Anda di halaman 1dari 14

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

U.Sudomo
Dep. Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto

Pendahuluan

Perdarahan saluran cerna bagian atas ( PSCA) adalah suatu keadaan darurat medis yang
memerlukan diagnosis dan penanganan segera. Sumber PSCA berlokasi di proksimal dari
ligamentum Treitz, yakni ligamentum yang menggantungkan pars tertium duodenum ke
diafragma dekat dengan flexura lienalis colon. Dengan kemajuan obat-obatan dan peralatan
seperti endoskop untuk diagnostic maupun terapi, banyak kasus ini yang bisa ditangani
tanpa pembedahan. Yang memerlukan tindakan bedah sekitar 3-15%1 . PSCA 4 kali lebih
sering dibanding perdarahan saluran cerna bagian bawah 2. Di RSPAD Gatot Soebroto, dari
tahun 2002-2006 ditemukan 352 PSCA dan 532 PSCB (perdarahan saluran cerna bagian
bawah) 3

Etiologi

PSCA secara umum dibagi menjadi dua yaitu PSCA karena rupture varices dan PSCA
bukan karena varices. Pada PSCA karena varices, patofisiologi yang mendasari adalah
meningkatnya tekanan vena porta yang mengakibatkan vena-vena esophagus, lambung
melebar dan juga menyebabkan gastropati. Sedangkan PSCA yang non varices, melibatkan
perdarahan arteriel seperti ulkus dan rupture mukosa yang dalam, atau perdarahan vena
tekanan rendah seperti pada teleangiectasi dan angioectasis.
Dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama dapat menentukan kira-kira lokasi
PSCA. Riwayat penyakit hati kronis/ alkohol bisa memperkirakan perdarahan berasal dari
gastropati hipertensi portal atau pecahnya varices esophagus. Riwayat pemakaian obat anti
inflamasi non steroid / obat-obat anti rematik / penghilang nyeri yang berkaitan dengan
cyclooxygenase-1 yang menurunkan ketahanan mukosa terhadap asam lambung, bisa
menuntun kita ke arah ulkus lambung 4 Perlu dipertimbangkan juga kemungkinan infeksi
H.Pylori. Ada hubungan yang kuat antara infeksi H.Pylori dengan ulkus duodeni. Kuman
ini merusak ‘mucosal barrier’ dan menyebabkan inflamasi mukosa lambung dan duodenum
serta menyebabkan ulkus dan perdarahan berulang.

Penyebab PSCA : 5
• Ulkus peptic: 35 -50%
- Ulkus duodeni 25%
- Ulkus lambung 20%
• Erosi gastroduodenal 8-15%
• Esofagitis 5-15%
• Varices esophagus 5-10%
• Mallory-Weiss 15%
• Keganasan 1%
• Malformasi vascular 5%
1
• Kasus –kasus jarang ( < 5%)
- Dieulafoy lesion (malformasi vaskular daerah lambung proksimal)
- Angiodisplasia
- Haemobilia
- Pseudokista pankreas
- Fistula aortoenterik
- Syndroma Ehler-Danlos
- Pseudoxanthoma elasticum
- Gastric antral vascular ectasia (GAVE)
- Sindroma Osler-Weber-Rendu

Di RSPAD Gatot Soebroto data yang pernah kami kumpulkan dari tahun 2002-2006, dari
352 pasien PSCA , sumber perdarahan berasal dari: 3
• Gastropati 95 (27%)
• Varises esofagus 75 (21%)
• Ulkus gaster 77 ( 22%)
• Ulkus duodenum 12 ( 3%)
• Esofagitis 43 (12%)
• Keganasan 5 ( 1.4%)

