Anda di halaman 1dari 42

Sistem Endokrin

OLEH :
Kelompok 6

 Putri Nurcahyani
 Rosalina Ayu Wardani
 Sri Wahyuni S.
 Selviyanti
 Sri Ramadhani Nur Ihsan
 Rizky Nurawaliyah Yunus
 Sri Nurhayati

PROGRAM STUDI D.IV KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
KEMENTRIAN KESEHATAN RI
2019
A. DEFINISI

Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel yang mempunyai susunan

mikroskopis sangat sederhana. Kelompok ini terdiri dari deretan sel-sel, lempengan atau

gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat halus yang banyak mengandung pembuluh

kapiler. Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol dan

memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja untuk

mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain saling berhubungan,

namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu. Misalnya, medulla adrenal dan

kelenjar hipofise posterior yang mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya

dihancurkan atau diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh

sistem saraf. Kelenjar endokrin tidak memiliki saluran, hasil sekresi dihantarkan tidak

melaui saluran, tapi dari selsel endokrin langsung masuk ke pmbuluh darah. Selanjutnya

hormon tersebut dibawa ke sel-sel target (responsive cells) tempat terjadinya efek

hormon. Sedangkan ekresi kelenjar eksokrin keluar dari tubuh kita melalui saluran

khusus, seperti uretra dan saluran kelenjar ludah. Tubuh kita memiliki beberapa kelenjar

endokrin. Diantara kelenjar-kelenjar tersebut, ada yang berfungsi sebagai organ endokrin

murni artinya hormon tersebut hanya menghasilkan hormon misalnya kelenjar pineal,

kelenjar hipofisis / pituitary, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, kelenjar adrenal

suprarenalis, dan kelenjar timus.


B. PENGKAJIAN UMUM SISTEM ENDOKRIN

1. Anamnesa

a. Data Demografi

Usia dan jenis kelamin merupakan data dasar yang penting. Beberapa gangguan

endokrin baru jelas dirasakan pada usia tertentu merupakan proses patologis sudah

berlangsung sejak lama. Kelainan-kelainan somatik harus selalu dibandingkan dengan

usia dan gender , misalnya berat badan dan tinggi badan. Tenpat tinggal juga

merupakan data yang perlu di kaji, khususnya tempat tinggal pada masa bayi dan

kanak-kanak dan juga tempat tinggal klien sekarang.

b. Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan

seperti yang di alami klien atau gangguan tertentu yang berhubungan secara

langsumg dengan gangguan hormonal seperti:

a. Obesitas

b. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan

c. Kelainan pada kelenjar tiroid

d. Diabetes melitus

e. Infertilitas

Dalam mengidentivikasi informasi ini tentunya perawat harus dapat

menerjemahkan informasi yang ingin diketahui dengan bahasa yang sederhana dan di

mengerti oleh klien atau keluarga.

c. Riwayat Kesehatan dan Keperawatan Klien


Perawat mengkaji kondisi yan pernah dialami oleh klien di luar gangguan yang

dirasakan sekarang khususnya gangguan yang mungkin sudah berlangsung lama bila

di hubungkan dengan usia dan kemungkinan penyebabnya namun karena tidak

mengganggu aktivitas klien, kondisi ini tidak di keluhkan. Tanda-tanda seks sekunder

yang tidak berkembang, misalnya amenore, bulu rambut tidak tumbuh, buah dada

tidak berkembang dan lain-lain. Berat badan yang tidak sesuai dengan usia, misalnya

selalu kurus meskipun banyak makan dan lain-lain. Gangguan psikologia seperti

mudah marah, sensiif, sulit bergaul dan tidak mampu berkonsentrasi, dan lain-lain.

Hospitalisasi, perlu dikaji alasan hospitalisasi dan kapan kejadiannya. Bila klien

dirawat beberapa kali, urutkan sesuai dengan waktu kejadiannya. Juga perlu

memperoleh informasi tentang penggunaan obat-obatan di saat sekarang dan masa

lalu. Penggunaan obat-obatan ini mencakup obat yang di peroleh dari dokter atau

petugas kesehatan maupun obat-obatan yang di peroleh secara bebas.jenis obat-

obatan yang mengandung hormon atau yang dapat merangsang aktivitas hormonal

seperti hidrokortison;levothyroxine; kontrasepsi oral; dan obat-obatan anti hipertensif.

d. Riwayat Diit

Perubahan status nutrisi atau gangguan pada saluran pencernaan dapat saja

mencerminkan gangguan endokrin tertentu atau pola dan kebiasaan makan yang salah

dapat menjadi faktor penyebab, pleh karena itu kondisi berikut ini perlu di kaji:

1) Adanya nausea, muntah dan nyeri abdomen

2) Penurunan atau penambahan berat badan yang drastis

3) Selera makan yang menurun atau bahkan berlebihan

4) Pola makan dan minum sehari-hari


5) Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang dapat mengganggu fungsi endokrin

seperti makanan yang bersifat goitrogenik terhadap kelenjar tiroid

e. Status Sosial Ekonomi

Karena status sosial ekonomi nerupakan aspek yang sangat peka bagi banyak

orang maka hendaknya dalam mengidentifikasi kondisi ini perawat melakukannya

bersama-sama dengan klien. Menghindarkan pertanyaan yang mengarah pada jumlah

atau nilai pendapatan melainkan lebih di fokuskan pada kualitas pengelolaan suatu

nilai tertentu. Mendiskusikan bersama-sama bagaiman klien dan keluarganya

memperoleh makanan yang sehat dan bergizi, upaya mendapatkan pengobatan bila

klien dan keluarganya sakit dan upaya mempertahankan kesehatan klien dan keluarga

tetap optimal dapat mengungkapkan keadaan sosial ekonomi klien dan

menyimpulkan bersama-sama merupakan upaya untuk mengurangi kesalahan

penafsiran

f. Masalah Kesehatan Sekarang

Perawat memfokuskan pertanyaan pada hal-hal yang menyebabkan klien meminta

bantuan pelayanan seperti :

