Pelaksanaan pendidikan di Indonesia secara tegas diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945,
yaitu pasal 29 termasuk Amandemennya. Pendidikan menjadi tanggung jawab dan kewajiban
negara dan didukung oleh seluruh rakyatnya. Namun hingga saat ini implementasi amanat
tersebut belum sepenuhnya dapat dilaksanakan dalam bidang pendidikan, bahkan dirasakan
masih sangat jauh dari yang dicita-citakan. Meskipun dari sisi pendanaan tahun 2009
pemerintah telah menargetkan anggaran 20 % dari APBN.
Setelah pelaksanaan otonomi pendidikan sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah
maka pengelolaan pendidikan tidak lagi sentralisasi dari pusat. Saat ini peran pemerintah
daerah untuk memajukan pendidikannya menjadi sangat terbuka meskipun masing-masing
daerah memiliki kesulitan baik masalah sumber daya manusia maupun minimnya dana
pendidikan. Tantangan perkembangan dunia saat ini menuntut kemampuan sumber daya
manusia yang tangguh dan memiliki kreativitas yang tinggi, tetapi bagaimana negara mampu
menyiapkan SDM yang berkualitas
Kaitan antara pendidikan dan politik sangat erat bahkan selalu berhubungan sehingga dengan
keadaan tersebut dapat kita ketahui bahwa politik negara sangat berperan menentukan arah
perkembangan pendidikan di suatu negara. Tidak berlebihan kiranya bila banyak ahli yang
berpendapat bahwa pendidikan sebagai salahsatu upaya atau sarana untuk melestarikan
kekuasaan negara. Michael W. Apple dalam Tilaar (2003: 145) menjelaskan bahwa politik
kebudayaan suatu negara disalurkan melalui lembaga-lembaga pendidikannya sehingga
dalam pendidikan tersalur kemauan-kemauan politik atau sistem kekuasaan dalam suatu
masyarakat. Upaya menanamkan suatu prinsip, doktrin dan kesepakatan-kesepakatan negara
melalui pendidikan dilakukan dengan cara yang tidak dapat ditelusur secara sekilas karena
biasanya berada secara implisit dalam suatu materi pendidikan atau kurikulum sehingga
secara tidak sadar sebenarnya masyarakat yang mengikuti dan memperoleh pendidikan telah
mendukung pula tujuan khusus negara tersebut. Upaya untuk melestarikan kekuasaan negara
secara umum dibedakan Tilaar (2003:145-146) dalam beberapa sistem atau pendekatan,
yaitu:
a. Moralisme Religius, dalam pendekatan ini Negara memberikan arah kepada
pendidikannya agar memelihara nilai-nilai moral religius yang dianut oleh negara.
Dalam sejarah pendidikan hal ini dikenal pada zaman scholastic.
b. Masa Aufklarung, munculnya intelektualoisme mendorong Negara mengarahkan
pendidikannya kepada pengembangan kemampuan berpikir yang merupakan dasar
dari kemajuan. Intelektualisme merupakan tujuan utama dalam pendidikan yang
diarahkan oleh negara.
c. Perkembangan Nasionalisme, dengan lahirnya Negara-negara bangsa pada abad 19,
terutama sesudah revolusi Prancis, maka pendidikan nasional merupakan tugas utama
dari negara. Pendidikan warga negara dilaksanakan di sekolah-sekolah dan mencapai
puncaknya dalam pendidikan totaliter seperti yang diselenggarakan oleh Nazisme,
totaliterisme, Fasisme, dan Komunisme.
d. lahirnya Demokrasi, hal ini dikenal terutama dalam falsafah pendidikan yang
dikembangkan di Amerika Serikat oleh filsuf John Dewey, yang mengatakan bahwa
apabila kiuta berbicara mengenai demokratis maka kita memasuki wilayah
pendidikan. Pendidikan merupakan sarana bagi tumbuh dan berkembangnya sikap
demokrasi. Oleh sebab itu pendidikan tidak dapat dilepaskan dari penyelenggaraan
Negara yang demokratis.
e. Pendidikan sebagai Pengembangan Sumber Daya manusia, pendekatan dari sudut
ekonomi ini menunjukkan betapa pentingnya factor manusia dalam pengembangan
ekonomi. Kehidupan ekonomi menjadi sangat penting dalam kehidupan bernegara.
Oleh sebab itu Negara wajib mengembangkan kemampuan sumber daya manusianya
sebagai asset untuk perkembangan ekonominya. Pendekatan ekonomis dan kebutuhan
tenaga kerja menjadi sangat menonjol dalam pandangan ini. Pendekatan ini menjadi
sangat popular di negara-negara berkembang setelah perang dunia kedua.
f. Pendekatan-pendekatan diatas mempunyai banyak kelemahan terutama dalam
kelanjutan kehidupan suatu masyarakat. Krisis ekonomi, krisis sosial yang terjadi
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa pendekatan diatas mempunyai kelemahan-
kelemahan. Salah satu pendekatan baru adalah pendekatan kapital sosial merupakan
suatu kekuatan yang menjamin adanya integrasi dalam suatu masyarakat atau Negara
dan juga merupakan kekuatan ekonomi atau sumber daya manusia dalam suatu
masyarakat. Pendekatan kapital sosial menonjol dalam era globalisasi karena
kecenderungan pupusnya rasa persatuan dan menurunnya rasa nasionalisme akibat
sikap eksklusivisme kelompok, komersialisasi dan kehidupan santai dalam era
globalisasi.
