A. Garden City
Kota baru masa pasca revolusi industri dikembangkan dengan konsepsi
Garden City yang untuk pertama kalinya dicetuskan sebagai suatu inovasi untuk
memecahkan masalah permukiman kota-kota yang padat industri oleh seorang
reformis berkebangsaan Inggris, Ebenezer Howard, 1850 – 1928. Dasar falsafah
Howard tentang kota baru adalah bahwa bagian-bagian dari kota harus merupakan
suatu organisasi yang saling berkaitan satu sama lain serta ada pembatasan
fungsional, sehingga setiap perkembangan mempunyai kaitan dengan perkembangan
kota tersebut secara keseluruhan.
Garden City pada prinsipnya adalah mengembalikan manusia pada
lingkungan permukiman yang manusiawi; mengambalikan hubungan erat antara
manusia dan lingkungan; meningkatkan kualitas kehidupan secara bermasyarakat
dan ekonomis (Osborn, 1966). Garden City berperan untuk menghambat perpindahan
penduduk perdesaan ke kota besar. Garden City yang didirikan pertama kali terletak
di sekitar London, tepatnya Letcth Garden City (1905) dan Welwyn Garden City
(1919). Konsepsi Garden City Ebenezer Howard bertitik tolak dari reaksi terhadap
kemerosotan kualitas dan kondisi kehidupan di kota besar akibat revolusi industri.
Jenis kota baru ini kemudian disebut sebagai Kota Baru Generasi Pertama atau Mark
II New Town.
Garden City sendiri merupakan bagian dari pembangunan yang lebih besar,
yang mengusulkan kota-kota taman sekitar pusat kota. Semua terhubung dan berbagi
pelayanan/ fasilitas hiburan. Gagasan ini menuntut pembentukan kota-kota suburban
baru, yang direncanakan dalam ukuran terbatas, dikelilingi sabuk hijau berupa tanah
pertanian. Kota-kota ini akan tumbuh secara mandiri, dikelola dan dibiayai warga kota
yang punya kepentingan ekonomi di sana.
1
PERENCANAAN KOTA
Gambar 1
Konsep Welwyn Garden City oleh Ebenezer Howard
Sumber: www.pinterest.com
Draft Howard memerlukan tanah seluas 6.000 acre (1 acre = 4540 m2) dengan
1.000 acre dibangun untuk 30.000 penduduk (kepadatan 30 orang/ acre ) dan
tambahan 2.000 orang di sekitar 5.000 acre tanah pertanian. Kota ini juga memiliki
boulevard melingkar selebar 120 feet (36,6 meter), ditanami pepohonan, yang
membagi kota dalam enam sektor.
2
PERENCANAAN KOTA
Gambar 2
Aplikasi Welwyn Garden City oleh Ebenezer Howard
Sumber: www.pinterest.com
Elemen visual menarik dan detail perencanaan perlahan lenyap oleh pelebaran jalan
dan pembabatan ruang-ruang terbuka hijau. Welwyn menghindari jalan raya formal,
kecuali di pusat kota karena posisinya secara visual paling menarik. Bentuk formal
dan informal dipadukan untuk mencapai klimaks. Dengan membandingkan
3
PERENCANAAN KOTA
Letchworth, Hampstead kemudian Welwyn, terlihat kemajuan berarti dari gagasan asli
Howard.
Dapat disimpulkan bahwa konsep Garden City yang dicetuskan oleh Sir
Ebenezer Howard lahir berdasarkan permukiman yang tidak layak pasca revolusi
industri. Howard menyadari terdapat disintegrasi kehidupan masyarakat sehingga
perlu inovasi dalam pembangunan kota yang berwawasan lingkungan. Kota dibangun
tidak hanya berorientasi pada pengembangan industri, tetapi juga mengarah pada
penciptaan suasana kota hijau dengan tersedianya kawasan central park, taman pada
setiap permukiman, dan greenbelt. Dengan demikian, masyarakat dapat menjangkau
pelayanan kota sekaligus menikmati suasana desa yang asri dan hijau.