1) Apa yang di rasakan klien

2) Apakah masalah atau gejala yang dirasakan terjadi secara tiba-tiba atau

poerlahan dan sejak kapan dirasakan

3) Bagaimana gejala itu mempengaruhi aktivitas hidup sehari-hari

4) Bagaimana pola eliminasi baik fekal maupun urine

5) Bagaimana fungsi seksual dan reproduksi

6) Apakah ada perubahan fisik tertentu yang sanat menggangu klien


Hal-hal lain yg perlu dikaji karena berhubungan dengan fungsi hormonal secara

umum

1) Tingkat Energi

Perubahan kekuatan fisik dihubangkan dengan sejumlah gangguan hormonal

khusunya disfungsi kelenjar tiroid&adrenal. Kaji kemampuan Klien dalam

melakukan aktifitas sehari-hari

2) Pola Eliminasi dan keseimbangan cairan

Pola eliminasi khususnya urine dipengaruhi oleh fungsi endokrin secara

langsung oleh ADH, aldosteron, dan kortisol. Kaji pola berkemih ak dan jml

vol urine

3) Pertumbuhan dan Perkembangan

Secara langsung tumbang dibawah pengaruhi GH, Kelenjar tiroid dan kelenjar

gonad. Gangguan tumbang dapat terjadi semenjak dalam kandungan, itu

terjadi pada ibu hamil hipertiroid.

a) Kaji gangguan tumbang yang dialami semenjak lahir atau terjadi selama

proses pertumbuhan

b) Kaji secara lengkap dari penambahan ukuran tubuh dan fungsinya : Tk

intelegensi, kemampuan berkomunikasi dan rasa tgg jwb. Kaji juga

perubahan fisik dampaknya terhadap kejiwaan.

4) Seks dan reproduksi

Pada wanita kaji siklus menstruasi (lamanya), volume, frek dan perubahan

fisik terutama sensasi nyeri atau kram abdomen. Jika bersuami kaji :
a) Apakah pernah hamil

b) Abortus

c) Melahirkan

5) Pada Pria kaji apakah K mampu ereksi dan orgasme. Dan kaji juga apakah

terjadi perubahan bentuk dan ukuran alat genitalnya.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik pada sistem endokrin mungkin dapat dilakukan hanya sebagian

dari keseluruhan pengkajian. atau mungkin sebagian sudah dapat diatasi sendiri oleh klien

dengan pengetahuan dan kecurigaan terhadap masalah fungsi endokrin.

Persiapan

Satu-satunya organ endokrin yang dapat dipalpasi adalah kelejar tiroid.

Bagaimanapun pengkajian lainnya dapat memperlihatkan informasi mengenai masalah

endokrin termasuk inspeksi pada kulit. rambut dan kuku. raut muka. refleks dan sistem

muskuloskeletal. Pengukuran tinggi dan berat badan sangat penting seperti tanda-tanda

vital yang juga memperlihatkan petunjuk terhadap ketidakmampuan fungsi sistem

endokrin.

Klien mungkin duduk setelah melakukan latihan. Refleks hammer digunakan

untuk tes refleks tendon bagian dalam. Utamakan latihan, perawat mengumpulkan

peralatan penting dan menjelaskan teknik kepada. klien untuk mengurangi cemas.

Penambahan teknik untuk mengkaji hipokalsemia, tetanus. Komplikasi terhadap

kekacauan endokrin termasuk urutan latihan.


Teknik Pemeriksaan

Kelainan Yang Mungkin Ditemukan Kulit

a. Kulit

Inspeksi warna kulit

1) Hiperpigmentasi ditemukan pada klien Addison desease atau cushing syndrom.

2) Hipopigmentasi terlihat pada klien diabetes mellitus, hipertiroidisme,

hipotiroidisme.

Palpasi (tekstur. kelembaban. dan adanya lesi.

Kulit kasar. kering ditemukan pada klien dengan hipotiroidisme. Dimana

kelembutan dan bilasan kulit bisa menjadi tanda pada klien dengan hipertiroidisme. Lesi

pada ekstremitas bawah mengindikasikan DM.

b. Kuku dan Rambut

Peningkatan pigmentasi pada kuku diperlihatkan oleh klien dengan penyakit

addison desease, kering, . tebal. dan rapuh terdapat pada penyakit

hipotiroidisme, rambut lembut. hipertyroidisme. Hirsutisme terdapat pada penyakit

cushing syndrom

c. Muka(inspeksi bentuk dan kesimetrisan wajah), inspeksi posisi mata

Variasi dan bentuk dan struktur muka mungkin dapat diindikasikan dengan

penyakit akromegali mata.

d. Kelenjar Thyroid
Palpasi kelenjar tyroid terhadap ukuran dan konsistensinya. Tidak membesar

pada klien dengan penyakit graves atau goiter. Minta klien untuk miringkan kepala ke

kanan Minta klien untuk menelan. Setelah klien menelan. pindahkan pada sebelah kiri.

selama palpasi pada dada kiri bawah metabolik. seperti yang ditunjukkan hanya pada

nodul yang bisa diindikasi bisul, tumor malignan dan. benigna.

e. Fungsi Motorik

1) Mengkaji tendon dalam-tendon reflex

2) Refleks tendon dalam disesuaikan dengan tahap perkembangan biceps,

brachioradialis,triceps, Patellar, achilles. Peningkatan refleks dapat terlihat pada

penvakit hipcrtiroidisme penurunan refleks dapat terlihat pada penvakit

hipotiroidisnie

f. Fungsi sensorik

1) Mengkaji fungsi sensorik

2) Tes sensitivitas klien terhadap nyeri, temperature, vibrasi, sentuhan, lembut.

Stereognosis. Bandingkan kesimetrisan area pada kedua sisi dan tubuh. Dan

bandingkan bagian distal dan proksimal dan ekstremitas. minta klien untuk

menutup mata. Untuk mengetes nyeri gunakan jarum yang tajam dan tumpul.

3) Untuk tes temperature. gunakan botol yang berisi air hangat dan dingin.

4) Untuk mengetes rasa getar gunakan penala garpu tala.

5) Untuk mengetes stereognosis. tempatkan objek (bola kapas, pembalut

karet) pada tangan klien. kemudian minta klien mengidentifikasi objek tersebut.

6) Neuropati periperal dan parastesia dapat terjadi pada diabetes, hipotiroidisme

dan akromegali.
g. Struktur Muskuloskeletal . Inspeksi ukuran dan proporsional struktur tubuh klien

Orang jangkung, yang disebabkan karena insufisiensi growth hormon. Tulang yang

sangat besar, bisa merupakan indikasi akromegali.

1) Pengkajian tanda trousseaus dan tanda chvoteks

Peningkatan kadar kalsium, tangan dan jari-jari klien kontraksi (spasme

karpal)

2) Pengkajian Untuk Lanjut Usia.