Epidemiologi

Insidens PSCA antara 47 sampai 116 per 100.000 penduduk.2,5 Di UK sekitar 2500 pasien
dirawat tiap tahun karena PSCA. Insidens tertinggi terlihat pada masyarakat galongan
sosio-ekonomi rendah.5
PSCA pada pria 2 kali lebih sering daripada wanita pada segala kelompok umur, namun
mortality rate sama pada kedua jenis kelamin 6. Dalam suatu penelitian di Spanyol angka
kematian PSCA mencapai 6 kali PSCB 7.
Di RSPAD Gatot Soebroto dalam kurun waktu 5 tahun (2002-2006) ditemukan 248
(70,45%) pria dan 104 (29,56 %) wanita yang mengalami PSCA, dimana kelompok umur
61-70 tahun tertinggi prevalensinya 3

Simtom
Secara umum perdarahan saluran cerna diklasifikasi sebagai perdarahan akut (dapat berupa
hematemesis, melena atau hematoschizia), atau khronik dengan manifestasi adanya darah
samar di feses atau anemia.
Simtom yang bisa ditemukan berdasar frekwensi yang sering dijumpai 1
• Hematemesis termasuk ‘coffee ground emesis’ 40-50%.
• Melena 70-80%.
• Hematoschizia ( feses warna merah atau marun) 15-20%.
• Syncope 14%
• Presyncope 43%
• Dispepsia 18%
• Nyeri epigastr 41%
• Nyeri abdomen difus 10%

2
• Berat badan menurun 12%
• Ikterus 5%

Hematemesis, melena dan hematoschizia, dan pemeriksaan/hasil laboratorium tertentu bisa


digunakan sebagai indikator sumber perdarahan berasal seperti pada tabel1 dibawah ini 1,8

Tabel.1. Perbedaan PSCA dan PSCB

Klinis Kemungkinan PSCA Kemungkinan PSCB


Hematemesis Hampir pasti Jarang
Melena Sangat mungkin Mungkin
Hematoschizia Mungkin Sangat mungkin
Blood streak stool Jarang Hampir pasti
Darah samar feses Mungkin Mungkin
Aspirasi nasogastrik Berdarah Normal
Rasio BUN:creatinin > 35 < 35
Paristaltik Meningkat Normal

Beberapa hal yang perlu diingat:


• Bila didahului riwayat muntah-muntah / hiperemesis, hematemesis yang terjadi
mungkin disebabkan oleh robekan Mallory –Weiss
• Preparat yang mengandung bismuth dan besi, charcoal bisa menyebabkan feses
berwarna hitam seperti melena. Namun pada melena aromanya sangat khas, berbau
busuk. Melena terjadi bila perdarahan lebih dari 50-100 cc. Dan lama kontak darah
dengan asam lambung moderat. Untuk memastikan lakukan colok dubur.
• Warna feses yang mengandung darah tergantung waktu transit; waktu transit yang
cepat dari saluran cerna bagian atas, dapat mengakibatkan warna feses merah darah
atau merah anggur/marun. PSCA dengan manifestasi hematoschizia, bisa terjadi
bila perdarahannya cepat, dengan jumlah > 1000 cc disertai gangguan hemodinamik
tidak stabil/ syok Sebaliknya PSCB dengan waktu transit lambat misalnya pada
obstruksi saluran cerna, ini mengakibatkan feses berwarna hitam.
• Nilai normal BUN : kreatinin adalah 20 pada pasien yang tidak menderita
insufisiensi ginjal; bila ratio tadi > 35 kemungkinan PSCA, bila < 35 kemungkinan
PSCB. Nilai puncak rasio ini 24-48 jam sejak terjadinya perdarahan.