B. Neighborhood Unit
Neighborhood Unit adalah suatu lingkungan fisik perumahan dalam kota
dengan batasan yang jelas, tersedia pelayanan fasilitas sosial untuk tingkat rendah,
untuk melayani sejumlah penduduk, di mana terdapat hubungan kerjasama yang
dilandasi oleh kontrol sosial dan rasa komunitas. (Porteous, 1977; dalam Suryanto,
1989:47).
Neighborhood Unit dikenal sebagai suatu konsep untuk merencanakan suatu
lingkungan yang berlandaskan suatu pemikiran sosial psikologis yang diformulasikan
oleh Clarence Perry pada tahun 1929, sebagai jawaban atas permasalahan yang
terjadi saat itu yaitu penurunan kualitas kehidupan masyarakat di negara-negara
industri. Perry mengidentifikasikan Neighborhood Unit sebagai suatu unit perumahan
yang mempunyai batas yang jelas, besarannya diukur atas dasar keefektifan jarak
jangkau pejalan kaki, terjadinya kontak langsung individual serta adanya ketersediaan
fasilitas pendukung kebutuhan harian dari penghuni.
Konsep Neighborhood Unit sebenarnya pertama kali diperkenalkan oleh Sir Ebenezer
Howard (1850-1928) yang mencoba mengangkat sistem dan bentuk komunitas
tradisional perdesaan sebagai komunitas ideal yang perlu dikembangkan di perkotaan
(Reiner, 1957 dalam Ida Bagus Rabindra, 1996:35). Kemudian pada kota-kota
tradisional tersebut , kota masih terbagi dalam unit-unit kelompok rumah tinggal atau
unit-unit fungsional spesifik yang homogen yang kemudian dikenal sebagai tradisional
neighborhood. Unit-unit tersebut merupakan kesatuan antara tempat tinggal dengan
tempat kerja serta juga adanya ikatan sosial kekerabatan. Dalam konteks ini,
neighborhood merupakan suatu lingkungan spesifik yang homogen, dengan pengikat
kegiatan yang sejenis dan hubungan kekerabatan.
Menurut Perry, neighborhood yang ideal akan merangkum seluruh fasilitas publik
dan kondisi-kondisi yang diperlukan oleh rata-rata keluarga bagi kenikmatan dan
kewajaran hidup disekitar rumah mereka. Selanjutnya Perry menguraikan dari
penjelasan diatas enam prinsip dalam merencanakan neigborhood (Rohe and Gates,
1985:26) :
4
PERENCANAAN KOTA
5
PERENCANAAN KOTA
6
PERENCANAAN KOTA
Gambar 3
Neighborhood Unit by Clarence Arthur Perry
sumber: http://www.planning.org/pas/at60/img/141figure01.jpg
7
PERENCANAAN KOTA
Gambar 4
Konsep Konvensional
Sumber : Jurnal Teknik Arsitektur, Universitas Kristen Petra
Gambar 5
Konsep Cluster
Sumber : Jurnal Teknik Arsitektur, Universitas Kristen Petra
8
PERENCANAAN KOTA
Gambar 6
Konsep PUD
Sumber : Jurnal Teknik Arsitektur, Universitas Kristen Petra
Secara garis besar, terdapat tiga (3) pola jalan yaitu pola kotak (straight
strut/gridiron) , pola putaran (loop), dan pola cul-de-sac (gambar 4). Tiap-tiap pola
jalan memiliki kelebihan dan kekurangan bagi perencanaan. Pola grid, misalnya,
memiliki kelebihan bentuk kapling yang praktis and efisien, tetapi pola ini akan
menimbulkan frekwensi lalu lintas yang relatif tinggi karena merupakan jalan tembus.
