2.7 didapat :
σaH σbH
Ft
30 kg
mm 2 b.m.Y
558,7
30 kg
mm 2 24 . 4 . 0,201
30 kg > 27,93 kg
mm 2 mm 2
48
Besarnya modul (m) = 4 dan sudut tekan dari roda gigi 20º maka jumlah gigi ZG adalah :
maka jumlah gigi ZG adalah
dG
ZG
m
121
ZG
4
ZG 30 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkG = 128 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
b = (6 – 10). M
b = 6.4
b = 24 mm
49
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 5 mm
π.dG
t
ZG
3,14 x 121
t
30
t 12,6 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.57.150
db1
(35 57)
db1 185,87mm
σaG σbG
Ft
30 kg 2
mm b.m.Y
263,93
30 kg 2
mm 24 . 4 . 0,358
30 kg > 7,68 kg
mm 2 mm 2
IV.4.2.3. KECEPATAN II
51
Pada tingkat kecepatan II daya dan putaran dari poros input akan diteruskan keroda
gigi A dan diteruskan keroda gigi B keporos counter – roda gigi F – roda gigi E – keporos
output.
Perbandingan kecepatan II adalah 2,094 maka untuk memperoleh putaran gigi F maka
digunakan rumus :
DB + DA = DE + DF ............(1)
DB = 1,721 DA DE = 2,094 DF
( )( )
DF = DE = 108,3 mm
DF = 51,7 mm
NB = NF = 1169,23
NF/NE = 2,094
1169,23/nE = 2,094
52
Besarnya modul (m) = 4 dan sudut tekan dari roda gigi 20º maka jumlah gigi ZE adalah :
maka jumlah gigi ZE adalah
dE
ZE
m
108,3
ZE
4
ZE 27 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkE = 29 . 4
dkE = 116 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H=9m
b = (6 – 10). M
b = 6.4
b = 24 mm
53
Untuk menghitung tinggi kaki
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 4,5 mm
π.dE
t
ZE
3,14 x 128,3
t
27
t 14,93 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.27.80
db1
(27 13)
db1 108 mm
σaE σbE
Ft
30 kg 2
mm b.m.Y
2998
30 kg 2
mm 24 . 4 . 0,364 Dimana nilai y diperoleh dari interpolasi
30 kg 2 > 7,61
kg
mm mm 2
55
Besarnya modul (m) = 4 dan sudut tekan dari roda gigi 20º maka jumlah gigi ZF adalah :
maka jumlah gigi ZF adalah
dF
ZF
m
51,7
ZF
4
ZF 13 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkF = 60 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
56
b = (6 – 10). M
b = 6.4
b = 24 mm
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 4,5 mm
π.dF
t
ZF
3,14 x 51,7
t
13
t 12,48 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.13.80
db1
(13 27)
db1 52 mm
* Gaya tangensial
102 Pd
fv
13,78
102 92,61
fv 685,5 kg
13,78
σaF σbF
Ft
30 kg 2
mm b.m.Y
685,5
30 kg 2
mm 24 . 4 . 0,261
30 kg > 27,35 kg
mm 2 mm 2
58
Pada tingkat kecepatan III daya dan putaran dari poros input akan diteruskan keroda
gigi A dan diteruskan keroda gigi B keporos counter – roda gigi C – roda gigi D – keporos
output.