Pendekatan-pendekatan diatas semakin menyadarkan kita bahwa peran negara untuk
rakyatnya terutama lewat pendidikan sedemikian besarnya. Tanggung jawab pembangunan
pendidikan menjadi sangat berat dan itu merupakan tantangan tersendiri. Ditengah rendahnya
kemampuan ekonomi Negara kita saat ini pembangunan pendidikan harusnya menjadi
prioritas untuk dikembangkan, sudah banyak bukti dinegara lain yang sudah maju dimana
pengembangan sumberdaya manusia yang diprioritaskan tersebut dapat mendukung
keberhasilan pembangunan secara keseluruhan. Sistem politik yang berlaku dalam suatu
negara senantiasa terkait dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh negara termasuk
kebijakan dalam bidang pendidikan. Kaitan tersebut terletak pada:
a. perumusan kebijakan
b. proses legitimasi
c. proses penyampaian pada khalayak
d. proses pengkomunikasian
e. proses pelaksanaan, dan
f. proses evaluasi
Perbedaan perumusan kebijakan di negara satu dengan yang lainnya seringkali
disebabkan oleh perbedaan sistem politik yang dianut. Hal itu juga berlaku pada perbedaan
pelaksanaan dan evaluasi pada suatu negara.
Referensi:
(Nurtanio Agus Purwanto. (2008). Pengaruh Politik dalam Pendidikan di Indonesia. Jurnal
manajemen Pendidikan : No. 02/Th IV/Oktober/2008.)
Konsep Globalisasi
Istilah globalisasi pertama kali digunakan di bidang ekonomi. Tapi prosesnya globalisasi
telah sangat mempengaruhi sisi ekonomi, sosial, budaya dan teknologi masyarakat dalam
tatanan dunia baru. Globalisasi telah dilihat sebagai konsep dasar dalam mengarahkan
kebijakan ekonomi, sosial dan budaya. Cogburn (2000) berpikir bahwa globalisasi adalah
tentang perubahan struktural monumental yang terjadi dalam proses produksi dan distribusi
dalam ekonomi global. Perubahan struktural ini merupakan tanggapan banyak orang
perusahaan global yang menghadapi tekanan luar biasa dan peluang fantastis disajikan oleh
peningkatan aplikasi dan integrasi informasi lanjutan dan teknologi komunikasi ke dalam
proses bisnis inti mereka seperti manufaktur, pengujian, back-office, operasi, pemasaran dan
distribusi. Globalisasi telah menjadi kata "ajaib" yang mengidentifikasi dan mengungkapkan
perubahan setiap bidang, dari ekonomi ke politik, dari kebijakan sosial hingga budaya.
Globalisasi memiliki Telah dianggap sebagai ungkapan mode yang membuka semua pintu
yang berhadapan dengan masa lalu dan masa depan Ada pendekatan yang berbeda terhadap
globalisasi. Tidak ada yang pasti Kesepakatan globalisasi antara spesialis (ilmuwan). Seperti
politik, budaya dan budaya Efek ekonomi dari globalisasi menyebar ke seluruh dunia, ia
memperoleh kedua pendukungnya dan lawan. Globalisasi tidak dianggap hanya sebagai
proses ekonomi. Dalam sebuah survei (2000) di globalisasi di Amerika Serikat, sebuah studi
tentang Sikap Publik AS, ditemukan bahwa orang Amerika melihat globalisasi sebagai proses
dunia menjadi semakin saling berhubungan. Hal ini dilihat sebagai sebuah kesatuan di mana
nilai-nilai menjadi lebih berorientasi pada konteks global dan internasional institusi
memainkan peran yang lebih sentral selain sebagai proses ekonomi. Globalisasi dan
deregulasi tren terkait, privatisasi meningkatkan pelanggan Kecanggihan, telah mengangkat
standar kompetensi bagi bisnis yang bersaing luas array industri. Terobosan pada negara
pelindung, peraturan dan informasi Hambatan berarti bahwa bisnis harus meningkatkan
kemampuan mereka untuk menghasilkan produk dan layanan dengan "premi pengetahuan"
tinggi dengan menanamkan pengetahuan tentang produk (Quinn, 1992). Perubahan organisasi
teknologi dan terkait telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Selanjutnya tingkat
depresiasi dan akumulasi pengetahuan meningkat secara eksponensial selama beberapa
dekade (Badaracco, 1991). Akhirnya, banyak anggota organisasi sekarang menuntut
kesempatan untuk kerja bermakna yang membangun ketrampilan dan rasa profesional
identitas, terutama di lingkungan kerja dimana persyaratan kerja terus berubah dan Pekerjaan
seumur hidup tidak mungkin terjadi (Barlett & Ghashal, 1995). Efek globalisasi adalahtidak
hanya pada perdagangan dan produksi, atau pada layanan yang sudah umum, seperti
Pendidikan itu juga berdampak pada budaya. Dampaknya seringkali luar biasa lokal budaya
dengan budaya transnasional yang terkomodifikasi dan homogen (Kuehn, 1999).