Pola jalan ini paling efisien secara ekonomis dalam penataan kapling, sehingga
sangat populer diterapkan dalam perencanaan realestat di Amerika Serikat pada
tahun 1940-an dan 1950an. Untuk pola cul-de-sac, privasi yang tinggi dan lalu lintas
yang rendah dapat dicapai, akan tetapi dengan pola ini akan tercipta bentuk kapling
yang tidak beraturan. Pada tahun 1929, pola ini pertama kali diterapkan pada kota
Radburn, New Jersey, Amerika Serikat untuk mengurangi frekwensi lalu lintas pada
kawasan perumahan. Dengan bentuk jalan buntu akan tercipta pengelompokan
9
PERENCANAAN KOTA
rumah, dan dengan batasan jumlah rumah yang dilayani maka akan tercipta dimensi
jalan yang ekonomis, yaitu dimensi lebar jalan lebih kecil. Pola loop juga
menyediakan privasi, keamanan dan bentuk jalan buntu yang ekonomis tanpa
kesulitan untuk berputar kembali. Dengan pola jalan ini dapat direncanakan beberapa
pola pengelompokan rumah.
Gambar 7
Konsep Konvensional
Sumber : Jurnal Teknik Arsitektur, Universitas Kristen Petra
10
PERENCANAAN KOTA
D. Kota Baru
Strategi
11
PERENCANAAN KOTA
12
PERENCANAAN KOTA
13
PERENCANAAN KOTA
14
PERENCANAAN KOTA
15
PERENCANAAN KOTA
16
PERENCANAAN KOTA
Berlokasi pada suatu wilayah tersendiri dengan jarak cukup jauh dari kota yang
telah ada dan secara fisik terpisah oleh suatu wilayah bukan permukiman:
pertanian, jalur hijau atau wilayah suburban.
Memiliki jarak lebih dari 80 km, contoh: kota pusat pemerintahan, kota industri,
kota pertambangan, kota usaha kehutanan, kota instalasi ketenagaan, kota
instalasi militer, kota pusat rekreasi (recreation resort), kota permukiman
khusus berskala besar, dan sebagainya.
Tipologi Pengembangan Kota Baru
Ada tiga jenis kota baru modern yang dikembangkan menurut permasalahan,
kebutuhan dan perkembangannya, yaitu:
1. Kota baru yang dikembangkan sebagai suatu upaya penyelesaian masalah
perkotaan secara internal yang berupa program rehabilitasi, peningkatan
kualitas lingkungan atau peremajaan bagian-bagian kota berskala besar yang
sudah tumbuh dan berkembang. Kota baru ini dikenal sebagai Kota Baru
Dalam Kota (new town in town / NTIT).
2. Suatu pengembangan skala besar dari suatu kota kecil sehingga memiliki
kelengkapan setara dengan kota.
3. Suatu pengembangan secara desentralisasi melalui pengembangan
permukiman baru setara kota baik yang khusus menyediakan perumahan
yang umumnya berlokasi di wilayah pinggiran kota atau pada lokasi yang
berjarak dekat kota induk atau suatu permukiman baru yang mandiri pada
suatu wilayah yang sama sekali baru dibuka.
Secara fungsional, maka dapat diidentifikasikan dalam dua kategori:
1. Kota Baru Penunjang (Dependent Town), yaitu suatu kota baru yang relatif
tidak memiliki kekuatan ekonominya sendiri yang secara ekonomis maupun
secara fisik masih tergantung pada fungsi kota induknya. Kota ini memiliki ciri-
ciri sbb:
umumnya berfungsi sebagai tempat tinggal, penduduknya pada umumnya
berpenglaju untuk bekerja di kota induk/kota besar lainnya;
penduduk dalam memnuhi kebutuhan hidupnya masih tergantung pada
fungsi pelayanan yang ada di kota induknya;
umumnya berlokasi pada jarak relatif dekat yaitu 20 – 40 km dari kota
induknya.
Contoh : kota satelit, kota baru dalam kota, kawasan permukiman berskala
besar.
2. Kota Baru Mandiri (Self Contained Newtown), yaitu kota baru yang secara
ekonomis dan secara fisik memiliki kemandirian yaitu tidak tergantung pada
kota lainnya. Penduduk kota baru mandiri bermukim dan berkiprah dalam
kegiatan kehidupannya di dalam kota itu sendiri dan tidak bersifat penglaju ke
17
PERENCANAAN KOTA
kota lain. Kota baru mandiri mampu berperan sebagai pusat pengembangan
dari suatu wilayah.