Efek dan usia pada sistem endokrin sedikit lebih sulit untuk mendeteksi

dengan organ tubuh lain Walaupun demikian gangguan endokrin lebih banyak pada

usia 40 tahun. Pada wanita, produksi hormon meningkat dibanding dengan

menopause. Dari pria dan wanita, output anterior pituitary mengalami penurunan.

Umur yang relative terjadi perubahan pada struktur dan fungsi dan kelenjar

endokrin adalah sebagai berikut :

a) Kelenjar tiroid mengalami derajat yang sama dengan atropfi, fibrosis and

nodularity

b) Hormon tiroid mengalami level penurunan dan hypoparatiroidisme biasanya

sering pada orang dewasa.

c) Kelenjar adrenal kehilangan beberapa berat badan dan menjadi makin buruk,

fibrotik

d) Pada bagian anterior, kelenjar pituitary mengalami penurunan ukuran dan menjadi

mati/fibrotik.

e) Beberapa variasi yang normal dibandingkan dengan yang tidak, dapat menjadi

bingung dengan penemuan abnormal pada endokrin adalah sebagai berikut :


- Pikun, beberapa kecil coklat, flat macula dapal dilihat pada lengan dan dorsal

pada tangan.

- Seboroik, keratosis, penebalan pada area pigmentasi, dapat dilihat pada wajah

dan tangan.

- Pertumbuhan rambut yang lambat

- Kuku semakin tebal, brittle dan kuning

- Kulit wajah menjadi louggar dan tulang menjadi lebih menonjol. Penurunan

terhadap sensasi perabaan

- Penurunan refleks tendon

- Penurunan tinggi badan

3. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. PEMERIKSAAN KELENJAR HIPOFISE

1) Foto Tengkorak (Kranium)

Dilakukan untuk melihat kondisi seila tursica (tumor atau atrofi). Tidak di

butuhkan persiapan fisik secara khusus

2) Foto Tulang (Osteo)

Untuk melihat kondisi tulang

a) Pada gigankisme – pertambahan ukuran dan panjang tulang

b) Pada akromegali – pertambahan kesamping tulang-tulang ferifer

3) Ct Scan Otak

Untuk melihat kemungkinan adanya tumor pada hipofisis atau hipotalamus

4) Pemeriksaan Darah dan Urine


c) Kadar Growth hoemone (GH): Nilai normal 10 pg/ml, meningkat pada

bulan-bulan pertama kelahiran, spesimen darah vena 5 cc, Tanpa persiapan

khusus.

d) Kadar thyroid stimulatin hormone (TSH) : Nilai normal 6-10 pg/ml, Untuk

menentukan apakah gangguan tiroid bersifat primer atau sekunder, Spesimen

vena 5 cc , Tanpa persiapan khusus.

e) Kadar adrenocotricotropine hormon (ACTH): Pengukuran dilakukan dengan

tes supresi deksametason, Spesimen darah vena kurang lebih 5 cc dan urine

24 jam

Persiapan :

1. Tidak ada pembatasan makanan dan minuman

2. Bila klein menggunakan obat-obatan kortisol atau antagonisnya

dihentikan dulu 24 jam sebelumnya

3. Bila obat harus diberikan lampirkan sejenis obat dan dosisnya pada

lembaran pengiriman specimen

4. Cegah stres fisik dan fisikologis

Pelaksanaan :

1. Klien diberikan deksametason 4x0,5 ml/hari selama lamanya 2 hari

2. Besok paginya darah vena diambil kurang lebih 5 cc

3. Urine ditampung selama 24 jam

4. Spesimen dikirim ke laboratorium

Hasil :

Normal bila:
1. Kadar ACTH dalam darah menurun kortisol darah kurang dari 5 mg/dl

2. 17-hydroxy-cortico-streroid (17 –OHCS) dalm urine kurang dari 2,5 mg

b. PEMERIKSAAN FISIK KELENJAR TIROID

1) Uptake Radioaktif (Ray)

Tujuan : menukur kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap yodium

Persiapan :

a) Klien puasa 6-8 jam

b) Jelaskan tujuan dan prosedur

c) Klien diberikan yodium radioaktif 50 microcuri per oral

d) Dengan alat pengukur (di taruh di atas klenjer tiroid) di ukur radioaktif yang

bertahan

e) Dapat pula di ukur clearance yodium melalui ginjal dengan mengumpul kan

urine selama 24jam dan di ukur kadar radioaktif yodium

Hasil:

Banyak yodium yang ditahan oleh kalenjer tiroid di hitung dalam persentase

- Normal : 10-35%

- Menurun : < 10% (pada hipotiroidisme) 3. Meningkat > 35% (pada

tirotoksis,pengobatan panjang hipertiroidisme)

2) T3 dan T4 Serum

a) Pemeriksaan fisik secara khusus tidak ada Spesimen darah vena 5-10 cc

b) Nilai normal pada dewasa: yodium bebas 0,1-0,6 mg/dl T3 0,2-0,3 mg/dl T4

6-12 mg/dl

c) Pada anak T3180-240 mg/dl


3) Upatake T3 Resin

Tujuan mengukur jumlah hormon tiroid (T3) atau thyrcid binding globulin

(TBG) tak jenuh. TBG meningkat pada hippertirodisme menurun pada

hipotiroidisme. Spesimen darah vena 5cc

Nilai normal

a) Dewasa : 25-35% uptake oleh resin

b) Anak : umur nya tidak ada

c) Protein Boun Iondine

Tujuan: mengukur yodium yg terikat dengan protein plasma

Nilai normal 4-8 mg% dalam 100ml darah, Spesimen darah vena 5-10 cc, Klien

di puasakan 6-8jam sebelum pemeriksaan

4) Basal Metabolic Rate

Tujuan: pengukuran secara tidak langsung jumlah oksigen yang dibutuhkan di

bawah kondisi basal selama beberapa waktu

Persiapan :

a) Klien puasa 12jam

b) Hindari kondisi yang menimbulkan kecemasan dan stress

c) Klien harus tidur sedikit nya 8 jam

d) Tidak mengkonsumsi analgetik & sedative

e) Jelaskan pada klien tujuan pemeriksaandan prosedur nya

f) Tidak boleh bangun dari tempat tidur sampai pemeriksaan di lakukan

Penatalaksanaan:
Pengukuran kalorimetri dengan menggunakan metabolator

nilai normal :

- pria 53 kalori perjam

- wanita 60 kalori perjam

Metode Harris Benedict Untuk Mengukur BMR

Pria:BMR = 66 + (13,7 x BB(kg) ) + ( 5 x TB(cm) ) +(6,8 x U(thn) )

Wanita BMR = 665 + (9,6 x BB(kg) + (1,8 x TB (cm) ) + (4,7 x U (thn) )

c. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK KELENJER PARATIROID

1) Percobaan Sulkowitch

Dilakukan untuk memeriksa perubahan jumlah kalsium dalam urine

Menggunakan reagen sulkowitch.