FAKTOR-FAKTOR GLOBALISASI
Di negara-negara dunia saat ini tidak dapat membantu proses global yang berpartisipasi di
mana baru tatanan dunia membentuk dirinya sendiri. Globalisasi mempengaruhi semua aspek
sosial, politik dan politik struktur ekonomi dan proses yang muncul dari peran sentral
pengetahuan. Itu Penyebaran bahasa Inggris yang cepat memungkinkan bahasa itu menjadi
bahasa universal. bahasa Inggris adalah digunakan sebagai bahasa pertama atau kedua di
hampir seratus negara. Aspek ini menyebabkan orang menggunakan bahasa Inggris sebagai
bahasa internasional di wilayah internasional seperti media, komputer dan bahasa dagang.
Selain meningkat dan cepatnya penggunaan bahasa Inggris, faktor-faktornya globalisasi
terkemuka dapat diringkas sebagai berikut: • Meningkatkan komunikasi global melalui serat
optik, satelit dan teknologi komputer • Desain, produksi, penjualan, layanan terpadu dan
terkoordinasi organisasi multinasional sepanjang kata • Meningkatnya jumlah perjanjian
perdagangan bebas di tingkat internasional • Kemajuan peraturan dan standar perdagangan,
keuangan, pekerjaan, produk dan layanan di seluruh dunia • Pemberian jasa pasar keuangan
selama 24 jam setiap hari • Meningkatnya jumlah investasi asing di banyak negara dan
meningkatkan dampaknya kontrol asing terhadap pekerja (Deniz, 1999). Seperti yang terlihat,
jaringan investasi perdagangan bebas internasional membuatnya perlu dilakukan bagi negara-
negara untuk berpartisipasi dalam proses global. Krisis ekonomi semakin meningkat
masyarakat yang semakin global. Perjanjian dan kesepakatan perdagangan dan investasi
internasional dan badan-badan internasional adalah kendaraan utama yang memimpin
globalisasi. Teknologi informasi baru membantu orang mencapai lebih banyak dan lebih
banyak informasi yang mereka dapatkan butuh di bidang apapun Semakin terinternasionalkan
penggunaan pengetahuan, semakin banyak informasi dan cara yang lebih mudah untuk
belajar mencapai individu. Dengan demikian globalisasi memungkinkan individu mencapai
sumber pengetahuan yang lebih kaya di dunia global yang baru. Siswa semakin banyak
mobile menggunakan teknologi informasi dalam proses pendidikan global.
Manfaat Globalisasi
Globalisasi membawa perubahan mendasar dalam kehidupan ekonomi, sosial dan budaya di
Indonesia masyarakat. Konsep dan sikap baru mulai berlaku dan individu berada di dalam
kebutuhan untuk mengadopsi nilai baru Ekonomi informasi baru yang intensif semakin
meningkat pentingnya di era globalisasi. Realita ekonomi global yang pesat berbasis tentang
informasi dan pengetahuan. Dengan globalisasi beberapa manfaat dipikirkan memperoleh.
Cogburn (2000) mencantumkan manfaat globalisasi sebagai berikut: 1. Pada era globalisasi
beberapa tantangan untuk pengetahuan, pendidikan dan Belajar akan menjadi kemampuan
bagi pembelajar masa kini untuk lebih mengenal dan nyaman dengan konsep abstrak dan
situasi yang tidak pasti. 2. Informasi masyarakat dan ekonomi global membutuhkan
pemahaman holistik sistem berpikir, termasuk sistem dunia dan sistem eko bisnis. Globalisasi
menggunakan pendekatan holistik terhadap masalah. Interdisipliner Pendekatan penelitian
dipandang penting untuk mencapai yang lebih komprehensif Memahami realitas kompleks
yang saat ini dihadapi sistem dunia. 3. Ini meningkatkan kemampuan siswa untuk
memanipulasi simbol. Sangat produktif Pekerjaan di ekonomi saat ini akan mengharuskan
pelajar untuk terus-menerus memanipulasi simbol, seperti istilah politik, hukum dan bisnis,
dan uang digital. 4. Globalisasi meningkatkan kemampuan siswa untuk memperoleh dan
memanfaatkan pengetahuan. Globalisasi meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
mengakses, menilai, mengadopsi, dan Terapkan pengetahuan, untuk berpikir secara
independen untuk melakukan penilaian yang tepat dan untuk berkolaborasi dengan orang lain
untuk memahami situasi baru. 5. Globalisasi menghasilkan peningkatan kuantitas secara
ilmiah dan teknis orang terlatih Ekonomi yang sedang berkembang didasarkan pada
pengetahuan sebagai kunci Faktor produksi dan industri menuntut karyawan tetap tinggi
dilatih ilmu pengetahuan dan teknologi. 6. Ini mendorong siswa untuk bekerja dalam tim.
Untuk bisa bekerja sama dalam tim adalah kebutuhan akan karyawan. Bekerja dalam tim
mengharuskan siswa untuk berkembang ketrampilan dalam kelompok dinamika, kompromi,
debat, persuasi, organisasi, dan kepemimpinan dan keterampilan manajemen. 7. Globalisasi
memecah batas ruang dan waktu. Menggunakan maju teknologi informasi dan komunikasi,
sistem pengetahuan baru, pendidikan dan pembelajaran harus menerapkan berbagai macam
sinkronis dan Kegiatan asinkron yang membantu guru dan siswa dalam memecahkan batas -
batas ruang dan waktu 8. Globalisasi memenuhi tantangan pengetahuan, pendidikan dan
pembelajaran peluang Era Informasi. Bisnis berbasis pengetahuan sering mengeluh bahwa
lulusan tidak memiliki kemampuan untuk mempelajari keterampilan baru dan mengasimilasi
pengetahuan baru. Globalisasi mempermudah bisnis. 9. Globalisasi menciptakan dan
mendukung teknologi informasi, pembuat kebijakan, dan praktisi untuk memikirkan kembali
pendidikan dan dukungan mekanisme pertukaran gagasan dan pengalaman dalam
penggunaan teknologi pendidikan 10. Globalisasi mendorong eksplorasi, eksperimen untuk
mendorong perbatasan potensi teknologi informasi dan komunikasi agar lebih efektif belajar.
