MALNUTRISI Referat Baru
MALNUTRISI Referat Baru
I. Pendahuluan
Malnutrisi adalah suatu keadaan defisiensi, kelebihan atau ketidakseimbangan
protein energi dan nutrien lain yang dapat menyebabkan gangguan fungsi pada tubuh1
. Secara umum malnutrisi terbagi atas dua bagian yaitu undernutrisi dan overnutrisi.
Undernutrisi atau keadaan defisiensi terdiri dari marasmus, kwashiorkor, serta
marasmic – kwashiorkor. Sedangkan overnutrisi atau kelebiahn nutrisi lebih dikenal
dengan obesitas.
II. Epidemiologi
Prevalensi balita yang mengalami gizi buruk di Indonesia masih tinggi.
Berdasarkan laporan propinsi selama tahun 2005 terdapat 76.178 balita mengalami
gizi buruk dan data Susenas tahun 2005 memperlihatkan prevalensi balita gizi buruk
sebesar 8.8%. Pada tahun 2005 telah terjadi peningkatan jumlah kasus gizi buruk di
beberapa propinsi dan yang tertinggi terjadi di dua propinsi yaitu Nusa Tenggara
Timur dan Nusa Tenggara Barat. Pada tanggal 31 Mei 2005, Pemerintah Propinsi
Nusa Tenggara Timur telah menetapkan masalah gizi buruk yang terjadi di NTT
sebagai KLB2.
Di Indonesia prevalensi obesitas pada balita menurut SUSENAS
menununjukan peningkatan baik di perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan pada
tahun 1989 didapatkan 4,6% lelaki dan 5,6% perempuan. Pada tahun 1992 didapatkan
6,3% lelaki dan 8% untuk perempuan. Prevalensi obesitas tahun 1995 di 27 propinsi
adalah 4,6%. Di DKI Jakarta, prevalensi obesitas meningkat dengan bertambahnya
umur. Pada umur 6 – 12 tahun ditemukan obesitas sekitar 4%, pada anak remaja 12 –
18 tahun ditemukan 6,2 % dan pada umur 17 – 18 tahun11,4%. Kasus obesitas pada
remaja lebih banyak ditemukan pada wanita (10,2%) dibanding lelaki (3,1%)3.
III. Etiologi
a. Marasmus4
Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:
- Pemasukan kalori yang tidak cukup. Marasmus terjadi akibat masukan kalori
yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan
akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak.
- Kebiasaan makan yang tidak tepat. Seperti mereka yang mempunyai hubungan
orang tua – anak terganggu.
- Kelainan metabolik. Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,
galactosemia, lactose intolerance.
- Malformasi kongenital. Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis
pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas.
b. Kwashiorkor5
Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang
berlangsung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan kwashiorkor antara lain.
1. Pola makan
Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk
tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang
cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai.
Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang
diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-
sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan.
Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan
penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke
makanan pengganti ASI.
2. Faktor sosial
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial
dan politik tidak stabil ataupun adanya pantangan untuk menggunakan
makanan tertentu dan sudah berlangsung turun-turun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya kwashiorkor.
3. Faktor ekonomi
Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi
kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat
dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain
Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi.
Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP,
walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap
infeksi.
c. Marasmic – kwashiorkor6
Penyebab marasmic – kwashiorkor dapat dibagi menjadi dua penyebab
yaitu malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder. Malnutrisi primer adalah
keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun energi yang
tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena
kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbsi dan/atau peningkatan
kehilangan protein maupun energi dari tubuh.
d. Obesitas7
Penyebab obesitas belum diketahui secara pasti. Obesitas adalah suatu
penyakit multifaktorial yang diduga bahwa sebagian besar obesitas disebabkan
oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan, antara lain
aktifitas, gaya hidup, sosial ekonomi dan nutrisional yaitu perilaku makan dan
pemberian makanan padat terlalu dini pada bayi.
1. Faktor Genetik
Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperanan besar. Bila
kedua orang tua obesitas, 80% anaknya menjadi obesitas; bila salah satu orang
tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak
obesitas, prevalensi menjadi 14%. Mekanisme kerentanan genetik terhadap
obesitas melalui efek pada resting metabolic rate, thermogenesis non exercise,
kecepatan oksidasi lipid dan kontrol nafsu makan yang jelek. Dengan
demikian kerentanan terhadap obesitas ditentukan secara genetik sedang
lingkungan menentukan ekspresi fenotipe.
2. Faktor lingkungan
- Aktivitas fisik
Penelitian di negara maju mendapatkan hubungan antara aktifitas fisik
yang rendah dengan kejadian obesitas. Individu dengan aktivitas fisik yang
rendah mempunyai risiko peningkatan berat badan sebesar = 5 kg.