Persiapan:

a) Urine 24 jam ditapung

b) Diet rendah kalsium 2 hari berturut-turut.

Penatalaksanaan:

a) Masukkan urin 3ml ke dalam tabung (2 tabung)

b) Tabung pertama masukkan reagen sulkowitch, tabung kedua hanya sebagai

kontrol.

Pembacaan secara kuantitatif

- Negatif ( - ) jika tidak terjadi keruhan

- Positif ( + ) terjadi keruhan yang halus

- Positif (+ + ) kekeruhan sedang

- Positif ( + + + ) kekeruhan banyak timbul dalam waktu < 20 detik


- Positif ( + + + + ) kekeruhan hebat, terjadi seketika

2) Percobaan Ellwort-Howard

Percobaan didasarkan pada diuresis fosfat yang dipengaruhi oleh parathormon.

Pada hipoparatiroid, diuresis fosfor mencapai 5-6x nilai normal Pada

hiperparatiroid, diuresis tidak banyak berubah.

Cara pemeriksaannya :

a) Klien disuntikkan parathormon intravena

b) Urin ditampung dan diukur kadar fosfatnya.

3) Percobaan Kalsium Intravena

Normal bila fosfor serum meningkat dan fosfor diuresis berkurang.

d. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK KELENJAR PANKREAS

3) Pemeriksaan Gula Darah (puasa)

Tujuannya untuk menilai kadar gula darah setelah puasa selama 8-10 jam.

Nilai normal

a) Dewasa : 70-110mg/dl

b) Anak-anak : 60-100mg/dl

c) Bayi : 50-80mg/dl

Persiapan

a) Klien di puasakan 8-10 jam sebelum pemerksaan

b) Jelaskan rtujuan dan prosedur tindakan

Pelaksanaan

a) Spesimen adalah darah vena ± 5 cc

b) Gunakan antikoagulasi bila pemeriksaan tidak dapat dilakukan


c) Pengobatan insulin atau oral hipoglikemi sementara dihentikan

d) Setelah pengambilan darah, klien diberi minum dan makan serta obat sesuai

program.

C. MASALAH KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN

Salah satu masalah keperawatan yang berkaitan dengan sistem endokrin adalah kasus

diabetes melitus. Berikut asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem endokrin

(diabetes melitus) :

1. Definisi Diabetes Mellitus (DM)

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang memerlukan

pengawasan medis dan edukasi perawatan diri pasien secara kontinyu. DM

merupakan sekelompok penyakit yang disebabkan kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya (Lemone & Burke, 2008).

Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan adanya

defisiensi insulin atau ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin sehingga

menyebabkan kadar gula yang tinggi. Diabetes Mellitus dapat menyebabkan berbagai

komplikasi yang serius (Black & Hawks, 2005).

Diabetes Mellitus merupakan sekelompok penyakit metabolik ditandai dengan

peningkatan kadar gula darah (hiperglikemia) akibat kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau keduanya (American Diabetic Association, 2004 dalam Smeltzer & Bare,

2008).

Berdasarkan uraian di atas diabetes mellitus merupakan sekelompok penyakit

sistemik kronis yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa darah
(hiperglikemia) akibat adanya defisiensi produksi insulin atau ketidakmampuan

menggunakan insulin atau keduanya.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus

Menurut ADA (American Diabetic Association) (2004); Smeltzer & Bare (2008)

dalam Mulyati (2009), terdapat empat jenis utama DM , terdiri dari:

a. DM tipe I

Sel beta pankreas yang menghasilkan insulin dirusak oleh proses autoimun

sehingga individu memproduksi insulin dalam jumlah sedikit atau tidak ada dan

memerlukan terapi insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah. DM tipe 1

biasanya terjadi pada usia < 30 tahun.

b. DM tipe II

Individu mengalami penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin)

dan kegagalan fungsi sel beta yang mengakibatkan penurunan produksi insulin.

Insidensi terjadi pada usia > 30 tahun dan obesitas.

c. DM tipe lain

Diabetes dapat berkembang dari gangguan dan pengobatan lain. Kelainan genetik

dalam sel beta dapat memicu berkembangnya DM. Beberapa hormone seperti

hormon pertumbuhan, kortisol, glucagon, dan epinefrin bersifat antagonis atau

melawan kerja insulin. Kelebihan jumlah hormon-hormon tersebut dapat

menyebabkan terjadinya DM.

d. Diabetes gestasional
Diabetes pada wanita yang terjadi peningkatan gula darah ketika kehamilan dan

terjadi 2-5% semua wanita hamil, tetapi hilang setelah melahirkan. Risiko terjadi

pada wanita dengan anggota keluarga riwayat DM dan obesitas.

3. Etiologi

Menurut Lemon & Burke (2008); Smeltzer & Bare (2008) etiologi DM tipe 2

yaitu:

1. DM tipe I

DM tipe I disebabkan timbulnya reaksi autoimun karena peradangan sel beta. Hal

ini terjadi biasanya pada individu yang memiliki antigen HLA (Human Leucocyte

Antigen). Faktor imunologi yaitu respon abnormal dimana Ab terarah pada

jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut sebagai

jaringan asing, sedangkan faktor lingkungan yaitu virus atau toksin yang memacu

proses yang dapat menimbulkan destruksi sel beta.

2. DM tipe II

DM tipe II disebabkan oleh faktor obesitas dan hereditas yang menimbulkan

penurunan produksi insulin endogen atau peningkatan resistensi insulin.

3. DM tipe lain

Beberapa hormon seperti hormon pertumbuhan, kortisol, glukagon, dan epinefrin

bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan jumlah hormon-hormon

tersebut dapat menyebabkan terjadinya DM.

4. Diabetes gestasional

Diabetes gestasional terjadi selama kehamilan yang disebabkan oleh hormon yang

dieksresikan plasenta dan mengganggu kerja insulin.