Laboratorium
• Pemeriksaan darah perifer lengkap. Hemoglobin diperiksa serial / 4-6 jam.
• Cross match untuk persiapan transfusi
• Masalah berkaitan dengan pembekuan: hitung trombosit, waktu prothrombin,
activated partial thromboplastin time dan international normalised ratio (INR),
kadar fibrinogen. ‘Consumptive coagulopathy’ mungkin terjadi pada PSCA yang
menimbulkan trombositopenia. Trombosit kurang dari 50.000 dengan perdarahan
aktif memerlukan transfusi trombosit dan fresh frozen plasma untuk mengkoreksi
kekurangan faktor-faktor pembekuan.
uan. Coagulopathy dan kadar fibrinogen yang rendah petanda penyakit hati lanjut.
3
Pemeriksaan/ pencitraan
• Foto thorax posisi tegak untuk menyingkirkan pneumonia aspirasi, efusi pleura,
emfisema subkutis akibat perforasi esofagus (Boerhaave syndrome), perforasi
saluran cerna.
Foto dengan kontras Barium tidak dianjurkan, karena mengganggu endoskopi yang
akan dilakukan, disamping bahaya aspirasi
• USG dan CT scan mungkin untuk mendeteksi penyakit hati kronis/sirosis hati,
kholesistitis, pankreatitis dengan pseudokista dan perdarahan aortoenteric fistula.
• Angiografi bila perdrahan tetap berlangsung dan endoskopi tak dapat
mengidentifikasi lokasi sumber perdarahan. Prosedur ini bisa dilanjutkan untuk
menyumbat sumber perdarahan bila tindakan penghentian perdarahan dengan
endoskopi gagal.
• Pencitraan dengan radionuklir mungkin diperlukan untuk menentukan daerah
perdarahan aktif yang sukar diidentifikasi dengan moda pemeriksaan yang ada.
• Esofago-gastro-duodenoskopi. Tindakan ini bisa untuk diagnostik, mencari sumber
perdarahan maupun terapi : injeksi sclerosan, ligasi varices, clipping dan
sebagainya.
• Double Balloon Enteroscopy (DBE). Pemeriksaan dengan alat ini dapat mendeteksi
60-70% sumber perdarahan saluran cerna yang tidak terdeteksi dengan esofago-
gastro-duodenoskopi maupun colonoskopi 9
• VCE ( Video Capsul endoscopy), disebut juga sebagai wireless capsule endoscopy
bisa mendeteksi 58-80% untuk perdarahan saluran cerna yang tak jelas sumbernya
(obscure gastrointestinal bleeding) 9,10,11. Prosedur ini non invasif dan dapat
digunakan aman pada pasien dengan pace maker.

Patofisiologi
Varices esofagus dan hipertensi portal gastropati.
PSCA karena varises terjadi pada 25-30 % pasien sirosis hati, dengan angka kematian dari
tahun 1971 sampai 1981 di berbagai penelitian di Indonesia 30-60 %. Harapan hidup
selama 1 tahun sesudah perdarahan pertama sekitar 32-80% 12 .Varices esofagus dan gaster
disebabkan karena peningkatan aliran darah dalam vena-vena kolateral dari aliran darah
porta melalui vena gastrica coronaria akibat hipertensi portal. Perdarahan varices ini terjadi
bila hepatic venous gradient melebihi 12 mmHg. Pasien dengan gastropati hipertensi portal
tidak selalu disertai dengan varices gastroesofageal yang nyata. Bila terjadi perdarahan
pada pasien kelompok gastropati ini, biasanya lebih banyak khronik dan tersamar13

Ulkus Peptikum / Tukak peptik


Tukak ini dikatakan berkaitan dengan infeksi H. Pylori (80%) dan bisa juga dengan
aspirin/OAINS. Tukak peptik bisa di lambung, duodenum, esofagus, dan diverticulum
Meckel, dan hebat tidaknya perdarahan tergantung dari kaliber pembuluh darah yang
terluka.
Forrest membagi aktivitas perdarahan ulkus peptikum sebagai berikut 14

4
Tabel 2. Klasifikasi Forrest

Tipe Tipe Perdaraham Gambaran pada endoskopi


Forrest 1a aktif perdarahan memancar
Forrest 1b. Aktif perdarahan merembes
Forrest 2a tidak aktif pembuluh darah terlihat pada dasar ulkus.
Forrest 2b tidak aktif tukak ditutupi bekuan darah
Forrest 2c tidak aktif tukak tertutup bekuan merah / biru tua
Forrest 3 tidak aktif tukak dengan dasar yang bersih.

