Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asuhan Keperawatan Ulkus Diabetikum

2.1.1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses

keperawatan dan merupakan suatu proses yang sestematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi status

kesehatan klien. (Nursalam, 2010)

1. Identitas Pasien

Identitas pasien berisi nama pasien, tempat dan tanggal lahir,

pendidikan terakhir, agama, status perkawinan, tinggi badan, berat

badan, penampilan umum, ciri – ciri tubuh, alamat, orang terdekat

yang mudah dihubungi, hubungan dengan klien, tanggal masuk

rumah sakit, diagnosa medis, dan nomer rekam medis.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama luka yang tidak kunjung sembuh dan

kelemahan tubuh.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengkajian riwayat

kesehatan yang kaji dari awal klien mengalami sakit, selama sakit,

sampai pengkajian di rumah sakit. Berisi tentang kapan terjadinya

luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh

penderita untuk mengatasinya.

6
2

4. Riwayat Kesehatan Dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada

kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.

Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,

tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa

digunakan oleh penderita

5. Riwayat Kesehatan Keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota

keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang

dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi,

jantung..

6. Riwayat Lingkungan

Riwayat pengkajian lingkungan merupakan pengkajian untuk

mengkaji keadaan lingkungan tempat tinggal sekitar yang bertujuan

mengetahui apakah ada hal – hal yang dimungkinkan menjadi

penyebab terjadinya penyakit.

7. Pola Fungsi Kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan

dan penyakit. Apakah pasien langsung mencari pengobatan atau

menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas

pasien.
3

b. Pola aktivitas dan latihan

Kaji keluhan saat beraktivitas. Biasanya terjadi

perubahan aktivitas sehubungan dengan gangguan fungsi tubuh.

Kemudian pada klien ditemukan adanya masalah dalam

bergerak, kram otot tonus otot menurun, kelemahan dan

keletihan.

c. Pola nutrisi dan metabolic

Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari

klien (pagi, siang dan malam). Kemudian tanyakan bagaimana

nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau

alergi

d. Pola eliminasi

Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan

karakteristiknya Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik

urin dan defekasi. Serta tanyakan adakah masalah dalam proses

miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk miksi

dan defekasi.

e. Pola istirahat dan tidur

Tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien. Dan

bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur, apakah merasa

segar atau tidak.


4

f. Pola kognitif persepsi

Kaji status mental klien, kemampuan berkomunikasi dan

kemampuan klien dalam memahami sesuatu, tingkat anxietas

klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien, dan

identifikasi penyebab kecemasan klien

g. Pola sensori visual

Kaji penglihatan dan pendengaran klien.

h. Pola toleransi dan koping terhadap stress

Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS

( financial atau perawatan diri ). Kemudian kaji keadaan emosi

klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya

(mekanisme koping klien ). Tanyakan pakah ada penggunaan

obat untuk penghilang stress atau klien sering berbagi

masalahnya dengan orang-orang terdekat, apakah pasien

merasakan kecemasan yang berlebihan dan tanyakan apakah

i. Persepsi diri/konsep diri

Tanyakan pada klien bagaimana klien

menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian yang menimpa

klien mengubah gambaran dirinya. Kemudian tanyakan apa

yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi

atau takut, apakah ada hal yang menjadi pikirannya.


5

j. Pola seksual dan reproduksi

Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan

dengan penyakitnya, kapan klien mulai menopause dan masalah

kesehatan terkait dengan menopause, apakah klien mengalami

kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks.

k. Pola nilai dan keyakinan

Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-

pantangan dalam beragama serta seberapa taat klien

menjalankan ajaran agamanya.

8. Pemeriksaan Fisik

a. Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,

berat badan dan tanda – tanda vital.

b. Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,

telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,

lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah

goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur

/ ganda, diplopia, lensa mata keruh.

c. Sistem integument

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,

kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,

kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.


6

d. Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM

mudah terjadi infeksi.

e. Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,

takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

f. Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,

dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen,

obesitas.

g. Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat

berkemih.

h. Sistem musculoskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,

cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.

i. Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,

mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.


7

9. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan elektrolit pada penderita diabetes mellitus bisa

kurang maupun lebih dari kadar normal.

b. Laju endap darah (LED) pada penderita diabetes melitus

nilainya akan meningkat.

c. Hemoglobin pada penderita diabetes melitus nilainya akan

menurun.

d. Leukosit pada penderita diabetes melitus nilainya akan

meningkat.

e. Trombosit pada penderita diabetes melitus nilainya akan

meningkat (dehidrasi)

f. Gula darah pada pasien diabetes melitus akan meningkat

lebih dari 200 mg/dl.

g. Pemeriksaan Urine pada pasien diabetes melitus biasanya

terdapat gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolaritas

meningkat.

h. Pemeriksaan HbA1c pada penderita diabetes ditemuka kadar

HbA1c dalam tubuh antara 6,1 – 8,00 %. Peningkatan kadar

HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali

danberesiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka

panjang
8

i. Insulin darah menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal

sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan

insufisiensi insulin

j. Pemeriksaan fungsi tiroid terdapat peningkatan aktivitas

hormon tiroid yang meningkatkan glukosa darah dan

kebutuhan akan insulin

k. Kultur dan sensitivitas kemungkinan ditemukan adanya

infeksi pada saluran kemih, infeksi pada luka.