Globalisasi Dan Pendidikan
Globalisasi dan Pendidikan Globalisasi memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan.
Karena pendidikan itu penting tempat dalam membentuk masyarakat, ia harus terhubung
dengan globalisasi dan global kegiatan memiliki dampak yang besar terhadap pendidikan.
Globalisasi ekonomi dunia mengarah pada penekanan yang meningkat internasionalisasi
kurikulum Ini juga berkontribusi pada peluang baru kemitraan dalam penelitian dan
pengajaran dengan lembaga dan institusi di seluruh dunia (Twigg dan Oblinger, 1996).
Globalisasi adalah salah satu dari beberapa kekuatan kuat di seluruh dunia yang mengubah
dasar persaingan bisnis, secara paradoks memperjuangkan era di Indonesia yang kecil,
komunitas praktik lokal bisa menjadi bentuk struktural yang menonjol. Komunitas praktik
memungkinkan organisasi membangun, berbagi dan menerapkan tingkat yang dalam
kompetensi yang dibutuhkan untuk bersaing dalam ekonomi global berbasis pengetahuan
(Drucker, 1993). Kemanusiaan mengalami perubahan yang semakin dan cepat di setiap area.
Sosial, ekonomi dan nilai budaya dipaksakan tantangan baru. Dengan konsep globalisasi
banyak Perubahan diharapkan di bidang pendidikan. Struktur pendidikan tradisional untuk
diganti. Salah satu tugas utama sekolah adalah untuk meningkatkan ketuntasan individu
perubahan yang cepat. Seperti Benking (1997) mengemukakan saat ini universitas dan
institusi lainnya melipatgandakan usaha mereka untuk merespons perubahan sosial. Mereka
harus menerapkan masyarakat harapan. Gordon (1999) menguraikan pentingnya pendidikan
tinggi dalam pembelajaran masyarakat dengan menghubungkan laporan Komite Penyelidikan
Nasional ke Tinggi Pendidikan sebagai berikut: Pendidikan tinggi sangat penting bagi
kesehatan sosial, ekonomi dan budaya bangsa. Ini akan berkontribusi tidak hanya melalui
pengembangan intelektual siswa dan dengan memperlengkapi mereka untuk bekerja, tetapi
juga dengan menambah pengetahuan dunia dan memahami, membina budaya demi
kepentingannya sendiri, dan mempromosikan nilai-nilai itu mencirikan pendidikan tinggi:
menghargai bukti; menghormati individu dan mereka pandangan dan pencarian kebenaran.
Sama halnya, bagian dari tugasnya adalah menerima tugas perawatan untuk kesejahteraan
peradaban demokrasi kita, berdasarkan penghormatan terhadap individu dan hormat oleh
individu untuk konvensi dan undang-undang yang memberikan dasar a masyarakat beradab
(hal.2). Di masa depan universitas dan institusi lainnya tidak dipikirkan hanya untuk kaum
muda. Mereka diharapkan untuk menjadi lebih terbuka untuk orang-orang dari segala umur
yang ingin melanjutkannya pendidikan. Universitas dan institusi lainnya akan terbuka untuk
siapa saja yang telah mendapatkan motivasi untuk belajar dan kemampuan untuk melihat
masalah melalui pengalaman sosial atau keterlibatan dalam relawan dan aktivitas lainnya.
Selain itu, kenaikan jumlah siswa, baik paruh waktu dan penuh waktu, diharapkan dan ini
diperkirakan mengarah pada pembentukan lingkungan akademik dengan kedalaman yang
lebih dalam. Studi pascasarjana juga cenderung menjadi lebih tersedia bagi anggota
masyarakat nonakademis. Karena pendidikan tinggi adalah sebuah investasi dalam kemajuan
manusia dan kemakmuran, selama perubahan sosial dan ekonomi yang cepat, itu sangat
penting bahwa universitas dan lembaga pendidikan tinggi lainnya dipertimbangkan kontribusi
mereka kepada masyarakat dari perspektif jangka panjang yang luas (Kementerian
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, Olahraga dan Budaya, 1995).