4. Faktor-Faktor Risiko Diabetes Mellitus

Menurut Lemon & Burke (2008); Smeltzer & Bare (2008) dalam Mulyati (2009)

faktor risiko DM tipe II meliputi:

a. Riwayat keluarga dengan DM

Penderita DM tipe II akan mewariskan pada anaknya dengan peluang sebanyak

15-30% resiko berkembang intoleransi glukosa (ketidakmampuan memetabolisme

karbohidrat secara normal).

b. Obesitas ( Berat badan ≥20 % berat ideal atau BMI ≥27 kg/m2)

Obesitas khususnya pada tubuh bagian atas menyebabkan berkurangnya jumlah

sel reseptor insulin yang dapat bekerja di dalam sel pada otot skeletal dan jaringan

lemak. Obesitas merusak kemampuan sel beta untuk melepaskan insulin saat

terjadi peningkatan glukosa darah.

c. Usia

Proses menua yang berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan

anatomis, fisiologis, dan biokimia tubuh. Salah satu komponen tubuh yang

mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon

insulin, sel-sel target jaringan yang menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan

hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa. Menurut WHO setelah usia 30

tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun pada saat puasa dan akan

naik 5,6-13 mg/dl pada 2 jam setelah makan.

d. Pernah teridentifikasi sebagai toleransi glukosa terganggu (TTGT) atau gula darah

puasa terganggu (GDPT).


e. Riwayat menderita hipertensi.

f. Kadar HDL kolesterol ≤ 35 mg/dl (0,09 mmol/l) atau kadar trigliserida ≥ 259

mg/dl (2,8 mmol/l).

g. Riwayat diabetes gestasional atau melahirkan bayi > 4 kg.

5. Patofisiologi

Diabetes mellitus disebabkan defisiensi insulin yang menyebabkan glikogen

meningkat sehingga terjadi proses pemecahan glukosa baru (glukoneogenesis) yang

menyebabkan metabolisme lemak meningkat kemudian terjadi proses pembentukan

keton (ketogenesis). Peningkatan keton di dalam plasma yang menyebabkan

ketonuria (keton di dalam urin) dan kadar natrium menurun serta pH serum menurun

yang menyebabkan asidosis (Price, 2002).

Defisiensi insulin menyebabkan glukosa di sel menurun sehingga kadar glukosa

dalam plasma tinggi (hiperglikemia) jika hiperglikemia melebihi ambang ginjal maka

akan timbul glukosuria. Glukosuria menyebabkan diuresis osmotik yang

meningkatkan pengeluaran urin (poliuri) dan timbul rasa haus (polidipsi) sehingga

terjadi dehidrasi (Riyadi, 2008; Price, 2002).

Glukosuria mengakibatkan kalori negatif sehingga menimbulkan rasa lapar yang

tinggi (polipagi). Penggunaan glukosa oleh sel menurun mengakibatkan produksi

metabolisme energi menjadi menurun sehingga tubuh menjadi lemah (Riyadi, 2008).

Hiperglikemia mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil sehingga suplai

makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang yang menyebabkan luka tidak

cepat sembuh karena suplai makanan dan oksigen tidak adekuat yang menyebabkan
terjadinya infeksi. Gangguan pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke

retina menurun sehingga suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang akibatnya

pandangna menjadi kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler

yaitu pada perubahan struktur dan fungsi ginjal sehingga terjadi nefropati. Diabates

mempengaruhi syaraf-syaraf perifer, sistem syaraf otonom dan sistem syaraf pusat

sehingga menimbulkan neuropati (Smeltzer & Bare, 2002).

6. Manifestasi Klinis

Menurut Smeltzer & Bare (2002), secara umum manifestasi klinis DM tipe II

meliputi:

a. Gejala Awal

1) Penurunan berat badan dan rasa lemah

Penurunan berat badan dalam waktu relatif singkat merupakan gejala awal

yang sering dijumpai, selain itu rasa lemah dan capek.

2) Banyak kencing (poliuri)

Terjadinya peningkatan jumlah dan frekuensi urin. Hiperglikemia

menyebabkan terjadinya dieresis osmotik yang berdampak pada peningkatan

jumlah dan frekuensi buanga air kecil.

3) Banyak minum (polidipsi)

Terjadi peningkatan rasa haus. Hal ini terjadi akibat kelebihan pengeluaran

cairan karena proses diuresisi osmotik.

4) Banyak makan (polifagi)


Peningkatan nafsu makan yang diakibatkan dari keadaan katabolisme yang

dipicu oleh kekurangan insulin dan pemecahan lemak dan protein.

b. Gejala Kronis

1) Gangguan penglihatan

Pada umumnya penderita DM mengeluh penglihatannya kabur.

2) Gangguan syaraf tepi/kesemutan

Pada malam hari penderita sering mengeluh sakit dan kesemutan pada kaki.

3) Gatal-gatal/bisul

Keluhan gatal sering dirasakan oleh penderita biasanya gatal di daerah

kemaluan, daerah lipatan kulit seperti ketiak, paha, di bawah payudara dan

sering timbul bisul dan luka yang lama sembuh.

4) Gangguan fungsi seksual

Gangguan ereksi atau disfungsi seksual sering dijumpai pada penderita laki-

laki yang terkena DM.

5) Keputihan

Pada penderita DM wanita keputihan dan gatal merupakan gejala yang sering

dikeluhkan. Daya tahan penderita DM menurun sehingga mudah terkena

infeksi.

7. Komplikasi

Komplikasi DM terbagi dua berdasarkan lama terjadinya yaitu komplikasi jangka

pendek dan komplikasi jangka panjang (Smeltzer & Bare, 2008; Black & Hawks,

2005 dalam Mulyati, 2009).

a. Komplikasi akut
Terdapat 3 komplikasi akut utama pada pasien DM berhubungan dengan

ketidakseimbangan kadar glukosa darah yaitu hiperglikemia, diabetik

ketoasidosis, dan hiperglikemia hiperosmolar nonketotik.

b. Komplikasi kronis

Komplikasi jangka panjang mempengaruhi semua sistem tubuh dan penyebab

utama ketidakmampuan pasien. Komplikasi jangka panjang yaitu penyakit

makrovaskular, mikrovaskular, dan neuropati.

1) Komplikasi makrovaskular

Komplikasi makrovaskular disebabkan oleh perubahan pada pembuluh darah.

Dinding pembuluh darah menebal dan menjadi oklusi oleh plak yang

menempel pada dinding pembuluh darah. Jenis komplikasi yang paling sering

terjadi yaitu penyakit arteri koroner, penyakit serebrovaskular, dan penyakit

vaskular perifer.

