Pankreatitis
Pankreatitis
OLEH:
ANDI BESSE FATRYANI
C111 09 361
PEMBIMBING:
Dr. dr. SRI RAMADHANY, M.KES
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
2
sendiri, DM tipe 1 sangat jarang dijumpai mungkin karena terletak di katulistiwa
atau faktor genetiknya tidak menyokong. (2)
Katarak yang merupakan salah satu komplikasi DM merupakan penyebab
utama kebutaan di seluruh dunia, yaitu menyumbang sekitar 42% dari semua
kebutaan. Lebih dari 17 juta orang buta karena katarak, dan 28000 kasus baru
dilaporkan setiap hari di seluruh dunia. Sekitar 25% dari populasi berumur lebih
dari 65 tahun dan sekitar 50% berumur lebih dari 80 tahun memiliki gangguan
(3)
penglihatan yang serius karena katarak. Katarak merupakan setiap keadaan
kekeruhan lensa mata yang dapat terjadi akibat penambahan cairan lensa,
pemecahan protein lensa atau keduanya, dan dapat menimbulkan gangguan
penglihatan jika terbentuk pada aksis penglihatan. Meskipun perkembangan
katarak yang perlahan dan progresif sehingga awalnya pasien kadang tidak
menyadari penyakitnya, tetapi katarak dapat menimbulkan gangguan penglihatan
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang.
Sebagian besar katarak timbul pada usia tua sebagai akibat pajanan terus
menerus terhadap pengaruh lingkungan dan pengaruh lainnya seperti merokok,
radiasi sinar ultraviolet, dan peningkatan kadar gula darah. (4) Menurut WHO,
sebanyak 25 juta penduduk buta karena katarak. Diperkirakan jumlah penderita
buta akibat katarak didunia saat ini mencapai 17 juta orang. Untuk itu, WHO
dengan visi 2020 bekerja keras untuk menurunkan angka kebutaan dan
menghindari ancaman kebutaan yang dikhawatirkan dapat mencapai angka 80 juta
pada tahun 2020. Katarak menjadi penyebab utama kebutaan di Indonesia.
Pada saat ini terdapat sekitar 1,7 orang menderita katarak dan setiap tahun
terdapat sekitar 200.000 penderita baru katarak. Patogenesis terjadinya katarak
belum sepenuhnya dimengerti. Namun, berdasarkan suatu studi penelitian,
(5)
ditekankan proses polyol sebagai peran utama terjadinya katarak di mata. Pada
lensa katarak, dijumpai agregat - agregat protein yang akan menghalang
tembusnya cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan protein lainnya
akan mengakibatkan perubahan warna lensa yang jernih menjadi kuning atau
coklat. Ini nantinya akan mengganggu penglihatan dan jika tidak di rawat boleh
(6)
menyebabkan kebutaan. Katarak tidak dapat dicegah kecuali pada kebutaannya
yaitu dengan tindakan operasi.
3
Operasi katarak merupakan operasi yang mudah dan aman bagi
kebanyakan orang. Namun, sama seperti operasi lain, operasi katarak dapat
menimbulkan komplikasi seperti pendarahan dan kerusakan pada kornea atau
(5)
retina yang memerlukan pembedahan lebih lanjut. Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan antara
faktor resiko katarak dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 dalam judul
“Prevalensi Katarak Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Yang Dirujuk Di
Poliklinik Mata RSUD Labuang Baji, Makassar periode Januari 2013 - Desember
2013”.
atas, maka beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Berapakah
prevalensi katarak pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang dirujuk ke poliklinik
mata RSUD Labuang Baji, Makassar periode Januari 2013 – Desember 2013”.
diabetes melitus tipe 2 yang dirawat di poliklinik mata RSUD Labuang Baji,
4
1. Mengetahui angka kejadian katarak disebabkan diabetes di Poliklinik Mata
RSUD Labuang Baji Makassar.
2. Mengetahui gambaran katarak berdasarkan umur pada pasien diabetes di
Poliklinik Mata RSUD Labuang Baji Makassar.
3. Mengetahui gambaran katarak berdasarkan jenis kelamin pada pasien
diabetes di Poliklinik Mata RSUD Labuang Baji Makassar.