Contoh : kota baru industri, kota baru perusahaan (pertambangan,
perkebunan, pengolahan sumber daya), kota baru pusat
pemerintahan, kota baru instalasi khusus (pusat penelitian dan
pengembangan, instalasi militer, instalasi percobaan, kota baru
universitas)
Kebutuhan Ruang:
1. Sosial :
Tempat bekerja
Rumah sakit
Tempat bekerja
2. Ekonomi :
Pasar
Bank
Desa ekonom
3. Politik :
Tempat beribadah
Tempat berargumentasi
4. Teknologi :
Tempat belajar
Jaringan jalan
Tempat pengembangan
5. Globalisasi :
Tempat kolaborasi pengembangan
Jaringan informasi
18
PERENCANAAN KOTA
A. Posisi Pedoman Umum Pembangunan Kota Baru dengan Rencana Tata Ruang
Kota Baru
19
PERENCANAAN KOTA
Kota Baru
20
PERENCANAAN KOTA
21
PERENCANAAN KOTA
22
PERENCANAAN KOTA
23
PERENCANAAN KOTA
24
PERENCANAAN KOTA
25
PERENCANAAN KOTA
a. Peningkatan jenis kota baru yang didasarkan pada fungsi pengembangan yang
disesuaikan dengan kebutuhan kini mapun mendatang
b. Penentuan lokasi dan pengembangan kota baru perlu didasarkan pada
pertimbangan untuk dapat menunjnag pengembangan wilayah dan membantu
memecahkan masalah kota besar
c. Penentuan dan pengembangan jenis kota baru perlu disesuiakan dengan jumlah
penduduk, kegiatan usaha serta komponen kebutuhan yang menunjang
kehidupan dan penghidpan kota tersebut sampai batas yang sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan kota baru mandiri atau penunjang
d. Penentuan dan pengembangan kota baru harus dilihat dari wawasan dan ruang
lingkup pentignya perwilayahan lebih luas, sehingga fungsi yang diharapkan
dapat dicapai, termasuk pentingnya keterpaduan pengembangan kota baru
dengan sistem jaringan prasarana pengangukatan wilayah yang dapat
menghubungkan dengan kota besar, kota menengah dan kota kecil disekitarnya
e. Pengadaan dan pengembangan prasarana dan sarana perkotaan perlu dipatukan
dengan program pengembangan prasarana kota terpadu agar efektif dan efisien
f. Penentuan, perencanaan dan pembangunan kota baru perlu ditunjang suatu
penelitian guna memnentukan wilayah yang memungkinkan dikembangkan,
wilayah kendala serta wilayah limitasi.
26
PERENCANAAN KOTA
Berdasarkan acuan tersebut, maka proses perencanaan kota baru dapat diuraikan
sebagai berikut :
B. Pemilihan Lokasi
Apabila lokasi belum ditentukan secara definitif, maka perlu dilakukan proses
seleksi dari berbagai alternatif yang telah ditentukan oleh pemerintaha pusat atau
daerah. Dalam hal memilih ini, maka perlu dikembangkan kriteria dasar dari segi
sosial, demografis, sosial ekonomis dan fisiografis. Dengan memiliki skor dan bobot
tertenu, maka secara kuantitatif dapat dihasilkan nilai tertinggi yang akan menjadi
prioritas pilihan. Apabila telah ditentukan secara pasti, maka lokasi itu langsung
menjadi lokasi designated area.