Perbandingan kecepatan III adalah 1,530 maka untuk memperoleh putaran gigi D
maka digunakan rumus :
nD
1,530
nC
1169,23
2,094
nd
n D 764rpm
DB + DA = DC + DD
DB = 1,721 DA ; DD = 1,530 DC
Maka,
* 1,721 DA + DA = 1,530 DE + DC
2,721 DA = 2,530 DC
DC = 63,24 mm
* DC + DD = 160
63,24 + DD = 160
DD = 96,76 mm
59
1. Perhitungan Roda Gigi C
Besarnya modul (m) = 4 dan sudut tekan dari roda gigi 20º maka jumlah gigi ZC adalah :
maka jumlah gigi ZC adalah
dC
ZC
m
63,24
ZC
4
ZC 16 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkC = 18 . 4
dkC = 72 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
60
b = (6 – 10). M
b = 6.4
b = 24 mm
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 4,5 mm
π.dC
t
ZC
3,14 x 63,24
t
16
t 12,41 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.16.80
db1
(16 24)
db1 64 mm
σaC σbC
Ft
30 kg 2
mm b.m.Y
149,37
30 kg 2
mm 24 . 4 . 0,295
30 kg > 5,27 kg
mm 2 mm 2
62
Besarnya modul (m) = 4 dan sudut tekan dari roda gigi 20º maka jumlah gigi ZD adalah :
maka jumlah gigi ZD adalah
dD
ZD
m
96,76
ZD
4
ZD 24 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkD = 26 . 4
dkD = 104 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
b = (6 – 10). M
b = 6.4 = 24 mm
63
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 4,5 mm
π.dD
t
ZD
3,14 x 96,76
t
24
t 12,6 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.28.80
db1
(24 16)
db1 96mm
y - y1 x - x1
y 2 - y1 x 2 - x 1
424 - 23 x - 0,333
25 - 23 0,339 - 0,333
x 0,336
σaD σbD
Ft
30 kg
mm 2 b.m.Y
97,62
30 kg 2
mm 24 . 4 . 0,336
30 kg 2 > 3,05
kg
mm mm 2
1.4.2.5. KECEPATAN IV
65
Pada tingkat kecepatan IV daya dan putaran dari poros input akan diteruskan ke roda
gigi A dan diteruskan langsung keporos output.Sehingga perbandingan kecepatan IV adalah 1: 1.
2.4.2.6. KECEPATAN V
Pada tingkat kecepatan V daya dan putaran dari poros input akan diteruskan keroda
gigi A dan diteruskan keroda gigi B keporos counter – roda gigi M – roda gigi L – keporos
output.
Perbandingan kecepatan V adalah 0,885. maka untuk memperoleh putaran gigi L maka
digunakan rumus :
NB = nM = 1169,23 rpm
nM nA
0,855 0,855
nL nL
1169,23 5700
0,855 0,855
nl nl
n L 1367,5rpm n L 6666,6rpm
DB + DA = DM + DL
DB = 1,721 DA ; DL = 0,855 DM
2,721 DA = 1,855 DM
DM = 86,25 mm
* DM + DL = 160 mm
66
maka jumlah gigi ZM adalah
dM
ZM
m
109
ZM
4
ZM 27 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkM = 29 . 4
dkM = 116 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
b = (6 – 10). M
b = 6.4
b = 24 mm
67
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 4,5 mm
π.dM
t
ZM
3,14 x 86,25
t
23
t 11,77 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.32.80
db1
(23 18)
db1 7,64 mm
σaM σbM
Ft
30 kg 2
mm b.m.Y
109,52
30 kg 2
mm 31,96
30 kg > 3,4 kg
mm 2 mm 2
69
dL
ZL
m
57,27
ZL
4
ZL 14 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkL = 16 . 4
dkL = 64 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
70
b = (6 – 10). M
b = 6.4
b = 24 mm
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 4,5 mm
π.dL
t
ZL
3,14 x 73,75
t
18
t 12,86 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
71
2.18.80
db1
(23 18)
db1 62,44mm
72
Pada kecepatan mundur daya dan putaran dari poros input akan diteruskan keeroda
gigi A – Roda gigi B – poros counter – roda gigi I – kemudian putaran dibalikkan oleh roda gigi
J selanjutnya dibalikkan keroda gigi K – poros output.