4. Mengetahui gambaran katarak pada pasien diabetes berdasarkan durasi di
Poliklinik Mata di Poliklinik Mata RSUD Labuang Baji Makassar.
5. Mengetahui gambaran katarak pada pasien diabetes yang merokok di
Poliklinik Mata RSUD Labuang Baji Makassar.
6. Mengetahui angka kejadian stadium katarak yang terbentuk pada pasien
diabetes di Poliklinik Mata RSUD Labuang Baji Makassar.
tipe 2 sebagai salah satu faktor resiko terjadinya katarak dan menambah
5
4. Masyarakat yaitu memberikan informasi yang jelas mengenai katarak dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1. Diabetes Melitus
2.1.1. Definisi
7
Beberapa penelitian klinis telah menunjukan bahawa pembentukan katarak
lebih sering terjadi pada pasien diabetik daripada pasien non diabetik terutama
pada usia muda. Data dari Framingham dan studi mata yang lain menyatakan
peningkatan tiga hingga empat kali lipat prevelensi katarak pada pasien diabetes
dibawah usia 65 tahun dan prevelensi selebihnya dua kali lipat pada pasien diatas
usia 65 tahun. Peningkatan risiko adalah pada pasien dengan durasi diabetes yang
panjang dan memiliki tahap metabolism yang jelek. Penyakit katarak banyak
terjadi di negara tropis seperti di Indonesia. Menurut WHO, katarak merupakan
penyebab utama kebutaan dan gangguan penglihatan di Asia dan menyebabkan
70% kasus kebutaan di Indonesia. Katarak sangat umum mempengaruhi sekitar
60% orang berusia di atas 60 tahun. (9)
Berdasarkan studi Beaver Dam Eye, yaitu suatu penelitian pada populasi
yang dilakukan pada akhir 1980an, dikatakan sebanyak 38,8% lelaki dan 45,9%
wanita diatas usia 74 tahun memiliki katarak yang signifikan. Kemudian
dilakukan penelitian kohort pada tahun 1993-1995 untuk memperkirakan kejadian
katarak nuklear, katarak kortikal dan katarak subkapsular posterior dan didapati
sebanyak 13,1% insidensi katarak nuklear, 8,2% katarak kortikal dan 3,4%
katarak subkapsular posterior. Faktor risiko perkembangan katarak tidak konsisten
pada semua penelitian. Namun, katarak kortikal dikatakan lebih sering pada orang
berkulit hitam. Insidensi katarak nuklear lebih tinggi pada kaum wanita dan
perokok lebih sering membentuk opasitas katarak nuklear. Selain usia, jenis
kelamin dan ras, faktor lain yang mempengaruhi katarak adalah pajanan terhadap
sinar matahari, status nutrisi, obesitas, merokok, konsumsi alkohol dan status
pendidikan. (10)
8
B. Idiopatik
2. Diabetes Tipe 2 (bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin
disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin) (11)
3. Diabetes Melitus Tipe lain (11)
A. Defek fungsi sel β genetic
• Kromosome 12, HNF-1α (MODY3)
• Kromosome 7, glukokinase (MODY2)
• Kromosome 20, HNF-4α (MODY1)
• Kromosome 13, faktor promoter insulin-1 (IPF-1; MODY4)
• Kromosome 17, HNF-1β (MODY5)
• Kromosome 2, NeuroD1(MODY6)
• DNA Mitochondria dan lain-lain.
B. Defek genetik kerja insulin
1. Insulin resistensi tipe A
2. Leprechaunism
3. Sindroma Rabson-Mendenhall
4. Lipoatropik Diabetes dan lain-lain.
C. Infeksi
• Rubella Kongenital
• Cytomegalovirus dan lain-lain.
D. Penyakit pada eksokrin pankreas
1. Pankreatitis
2. Trauma/pankreatecktomi
3. Neoplasia
4. Cysticfibrosis
5. Hemokromatosis
6. Pankreatopati fibro kalkulus dan lain-lain.
E. Endokrinopati
• Akromegali
• Sindroma Cushing
• Glukagonoma
9
• Feokromositoma
• Hipertirodisme
• Somatostatinoma
• Aldosteronoma dan lain-lain.