Referensi:
Vehbi Celik, Mehmet Nurigomleksiz. 2000. A Critical Examination Of Globalization And Its
Effects On Education. Fırat University Journal of Social Science Cilt: 10, Sayı: 2, Sayfa: 133-
144, ELAZIĞ-2000
Pendidikan dan pengembangan globalisasi di Indonesia
"Pendidikan dalam segala hal adalah salah satu dari faktor fundamental pembangunan.
observasi Ini menunjukkan bahwa pendidikan sangat peran besar dalam pengembangan
bangsa dan bisa juga dipandang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan sosial mereka
pembangunan. Peran ini menjelaskan bagaimana pendidikan membantu negara untuk
memiliki meningkatkan kualitas hidup dan standar kehidupan yang lebih baik. Dengan lebih
banyak pendidikan, diasumsikan bahwa bangsa-bangsa melakukannya Tidak hanya
mempercepat proses pengembangan, tapi juga membuat pembangunan lebih terkait dengan
masyarakat mereka kebutuhan. Di negara berkembang, ada yang jelas korelasi antara kualitas
pendidikan dan kurang masalah dan tantangan. Investasi di Pendidikan diyakini berhasil
menghasilkan pembangunan dan negara yang telah berinvestasi cenderung tidak memiliki
banyak tantangan disebutkan di atas. Ozturk menunjukkan kapasitas pendidikan dalam
menghasilkan ekonomi dan sosial yang luas manfaatnya dengan meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat dan meningkatkan produktivitas dan kreativitas mereka. Dia
menambahkan bahwa pendidikan bekerja untuk mengamankan sosial dan ekonomi kemajuan,
yang mengarah pada peningkatan konsistensi sosial dan efisiensi ekonomi. Perbaikan seperti
itu ekonomi dan masyarakat diperdebatkan untuk membuat orang sadar tantangan bangsa
mereka dan dengan demikian, penurunan masalah mereka Misalnya di Teluk Arab negara,
pendidikan telah mendorong pertumbuhan ekonomi, yang telah terbukti dapat mengurangi
tingkat kemiskinan di wilayah ini. Contoh lainnya adalah peran pendidikan di Afrika Sub-
Sahara dalam bekerja untuk membatasi dan mengurangi epidemi AIDS. Secara singkat,
Diskusi di sini telah memberikan bukti yang agung peran pendidikan dalam pembangunan.
Namun, jika Pendidikan sangat mendasar bagi pembangunan bahwa perubahan peran di era
globalisasi? Untuk menjelaskan hubungan antara globalisasi, pengembangan dan pendidikan,
pertama kita lihat globalisasi telah mengubah kebutuhan pembangunan dan tujuan.
Sebelumnya kertas sudah menjelaskan caranya globalisasi telah menyebabkan perubahan
dalam ekonomi, isu politik dan sosial yang dihadapi negara-bangsa. Demikian, Hal ini
membawa kita untuk memastikan bahwa masalah pembangunan dan tujuan negara-negara
berkembang kemungkinan akan membutuhkan untuk mengubah lumayan untuk mengatasi
perubahan terkait dengan globalisasi. Dalam studi mereka di Timur Asia, India, Cina, Sri
Lanka, dan Kenya, Green et Al. tunjukkan beberapa masalah pembangunan ini diprovokasi
oleh proses globalisasi seperti transfer teknologi, investasi asing, dan pentingnya
perdagangan Di era globalisasi seperti itu Perubahan tidak hanya terjadi sebagai masalah
ekonomi pembangunan, tapi juga berhubungan dengan sosial dan budaya isu pembangunan
Apa yang dibuktikan surat ini? Inilah tujuan dan tujuan pembangunan negara berkembang
telah berubah cukup oleh proses globalisasi. Dengan perubahan global, pendidikan ditemukan
lebih penting dan mendasar bagi pembangunan daripada sebelumnya sebelum. Ada
konsensus yang dimiliki globalisasi membawa beberapa perubahan pada peran
pengembangan pendidikan di Indonesia mencapai sebuah kesimpulan bahwa pendidikan
merupakan komponen yang diperlukan perkembangan dalam merespon globalisasi dan
mencapai pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial. Temuan mereka jelas
menunjukkan pentingnya
Dari apa yang telah dibahas di atas, bisa jadi diasumsikan bahwa pendidikan harus tetap unik
peran dalam pembangunan dalam konteks berbagai aspek globalisasi. Ini memprovokasi
gagasan tentang kebutuhan akan sistem pendidikan yang responsif dan lebih baik yang
membantu negara-negara berkembang untuk ikut serta konteks global baru dan berintegrasi
dengan global ekonomi. Seperti kata Hoa, negara berkembang untuk mencapai keberhasilan
pembangunan di umur globalisasi harus cukup berani untuk dikembangkan dan menerapkan
kebijakan pendidikan yang berhubungan dengan wacana dan isu global. Hubungan antara
pendidikan dan pembangunan di dunia global konteks menyiratkan bahwa negara-negara
berkembang harus berinvestasi sangat menerapkan kebijakan pendidikan yang akan
membantu mereka untuk mengembangkan sebuah bangsa yang memiliki kekuatan untuk
Berintegrasi dengan dunia dan mendapatkan dampak positif. Namun, mengingatkan diri kita
dengan argumen Disajikan sebelumnya, negara berkembang tidak bisa bertahan dengan
menerapkan kebijakan pendidikan yang fokus hanya pada apa yang mereka lihat penting bagi
bangsanya, oleh terutama mengingat kebijakan hanya sebagai urusan nasional. Dale,
berpendapat bahwa kebijakan pendidikan harus Keberhasilan pembangunan bangsa-bangsa
tidak saja terjadi untuk mempertimbangkan urusan lokal dan nasional, tapi juga
pertimbangkan politik internasional dan global yang lebih luas ekonomi. Di sini, kita harus
memikirkan kebijakannya, program dan agenda internasional organisasi sebagai lembaga
pembangunan di usia globalisasi. Memang, makalah ini berpendapat bahwa perannya
organisasi internasional di negara berkembang jauh lebih kuat daripada yang dikembangkan.