10. Terapi

a. Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas

Contoh glibenklamida (5mg/tablet), glibenklamida

micronized (5 mg/tablet), glikasida (80 mg/tablet), dan

glikuidon (30 mg/tablet).

b. Golongan Biguanid / Metformin

c. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase

d. Insulin

Contoh regular insulin, cristalin zink, dan semilente, NPH

(Netral Protamine Hagerdon), PZI (Protamine Zinc Insulin)

2.1.2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /

menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi

pembuluh darah.
9

2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren

pada daerah luka.

3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan iskemik jaringan.

2.1.3. Perencanaan

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /

menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya

obstruksi pembuluh darah.

 Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.

 Kriteria Hasil :

 Denyut nadi perifer teraba kuat dan regular.

 Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis.

 Kulit sekitar luka teraba hangat.

 Edema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.

 Sensorik dan motorik membaik

 Intervensi :

 Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi.

Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi

darah.

 Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan

aliran darah :

Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi

elevasi pada waktu istirahat), hindari penyilangkan kaki,


10

hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di

belakang lutut dan sebagainya.

Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik

sehingga tidak terjadi oedema.

 Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :

Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi,

menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat

vasokontriksi.

Rasional: kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya

arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya

vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk

mengurangi efek dari stres.

 Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian

vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi

oksigen (HBO).

Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan

dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat

diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin

dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien.

HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah

ulkus/gangren.
11

2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren

pada daerah luka.

 Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.

 Kriteria hasil :

 Berkurangnya oedema sekitar luka.

 Pus dan jaringan berkurang.

 Adanya jaringan granulasi.

 Bau busuk luka berkurang.

 Intervensi :

 Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

Rasional: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses

penyembuhan akan membantu dalam menentukan

tindakan selanjutnya.

 Rawat luka dengan baik dan benar : Membersihkan luka

secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif,

angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan

nekrotomi jaringan yang mati.

Rasional: Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat

menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan

merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan

jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.


12

 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin,

pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian

anti biotik.

Rasional: insulin akan menurunkan kadar gula darah,

pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan

anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan

kadar gula darah untuk mengetahui perkembangan

penyakit.

3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik

jaringan

 Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang.

 Kriteria hasil :

 Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang atau

hilang.

 Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk

mengatasi nyeri.

 Ekspresi wajah klien rileks.

 Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas

normal.(Suhu : 36 – 37,5 0C, N: 60 – 80 x /menit, TD :

120/80mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
13

 Intervensi :

 Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami

pasien.

Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang

dialami pasien.

 Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.

Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri

yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan

memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam

melakukan tindakan.

 Ciptakan lingkungan yang tenang.

Rasional: Rangasang yang berlebihan dari lingkungan

akan memperberat rasa nyeri.

 Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat

mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.

 Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan

pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu

memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi

seoptimal mungkin.
14

 Lakukan massage saat rawat luka.

Rasional : Massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan

pengeluaran pus.

 Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat-obat analgesik dapat membantu

mengurangi nyeri pasien.

2.1.4. Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilaksanakan

untuk mencapai tujuan rencana tindakan yang telah disusun. Setiap

tindakan keperawatan yang dilakukan dicatat dalam pencatatan

keperawatn agar tindakan keperawatan terhadap klien berlanjut. Prinsip

dalam melakukan tindakan keperawatan yaitu cara pendekatan pada klien

efektif, teknik komunikasi teraupetik serta penjalasan untuk setiap

tindakan yang diberikan kepada klien.

2.1.5. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai kemingkinan

terjadi pada tahap evaluasi proses dan evaluasi hasil.

Evaluasi proses adalah yang dilaksanaakan untuk membantu keefektifan

terhadap tindakan. Sedangkan evaluasi yang dilakukan pada tahap akhir tindakan

keperawatan secara keseluruhan sesuia dengan waktu yang ada pada tujuan.
15

Disamping itu juga evaluasi adalah merupakan kegiatan ynag merupakan kegiatan

yang membandingkan antra hasil implemntasi dengan kriteria standar yang telah

ditetapkan untuk melihat keberhasilan. Bila evaluasi tudak berhasil atau berhasil

sebagian, perlu disusun rencana keperawatan yang baru.