F. Obat/ bahan kimia yang menginduksi
• Vacor
• Pentamidine
• Asam Nikotinik
• Glukokortikoid
• Hormon Tiroid
• Diazoxid
• β-adrenergic agonists
• Tiazid dan lain-lain
4. Diabetes Melitus Gestational (Kehamilan) (11)
10
Table 2.1. Karakteristik Umum Tipe 1 dan 2 Diabetes Melitus Sumber:
The Merck Manual; (Kishore, 2012)
Karakteristik Tipe 1 Tipe 2
Onset Biasanya umur < 30 Biasanya umur > 30
tahun tahun
Berkaitan obese Jarang Sangat sering
Menjurus pada Ya Tidak
ketoasidosis
Kadar insulin endogen Sangat rendah/ tidak Rendah, normal atau
Dalam plasma terdeteksi tinggi, tergantung derajat
resistensi insulin dan
destruksi sekretorik
insulin
Konkodansi Kembar ≤ 50% > 90%
Berkaitan dengan antigen Ya Tidak
spesifik HLA-D
Antibodi sel islet pada Ada, tapi boleh juga Tidak ada
diagnose tidak dijumpai sama
sekali
Patologi islet Insulitis, hilangnya sel Lebih kecil; kelihatan
beta selektif normal, deposisi amiloid
sering terjadi
Penyebab komplikasi Ya Ya
(retinopathy,
nephropathy, neuropathy,
atherosclerotic
cardiovascular disease)
Respon hiperglikemia Tidak Ya, tahap awal pada
pada pemberian obat oral pasien
antihiperglikemia
11
Secara garis besar, diabetes dapat dibagikan menjadi dua kategori utama
berdasarkan sekresi insulin endogen, yaitu (a) Insulin Dependent Diabetes
Melitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tipe 1 dan (b) Non Insulin Dependent
Diabetes Melitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tipe 2. Insulin adalah hormon
yang disekresi oleh pankreas, yaitu sebuah kelenjar yang secara anatominya
terletak di belakang lambung. Di dalam kelenjar pankreas terdapat kumpulan sel
yang berbentuk seperti pulau yang disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel
beta yang mengeluarkan hormon insulin. Secara fisiologis, hormon insulin
dikeluarkan sebagai respon terhadap peningkatan kadar gula dalam darah. Insulin
diibarat anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa dalam sel, yang
kemudian akan dimetabolisme menjadi tenaga. Insulin juga berperan
mengkonversi glukosa menjadi glikogen sebagai cadangan di sel otot dan hepar.
Dengan ini, kadar gula darah tetap dalam keadaan normal. (2)
Pada DM tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin atau insulin
yang diproduksi sangat sedikit. Hal ini karena, pada jenis ini, timbul reaksi
otoimun yang disebabkan adanya peradangan pada sel beta. Antibodi yang timbul
yaitu Islet Cell Antibody (ICS) akan bereaksi dengan antigen (sel beta)
menyebabkan hancurnya sel beta itu sendiri. Oleh itu, kadar glukosa darah
menjadi sangat tinggi dan tidak dapat digunakan secara optimal untuk
pembentukan energi. Maka, energi nantinya diperoleh dari peningkatan
katabolisme lipid dan protein. (12)
Pada DM tipe 2, berlaku resistensi insulin, dimana sel-sel tubuh tidak
merespon tepat ketika adanya insulin dan juga penurunan kemampuan sel beta
pankreas untuk mensekresi insulin sebagai respon terhadap beban glukosa. Pada
tipe ini, jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah
reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel berkurang. Jadi, glukosa akan
menumpuk di dalam darah. Sel beta akan terus memproduksi insulin sehingga
pada suatu saat menyebabkan hiperinsulinemia. Kondisi ini akan mengakibatkan
desensitisasi reseptor insulin pada tahap postreceptor, yaitu penurunan aktivitas
kinase receptor, translokasi glucose transport dan aktivasi glycogen synthase. Ini
12
akan menyebabkan resistensi insulin yang membawa kepada keadaan
hiperglikemi. Kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan aktivitas pankreas
menghasilkan insulin sehingga pada suatu saat kerja pankreas mulai lemah dan