Robertson et al. mengklaim bahwa organisasi internasional memiliki dampak yang lebih kuat
pada kebijakan pendidikan rendah- pendapatan dan negara berkembang melalui praktik,
program dan kebijakan seperti PBB Tujuan Pembangunan Milenium, Pendidikan untuk
Semua, dan kebijakan pendidikan global yang lebih luas wacana ekonomi pengetahuan dan
seumur hidup belajar. Dengan demikian, kebijakan pendidikan negara berkembang di
Indonesia terglobalisasi.
Referensi :
Khalaf Al'Abri. 2011 The Impact of Globalization on Education Policy of Developing
Countries: Oman as an Example. Literacy Information and Computer Education Journal
(LICEJ), Volume 2, Issue 4, December 2011
Konsepsi Politik Pendidikan
Politik berasal dari kata politic (Inggris) yang menunjukkan sifat pribadi atau perbuatan.
Dalam kamus berarti acting or judgeing wisely, welljudged prudent. Kata politik diambil dari
kata latin politicus atau bahasa Yunani (Greek) politicos yang bermakna relating to a citizen.
Kata itu berasal juga dari kata polis yang searti dengan city “kota”. Politic kemudian diserap
ke dalam bahasa Indonesia, yaitu, segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan
sebagainya) mengenai pemerintahan suatu Negara atau terhadap Negara lain, tipu muslihat
atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan, yaitu
ilmu politik.
Menurut Deliar Noer (1982), politik adalah segala aktifitas atau sikap yang berhubungan
dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk mempengaruhi, dengan jalan mengubah atau
mempertahankan, suatu macam bentuk susunan masyarakat. Sedikit berbeda dengan Deliar
Noer, Miriam Budiardjo (1982) berpendapat bahwa, pada umumnya dikatakan bahwa politik
(politices) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu system politik (atau Negara) yang
menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari system itu dan melaksanakan tujuan-
tujuan itu.
Dari keterangan-keterangan yang diberikan Deliar Noer, dapat diketahui bahwa
politik menurut pendapatnya tidak terbatas pada kegiatan yang berhubungan dengan
pengambilan keputusan (decision making) dan kebijakan umum (public policies) seperti
pendapat Miriam Budiardjo, tetapi juga mencakup pula kegiatan-kegiatan yang bertujuan
mengadakan perubahan struktur masyarakat seperti pergeseran kekuasaan politik dari satu
rezim ke rezim lain. Dalam istilah, kata politik, pertama kali dikenal dari buku Plato yang
berjudul politeia, yang dikenal juga dengan Republik. Berikutnya muncul karya Aristoteles
yang berjudul Politeia.Kedua karya itu dipandang sebagai pangkal pemikiran politik yang
berkembang kemudian.
Dari sekian definisi yang ada paling tidak dapat ditemukan dua kecenderungan
pendefinisian politik. Pertama, pandangan yang mengaitkan politik dengan Negara, yakni
dengan urusan pemerintahan pusat atau pemerintahan daerah. Kedua, pandangan yang
mengaitkannya dengan masalah kekuasaan, otoritas dan atau dengan konflik. Sedangkan kata
pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pen- dan akhiran –an, dan berarti
perbuatan, hal, dan cara. Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan merupakan tuntutan bagi
pertumbuhan anak. Artinya, pendidikan menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri
anak, agar mereka sebagai manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat mencapai
keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
Kebijakan Politik Pendidikan Pemerintahan Indonesia
Kebijakan politik pendidikan Indonesia secara umum dapat dibagi ke dalam empat periode.
Pertama kebijakan politik pemerintahan pada masa Pra-kemerdekaan; Kedua, kebijakan
politik pemerintahan Indonesia pada masa Orde Lama; Ketiga kebijakan politik pemerintahan
Indonesia masa Orde Baru; dan keempat kebijakan poltik pemerintahan Indonesia pada Orde
Reformasi.
Referensi
(Ahmad Zain Sarnoto. 2012. Konsepsi Politik Pendidikan di Indonesia. EDUCHILD. Vol.01
No.1)
Di kebanyakan negara berkembang, tanggung jawab untuk menyediakan pendidikan dasar
dan menengah yang tinggal di pemerintah pusat. Namun, semakin banyak negara, termasuk
negara-negara di Asia Tenggara mengalihkan tanggung jawab tersebut dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah dengan sistem yang disebut pendidikan desentralisasi. Pengalihan
tanggung jawab ini bisa dilihat dalam berbagai bentuk, seperti: mengalihkan tanggung jawab
fiskal dan manajemen untuk menurunkan tingkat pemerintahan, membuat publik sekolah
otonom, membutuhkan partisipasi masyarakat di sekolah operasi, perluasan masyarakat
pembiayaan, memungkinkan keluarga memilih sekolah mereka, dan Naskah diterima 23
November 2015; direvisi 20 Februari 2016. Karya ini merupakan bagian dari penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh penulis untuk final penugasan gelar sarjana. Kertas konferensi
ini adalah disponsori oleh Indonesia Endowment Fund for Education (LPDP). Faktanya,
Desentralisasi di bidang pendidikan menghadapi dua sisi yang berlawanan. Di satu sisi -
desentralisasi pendidikan pesimis didefinisikan sebagai politik atau finansial dan bukan
pendidikan urusan, namun yang optimis, pendukung desentralisasi berpendapat bahwa hal itu
dapat mengatasi masalah sulit yang dihadapi sistem pendidikan, terutama yang berkaitan
dengan kinerja dan akuntabilitas. Mereka juga percaya bahwa pendidikan desentralisasi
memberikan efisiensi dan efektivitas yang lebih besar jangka waktu layanan pendidikan.