Perbandingan kecepatan mundur adalah 5,380 maka didapat putaran roda gigi I :
NB = nI = 1169,23 rpm
nI
4,727
nJ
1169,23
4,727
nk
nk 247,35rpm
DB + DA = DK + DI + 5
DB = 1,721 DA ; DK = 3,727 DI
160 = 4,727 + DI + 5
4,727 DI = 155
DI = 39 mm
* DI + DK = 164
33 + DD = 145
DD = 112 mm
73
1. Perhitungan Roda Gigi I
Besarnya modul (m) = 4 dan sudut tekan dari roda gigi 20º maka jumlah gigi ZI adalah :
maka jumlah gigi ZI adalah
dI
ZI
m
33
ZI
4
ZI 8 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkI = (8 + 2). 4
dkI = 10 . 4
dkI = 40 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
74
b = (6 – 10). M
b = 6.4
b = 24 mm
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 4,5 mm
π.dI
t
ZI
3,14 x 33
t
36
t 2,87 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.8.80
db1
(8 29)
db1 35 mm
Gaya tangensial
102 . Pd
ft
Di
102 . 92,61
fv 242,21 kg
39
σaI σbI
Ft
30 kg 2
mm b.m.Y
242,21
30 kg
mm 2 24 . 4 . 0,201
30 kg > 12,55 kg
mm 2 mm 2
76
n I dJ
nJ di
1169 48
ni 39
n i 950rpm
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkJ = 14 . 4
dkJ = 56 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
77
b = (6 – 10). M
b = 6.4
b = 24 mm
hf = 1,25 . m
hf = 1,25 . 4
hf = 4,5 mm
π.dJ
t
ZJ
3,14 x 48
t
12
t 12,56 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.12.44
db1
(12 1`0)
db1 48mm
σaJ σbJ
Ft
30 kg 2
mm b.m.Y
196
30 kg
mm 2 24 . 4 . 0,245
30 kg > 23,53 kg
mm 2 mm 2
79
maka jumlah gigi K adalah
dK
ZK
m
112
ZK
4
ZK 29 buah
Untuk menghitung kelonggaran puncak
Ck = 0,25 . m
Ck = 0,25 . 4
Ck = 1 mm
dkK = 31 . 4
dkK = 124 mm
H = 2.m + Ck
H = 2.4 + 1
H = 9 mm
b = (6 – 10). M
b = 6.4 = 24 mm
hf = 1,25 . m
80
hf = 1,25 . 4
hf = 4,5 mm
π.dK
t
ZK
3,14 x 116
t
29
t 12,56 mm
Tebal gigi
π.m
te
2
3,14.4
te
2
te 6,28mm
2.41.80
db1
(10 41)
db1 128,62 mm
Faktor dinamis
6
fv
6V
6
fv 0,82
6 1,31 81
Besar gaya tangensial
102 Pd
Ft
Dk
Ft 56,90kg
σaK σbK
Ft
30 kg 2
mm b.m.Y
56,90
30 kg 2
mm 24 . 4 . 0,390
30 kg > 2 kg
mm 2 mm 2
BAB V
BANTALAN
82
5. 1. Defenisi Bantalan
Bantalan adalah salah satu elemen mesin yang menumpu poros terbeban .Sehingga putaran atau
gesekan bolak-baliknya dapat berlangsung secara halus dan aman .Bantalan harus kuat untuk
memungkinkan poros serta elemen mesin lainnya dapat bekerja dengan baik .
5. 2. Perhitungan Bantalan
5.2.1. Perhitungan Bantalan pada poros input dan output
Pada perhitungan poros input diperoleh diameter poros input (ds) = 35 mm sehingga dengan
perencanaan bantalan radial ini adalah bantalan terbuka dengan nomor 6007 dengan data-data dalam table
berikut.
Table 2.9 ukuran Bantalan
Nomor bantalan Ukuran luar (mm)
Kapasitas Kapasitas
Dua nominal nominal
Jenis Dua sekat dinamis statis spesifik
d D B r
terbuka sekat tanpa spesifik C (kg) C0 (kg)
kontak
196
6000 10 26 8 0,5 360
229
6001 6001ZZ 6001VV 12 28 8 0,5 400
263
6002 02ZZ 02VV 15 32 9 0,5 440
6003 6003ZZ 6003VV 17 35 10 0,5 470 296
6004 04ZZ 04VV 20 42 12 1 735 465
530
6005 05ZZ 05VV 25 47 12 1 790
740
6006 6006ZZ 6006VV 30 55 13 1,5 1030
915
6007 07ZZ 07VV 35 62 14 1,5 1250
6008 08ZZ 08VV 40 68 15 1,5 1310 1010
6009 6009ZZ 6009VV 45 75 16 1,5 1640 1320
1430
6010 10ZZ 10VV 50 80 16 1,5 1710
83
6200 6200ZZ 6200VV 10 30 9 1 400 236
84
Dari tabel diperoleh :
102.Pd
Untuk Fr =
V
V = .d.n
V = 10,44 m/s
102.Pd
Maka, Fr =
V
102 92,61
Fr = = 904,81 kg
10,44
85
Table 2.10 Faktor-faktor V,X,Y dan Xo , Yo …lit 1 hal 135
Be- Be-
Baris tunggal Baris ganda
ban ban
put- put-
ar pd ar Baris Baris
e tunggal ganda
cin pd
Jenis bantalan cin cin Fa/VFr>e Fa/VFr e Fa/VFr>e
da cin
lam luar
X
V X Y X Y X Y X0 Y0 Y0
0
bo
1,55 0,28 0, 0,
la = 0,084 1 1,2 0,56 1,45 1 0 0,56 0,5 0,5
1,45 0,30 6 6
a- = 0,11
1,31 0,34
lur = 0,17
1,15 0,38
dala = 0,28
1,04 0,42
m = 0,42
1,00 0,44
= 0,56
Ban
taln
= 20 0
0,43 1,00 1,09 0,70 1,63 0,57 0,42 0,84
0 0,41 0,87 0,92 0,67 1,41 0,68 0,38 0,76
Bo = 25 0,
la = 300 1 1,2 0,39 0,76 1 0,78 0,63 1,24 0,80
5
0,33 1 0,66
su- = 350 0,37 0,66 0,66 0,60 1,07 0,95 0,29 0,58
dut = 400 0,35 0,57 0,55 0,55 0,93 1,14 0,26 0,52
faktor V sama dengan 1 untuk pembebanan pada cincin dalam yang berputar. Sehingga dari table 2.10
diperoleh x = 0,56 dan Y = 1,45 dan Fa =0
= 506,7 kg
33,3
fn = 3
n
86
33,3
fn = 3
5700
fn = 0,18
C
fh = fn .