akhirnya membawa akibat pada defisiensi insulin. (12)
13
2.2. Katarak
2.2.1. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunani yang berarti 'katarraktes' yaitu air
terjun karena pada awalnya katarak dipikirkan sebagai cairan yang mengalir dari
otak ke depan lensa. Menurut WHO, katarak adalah kekeruhan yang terjadi pada
lensa mata, yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata sehingga menyebabkan
penurunan atau gangguan penglihatan. (6)
Lensa mata merupakan bagian jernih dari mata yang berfungsi untuk
menangkap cahaya. Retina pula merupakan jaringan yang berada di bagian
belakang mata dan bersifat sensitif terhadap cahaya. Pada keadaan normal, cahaya
atau gambar yang masuk akan diterima oleh lensa mata, kemudian akan
diteruskan ke retina. Rangsangan cahaya tersebut selanjutnya akan diubah
menjadi sinyal atau impuls yang diteruskan ke otak. Di otak, imej tersebut akan
diterjemahkan dan dapat dilihat oleh mata. (6)
Lensa normal pada manusia adalah jernih dan bikonveks. Lensa tidak
mengandungi pembuluh darah setelah perkembangan fetus dan bergantung
sepenuhnya kepada cairan akuous untuk kebutuhan metaboliknya. Sebuah lensa
mempunyai diameter 9 mm dan ketebalan sekitar 5mm. Lensa terdiri dari kapsul,
epitel lensa, korteks dan nukleus. Bagian depan lensa berhubungan dengan cairan
bilik dan bagian belakang lensa berhubungan dengan badan kaca. Bagian
belakang iris, lensa digantung pada prosesus siliaris oleh Zonula Zinn
(ligamentum suspensorium lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta
menghubungkannya dengan korpus siliaris. (6)
Zonula Zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus
siliaris. Zonula Zinni melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, dengan ukuran
sekitar 1,5mm pada bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior. Permukaan
lensa pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Di
sebelah anterior lensa terdapat humor akuous dan disebelah posteriornya korpus
14
vitreus. Lensa diliputi oleh kapsular lentis, yang bekerja sebagai membran semi
permeabel, yang melalukan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian
anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator. (15)
Di kapsul anterior depan terdapat selapis epitel subkapsular. Epitel ini
berperan dalam proses metabolism dan menjaga sistem normal dari aktivitas sel
termasuk RNA, protein dan lipid. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya.
Sesuai dengan pertambahan usia, serat-serat lamella terus diproduksi, sehingga
lens alma-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamella konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti, yang
pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan
dengan epitel subkapsular. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian anterior.
(16)
15
Gambar 2.1 Lensa Mata
16
cairan untuk menyeimbangkan gradien osmotik. Keadaan ini menyebabkan
keruntuhan dan pencairan serat lensa yang akhirnya membentuk kekeruhan pada
lensa. Selain itu, stres osmotik pada lensa yang disebabkan oleh akumulasi
sorbitol menginduksi apoptosis pada sel epitel lensa yang mengarah ke
pengembangan katarak. (5)
Jalur poliol telah digambarkan sebagai mediator utama diabetes-induced
oxidative stress pada lensa. Stres osmotik yang disebabkan oleh akumulasi
sorbitol menginduksi stres dalam retikulum endoplasma (RE), situs utama sintesa
protein, yang akhirnya menyebabkan generasi radikal bebas. RE stres juga dapat
disebabkan dari fluktuasi kadar glukosa initiating an unfolded protein response
(UPR), yang menghasilkan reactive oxygen species (ROS) dan menyebabkan
kerusakan stres oksidatif dengan serat lensa. Ada banyak publikasi terbaru yang