Penelitian terhadap anak Amerika dengan tingkat sosial ekonomi yang sama
menunjukkan bahwa mereka yang nonton TV = 5 jam perhari mempunyai
risiko obesitas sebesar 5,3 kali lebih besar dibanding mereka yang nonton
TV = 2 jam setiap harinya.
- Faktor nutrisional
Peranan faktor nutrisi dimulai sejak dalam kandungan dimana jumlah
lemak tubuh dan pertumbuhan bayi dipengaruhi berat badan ibu. Kenaikan
berat badan dan lemak anak dipengaruhi oleh : waktu pertama kali
mendapat makanan padat, asupan tinggi kalori dari karbohidrat dan lemak
serta kebiasaan mengkonsumsi makanan yang mengandung energi tinggi.
Makanan berlemak juga mempunyai rasa yang lezat sehingga akan
meningkatkan selera makan yang akhirnya terjadi konsumsi yang
berlebihan.
Bila cadangan lemak tubuh rendah dan asupan karbohidrat berlebihan,
maka kelebihan energi dari karbohidrat sekitar 60-80% disimpan dalam
bentuk lemak tubuh. Lemak mempunyai kapasitas penyimpanan yang tidak
terbatas. Kelebihan asupan lemak tidak diiringi peningkatan oksidasi lemak
sehingga sekitar 96% lemak akan disimpan dalam jaringan lemak.
- Faktor sosial ekonomi
Perubahan pengetahuan, sikap, perilaku dan gaya hidup, pola makan,
serta peningkatan pendapatan mempengaruhi pemilihan jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi. Suatu data menunjukkan bahwa beberapa tahun
terakhir terlihat adanya perubahan gaya hidup yang menjurus pada
penurunan aktifitas fisik, seperti: ke sekolah dengan naik kendaraan dan
kurangnya aktifitas bermain dengan teman serta lingkungan rumah yang
tidak memungkinkan anak-anak bermain diluar rumah, sehingga anak lebih
senang bermain komputer / games, nonton TV atau video dibanding
melakukan aktifitas fisik. Selain itu juga ketersediaan dan harga dari junk
food yang mudah terjangkau akan berisiko menimbulkan obesitas.
IV. Patofisiologi
Kekurangan energi protein (KEP) adalah manifestasi dari kurangnya asupan
protein dan energi, dalam makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka
kecukupan gizi (AKG), dan biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa
nutrisi lainnya. Disebut malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan
asupan nutrisi, yang pada umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan
serta rendahnya pengetahuan dibidang gizi. Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah
nutrisi seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan
bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang
mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun
dan/meningkatnya kehilangan nutrisi.Makanan yang tidak adekuat, akan
menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori
demi penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat
kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau
terjadi stres katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat,
sehingga dapat menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi
pada saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD--3SD), maka terjadilah kwashiorkor
(malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting peranan
radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada saat status gizi
dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor. Kalau kondisi
kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD maka akan terjadilah
marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition). Dengan demikian pada
malnutrisi dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan kadar
albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh,
penurunan berbagai sintesa enzim6
Sedangkan Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan
dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan
oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor
endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek
genetik (meliputi 10%).
Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3
proses fisiologis, yaitu : pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju
pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon. Proses dalam pengaturan
penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di
hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus
dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar
serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia,
meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek
dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan,
serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang
diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa
lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang
mengatur penyimpanan dan keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa
meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin
kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi
Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula
sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan
adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang
menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas
terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan
penurunan nafsu makan. 7
V. Manifestasi Klinik
Marasmus8 Kwshiorkor8 Obesitas7
Pertumbuhan berkurang Perubahan mental wajah bulat dengan pipi
atau berhenti sampai apatis tembem dan dagu
Terlihat sangat kurus Anemia rangkap
Penampilan wajah Perubahan warna dan leher relatif pendek
seperti orangtua tekstur rambut, mudah dada membusung
Perubahan mental dicabut / rontok dengan payudara
Cengeng Gangguan sistem membesar
Kulit kering, dingin, gastrointestinal - perut membuncit dan
mengendor, keriput Pembesaran hati striae abdomen
Lemak subkutan Perubahan kulit - pada anak laki-laki :
menghilang hingga Atrofi otot Burried penis,
turgor kulit berkurang Edema simetris pada gynaecomastia
Otot atrofi sehingga kedua punggung kaki, - pubertas dini
kontur tulang terlihat dapat sampai seluruh - genu valgum (tungkai
jelas tubuh. berbentuk X) dengan
Vena superfisialis kedua pangkal paha
tampak jelas bagian dalam
Ubun – ubun besar saling menempel dan
cekung bergesekan yang dapat
tulang pipi dan dagu menyebabkan laserasi
kelihatan menonjol kulit
mata tampak besar dan
dalam
Kadang terdapat
bradikardi
Tekanan darah lebih
rendah dibandingkan
anak sebaya
*Manifestasi klinis dari marasmic-kwashiorkor merupakan campuran gejala
marasmus dan kwashiorkor
VI. Diagnosis
1. Kekurangan Energi Protein:
Diagnosis ditegakkan dengan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta
pengukuran antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:
- BB/TB < -3 SD atau , 70 % dari median (marasmus)
- Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:
BB/TB > - 3 SD atau marasmic kwashiorkor: BB/TB < -3SD).