Tipe 1a,1b, 2a, 2b, perlu terapi dengan endoskopi; risiko perdarahan ulang 43-55%
Tipe 2c, 3 tidak perlu terapi endoskopi; risiko perdarahan ulang 5-10%

Stress Gastritis
Suatu erosi superfisial mukosa akut yang difus dengan menifestasi sebagai eritema.
Perdarahan yang terjadi biasanya ringan dan berhenti sendiri, jarang menjadi masif.
Insidens pasien –pasien ICU yang mengalami perdarahan karena stress gastritis seperti ini
sehingga mengalami renjatan dan memerlukan transfusi 1,5 % 15 . Stress gastritis / ulcera
ini terjadi pada cedera kepala yang menyebabkan tekanan intracranial meningkat ( ulkus
Cushing) dan luka bakar ( ulkus Curling), dan pasien dalam ventilator..
Faktor predisposisi yang bisa mengganggu keseimbangan antara barier mukosa protektif
lokal ( mukus, bikarbonat, aliran darah, sintesis prostaglandin) dengan faktor agresif (asam
lambung , pepsin) akan menyebabkan erosi mukosa yang difus. Keadaan tersebut misalnya
pada: renjatan, trauma multipel, acute respiratory distress syndrome, sepsis. Pencegahan
agar tak terjadi perdarahan pada keadaan-keadaan ini dengan menstabilkan hemodinamik
untuk memastikan aliran darah mukosa dan memberikan HRA antagonis untuk mengurangi
keasaman lambung. 15 . Proton Pump Inhibitor diberikan bila sudah terjadi perdarahan.

Esofagitis dan gastropati.


Esofagitis dan gastropati adalah suatu peradangan esofagus dan lambung disebabkan
biasanya oleh asam lambung/refluxate lain misalnya pada GERD atau obat-obat tertentu
seperti OAIN/NSAIDs. Gastropati bisa juga terjadi pada pada pasien dengan sakit berat
misalny dalam pasien dengan ventilator, sepsis/ multi organs failure (MOF),
koagulopati.konsumtif.

Gastric antral vascular ectasia (GAVE)


Keadaan ini disebut juga sebagai water melon stomach, banyak pada orang tua yang bisa
juga disertai penyakit lain seperti, penyakit ginjal menahun stadium akhir 16, cirrhosis.
Pengobatan dengan argon plasma coagulation (APG) serial bisa menstabilkan kadar
hemoglobin dan mengurangi kebutuhan transfusi darah.17

Dieulafoy lesion.
Ini adalah suatu keadaan arteri submukosa yang dilatasi dan ruptur sehingga timbul
perdarahan saluran cerna. Biasanya terdapat pada cardia lambung namun bisa juga terjadi
di sepanjang saluran cerna 18 .Sumber perdarahan sukar terlihat dengan endoskopi bila tidak
5
sedang berdarah karena lesi ini dikelelingi mukosa yang normal. Pengobatan dengan
endoskopi atau angiografi.

Penatalaksanaan
Pasien PSCA sebaiknya dirawat di unit perawatan pengawasan khusus / ICU / IMCU. Di
beberapa rumah sakit, dilengkapi dengan unit perawatan khusus / spesifik untuk pasien
PSCA. Di RSPAD Gatot Soebroto pernah ada unit ini.
Algoritme penanganan PSCA tertera dalam lampiran 1 dan lampiran 2 menurut Konsensus
PGI, PEGI, PPHI. 19

Pemeriksaan awal
Menentukan beratnya perdarahan yang sudah berlangsung:
• Status hemodinamik stabil/tak stabil :
• Adanya perubahan ortostatik tekanan darah dan frekwensi nadi.
• Ada tidaknya acral yang dingin.
• Kelayakan napas.
• Kesadaran.
• Diuresis.
Tanda-tanda hemodinamik tak stabil muncul bila perdarahan > 20% volume intravaskuler:
• Tekanan darah < 90/ 60 , atau MAP < 70 mmHg (Mean Arterial Pressure = Diastolic Pressure + 1/3
Pulse Pressure; Pulse Pressure = Systolic Pressure – Diastolic Prssure) dengan frekwensi nadi > 100/mnt
• Tekanan sistolik ortostatik turun > 20 mmHg; diastolik ortostatik turun > 10 mmHg
• Frekwensi nadi ortostatik meningkat > 15/mnt
• Acral dingin
• Kesadaran menurun
• Oliguria / anuria ( urin < 30 cc/jam)