menggambarkan kerusakan stres oksidatif pada serat lensa oleh pemulung radikal
bebas pada penderita diabetes. (5)
Namun, tidak ada bukti bahwa radikal bebas memulai proses pembentukan
katarak melainkan mempercepat dan memperburuk perkembangannya. Hidrogen
peroksida (H2O2) meningkat pada aqueous humor dari penderita diabetes dan
menginduksi generasi radikal hidroksil (OH-) setelah memasuki lensa melalui
proses digambarkan sebagai reaksi Fenton. Radikal bebas nitrat oksida (NO),
yaitu faktor lain yang meningkat dalam lensa diabetes dan dalam aqueous humor,
dapat mengakibatkan pembentukan peroxynitrite meningkat, yang pada nantinya
menyebabkan kerusakan sel karena sifat oksidasi. (5)
Selanjutnya, peningkatan kadar glukosa dalam humor akuous dapat
menyebabkan glikasi protein lensa, dimana proses tersebut akan menghasilkan
radikal superoksida (O2-) dan dalam pembentukan advanced glycation
endproducts (AGE). Interaksi AGE dengan reseptornya di permukaan sel akan
memproduksi O2- dan H2O2. Dengan peningkatan radikal bebas, lensa diabetes
sering menunjukan gangguan pada kapasitas antioksidan dan kerentanan mereka
terhadap stres oksidatif. Hilangnya antioksidan diperparah oleh proses glikasi dan
inaktivasi enzim antioksidan seperti superoksida dismutase lensa. (5)
Tembaga-zink superoxide dismutase 1 (SOD1) adalah superoksida
dismutase isoenzim yang paling dominan dalam lensa, dimana ia penting untuk
17
degradasi radikal superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan
oksigen. Kesimpulannya, pembentukan katarak diabetes adalah hasil generasi
jalur poliol dari glukosa oleh AR, yang mengakibatkan peningkatan stres osmotik
dalam serat lensa dan mengarahkan ke pembengkakan dan perpecahan lensa. (5)
18
tepi dari coklat kemerahan hingga mendekati perubahan warna hitam
diseluruh lensa (katarak hitam). Karena mereka meningkatkan tenaga
refraksi lensa, katarak nuclear menyebabkan myopia lentikular dan
kadang-kadang menimbulkan fokal point kedua di dalam lensa yang
menyebabkan diplopia monocular.
Katarak Kortikal :
Terjadi penyerapan air sehingga lensa menjadi cembung dan terjadi
miopisasi akibat perubahan indeks refraksi lensa. Pada keadaan ini
penderita seakan-akan mendapatkan kekuatan baru untuk melihat dekat
pada usia yang bertambah.
Beberapa perubahan morfologi yang akan terlihat pada pemeriksaan slip
lamp dengan midriasis maksimum :
1. Vacuoles: akumulasi cairan akan terlihat sebagai bentuk vesicle cortical
sempit yang kecil.
2. Water fissure: pola rarial dari fissure yang terisi cairan yang akan terlihat
diantara fiber.
3. Lamella yang terpisah: tidak sesering water fissureI, ini berisi suatu zona
cairan diantara lamella (biasanya antara lamella clear dan fiber kortikal).
4. Cuneiform cataract: ini sering ditemukan dengan opasitas radier dari lensa
peripheral seperti jari-jari roda.
19
Tabel 2.2. Grading of the Three Common Types of Cataract
Sumber: Optometric Clinical Practice Guideline; (Murrill, 2004).
20
Gambar 2.3. Katarak Subkapsular Posterior
21
Berdasarkan stadium, katarak dibagi atas 4 stadium(6):
a. Katarak insipien
Kekeruhan lensa tidak teratur. Terbentuk bercak-bercak yang membentuk
gerigi dasar di perifer dan daerah jernih diantaranya. Kekeruhan terletak di
daerah korteks anterior dan posterior dan hanya tampak bila pupil
dilebarkan. Kekeruhan ini boleh menimbulkan poliopia oleh karena indeks
refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa.
b. Katarak Imatur
Kekeruhan yang lebih tebal tetapi belum mengenai semua lensa sehingga
masih terdapat bagian yang jernih pada lensa. Pada stadium ini terjadi
hidrasi korteks yang mengakibatkan lensa menjadi bertambah cembung.