2) Komplikasi mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular pada pasien DM menyebabkan kelainan struktur

membran dasar pembuluh darah kecil dan kapiler. Kelainan struktur

memyebabkan membran dasar kapiler menebal mengakibatkan penurunan

perfusi jaringan. Perubahan membran dasar disebabkan oleh adanya

peningkatan jumlah sorbitol, pembentukan glikoprotein abnormal, dan

masalah pelepasan oksigen dari hemoglobin (Porth, 2005 dalam Lemone &

Burke, 2008). Peningkatan kadar glukosa bereaksi dengan berbagai respon

biokimiawi menyebabkan penebalan membran dasar kapiler. Dua area yang

dipengaruhi oleh perubahan yaitu retina dan ginjal. Komplikasi


mikrovaskuler di retina yaitu retinopati diabetik, sedangkan komplikasi

mikrovaskuler di ginjal yaitu nefropati diabetik.

3) Neuropati

Neuropati menyebabkan gangguan pada saraf perifer, otonom, dan spinal.

Neuropati merupakan gangguan secara progresif dari saraf yang diakibatkan

kehilangan fungsi saraf.

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien DM meliputi penatalaksanaan nonfarmakologis dan

farmakologis. Penatalaksanaan nonfarmakologis yaitu edukasi, perencanaan makan,

kegiatan jasmani,penurunan berat badan. Jika penatalaksanaan nonfarmakologis

belum mencapai sasaran untuk pengendalian DM maka dilanjutkan dengan

penatalaksanaan farmakologis yaitu dengan insulin dan obat antihiperglikemia oral

(OHO). Menurut Soegondo, Soewondo, & Subekti (2007) penatalaksanaan DM

terbagi menjadi 4 pilar utama yaitu:

a. Edukasi

DM merupakan penyakit kronik yang membutuhkan pengaturan perilaku khusus

sepanjang hidup. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi pengendalian DM

yaitu aktivitas fisik, stress emosi dan fisik sehingga pasien harus

menyeimbangkan berbagai faktor tersebut.

Edukasi DM adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan

keterampilan bagi pasien DM untuk mengubah perilaku, meningkatkan

pemahaman pasien tentang penyakitnya sehingga tercapai kesehatan yang

optimal, penyesuaian keadaan psikologis dan peningkatan kualitas hidup.


b. Perencanaan Makan

Prinsip perencanaan makan yaitu harus adanya penyesuaian dengan kebiasaan

setiap individu, jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur,

stress akut dan kegiatan jasmani.

Perencanaan makan pada penderita DM yaitu:

1) Kebutuhan kalori

Pengendalian asupan kalori total untuk mempertahankan berat badan yang

sesuai dan pengendalian kadar glukosa darah. Jumlah kalori diperhitungkan

sebagai berikut dengan menggunakan rumus Brocca yaitu:

Berat badan ideal (BBI)= (TB-100)-10%

Status gizi: BB kurang (BB=< 90% BBI), BB normal (BB=90-110% BBI),

BB lebih (BB=110-120% BBI), BB gemuk (BB= >120% BBI).

2) Karbohidrat

Tujuan diet adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks seperti roti,

gandum, sereal, pasta, mie. Karbohidrat 60-70% dari kebutuhan kalori.

Karbohidrat sederhana tetap harus dikonsumsi dalam jumlah yang tidak

berlebihan dan lebih baik dicampur ke dalam sayuran atau makanan lain

daripada dipisah.

3) Lemak

Pembatasan asupan total kolesterol dari makanan ≤ 300 mg/hari untuk

membantu mengurangi kenaikan kadar kolesterol dalam darah. Lemak 20-

25% dari kebutuhan kalori.

4) Protein
Makanan sumber protein nabati seperti kacang-kacangan, biji-bijian utuh

dapat membantu mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh. Protein 10-

15% dari kebutuhan kalori.

c. Olahraga

Manfaat olahraga bagi pasien DM yaitu meningkatkan kontrol glukosa darah,

menurunkan resiko penyakit kardiovaskular. Latihan menurunkan kadar glukosa

darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki

pemakaian insulin, sirkulasi darah, dan tonus otot. Sebelum melakukan olahraga

pasien DM mengecek gula darah sebelum olahraga, mengonsumsi snack, dan

minum 500 cc.

d. Obat Hipoglikemik Oral

1) Sulfonilurea

Obat golongan sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi penglepasan

insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, dan meningkatkan

sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa. Obat golongan ini biasanya

diberikan pada pasien dengan BB normal dan bisa dipakai pada pasien yang

beratnya sedikit lebih.Klorpropamid kurang dianjurkan pada keadaan

insufisiensi renal dan orangtua karena resiko hipoglikemi yang

berkepanjangan, demikian juga gibenklamid. Glukuidon dipakai untuk pasien

dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.

2) Biguanid
Preparat yang ada dan aman dipakai yaitu metformin. Sebagai obat tunggal

dianjurkan pada pasien gemuk (IMT= 30) untuk pasien yang berat lebih (IMT=

27-30) dapat dikombinasikan dengan golongan sulfonilurea.

3) Insulin

Indikasi pengobatan dengan insulin adalah :

a) Semua penderita DM dari setiap umur baik DM tipe I maupun DM tipe II

dalam keadaan ketoasidosis.

b) DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan).

c) DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis

maksimal. Dosis insulin oral atau suntikan dimulai dengan dosis rendah

dan dinaikkan perlahan–lahan sesuai dengan hasil glukosa darah pasien.

Apabila sulfonylurea dan metformin telah diterima sampai dosis maksimal,

tetapi tidak tercapai sasaran glukosa darah maka dianjurkan penggunaan

kombinasi sulfonilurea dan insulin. Jenis insulin yaitu kerja cepat yaitu

regular insulin (RI) masa kerja 2-4 jam, yang kerja sedang yaitu NPH

dengan masa kerja 6-12 jam, dan kerja lambat yaitu protamine zinc insulin

(PZI) dan monotard ultralene (MC) masa kerja 18-24 jam.

9. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Price (2002); Shahab (2006), pemeriksaan diagonstik DM terdiri dari:

a. Pemeriksaan Darah

1) Pemeriksaan kadar serum glukosa

a) Gula darah puasa: glukosa lebih dari 120 mg/dl pada 2x tes.
1) Gula darah 2 jam pp : 200 mg/dl.