Pemasangan nasogastric tube


Pemasangan pipa nasogastrik sebaiknya dilakukan untuk setiap perdarahan saluran cerna.
Hal ini untuk diagnostik dan pemantauan perdarahan dan mengurangi kemungkinan
aspirasi. Kecuali pada perdarahan khronik dengan hemodinamik stabil atau sudah jelas-
jelas PSCB pemasangan pipa ini tidak perlu. Bila cairan yang keluar dari pipa nasogastrik
yang berwarna cairan seperti mengandung bubuk kopi atau berwarna merah segar, berarti
perdarahan aktif masih berlangsung. Lakukan bilas lambung dengan air dengan suhu kamar
sampai bersih. Ulangi hal tersebut setiap 6- 8jam.
Meskipun sewaktu dipasang pipa nasogastrik tak keluar darah pada aspirasi, pertahankan
pipa nasogastrik tersebut 12-24 jam. Bila yang keluar cairan empedu selama waktu tersebut,
dianggap bukan PSCA/sdh berhenti.

IVFD
Pasang infus dengan jarum besar ( 16G), berikan cairan kristaloid, guyur. Bila perlu
pasang CVP untuk memantau kecukupan cairan intra vaskuler.

6
Transfusi
Tidak semua kasus PSCA perlu ditambah darah. Transfusi perlu dipertimbangkan pada
keadaan- keadaan :
• Hemodinamik tak stabil
• Perdarahan baru atau yang masih berlangsung dengan perkiraan 1000 cc
• Perdarahan baru atau yang masih berlangsung dengan Hb 10 g%, hematokrit < 30%
• Tanda-tanda penurunan oksigenisasi jaringan

Medikamentosa
Untuk PSCA non varices obat-obat yang biasa digunakan:

PPI (Proton Pump Inhibitor)


Obat-obat golongan ini lebih efektif dalam menghentikan perdarahan tukak peptik
dibanding dengan anti sekresi asam lain (H2receptor-blocker). Diberikan dalam dosis
tinggi. Tujuannya adalah untuk menjaga pH lambung > 6, untuk menjamin terjadinya
agregasi trombosit, pembekuan darah, stabilisasi trombus yang terbentuk dan pepsin
menjadi tak aktif. Preparatnya bisa pantoprazole/esomeprazole 80 mg i.v. bolus,
dilanjutkan 8mg /jam selama 72 jam.
Efek samping PPI : sakit kepala, alergi, diare, mual, konstipasi, sekit perut, kembung, polip
fundus, hipo Natremi.

Antasida, sukralfat, mukoprotektor.


Antasida diberikan untuk menetralisir asam yang sudah disekresi. Sedangkan sucralfat
sebagai mukoprotektor yang akan melapisi lesi-lesi agar cepat sembuh. Begitu juga
mukopromoter lain seperti rebamipide dan tripenon dikatakan untuk lebih memacu
pulihnya mukosa yang cedera.

Somatostatin dan analognya ( octriotide)


Obat ini dimaksudkan untuk menurunkan aliran darah splanchenic terutama berguna untuk
menghentikan PSCA akut karena varices dengan keberhasilan sekitar 70-80%. Obat ini
bisa juga untuk perdarahan non varices, karena menekan sekresi asam lambung 20. Dosis
somatostatin 250 mcg bolus, dilanjutkan 250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai
perdarahan berhenti. Octreotide 100 mcg i.v. dilanjutkan dengan 25 mcg/jam selama 8-24
jam / sampai perdarahan berhenti.

Selain itu semua obat yang bisa menimbulkan luka lambung seperti :OAINS,
glukokortikoid, aspirin dihentikan. Bila terjadi infeksi H. Pylori obati sesuai dengan
protokol.