Pencembungan lensa ini akan memberikan refraksi dimana mata akan
menjadi miopik. Uji bayangan iris pada keadaan ini positif.
c. Katarak Matur
Kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Bila proses degenerasi
terus berlaku, maka akan terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil
disintegrasi melalui kapsul. Lensa berukuran normal dan iris tidak
terdorong ke depan. Pada stadium ini, terdapat deposit kalsium dan uji
bayangan iris negatif.
d. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks mengkerut dan
berwarna kunung. Pengeriputan lensa dan mencairnya korteks, nukleus
lensa tenggelam ke arah bawah (Katarak Morgagni). Uji bayangan iris
memberikan gambaran pseudopositif.
22
2. Gejala objektif biasanya meliputi (6):
a. Pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina Ptak
akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak,
cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam
menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan
menjadi kabur atau redup.
b. Pupil yang normalnya hitam akan tampak abu-abu atau putih.
Penglihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan
bertambah putih.
c. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-
benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif.
23
2.2.6. Diagnosis
2.2.7. Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika
gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala
cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat
menjernihkan lensa yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui
dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan
hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti
katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar
sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E. (3)
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Lebih dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari
metode yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan
dengan evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan
bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah
24
lensa yaitu intra capsuler cataract extraction (ICCE) dan extra capsuler cataract
extraction (ECCE). (18)
25
BAB III
Umur
26
3.2 Definisi Operasional
Variable yang akan di teliti adalah semua penderita DM yang menderita penyakit
katarak.
a. Diabetes Melitus
suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh
karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin
baik absolut maupun relative. (2)
b. Katarak
merupakan setiap keadaan kekeruhan lensa mata yang dapat terjadi akibat
penambahan cairan lensa, pemecahan protein lensa atau keduanya, dan
dapat menimbulkan gangguan penglihatan jika terbentuk pada aksis
penglihatan. (19) Merupakan salah satu komplikasi pada DM.
c. Prevalensi
Definisi : Prevalensi adalah proporsi subyek yang sakit pada suatu waktu
d. Umur
b. 50 – 59 tahun
c. 60 – 69 tahun
d. ≥ 70 tahun
27
e. Jenis Kelamin
b. Wanita
f. Durasi menderita DM
b. >10 tahun
g. Merokok
• Hasil ukur : a. Ya
b. Tidak
28
h. Katarak
b. Matur
29
BAB IV
METODE PENELITIAN
yang dirawat di poliklinik mata RSUD Labuang Baji, Makassar dan retrospektif
pasien.
Makassar.Lokasi ini dipilih karena rumah sakit ini rumah sakit pusat rujukan
30
4.3 Populasi dan Sampel
adalah seluruh pasien dengan diagnosis katarak yang dirawat di poliklinik mata
Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji, Makassar selama periode Januari 2013
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan
diambil.(22) Besar sampel yang digunakan ialah dengan metode total sampling,
dimana sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua populasi yang
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah seluruh pasien katarak yang
tercatat dalam rekam medik, sementara kriteria eksklusi yang digunakan adalah
pasien yang tidak didapati riwayat diabetes melitus tipe 2 pada rekam medik.
diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah Labuang Baji,
yang diderita, jenis katarak yang diderita oleh pasien tersebut serta riwayat
31
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
Service Solution).
32
BAB V
mulai 5 Mei 2014 – 16 Mei 2014 di bagian rekam medik RSUD Labuang Baji,
Makassar. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosis
katarak yang dirawat di poliklinik mata RSUD Labuang Baji, Makassar selama
rentang waktu bulan Januari 2013 sampai Desember 2013. Dari 232 buah rekam
medik pasien dengan katarak yang diperiksa, ditemukan 47 buah rekam medik
pasien dengan katarak dan diabetes melitus tipe 2 yang memenuhi kriteria untuk
rumah sakit Tipe B dan juga sebagai pusat rujukan region gerbang Selatan,
Perda Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 2002 yang
33
merubah status dari RSUD non pendidikan menjadi BP RSUD Labuang Baji yang
Nomor 9 Tahun 2008 pada tanggal 21 Juli 2008 dengan merubah struktur
organisasi RSUD Labuang Baji dari bentuk badan menjadi Rumah Sakit Umum.
memenuhi kriteria menjadi sampel penelitian, terdiri dari 16 orang laki-laki dan
31 orang perempuan.