Jika BB/TB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak tampak
sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah
kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat, paha, tulang iga terlihat jelas,
dengan atau tanpa adanya edema.
Anak – anak dengan BB/U <60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin
anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak
membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jiak ditemukan penyakit lain
yang berat.
2. Obesitas
1. Anamnesis
- Saat mulainya timbul obesitas : prenatal, early adiposity rebound, remaja
- Riwayat tumbuh kembang (mendukung obesitas endogenous)
- Adanya keluhan: ngorok (snoring), restless sleep, nyeri pinggul
- Riwayat gaya hidup :
• Pola makan/kebiasaan makan
• Pola aktifitas fisik
- Riwayat keluarga dengan obesitas (faktor genetik), yang disertai dengan
resiko seperti penyakit kardiovaskuler di usia muda, hiperkolesterolmia,
hipertensi, diabetes melitus tipe II
2. Pemeriksaan fisik
Adanya gejala klinis obesitas seperti diatas.
3. Pemeriksaan penunjang
Analisis diet, laboratoris, radiologis, ekokardiografi dan tes fungsi paru (jika
ada tanda-tanda kelainan).
4. Pemeriksaan antropometri :
a. Pengukuran berat badan (BB) dibandingkan berat badan ideal (BBI). BBI
adalah berat badan menurut tinggi badan ideal. Disebut obesitas bila BB >
120% BB Ideal.
b. Indeks massa tubuh (IMT). Obesitas bila IMT P > 95 kurva IMT
berdasarkan umur dan jenis kelamin dari CDC-WHO.
c. Pengukuran lemak subkutan dengan mengukur skinfold thickness (tebal
lipatan kulit/TLK). Obesitas bila TLK Triceps P > 85.
d. Pengukuran lemak secara laboratorik, misalnya densitometri, hidrometri.
VII. Penatalaksanaan
Jika ada gejala defisiensi vitamin A, atau pernah sakit campak dalam 3 bulan
terakhir, beri vitamin A dengan dosis sesuai umur pada hari ke 1, 2, dan 15.
Pada anak dengan nafsu makan baik dan tanpa edema, jadwal di atas
dapatdipercepat menjadi 2-3 hari. Jika jumlah petugas terbatas, beri prioritas
untuk pemberian makan setiap 2 jam hanya pada kasus yang keadaan klinisnya
paling berat, dan bila terpaksa upayakan paling tidak tiap 3 jam pada fase
permulaan. Libatkan dan ajari orang tua atau penunggu pasien.
Pemberian makan sepanjang malam hari sangat penting agar anak tidak terlalu
lama tanpa pemberian makan (puasa dapat meningkatkan risiko kematian).
Apabila pemberian makanan per oral pada fase awal tidak mencapai kebutuhan
minimal (80 kkal/kgBB/hari), berikan sisanya melalui NGT. Jangan melebihi 100
kkal/kgBB/hari pada fase awal ini.
Pada cuaca yang sangat panas dan anak berkeringat banyak maka anak perlu
mendapat ekstra air/cairan.
Pemantauan
Pantau dan catat setiap hari:
Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
Muntah
Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
Berat badan.
VIII. Komplikasi
IX. Prognosis
X. Kesimpulan
1. Penatalaksanaan
2. Komplikasi
Pada anak dengan gizi buruk dapat ditemukan penyakit penyerta antara lain :
Masalah pada mata
Anemia berat
Lesi kulit pada kwashiorkor
Diare persisten (giardiasis dan kerusakan mukosa usus, intoleransi laktosa,
diare osmotik)
Penyakit penyerta yang dapat terjadi pada obesitas adalah antara lain:
3. Prognosis
Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian
sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian
karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat
pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya
pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari,
mungkin disebabkan perubahan yang irrever-sibel dari set-sel tubuh akibat under
nutrition maupun overnutrition.
DAFTAR PUSTAKA