Studi kebijakan pendidikan di era desentralisasi adalah Menarik untuk didiskusikan oleh
ulama karena keyakinan itu Pendidikan adalah hal yang paling penting dalam kehidupan
manusia. Setiap Negara-bangsa di dunia memiliki tujuan tersendiri yaitu dimanifestasikan
dalam filosofi dan konstitusi negara yang akan berhasil dibuktikan dengan dukungan yang
baik implementasi sistem pendidikan. Apalagi, hak pendidikan untuk semua orang telah
disepakati oleh negara-negara dalam artikel 26 (1) Deklarasi Hak Asasi Manusia oleh United
Nation, yang mengatakan: "Setiap orang berhak atas pendidikan. Pendidikan harus bebas,
setidaknya di tahap dasar dan mendasar. Pendidikan dasar wajib. Teknis dan pendidikan
profesional harus tersedia secara umum dan pendidikan tinggi sama-sama dapat diakses oleh
semua orang dasar pahala. " Dengan demikian, sebagai negara yang berkomitmen untuk
melakukan pendidikan sistem desentralisasi, beberapa skenario kebijakan pendidikan telah
diatur Begitu juga Anggota Asia Tenggara Negara, termasuk Indonesia dan Thailand.
Sebagai komitmen kuat yang ditunjukkan oleh Indonesia dalam hal ini sistem pendidikan,
pemerintah telah melakukan reformasi politik pendidikan dengan memberikan beberapa
kebijakan untuk mendapatkan kualitas dan relevansi pendidikan yang terdiri dari empat hal
utama aspek; yaitu kurikulum, pendidik, fasilitas, dan kepemimpinan di unit pendidikan
(TIMSS 2011). Sayangnya, tidak semua reformasi telah berhasil. Akibatnya, tidak sempurna
Implementasi kebijakan pendidikan di Indonesia menyebabkan Beberapa masalah di bidang
pendidikan, terutama di bidang primer pendidikan. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh
Biro Pasifik Selatan Asia di Indonesia Pendidikan dan Kampanye Global untuk Pendidikan di
tahun 2005 yang mengukur kualitas pendidikan dasar di antara negara-negara berkembang di
Asia Pasifik menunjukkan hal itu Indonesia berada di peringkat ke-10 dari 14 negara yang
disurvei oleh skor 42 dari 100 dan kualifikasi rata-rata E. kualitas dalam Matematika dan
Sains menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat kualitas dalam Matematika dan
Sains menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat yang ke-38 di Matematika dari 45
negara rata-rata 385, lebih rendah dari standar internasional, yaitu 500. Sementara Dalam
sains, Indonesia berada di peringkat ke 40 dari 45 negara rata-rata 406 .Penilaian lainnya
dilakukan pada tahun 2011 oleh Kemajuan dalam Studi Literasi Membaca Internasional
(PIRLS) yang mengukur kualitas membaca keaksaraan siswa di Kelas 4 menunjukkan bahwa
Indonesia berada di peringkat 42 tempat di urutan 45 negara. Analisis lebih lanjut dari jumlah
itu hanya mengatakan itu sedikit bahan bacaan - sekitar 30% dari semua teks bisa dibaca -
bisa jadi dipahami oleh murid. Setelah itu, berdasarkan terbaru penilaian kualitas pendidikan
di indonesia dilakukan oleh Program untuk Penilaian Siswa Internasional (PISA) di Indonesia
2012 yang mengukur kemampuan siswa dalam Matematika, Sains, dan Membaca, peringkat
Indonesia di urutan 64 berada di antara 65 negara yang disurvei.
Referensi :
Mouliza Kristhopher Donna Sweinstani. 2016. The Politics of Education in South East Asia:
A Comparative Study on Decentralization Policy in Primary Education in Indonesia and
Thailand. International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 11, November
2016
KURIKULUM DAN REDUKSI MAKNA PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan suatu proses untuk memungkinkan peserta didik mengembangkan
seluruh potensi yang dimiliki secara optimal agar yang bersangkutan dapat menjalani
kehidupan dengan efektif dan efesien, sehingga keberadaannya tidak saja berguna bagi diri
pribadi tetapi bermanfaat juga bagi keluarga, masyarakat dan bangsanya. Dengan pengertian
tersebut di atas pendidikan merupakan suatu proses yang hidup dan menghidupkan seluruh
komponen pendidikan yang ada, khususnya guru dan peserta didik. Namun sejauh ini
pendidikan hanya diperlaku-kan sebagai proses transfer of knowledge, dan transfer of value
masih sebatas retorika, dan ini semua karena diantara penyebabnya adalah kurikulum yang
selalu berubah-ubah, sehingga substansi pendidikan sedikit demi sedikit terhimpit oleh
kurikulum.