2) Gula darah sewaktu : lebih dari 200 mg/dl.

Tabel 1. Interpretasi kadar glukosa darah (mg/dl)

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah

sewaktu

Plasma vena <110 110 – 199 >200

Darah kapiler <90 90 – 199 >200

Kadar glukosa darah puasa

Plasma vena <110 110 – 125 >126

Darah kapiler <90 90 – 109 >110

3) Tes toleransi glukosa

Nilai darah diagnostik : kurang dari 140 mg/dl dan hasil 2 jam serta satu nilai lain

lebih dari 200 mg/ dlsetelah beban glukosa 75 gr.

4) HbA1C

> 8% mengindikasikan DM yang tidak terkontrol.


b. Pemeriksaan kadar glukosa urin

Pemeriksaan ini untuk mengetahui kerja dan kondisi ginjal karena pada keadaan

DM kadar glukosa darah tinggi sehingga dapat merusak kapiler dan glomerulus ginjal

yang mengakibatkan gagal ginjal. Pemeriksaan reduksi urin dengan cara Benedic atau

menggunakan enzim glukosa. Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine

yaitu:

0 = Berwarna biru, negatif, tidak ada glukosa, bukan DM.

+1 = Berwarna hijau, ada sedikit glukosa, belum pasti DM atau DM stadium dini/awal.

+2 = Berwarna orange, ada glukosa, jika pemeriksaan kadar glukosa darah

mendukung/sinergis, maka termasuk DM.

+3 = Berwarna orange tua, ada glukosa, positif DM.

+4 = Berwarna merah pekat, banyak glukosa, DM kronik

c. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan

jenis kuman.

10. Pengkajian Fokus

Menurut Dongoes (2001); Smeltzer & Bare (2002), pengkajian DM meliputi:

a. Anamnese

1) Identitas penderita
Identitas penderita yaitu nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,

pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk

rumah sakit dan diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Keluhan uatama yaitu kesemutan pada tungkai bawah, rasa raba yang menurun,

luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, dan nyeri pada luka.

3) Riwayat kesehatan sekarang

Riwayat kesehatan sekarang yaitu kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka

serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.

4) Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan dahulu yaitu riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain

yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas, riwayat

penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah

didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga yaitu terdapat salah satu anggota keluarga yang

menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya

defisiensi insulin misalnya hipertensi, jantung.

6) Riwayat psikososial

Riwayat psikososial meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi

yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga

terhadap penyakit penderita.


b. Pemeriksaan fisik

1) Status kesehatan umum

Keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda –

tanda vital.

2) Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, pembesaran pada leher, telinga berdenging,

gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi

mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, penglihatan kabur, diplopia, dan

lensa mata keruh.

3) Sistem integumen

Turgor kulit menurun, luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu

kulit di daerah sekitar ulkus dan ganggren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur

rambut dan kuku.

4) Sistem pernafasan

Sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.

5) Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi,

hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

6) Sistem gastrointestinal

Polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, perubahan berat badan,

peningkatan lingkar abdomen, obesitas.

7) Sistem urinaria
Poliuri, retensi urin, inkontinensia urin, rasa panas atau sakit ketika berkemih.

8) Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah

dan nyeri, adanya gangren di ekstremitas.

9) Sistem neurologis

Penurunan sensoris, parastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental,

disorientasi.

11. Diagnosa Keperawatan

Menurut Smeltzer & Bare (2002), diagnosa keperawatan yang umum yang terjadi

pada pasien DM tipe yaitu:

a. Nyeri berhubungan dengan hiperglikemi dan penurunan aliran darah ke kaki.

b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin,

penurunan intake oral, dan hipermetabolisme.

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan leukosit,

perubahan sirkulasi.

e. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pandangan kabur.

f. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan

pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.

12. Rencana Asuhan Keperawatan


Menurut Smeltzer & Bare (2002), rencana asuhan keperawatan pada pasien DM

yaitu:

a. Nyeri berhubungan dengan hiperglikemi dan penurunan aliran darah ke kaki.

Tujuan: Rasa nyaman meningkat.

Kriteria Hasil: TTV dalam batas normal, skala nyeri berkurang, klien tampak rileks.

Intervensi Keperawatan:

1) Pertahankan tirah baring ketika pasien mengalami gangguan rasa nyaman pada kaki.

Rasional: Mengurangi kebutuhan metabolik.

2) Catat skala nyeri dan lapor sifat rasa nyeri dan gangguan rasa nyaman.

Rasional: Memberikan intervensi yang tepat.

3) Ajarkan senam kaki.

Rasional: Meningkatkan sirkulasi darah pada kaki dan mengurangi nyeri.

4) Berikan aromaterapi lavender.

Rasional: Aromaterapi lavender memberikan efek relaksasi dan dapat mengurangi

nyeri.

5) Ukur tanda-tanda vital.

Rasional: Perubahan tanda-tanda vital sebagai indikator nyeri.

6) Kolaborasi dalam pemberian analgetik.

Rasional: Mengurangi nyeri.


b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan defisiensi insulin,

penurunan intake oral, dan hipermetabolisme.

Tujuan : Intake adekuat.

Kriteria Hasil: Klien menghabiskan 1 porsi diet yang disediakan sesuai dengan kalori

yang dianjurkan, klien tidak mengeluh mual, Hb dalam batas normal (normal: wanita

12-14 gr/dl), glukosa darah sewaktu 60-110 mg/dl, glukosa darah 2 jam PP < 200 mg/dl,

kolesterol total dalam batas normal (normal: 150-250 mg/dl), LLA dalam batas normal

(normal= 30 cm).

Intervensi Keperawatan:

1) Timbang berat badan atau ukur lingkar lengan atas seminggu sekali.

Rasional: Mengkaji indikasi terpenuhinya kebutuhan nutrisi dan menentukan jumlah

kalori yang harus dikonsumsi penderita diabetes mellitus.

2) Tentukan program diet dan pola makan pasien sesuai dengan kondisi pasien dan

kadar glukosa darah.

Rasional: Menyesuaikan antara kebutuhan kalori dan kemampuan saluran

pencernaan untuk mengabsorbsi dan kemampuan sel untuk mengambil glukosa serta

mencegah terjadinya kekurangan energi.

3) Auskultasi bising usus, cata adanya nyeri abdomen, perut kembung, mual, muntah.

Rasional: Peningkatan peristaltik usus sebagai indikasi peningkatan rangsang gaster.