34
Gambar 5.2 Distribusi Frekuensi Katarak Berdasarkan Kelompok Umur
Dari gambar 5.2 diperoleh data pasien yang menderita katarak paling
banyak terjadi pada kelompok usia 60-69 tahun sebanyak 21 orang (45%), diikuti
dengan kelompok usia 50-59 tahun sebanyak 15 orang (32%), kelompok usia ≥ 70
tahun sebanyak 9 orang (19%), dan paling sedikit yaitu pada kelompok usia 40-49
Tipe 2
35
Gambar 5.3 Distribusi Frekuensi Katarak Berdasarkan Lamanya Menderita DM
Tipe 2
Dari gambar 5.3, diperoleh pasien katarak yang paling banyak diderita
oleh penderita Diabetes Melitus tipe 2 ≤ 10 tahun ialah sebanyak 26 orang (55%),
orang (45%).
36
Gambar 5.5.Distribusi Frekuensi Katarak Berdasarkan Riwayat Merokok
sebanyak 15 orang (32%), dan pasien katarak tanpa riwayat merokok sebanyak 32
37
Gambar 5.5 Distribusi Frekuensi Katarak Berdasarkan Jenis Katarak
Dari gambar 5.5, diperoleh tipe katarak yang paling banyak diderita oleh
penderita Diabetes Melitus Tipe 2 ialah Imatur sebanyak 38 orang (81%), tipe
katarak terbanyak pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 ialah Matur sebanyak 6
orang (13%) dan diikuti gabungan dari imatur dan matur sebanyak 3 orang (6%).
38
Berdasarkan hasil penelitian pada 158 rekam medis dengan diagnosis
katarak yang dirawat di poliklinik mata RSUD Labuang Baji, Makassar pada
= x 100%
= 29,75%
5.2. Pembahasan
Pada penelitian ini, melalui gambar 5.1, diperoleh hasil penelitian ini
(51.4%).(24) Menurut hasil penelitian Kim S. dan Kim J. pada tahun 2006 di Korea,
39
Berdasarkan gambar 5.2, diperoleh hasil penelitian ini menunjukkan
(45%). Menurut hasil penelitian Rotimi, C. et al pada tahun 2003 di Afrika Barat,
kali lipat pada penderita diabetes melitus yang berusia dibawah 65 tahun dan
peningkatan sebesar dua kali lipat lebih pada penderita diabetes melitus yang
proses penuaan dan diabetes melitus sebagai faktor risiko yang memicu
melitus tipe 2 dengan durasi < 7 tahun. Menurut penelitian Vaz, N.C et al pada
tahun 2011 di Goa, India, sebanyak 71 orang (23.4%) yang menderita diabetes
melitus tipe 2 dengan durasi ≤ 10 tahun. (27) Berdasarkan penelitian kohort oleh
Rotimi C, et al. pada tahun 2005 di Afrika Barat dalam Rizkawati (2012)
menyatakan bahawa kejadian katarak pada penderita diabetes melitus lebih dari
dua kali lipat berisiko dibanding orang yang tidak menderita diabetes melitus. Hal
ini menunjukkan bahawa diabetes melitus merupakan faktor risiko yang penting
40
dalam pembentukan katarak. Kadar gula darah yang tidak terkontrol juga dapat
41
BAB VI
6.1. Kesimpulan
1. Dari hasil penelitian ini, yaitu dari 47 jumlah pasien yang menderita
katarak akibat Diabetes Melitus Tipe 2, didapatkan sebanyak 16 orang
(34%) adalah laki-laki dan sebanyak 31 orang (66%) adalah
perempuan. Dengan arti kata lain, jumlah perempuan lebih banyak
menderita katarak karena Diabetes Melitus Tipe 2.
2. Karakteristik umur pasien terbanyak yang menderita Katarak Diabetik
adalah pada kelompok umur 60 – 69 tahun, yaitu sebanyak 21 orang
(44,7%) dari jumlah penderita Katarak Diabetik.
