Anda di halaman 1dari 26

Elemen Penilaian SKP 1.

1, Ada regulasi yang mengatur pelaksanaan identifikasi pasien. (R).

– Regulasi tentang pelaksanaan indentifikasi pasien.


– Indentifikasi pasien termuat pada Kebijakan Pelayanan RS. (lihat contoh)

2, Identifikasi pasien dilakukan dengan menggunakan minimal 2 (dua) identitas dan


tidak boleh menggunakan nomor kamar pasien atau lokasi pasien dirawat sesuai dengan
regulasi rumah sakit. (D,O,W).

– D : Bukti identitas pasien pada semua berkas RM, identitas pasien tercetak dengan
minimal menggunakan tiga identitas : nama pasien sesuai eKTP, tanggal lahir, nomor
RM.
– O : Lihat identitas pasien pada labet obat, RM, resep, makanan, spesimen, permintaan
dan hasil laboratorium.
– W : Wawancara staf pendaftaran, staf klinis, pasien dan keluarga.

3, Identifikasi pasien dilakukan sebelum dilakukan tindakan, prosedur diagnostik, dan


terapeutik. (W,O,S).

– O : liat proses identifikasi sebelum tindakan, prosedur diagnostik dan terapeutik.


Identifikasi minimal menggunakan dua identitas dari tiga identitas pasien, identifikasi
dilakukan secara verbal atau visual.
– W : Wawancara Staf Klinis, Pasien dan Keluarga.
– S : Peragaan pelaksanaan identifikasi pasien.

4, Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah, pengambilan


spesimen, dan pemberian diet. (lihat juga PAP 4; AP 5.7) (W,O,S).

– O : Liat proses identifikasi sebelum pemberian obat, darah, produk darah,


pengambilan spesimen, dan pemberian diet.
– S : Peragaan pelaksanaan identifikasi pasien.

5, Pasien diidentifikasi sebelum pemberian radioterapi, menerima cairan intravena,


hemodialisis, pengambilan darah atau pengambilan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis, katerisasi jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan identifikasi terhadap pasien
koma. (W,O,S).

– O : Lihat pelaksanaan identifikasi sebelum pemberian radioterapi, menerima cairan


intravena, hemodialisa, pengambilan darah, atau pengambilan spesimen lain, katerisasi
jantung, prosedur radiologi diagnostik, dan pasien koma.
– W : Wawancara staf klinis, Pasien / keluarga.
– S : Peragaan pelaksanaan identifikasi pasien.
Elemen Penilaian SKP-2.
1, Ada regulasi tentang komunikasi efektif antarprofesional pemberi asuhan. (lihat juga
TKRS 3.2). (R).

– R : Regulasi tentang Komunikasi efektif antar profesional pemberian asuhan, sesuai


MKE 1 EP 1.
– W : Wawancara DPJP, PPA Lain, Staf Klinis.

2, Ada bukti pelatihan komunikasi efektif antar profesional pemberi asuhan. (D,W).

– D : Bukti pelaksanaan pelatihan tentang komunikasi efektif.


– W : DPJP, PPA lainnya, Staf Klinis.

3, Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh
penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan. (lihat juga AP 5.3.1 di maksud
dan tujuan). (D,W,S).

– D : Bukti pelaksanaan tentang penyampaian pesan verbal atau lewat Telepon. Lihat
dengan cek silang dokumen penyampaian verbal lewat telepon dari sisi pemberi dan dari
sisi penerima.
– W : DPJP, Staf Klinis.
– S : Peragaan proses penerimaan pesan secara verbal atau lewat telepon.

4, Penyampaian hasil pemeriksaaan diagnostik secara verbal ditulis lengkap, dibaca


ulang, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan secara lengkap. (D,W,S).

– D : Bukti hasil pemeriksaan diagnostik secara verbal ditulis lengkap. Lihat


dengan cek silang dokumen penyampaian verbal lewat telepon dari sisi pemberi dan dari
sisi penerima.
– W : Wawancara DPJP; PPA lainnya; Staf Klinis.
– S : Peragaan penyampaian hasil pemeriksaan diagnostik.

Elemen Penilaian SKP 2-1.

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil pemeriksaan diagnostik
kritis.

1, Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan hasil
diagnostik kritis. (lihat juga AP 5.3.2). (R)

– R : Regulasi tentang penetapan besaran nilai kritis dan hasil diagnostik kritis.
2, Rumah sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus
menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat di rekam medis (lihat juga
AP 5.3.2 EP 2). (W,S)

– D : Bukti penetapan siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus menerima
nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik.
– W : DPJP; Staf Klinis.
– S : Peragaan proses melaporkan nilai kritis.