S-B tube ( Sengstaken-Blakemore)


Ada 2 jenis tube untuk hal ini : Sengetaken-Blakemore dan Minnesota tube. Balon yang
tamponade pada tube dikembangkan untuk menghentikan perdarahan varices esofagus. Di
Indonesia pada umumnya S-B tube yang biasa dipakai. Saat ini sudah jarang di pasaran.
Pemasangan dilakukan oleh tenaga medik terlatih. Komplikasi yang fatal aspirasi dan
perforasi esofagus. Pengembangan balon seyogyanya tidak melebihi 24 jam agar esofagus
tidak nekrosis esofagus.
7
Endoskopi
Endoskopi dilakukan untuk: mendeteksi penyebab perdarahan.;memperkirakan prognosis;
dan terapi hemostasis.: penyuntikan obat (adrenalin, histoacryl, polidokanol ), mechanical
haemostasis (endoloops /clip, staple, suture), thermal (contact dan non contact),
Penyuntikan adrenalin 1: 1000 pada tukak peptik sub mukosa di sekitar sumber perdarahan
dengan dosis 0.5 cc setiap suntikan sampai maksimal 10 cc, dapat menghentikan
perdarahan 95% dengan kemungkinan perdarahan ulang 15-20%.
Untuk tukak peptik dengan pembuluh darah yang tampak (visible vessel) pemakaian clips
dapat menghentikan perdarahan sampai 100%.dengan laju perdarahan ulang lebih rendah
daripada adrenalin.
Thermal hemostasis terdiri contact (bipolar electrocoagulation; heater probe thermo
coagulation) dan non contact (Argon Plasma Coagulation dan laser Nd YAG). Panas yang
ditimbulkan menyebabkan edema, protein jaringan menggumpal mengakibatkan konstraksi
dinding pembuluh darah sehingga perdarahan berhenti.
Terapi hemostasis dengan endoskopi dikatakan dapat mengurangi perdarahan ulang,
menurunkan tindakan pembedahan, mengurangi mortalitas 8,21

Untuk PSCA karena varises


Hemostasis endoskopik varises esofagus yang berdarah, sebagai pilihan utama adalah ligasi
varises. Ligasi ini lebih sedikit efek sampingnya ( perdarahan, ulkus esofagus, striktur)
dibandingkan dengan suntikan sclerosan (ethoxysclerol). Bila perdarahan masif, sehingga
ligasi sukar dilakukan atau secara tehnis sulit, skleroterapi merupakan pilihan alternatif.
Untuk varices di gaster di suntik dengan histoacryl sebagai pilihan terapi untuk
menghentikan perdarahan yang terjadi

Radiologi intervensi
Dilakukan terutama untuk pasien dengan kondisi kritis dimana pembedahan merupakan
kontraindikasi/berrisiko tinggi. Dengan menggunakan gel foam, tissue adhesive dan coil
metal menggunakan keteter yang sangat super selective dipandu dengan flouroskopi untuk
menyumbat pembuluh darah yang bocor. Komplikasi yang bisa timbul bisa dari ileus
sampai nekrosis saluran cerna.

Pembedahan
Dalam penanganan perdrahan, sebaiknya ahli bedah sudah dilibatkan sejak awal dalam tim
penanggulangan PSCA. Hal ini agar bisa menentukan waktu yang tepat untuk bertindak.
Tindakan bedah dilakukan pada dasarnya bila segala upaya terapi medik, endoskopik dan
radiologi gagal.
Indikasi intervensi bedah pada tukak peptik 8,22
• Perdarahan hebat yang tidak bisa diatasi dengan resusitasi.
• Pengobatan medikamentosa, endoskopi hemostasis maupun radiologi intervensi
gagal menghentikan perdarahan/perdarahan berulang.
• Perforasi, obstruksi atau keganasan,
• Perdarahan yang berkepanjangan (prolong bleeding) dengan kehilangan darah
50% volume darah. Darurat I-II, dimana kebutuhan transfusi 2000 cc darah dalam
8-24 jam atau 6 kantong dalam 24 jam.
• Perdarahan berulang kali tukak peptik
8
Diet
Pada prinsipnya makanan tidak diberikan selama hemodinamik tidak stabil dan perdarahan
aktif masih berlangsung. Namun puasa yang berkepanjangan tidak baik untuk keutuhan
mukosa dan vili saluran cerna disamping memudahkan translokasi bakteri yang akan
menimbulkan infeksi. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair yang bertahap
ditingkatkan sesuai dengan kondisi pasien (start low, go slow).