Memang kalau dilihat dalam sejarah pendidikan di Indonesia, pergantian kurikulum sudah
beberapa kali. Pada masa Orde Lama saja pernah tiga kali pergantian kurikulum, yaitu
Kurikulum 1947, Kurikulum 1952, dan Kurikulum 1964. Sedangkam pada masa Orde Baru
kurikulum dimulai dari Kurikulum 1975. Kemudian berubah menjadi Kurikulum 1984, yang
pada saat itu diterapkanlah pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Setelah itu muncul
lagi Kurikulum 1994, kurikulum ini menjadi kurikulum terakhir yang dikeluarkan pada masa
Orde Baru. Pada masa Reformasi tahun 2000 dimunculkan lagi apa yang disebut “Suplemen
Kurikulum” atau Kurikulum 2000 yang disosialisasikan adalah Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Baru pada tahun 2004 resmi ditetapkan sebagai kurikulum yang
diberlakukan untuk pendidikan diseluruh Indonesia yang disebut Kurikulum 2004 atau KBK.
Tahun 2006 kurikulum berubah lagi dari KBK menjadi KTSP sebagai penyempurnaan dari
kurikulum KBK. Tahun 2013 kurikulum berubah lagi dari KTSP menjadi Kurikulum 2013.
Terakhir pada 2014 kurikulum diberlakukan dua jenis yaitu Kurikulum 2013 dan kembali
kepada KTSP. Tentu saja kebijakan tersebut menunjukkan kebimbangan pemerintah sehingga
pendidikan semakin terhimpit oleh kurikulum yang sarat kepentingan kekuasaan.
Kalau diperhatikan, perubahan kurikulum dari periode Orde Lama ke periode Orde
Baru dan dari Orde Baru kepada zaman “Reformasi”, betapa sesungguhnya konstelasi
kekuasan dalam kurikulum sangat kuat dalam penentuan isi pendidikan, sehingga pendidikan
di Indonesia menjadi “terhimpit” oleh kurikulum. Benar apa yang dikatakan oleh Pierre
Bourdieu yang dikutip oleh A. Ferry T. Indratno (Forum Mangunwijaya, 2008: 108) bahwa
“setiap tindakan pedagogis yang bertujuan untuk mereproduksi kebudayaan dapat disebut
kekerasan simbolis yang sah. Kekuatan kekerasan ini berasal dari hubungan kekuasaan
sesungguhnya yang disembunyikan oleh kekuatan pedagogis”. Kurikulum yang berlaku
dalam suatu negara, termasuk Indonesia sering digunakan sebagai sarana indoktrinasi dari
suatu sistem kekuasaan. Terkadang para pendidik dan apalagi masyarakat luas kurang
menyadari apa sebenarnya peranan kurikulum di dalam proses pendidikan dan pembelajaran.
Orang sering menganggap persoalan kurikulum adalah persoalan teknis saja dalam
pendidikan, padahal sebenarnya kalau berbicara tentang kurikulum maka akan bicara tentang
masa depan anak bangsa, bukan hanya untuk kepentingan kekuasaan semata. Karena didalam
kurikulum tersebut berbicara tentang program mengenai tujuan, isi, strategi, dan evaluasi
dalam sistem pendidikan. Kemudian bagaimana didalam kurikulum mencoba untuk
melaksanakan proses akumulasi ilmu pengetahuan bagi peserta didik pada setiap tingkatan.
Oleh karena itu sebaiknya kurikulum yang dirancang secara nasional hendaknya dihindari
kepentingan-kepentingan kekuasaan, apalagi bermotif ekonomi dan bisnis. Tetapi betul-betul
dirumuskan sesuai dengan kebutuhan pengembangan pendidikan di Indonesia, sehingga
pendidikan tidak “terhimpit” oleh kurikulum dan dengan demikian diharapkan pendidikan
dapat membentuk manusia Indonesia yang seutuhnya atau “Insan Kamil” dalam tujuan
pendidikan Islam.
Konstelasi kekuasaan dalam perumusan kurikulum pendidikan memang realita yang tidak
terbantahkan. Hal ini sah-sah saja terjadi, asalkan dimaksudkan untuk meningkatkan mutu
pendidikan bagi bangsa Indonesia. Memang, pada zaman modern, perkembangan
pengetahuan dan kebutuhan kompetensi bidang kerja mau tidak mau menuntut penyesuaian
kurikulum pendidikan oleh pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Tetapi perubahan kurikulum hendaknya dilakukan secara sistematis, terencana,
terukur, dan bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Perubahan kurikulum
bukan dilakukan karena kepentingan kekuasaan sesaat, kepentingan kelompok, apalagi ada
motif bisnis.
Indonesia memerlukan orang-orang yang secara ikhlas bekerja memajukan bangsa Indonesia.
Kepentingan kekuasaan sesaat, kepentingan kelompok, apalagi ada motif bisnis harus
dihilangkan dalam pikiran para penguasa di negeri ini. Kalaupun perlu dilakukan perubahan
kurikulum, hendaknya dikaji dulu secara mendalam, sehingga tidak terkesan perubahan
kurikulum dipaksakan. Stakeholder pendidikan selain pemerintah harus dilibatkan, antara lain
seperti para pakar pendidikan, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, PGRI, dan
aktivis pendidikan. Jika ini dilakukan, maka yakinlah bahwa pendidikan di Indonesia akan
maju dan produknya siap berkompetisi dengan negara lain di dunia.
Referensi:
(Rustam Abong. 2015. Konstelasi Kurikulum Pendidikan Di Indonesia. AT-TURATS, Vol.9
Nomor 2 Desember Tahun 2015.)