2.2. Konsep Dasar Ulkus Diabetikum

2.2.1. Pengertian Ulkus Diabetikum

Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu kelompok penyakit

metabolik yang ditandai oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi

insulin, kerja insulin, atau keduanya. Keadaan hiperglikemia kronis dari

diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, gangguan fungsi

dan kegagalan berbagai organ, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan

pembuluh darah (ADA, 2012).

Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender

dan ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman

saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau,

ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan

penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010). (Khusnul

khotimah, 2014).

2.2.2. Etiologi

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi

menjadi factor endogen dan ekstrogen.

1. Faktor endogen
16

a. Genetik, metabolik.

b. Angiopati diabetik.

c. Neuropati diabetik.

2. Faktor ekstrogen

a. Trauma.

b. Infeksi.

c. Obat.

Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus

Diabetikum adalah angipati, neuropati dan infeksi.adanya neuropati perifer

akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki,

sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan

terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan

terjadinya atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang

menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Apabila sumbatan darah terjadi

pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit

pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati

tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen

serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar

sembuh (Levin, 1993) infeksi sering merupakan komplikasi yang

menyertai Ulkus Diabetikum akibat berkurangnya aliran darah atau

neuropati, sehingga faktor angipati dan infeksi berpengaruh terhadap

penyembuhan Ulkus Diabetikum.(Askandar 2001).


17

2.2.3. Patofisiologi

Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui

kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati

diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada

pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada

pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus

Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding

pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses

pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek

terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan

adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang

mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan

terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan

dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan

akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya

iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.

(Price,2010)

2.2.4. Tanda dan Gejala

Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas

walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh

peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses

mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara

akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :


18

1. Pain (nyeri).

2. Paleness (kepucatan).

3. Paresthesia (kesemutan).

4. Pulselessness (denyut nadi hilang)

5. Paralysis (lumpuh).

2.2.5. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus

Menurut Arora (2011), pemeriksaan yang dapat dilakukan

meliputi 4 hal yaitu:

1. Postprandial

Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130

mg/dl mengindikasikan diabetes.

2. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk

menilai kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang

melebihi 6,1% menunjukkandiabetes.

3. Tes toleransi glukosa oral

Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr

gula, dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang

normal dua jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140

mg/dl.

4. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan

sebuah jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang

dimasukkan kedalam celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini


19

digunakan hanya untuk memantau kadar glukosa yang dapat

dilakukan dirumah.

5. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan

dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui

perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++),

dan merah bata ( ++++ )

6. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang

sesuai dengan jenis kuman.

2.2.6. Penatalaksanaan

1. Medis

Menurut Soegondo (2006: 14), penatalaksanaan Medis pada pasien

denganDiabetes Mellitus meliputi:

a. Obat hiperglikemik oral (OHO).

Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan :

1) Pemicu sekresi insulin.

2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.

3) Penghambat glukoneogenesis.

4) Penghambat glukosidase alfa.

b. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

1) Penurunan berat badan yang cepat.


20

2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.

3) Ketoasidosis diabetik.

4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.

c. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis

rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai

dengan respon kadar glukosa darah.

2. Keperawatanan

Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan

terhadap ulkus antara lain dengan antibiotika atau kemoterapi.

Perawatan luka dengan mengompreskan ulkusdengan larutan klorida

atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium

permanganate 1 : 500 mg dan penutupan ulkus dengan kassa steril.

Alat-alat ortopedi yang secara mekanik yang dapat merata tekanan

tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk

kasus DM. Menurut Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama

penatalaksanaan terapi pada Diabetes Mellitusadalah menormalkan

aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka

panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada

beberapa komponen dalam penatalaksanaan Ulkus Diabetik:

a. Diet

Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk

memberikan semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan


21

energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan menurunkan

kadar lemak.

b. Latihan

Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan

menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan

glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin.

c. Pemantauan

Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri

diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara

optimal.

d. Terapi (jika diperlukan)

Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk

mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan

pada malam hari.

e. Pendidikan

Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari

keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang

mandiri dan mampu menghindari komplikasi dari diabetes itu sendiri.

f. Kontrol nutrisi dan metabolic

Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam

penyembuhan luka. Adanya anemia dan hipoalbuminemia akan

berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb diatas

12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada


22

penderita DM dengan selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi

yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20% dan karbohidrat

60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula

darah yang besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses

atau infeksi dapat membantu mengontrol gula darah. Sebaliknya

penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan melawan

infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan

sebagai perawatan pasien secara total.