Kesimpulan
Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan keadaan darurat yang harus segera
ditangani dengan cepat dan tepat. Angka kematian cukup tinggi terutama bila ada penyakit
penyerta dan usia lanjut.
Etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas dibagi menjadi dua : varices dan non varices.
Di Indonesia penyebab terbanyak adalah pecahnya varices sedangkan di negara barat tukak
peptik menduduki prevalensi tertinggi.
Penatalaksanaan PSCA yang pertama adalah evaluasi status hemodinamik dan
koreksi/resusitasi dan stabilisasi. Setelah itu menegakkan diagnosis dan terapi lainnya.
Endoskopi merupakan tindakan utama untuk diagnosis dan terapi hemostasis.
Radiolog dan ahli bedah harus dilibatkan sejak permulaan pengelolaan perdarahan saluran
cerna bagian atas

*****us*****

9
Lampiran 1
Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI Perdarahan saluran makanan bagian atas
tanpa fasilitas endoskopi 19

INITIAL ASSESSMENT
Indonesia Society of Gastroenterology
History & Physical exam National Concencus of Upper Gastrointestinal
Vital sign
Large bore iv line Bleeding Management in Secondary Health care
NGT / Specialist / Hospital Type C
Lab exam: Hb, Ht, Plt, ( no endoscopy facility)
Hemodynamic stable
homeostasis
No active bleeding

Empirical tx Hemodynamic instability


Haemostatic agents Active Bleeding
Anti secretory
Sucralfat RESUSCITATION
Crystalloid
Colloid
Blood transfusion

Hemodynamic stable Hemodynamic Instability


Bleeding stop Bleeding continued
BP>96/60 mmHg BP<96/60
Pulse<100/mnt Pulse>100/mnt
Hb>9g% Hb<9 g%
Tilt test (-) Tilt test (+)
Vaso Active Drugs
Octreotide
Somatostatin
Vasopressin
Bleeding Stop
Bleeding continued
ELECTIVE EVALUATION

Balloon tamponades/SB tube


UGI Ba Radiography
or referral for endoscopy

Bleeding Stop Bleeding continued

DEFINITIVE Tx
Urgent Surgery

10
Lampiran 2
Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI Perdarahan saluran makanan bagian atas
dengan fasilitas endoskopi 19

INITIAL ASSESSMENT
Indonesia Society of Gastroenterology
National Consensus of Upper Gastrointestinal
History&Physical exam
Vital signs Bleeding Management in Referral Hospital
Large bore iv line type A & B (Endoscopy facility available)
NGT
Lab exam
Hb’Ht’Plt’hemostasis

Empirical tx

RESUSCITATION
Crystalloid sol
Colloid sol
Blood transfusion
Correction for coagulation factors

Hemodynamic stable Hemodynamic unstable


VASO ACTIVE DRUGS
Bleeding stop Bleeding continued Octreotide
Somatostatin
Bleeding stop vasopressin

ELECTIVE
UGI Endoscopy EMERGENCY or Early UGI Endoscopy

Esophageal / Gastric varices Ulcer Non visualized bleeding


site

Sclerotx/ligation/ Haemostatic injection Interventional Dx &


SB tube or Urgent surgery tx radiology
If fail Or Urgent surgery
DEFINITIVE Tx
Surgery