Pr
1250kg
fh = 0,18 . = 0,444
506,7kg
lh = 500 (fh)3
lh = 500 (0,44)3
lh = 43,76
87
5.2.1. Perhitungan Bantalan pada poros counter
Pada perhitungan poros counter diperoleh diameter poros counter (ds) = 28 mm sehingga dengan
perencanaan bantalan radial ini adalah bantalan terbuka dengan nomor 6007 dengan data-data di
interpolasi dari tabel berikut.
- Diameter dalam (d) = 28 mm
- Diameter luar (D) = 52 mm
- Jari-jari fillet ( r) = 1,3 mm
- Kapasitas nominal dinamis spesifik (C) = 934 kg
- Kapasitas nominal statis spesifik (C0) = 656 kg
- Tebal bantalan (B) = 112,6 mm
102.Pd
Untuk Fr =
V
V = 3,14 28 5700mm
V = 8,35 m/s
102.Pd
Maka, Fr =
V
102 92,61
Fr = = 1131,28 kg
8,35
88
*faktor kecepatan (fn) : … lit 1 hal 136
33,3
fn = 3
n
33,3
fn = 3
5700
fn = 0,18
C
fh = fn .
Pr
934kg
fh = 0,18 . = 0,26
633,5kg
lh = 500 (fh)3
lh = 500 (0,26)3
lh = 8,788
89
BAB VI
HASIL PERHITUNGAN
90
BAB VII
4.1. Kesimpulan
Setelah melihat hasil perencanaan dengan teliti serta melalui pemakaian yang digunakan
dalam praktek maka dapat diambil kesimpulan :
1. Perencanaan design ini sangat penting artinya bagi setiap mahasiswa untuk mengembangkan
ilmu yang diperoleh dengan yang berlaku di lapangan.
2. Dalam pengembangan ilmu pengetahuan, maka perencanaan ini dapat digunakan sebagai
bahan pembanding untuk mendapatkan data-data baru atau rumusan- rumusan yang lebih
teliti.
3. Kesempurnaan perencanaan ini juga harus memerlukan waktu yang lebih lama, di samping
daya kreasi perencanaan maupun bahan bacaan atau literatur yang lebih banyak dan baik.
4.2. Saran-saran
1. Untuk mengenal dan mengetahui bentuk dan cara kerja transmisi sebaiknya dilakukan
survei ke laboratorium atau ke bengkel mobil atau mesin.
2. Dalam hal perencanaan, sebaiknya bahan-bahan yang dipilih harus sesuai dengan standar,
agar konstruksinya dapat dipakai sesuai dengan yang direncanakan.
3. Untuk pemilihan bahan-bahan yang dipergunakan, hendaknya ukuran dari bahan tersebut
harus berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh.
4. Bagi masyarakat yang menggunakan SUZUKI CARRY 84 PS, hendaknya mengenal dan
mengerti cara kerja dari sistem transmisi dan mesin serta dapat memeliharanya atau
merawatnya dengan baik.
91
DAFTAR LITERATUR
Sularso dan Kiyokatsu Suga, 1994, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen
Creamer, Robert H., 1984, Machine Design, edisi ke 3, USA: Addison – Wesley.
Moot, Robert L., 2004, Machine Element in Mechanical Design, Edisi ke 4, New
Martin, George H., dan Ir. Setiyobakti (penerjemah), 1982, Kinematika Dan
92