42
6.2. Saran
43
DAFTAR PUSTAKA
44
13. Gustaviani, Reno 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Department Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
14. Nathan, D., M., 1993. Long-Term Complications of Diabetes Melitus. The
New England Journal of Medicine. Available from: http:// www. nejm. org/
doi/ full/10.1056/NEJM199306103282306 [Accesed 26 April 2014].
15. Inzucchi, S., E. 2005. The Diabetes Melitus Manual: A primary care
companion to Ellenberg and Rifkin's Sixth Edition. USA : Mc Graw Hill
Companies, Inc.
16. Javadi, M., A., Siamak Zarei-Ghanavati, 2008. Cataract in Diabetic Patients:
A Review Article. Iran: Journal of Ophthalmic and Vission. Available from:
http://www.jovr.ir/index.php/jovr/article/viewFile/9/9 [Accesed 24 April
2014].
17. Khandekar, R., Mohammed, A.J. 2009. Gender inequality in vision loss and
eye diseases: Evidence from the Sultanate of Oman. India: Indian Journal of
Ophthalmology. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2812763/#!po=67.8571
[Accessed 20 Mei 2014].
18. Murrill, C., A., David L. Stanfield, Michael D. VanBrocklin, Ian L. Bailey,
Brian P. DenBeste, Ralph C. DiIorio et al 2004. USA Optometric Clinical
Practice Guideline Care of the Adult Patient with Cataract. USA: American
Optometric Association Consensus Panel. Available from :
http://www.aoa.org/documents/CPG-8.pdf [Accesed 25 April 2014].
19. Mvitu-Muaka, M., Longo-Mbenza, B., Nkondi MA 2011. Relationship
between Cataract and Metabolic Syndrome among African Type 2 Diabetics.
South Africa: University of Kinshasa.
20. Putra, M. Agung Eka 2011. Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak di Poliklinik
Mata RSUP Haji Adam Malik. Available from: repository. usu. ac.id/
bistream/ 123456789/24653/3chapterIIpdf. [Accesed 20 April 2014].
21. Rizkawati 2012. Hubungan Antara Kejadian Katarak Dengan Diabetes
Melitus Di Poli Mata Rumah Sakit Dr. Soedarso Pontianak. Kalimantan:
Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura, Available from:
jurnal.untan.ac.id/index.php/jfk/article/.../2819/2834 [Accessed 26 Mei 2014].
22. Regina 2012. Komplikasi Diabetes Melitus. Diabetes Melitus.org Pusat
Informasi Penyakit DM. Available from: http:// diabetesmelitus. org/
komplikasi-diabetes- melitus/ [Accesed 20 April 2014].
23. Vaz, N.C, Ferreira AM, Kulkarni, MN, Vaz, F.S, Pinto, NR 2011. Prevalence
of Diabetic Complications in Rural Goa, India. India: Indian Journal of
Community Medicine.
24. Raman R., Swakshyar. S.P., James S.K.A., Padmaja K.R. 2010. Prevalence
and Risk Factors for Cataract in Diabetes: Sankara Nethralaya Diabetic
Retinopathy Epidermiology and Molecular Genetics Study. India: Department
of Preventive Ophthalmology, Sankara Nethralaya.
25. Baziad, A. 1996.Terapi Hormonal: Alternatif Baru penanggulangan
masalah menopause dan komplikasinya dalam Pakasi LS. Menopause:
masalah dan penanganannya. Jakarta: Balai Peneribit FK UI
26. Rosenfeld, S., I., Mark H. Blecher, James C. Bobrow, Cynthia A. Bradford,
2007. Lens and Cataract. USA : American Academy of Ophthalmology.
45
27. Roaeld, R.B, Kadiki, O.A 2006. Prevalence of long-term complications
among Type 2 Diabetic patients in Benghazi, Libya. Libya: Journal of
Diabetology in Asia Study Group. .
28. Rotimi, C., Daniel, H., Chen, G., Opoku, V., Dunston, G., Collins, F. et al
2003. Prevalence and Determinants of Diabetic Retinopathy and Cataracts in
West African Type 2 Diabetes Patients. Africa: Ethnicity and Disease Vol 13
46
47