4) Libatkan anggota keluarga pasien dalam memantau waktu makan dan jumlah nutrisi

pasien.

Rasional: Meningkatkan partisipasi keluarga dan mengontrol masukan nutrisi sesuai

dengan kemampuan untuk menarik glukosa ke dalam sel.


5) Observasi tanda-tanda hipoglikemi seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit dingin,

pusing, dan lapar.

Rasional: Metabolisme karbohidrat menyebabkan glukosa darah berkurang.

6) Pantau pemeriksaan laboratorium yaitu glukosa darah.

Rasional: Glukosa darah menurun perlahan dengan penggunaan terapi insulin.

Dengan pemberian insulin dosis optimal glukosa dapat masuk ke dalam sel dan

digunakan untuk sumber kalori.

7) Kolaborasi dalam pemberian insulin.

Rasional: Insulin memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam jaringan.

c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.

Tujuan: Kekurangan volume cairan tidak terjadi.

Kriteria Hasil: TTV (TD:100/80-140/90 mmHg, RR: 20-24 x/menit, HR: 80-

100x/menit, nadi perifer teraba pada arteri radialis, brakialis, dorsalis pedis, turgor kulit

< 2detik, urin output 1500 cc/hari, elektrolit dalam batas normal.

Intervensi Keperawatan:

1) Pantau tanda-tanda vital.

Rasional: Hipovolemi akibat diuresis osmotic dapat dimanifestasikan hipotensi,

takikardi, nadi teraba lemah.

2) Kaji suhu, turgor kulit, dan kelembaban.

Rasional: Dehidrasi dapat menyebabkan suhu tubuh meningkat, kemerahan dan

kering pada kulit. Penurunan turgor kulit sebagai indikasi penurunan volum cairan

pada sel.

3) Pantau nadi perifer dan membran mukosa.


Rasional: Nadi yang lemah dan membran mukosa yang kering mengindikasikan

penurunan cairan dalam tubuh.

4) Pantau masukan dan pengeluaran.

Rasional: Memberikan kebutuhan cairan pengganti.

5) Batasi intake cairan dan makanan yang mengandung gula dan lemak.

Rasional: Menghindari kelebihan ambang ginjal dan menurunkan tekanan osmosis.

d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan hiperglikemi, penurunan leukosit, perubahan

sirkulasi.

Tujuan : Tidak terjadi infeksi.

Kriteria Hasil : Tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda-tanda vital dalam batas normal (T

: 36,5 – 37,8 ºC), gula darah sewaktu 60-100 mg/dl..

Intervensi Keperawatan:

1) Pertahankan teknik aseptik setiap melakukan tindakan dengan mencuci tangan

sebelum dan setelah tindakan.

Rasional: Meminimalkan invasi mikroorganisme.

2) Anjurkan untuk makan sesuai jumlah kalori yang dianjurkan dan membatasi

makanan yang mengandung banyak gula atau manis.

Rasional: Menurunkan risiko kadar gula darah tinggi merupakan media terbaik bagi

mikroorganisme.

3) Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama

perawatan.
Rasional: Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah

infeksi kuman.

4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.

Rasional: Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan

kadar gula dalam darah.

e. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan pandangan kabur.

Tujuan: Setelah dilaksanakan tindakan keperawatan tidak terjadi cedera.

Kriteria Hasil: Mengidentifikasi untuk mencegah menurunkan resiko cedera,

mendemonstrasikan teknik aktivitas untuk mencegah terjadinya cedera.

Intervensi Keperawatan:

1) Kaji tingkat persepsi sensori mata.

Rasional: Mengetahui ketajaman atau lapang pandang pada mata.

2) Orientasikan pasien terhadap lingkungan sekitar.

Rasional: Membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

3) Jauhkan benda-benda yang dapat menyebabkan cidera.

Rasional: Mengurangi terjadinya peristiwa yang membahayakan.

f. Kelemahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolisme energi, defesiensi

insulin dan peningkatan kebutuhan energi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan aktifitas dan latihan pasien tidak terganggu dan

tidak mudah lelah.


Kriteria Hasil: Pasien mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukkan

perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan.

Intervensi Keperawatan:

1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas, buat jadwal perencanaan dengan

pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.

Rasional : Mempermudah pasien untuk melakukan latihan aktifitas.

2) Berikan aktifitas alternatif dengan istirahat yang cukup.

Rasional : Mencegah kebosanan dalam melakukan aktifitas.

3) Diskusikan cara menghemat energi ketika beraktifitas.

Rasional : Untuk mengetahui seberapa kalori tubuh yang dibutuhkan.

4) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktifitas sehari-hari sesuai toleransi.

Rasional: Meningkatkan perasaan dan kondisi pasien dalam beraktifitas.

g. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurang informasi.

Tujuan: Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.

Kriteria Hasil: Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan

pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya, pasien dapat melakukan

perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.

Intervensi Keperawatan:

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.

Rasional: Memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui

sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.


2) Kaji latar belakang pendidikan pasien.

Rasional: Perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan

kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.

3) Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien

dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.

Rasional: Informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat.

4) Jelaskan prosedur yang dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien di

dalamnya.

Rasional: Penjelasan dan ikut secara langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien

akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.

5) Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan.

Rasional: Gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah

diberikan.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, S.C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Mediakal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Jakarta: EGC.

Budisantoso, A. & Subekti. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Terpadu. Jakarta: FKUI.

Black, J., & Hawks, J. (2005). Medical Surgical Nursing. (7 th ed). St Louis: Elsevier Saunders.

Doenges, M.E. (2005). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Shahab, A. (2006). Diagnosis & Penatalaksanaan DM. Subbagian Endokrinologi Metabolik


Bagian Ilmu Penyakit Dalam: FK UNSRI.

Supartondo. (1995). Penatalaksanaan Diet DM. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia:


Bandung.

Syahbuddin, S. (2002). Diabetes Mellitus & Pengelolaannya. Balai Penerbit FK UI: Jakarta.

Smeltzer, S., & Bare. (2008). Brunner & Suddarth’s Textbook of medical surgical nursing.
Philadelphia: Lippincolt.

Soegondo, S., Soewondo, P. & Surbekti, J. (2007). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu.
FK UI.

Waspadji, S. (2007). Diabetes Mellitus: Mekanisme Dasar& Pengelolaannya yang Rasional.


Jakarta: FK UI.

Anda mungkin juga menyukai