11
Kepustakaan
1. Peter DJ, Dougherty JM. Evaluation of the patient with gastrointestinal bleeding : an
evidence based approach. Emerg Med Clin North Am. Feb 1999;17(1):239-61
2. Fallah MA, Prakash C, Edmundowicz S. Acute gastrointestinal bleeding. Med Clin
North Am. Sep 2000;84(5):1183-208.
3. Sudomo U, Syafrudin ARL, Ruswhandi. Perdarahan Saluran cerna Bagian atas di
RSPAD Gatot Soebroto dari tahun 2002-2006 (belum dicetak)
4. Stabile BE, Stamos MJ, Surgical management of gastrointestinal bleeding.
Gastroenterol Clin North Am. Mar 2000; 29(1):189-222
5. Guidelines for Non- variceal Upper Gastrointestinal Haemorrhage, British Society of
Gastroenterology 2002
6. Yavorski RT, Wong RK, Maydonovitch C et al. Analysis of 3,294 cases of upper
gastrointestinal bleeding in military medical fascilities. Am J Gastroenterol. Aprl
1995;90(4):568-73.
7. Lanas A, Perez-Aisa MA, Feu F, et al. A nationwide study of mortality associated with
hospital admission due to severe gastrointestinal events and those associated with non-
steroidal anti-inflammatory drug use. Am J Gastrenterol. Aug 2005;100(8):1685-93.
8. Adi P.Pengelolaan perdarahan saluran cerna bagian atas, dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid 1 edisi IV, editor Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, et al. FKUI
2006; 288-297
9. Hadithi M. A prospective study comparing video capsule endoscopy with double
balloon enteroscopy in patients with obscure gastrointestinal bleeding. Am J
Gastroenterol 2006; 101:52-57.
10. Neu B. Capsule endoscopy versus standard tests in influencing management of obscure
digestive bleeding: results from German multicenter trial. Am J Gastroenterol 2005;
100: 1736-1742.
11. Sturniolo GC. Small bowel exploration by wireless capsule endoscopy results from 314
procedures. Am j med 2006; 119: 341-347.
12. Kusumobroto H. Penatalaksanaan Perdarahan Varises esofagus dalam buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Editor: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Kolopaking
MS 2006, 219-225
13. Primignani M. Natural history of portal hypertensive gastropathy in patients with liver
cirrhosis.The Italian Endoscopic Club for the study and treatment of esophageal varices
(NIEC). Gastroenterology 2000;119: 181-187
14. http://books.google.com/books?id=eOFDyiGTwM8C&pg=PA151&dq=Forrest+hemor
rhage&ei=fwSgSPTjOoiQjghk3rj7BA&sig=ACfU3U35XabLLmD_cag2vP4Uz- down
load 15 May 2009
15. Stollman N, Metz DC. Patophysiology and prophylaxis of stress ulcer in intensive care
unit patients. J Crit Care. Mar 2005;20(1): 35-45.
16. Stefanidis I. gastric antral vascular ectasia (watermelon stomach) in patients with
ESRD. Am J Kidney Dis 2006; 47: e77-e82.
17. Kwan V. Argon plasma coagulation in the management of symptomatic gastrointestinal
vascular kesions: experience in 100 consecutive patients with longterm follow- up. Am
J Gastroenterol 2006;101:58-63.
18. Reilly HF III, al-Kawas FH. Dieulafoy’s lesion. Diagnosis and Management.Dig Dis
Sci 1991; 36:1702-1707

12
19. Konsensus Nasional PGI-PEGI-PPHI. Perdarahan saluran makanan bagian atas.
Bandung 13 April 2002.
20. Langman MJS. Bailliére’s Clinical gastroenterology 2000;14:3,357-364
21. Cook DJ, Guyatt GH, Salena BJ et al; Endoscopy therapy for acute non variceal upper
gastrointestinal hemorrhage: a meta- analysis. Gastroenterology 1992 Jan;102(1):139-
48
22. de Caestecker J. Upper Gastrointestinal Bleeding, Surgical Treatment, http://e-
medicine.medscape.com/article/196561, updated Apr 11th , 2006; down loaded March
28th, 2009.

*****us*****

13
14

Anda mungkin juga menyukai