2.3. Perawatan Luka Ulkus Diabetikum

2.3.1. Persiapan petugas

a. Pastikan pasien yang akan dilakukan tindakan

b. Jelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan

c. Identifikasi kebutuhan perawatan luka sesuai kebutuhan

d. Cuci tangan sesuai prosedur (lihat SOP cuci tangan)

e. Gunakan alat pelindung diri (APD) sesuai kebutuhan

2.3.2. Persiapan pasien

a. Pastikan pasien bersedia dilakukan perawatan luka

b. Siapkan lingkungan pasien

c. Atur posisi pasien sesuai kebutuhan perawatan

2.3.3. Persiapan alat

Trolly perawatan luka berisi:


23

a. Set perawatan luka steril, berisi: kom kecil 2 buah, pinset anatomi 1

buah dan cirargi 1 buah, gunting jaringan 1 buah arteri klem 1 buah

b. Handscun bersih 1 pasang dalam kom

c. Handscun steril 1 buah dalam kemasan

d. Kasa steril sesuai kebutuhan dalam kemasan

e. Verban sesuai ukuran yang dibutuhkan

f. Plaster sesuai kebutuhan

g. Gunting verban 1 buah

h. Cairan pencuci luka sesuai rekomendasi (NaCl 0,9 %)

i. Cairan antiseptik yang direkomendasikan

j. H2O2 3% untuk luka yang mempunyai undermining (berrongga)

k. Growth factor (amnion, oxoferin, dll) sesuai rekomendasi

l. Kantong sampah medik (kuning)

m. Perlah dengan pengalas

n. Bengkok 2 buah (satu berisi larutan desinfektan dan satu lagi berisi

pinset anatomi bersih)

o. Spuit tanpa jarum (ukuran sesuai kebutuhan)

2.3.4. Pelaksanaan

1. Lakukan salam terapeutik (senyum, sapa, perkenalkan diri dan

pastikan identitas pasien yang akan dilakukan perawatan luka)

2. Jelaskan tujuan perawatan luka dan langkah-langkah yang akan

dilakukan

3. Lakukan kontrak waktu sekitar 20-30 menit (sesuai kondisi luka)


24

4. Minta kerja sama pasien, Jaga privasi (gunakan sampiran) pasien

5. Dekatkan alat pada pasien

6. Cuci tangan dan gunakan APD sesuai kebutuhan

7. Letakkan bengkok didekat luka pasien

8. Pasang perlak dan pengalas dibawah lokasi luka

9. Pasang handsun bersih dan buka balutan dengan pinset anatomi

bersih, jika balutan kering basahi dengan NaCl 0,9%

10. Masukkan bekas balutan luka kedalam bengkok dengan melipat

kearah dalam

11. Masukkan pinset yang telah digunakan kedalam bengkok berisi

larutan desinfektan

12. Lepaskan handscun kotor

13. Buka set perawatan luka, masukkan kassa steril dan cairan yang akan

digunakan

14. Pasang handscun steril

15. Bersihkan luka dengan NaCl 0,9% dengan satu arah atau secara

sirkuler (dari dalam ke luar)

16. Untuk luka kotor yang beronggadan berpus, bersihkan dengan H2O2

3% secara irigasi (tidak dilakukan pada luka yang sudah

memerah/granulasi)

17. Angkat/gunting jaringan yang sudah nekrotik sampai batas jaringan

yang sehat sehingga darah sedikit merembes dari tepi luka


25

18. Lakukan penekanan, bila perlu pada daerah pinggir/sekitar luka untuk

mengeluarkan eksudat/pus

19. Luka dibersihkan dengan H2O2 3%, bilas kembali dengan NaCl 0,9%

20. Bersihkan derah sekitar luka (buka daerah luka) dengan kassa steril

yang diberi antiseptik

21. Untuk merangsang pertumbuhan jaringan, sebelum luka ditutup dapat

tambahkan growth factor (amnion, oxoferin, dll)

22. Tutup luka dengan kassa + NaCl 0,9% (kassa lembab, tidak basah)

sesuai dengan ukuran luka

23. Kassa lembab hanya untuk daerah luka

24. Tambahkan kassa kering satu lapis diatas kassa lembab

25. Balut luka dengan verban dan tambahkan balutan elastis jika

diperlukan

26. Komunikasikan dengan pasien bahwa perawatan luka telah selesai

dilakukan dan jelaskan kondisi luka

27. Anjurkan menjaga kebersihan sekitar luka

28. Bersihkan dan rapikan alat-alat yang sudah digunakan

29. Lepaskan APD, perawat mencuci tangan

30. Dokumentasikan perawatan luka secara lengkap (kondisi luka: luas

luka, warna, bau, eksudat)

Anda mungkin juga menyukai