C. Potensi Perwilayahan
Potensi perwilayahan dimaksudkan untuk melihat potensi kota baru yang akan
direncanakan dalam konstelasi yang lebih luas. Terlebih enting apabila kebijaksanaan
dasar pengembangan kota baru ini diarahkan pada tujuan pengembangan suatu
pusat pengembangan wilayah. Dalam hal ini, perlu dilihat fungsi perwilayahan
terhadap silauah sekitarnya, kota-kota sekitarnya dan terhadap kota induk terutama
secara demografis (khususnya imigrasi), hubungan fungsi perekonomian dan dari
segi lingkungan fisik. Data yang diperlukan untuk menunjang analisis perwilayahan ini
meliputi :
a. Data sosial
Kependudukan di wilayah yang akan dijadikan kota baru
Penduduk yang ditargetkan akan menjadipenghuni kota baru
27
PERENCANAAN KOTA
Pendidikan umumnya
Masalah migrasi penduduk
b. Data ekonomi
Produksi wilayah (pertanian, industri, jasa atau kombinasi dari sektor-sektor
tersebut)
Ketenaga kerja umumnya di wilayah
Tingkat pendapatan rata-rata wilayah
Pola pengangkutan dan mobilitas orang dan barang
c. Data fisiografis
Letak geografis wilayah
Klimatologi makro
Keadaan geologi dan hidrologi makro
Penggunaan lahan makro
Hasil dari analisis perwilayahan ini merupakan masuan dasar bagi penyusunan
Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan (RUTRP) Kota Baru
28
PERENCANAAN KOTA
c. Data fisiografis
Topografi dan kemiringan lahan
Geologi dan hidrologi mikro (daya dukung tanah, air tanah, sungai, drainase
alami, wilayah resapan, struktur geologi)
Iklim mikro (curah hujan, angin, penyinaran matahari, tekanan udara, suhu
udara, kelembaban
Pola vegetasi (flora)
Pola permukiman yang telah ada (wilayah terbangun dan belum terbangun)
Penggunaan lahan sekarang
Penggunaan dan kondisi bangunan pada permukiman yang ada sekarang
Masalah dan potensi lingkungan dan sumberdaya alam yang ada
d. Data pertanahan
Status pemilikan tanah
Permasalahan lahan
Ketentuan menyangkut pertanahan
Kondisi lahan dari aspek legal sudah dibebaskan, lahan milik negara, lahan
milik developer swasta, lahan milik perorangan, lahan sengketa, lahan yang
sedang berada dalam proses penyelesaian
e. Data aspek institusi dan aspek legal
Peranan BAPPEDA Tingkat II, dinas-dinas vertikat dan horisontal
Keberadaan RUTRP atau RUTRK dari wilayah sekitar
Berbagai peraturan daerah (PERDA) yang ada kaitannya dengan
perencanaan pembangunan kota dan wilayah
Ketentuan pertanahan
Kumpulan data tersebut diperoleh dalam bentuk data sekunder atau primer
berdasarkan rangkaian masa/time series minimum 3 tahun.
E. Penyusunan RDTRK
Selanjutnya untuk kepetingan penyusunan Rencana Detai Tata Ruang Kota
(RDTRK), yaitu rencana pengembangan bagian-bagian wilayah kota baru akan
diperlukan data yang lingkupnya sama dengan data diatas, tetapi kedalamannya
berbeda. Untuk kepentingan penyusunan RDTRK akan diperlukan data-data dan
informasi spesifik pada bagian wilayah tertentu. Dalam hubungan ini produk RDTRK
akan menyangkut peruntukan dari bagian-bagian wilayah kota yang disajikan dalam
peta berskala 1:5.000. dengan demikian, maka perlu data yang lebih rinci menyangkut
bagian wilayah tersebut secara spesifik.
29
PERENCANAAN KOTA
30
PERENCANAAN KOTA
31
PERENCANAAN KOTA
32
PERENCANAAN KOTA
33
PERENCANAAN KOTA
34
PERENCANAAN KOTA
35
PERENCANAAN KOTA
36
PERENCANAAN KOTA
37
PERENCANAAN KOTA
38
PERENCANAAN KOTA
39
PERENCANAAN KOTA
40
PERENCANAAN KOTA
41
PERENCANAAN KOTA
42
PERENCANAAN KOTA
43
PERENCANAAN KOTA
44
PERENCANAAN KOTA
45
PERENCANAAN KOTA
46
PERENCANAAN KOTA
47
PERENCANAAN KOTA
48
PERENCANAAN KOTA
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. “Konsep TOD pada Pengembangan Wilayah Perkotaan” dalam web:
https://psaonone.wordpress.com/2013/04/20/konsep-tod-transit- oriented-
development-sebagai-alternatif-solusi-pengembangan- wilayah/. Diunduh
pada tanggal 21 April 2017
49