Elemen Penilaian SKP 2-2.

RS menetapkan dan melakukan proses komunikasi “Serah Terima” (hand over).

1, Ada bukti catatan tentang hal-hal kritikal dikomunikasikan di antara profesional


pemberi asuhan pada waktu dilakukan serah terima pasien (hand over). (lihat juga MKE
5). (D,W).

– D : Bukti pelaksanaan serah terima.


– W : Wawancara : PPA, Staf Klinis.

2, Formulir, alat, dan metode ditetapkan untuk mendukung proses serah terima pasien
(hand over) bila mungkin melibatkan pasien. (D,W)

– D : Bukti form, alat, metode serah terima pasien (operan/hand over), bila mungkin
melibatkan pasien.
– W : Dokter, staf keperawatan.

3, Ada bukti dilakukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi waktu serah
terima pasien (hand over) untuk memperbaiki proses. (D,W)

– D : Bukti evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi saat operan untuk
memperbaiki proses.
– W : Dokter, Staf keperawatan, PPA.
Elemen Penilaian SKP 3.
1, Ada regulasi tentang penyediaan, penyimpanan, penataan, penyiapan, dan
penggunaan obat yang perlu diwaspadai. (R)

– R : Regulasi tentang obat yang perlu di waspadai.

2, Rumah sakit mengimplementasikan regulasi yang telah dibuat. (D,W).

– D : Bukti pelaksanaan terkait obat yang perlu diwaspadai.


– W : Apoteker / TTK ; Staf Klinis.

3, Di rumah sakit tersedia daftar semua obat yang perlu diwaspadai yang disusun
berdasar atas data spesifik sesuai dengan regulasi. (D,O,W).

– D : Bukti daftar obat yang perlu diwaspadai.


– O : Lihat daftar di unit terkai.
– W : Apoteker / TTK / Asisten Apoteker; Staf Klinis.

4, Tempat penyimpanan, pelabelan, dan penyimpanan obat yang perlu diwaspadai


termasuk obat NORUM diatur di tempat aman. (D,O,W).

– D : Bukti daftar obat yang perlu diwaspadai di tempat penyimpanan obat.


– O : Lihat tempat penyimpanan obat.
– W : Apoteker, TTK, Asisten Apoteker.

Elemen Penilaian SKP 3-1.


1, Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses mencegah kekurang
hati-hatian dalam mengelola elektrolit konsentrat. (R)

– Regulasi tentang pengelolaan elektrolit konsentrat.

2, Elektrolit konsentrat hanya tersedia di unit kerja/instalasi farmasi atau depo farmasi.
(D,O,W)

– D : Bukti daftar elektrolit konsentrat disemua tempat penyimpanan yang


diperbolehkan.
– O : Lihat tempat penyimpanan.
– W : Apoteker; TTK; Asisten Apoteker.
Elemen Penilaian SKP 4.
1, Ada regulasi untuk melaksanakan penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif (site
marking). (R)

– R : Regulasi tentang pelaksanaan surgical safety check list.

2, Ada bukti rumah sakit menggunakan satu tanda di empat sayatan operasi pertama
atau tindakan invasif yang segera dapat dikenali dengan cepat sesuai dengan kebijakan
dan prosedur yang ditetapkan rumah sakit. (D,O)

– D : Bukti penandaan.
– O : Lihat form dan bukti penandaan.

3, Ada bukti bahwa penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif (site marking)
dilakukan oleh staf medis yang melakukan operasi atau tindakan invasif dengan
melibatkan pasien. (D,O,W)

– D : Bukti pelaksanaan penandaan melibatkan pasien.


– O : DPJP; Pasien / keluarga.

4, Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, RS menyediakan “check list” atau
proses lain untuk mencatat, apakah informed consent sudah benar, apakah Tepat –
Lokasi, Tepat – Prosedur, Tepat-pasien sudah teridentifikasi, apakah semua dokumen
dan alat peralatan yang dibutuhkan sudah siap tersedia dengan lengkap dan berfungsi
dengan baik. (D,O).

– D : Bukti form untuk mencatat pengecekan kesiapan.


– O : Lihat form pencatatan.

Elemen Penilaian SKP 4-1.


1, Ada regulasi untuk prosedur bedah aman dengan menggunakan “surgical check list
”(Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety 2009). (R)

– R : Regulasi tentang prosedur Time-Out.

2, Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, rumah sakit menyediakan “check
list” atau proses lain untuk mencatat, apakah informed consent sudah benar dan
lengkap, apakah Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sudah teridentifikasi,
apakah semua dokumen dan peralatan yang dibutuhkan sudah siap tersedia dengan
lengkap dan berfungsi dengan baik. (D,O)
– D : Bukti hasil pelaksanaan Time-Out.
– O : Liht pelaksanaan Time-Out.
– W : DPJP; Staf Klinis.
– S : Peragaan proses time-out.

3, Rumah sakit menggunakan Komponen Time-Out terdiri atas identifikasi Tepat-


Pasien, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Lokasi, persetujuan atas operasi dan konfirmasi
bahwa proses verifikasi sudah lengkap dilakukan sebelum melakukan irisan. (D,O,W,S).

– D : Bukti pelaksanaan Time-Out di luar kamar operasi.


– O : Lihat form terkait Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien.
– W : DPJP.

4, Rumah sakit menggunakan ketentuan yang sama tentang Tepat-Lokasi, Tepat-


Prosedur, dan Tepat-Pasien jika operasi dilakukan di luar kamar operasi termasuk
prosedur tindakan medis dan gigi. (D,O,W)
Elemen Penilaian SKP 5.
1, Ada regulasi tentang pedoman kebersihan tangan (hand hygiene) yang mengacu
pada standar WHO terkini. (lihat juga PPI 9. EP 2, EP 6). (R)

– R : Regulasi tentang kebersihan tangan (hand hygiene), sesuai PPI 9 EP 1.

2, Rumah sakit melaksanakan program kebersihan tangan (hand hygiene) di seluruh


rumah sakit sesuai dengan regulasi. (D,W)

– D : Bukti pelaksanaan program kebersihan tangan (hand hygiene) diseluruh rumah


sakit, sesuai dengan PPI 9 EP 3.
– W : Staf RS.

3, Staf rumah sakit dapat melakukan cuci tangan sesuai dengan (lihat juga PPI 9 EP 6).
(W,O,S)

– D : Ada bukti dokumen pelaksanaan program kebersihan tangan (hand hygiene) di


seluruh rumah sakit sesuai dengan PPI 9 EP 1.

4, Ada bukti staf melaksanakan lima saat cuci tangan. (W,O,S) ? lima apa ?

– W : Staf RS.
– O : Lihat fasilitas untuk cuci tangan ( 1 tempat tidur satu handrub), liat kepatuhan staf
pada lima saat cuci tangan.
– S : Peragaan Cuci Tangan.

5, Prosedur disinfeksi di rumah sakit dilakukan sesuai dengan regulasi. (lihat juga PPI 9
EP 2, EP 5, dan EP 6) (W,O,S)

– W : Staf RS.
– O : Lihat fasilitas untuk disinfeksi dan pelaksanaan disinfeksi
– S : Peragaan disinfeksi, sesuai dengan PPI 7.2 EP 2.

6, Ada bukti rumah sakit melaksanakan evaluasi terhadap upaya menurunkan angka
infeksi terkait pelayanan kesehatan. (D,W) (lihat juga PPI 9 EP 6)

– D : Bukti pelaksanaan evaluasi upaya menurunkan infeksi sesuai dengan PPI 6.2 EP2.
– W : Komite / Tim PMKP ; Komite / Tim PPI.
Elemen Penilaian SKP 6.
1, Ada regulasi yang mengatur tentang mencegah pasien cedera karena jatuh. (lihat
juga AP 1.2.1 EP 2). (R)

– R : Regulasi tentang mencegah pasien cedera karena jatuh.

2, Rumah sakit melaksanakan suatu proses asesmen terhadap semua pasien rawat inap
dan rawat jalan dengan kondisi, diagnosis, dan lokasi terindikasi berisiko tinggi jatuh
sesuai dengan regulasi. (D,O,W)

– R : Bukti dalam RM tentang pelaksanaan assesmen risiko jatuh.


– O : Lihat hasil assesmen risiko jatuh di rawat inap dan rawat jalan.
– W : PPJA; Staf Klinis.

3, Rumah sakit melaksanakan proses asesmen awal, asesmen lanjutan, asesmen ulang
dari pasien pasien rawat inap yang berdasar atas catatan teridentifikasi risiko jatuh.
(lihat juga AP 2 EP 1). (D,O,W)

– D : Bukti dalam RM tentang pelaksanaan asesmen risiko jatuh.


– O : Lihat asesmen awal dan ulang/lanjutan dari pasien rawat inap.
– W : PPJA; Staf Klinis.

4, Langkah-langkah diadakan untuk mengurangi risiko jatuh bagi pasien dari situasi dan
lokasi yang menyebabkan pasien jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP 3). (D,O,W)

– D : Bukti pelaksanaan langkah-langkah untuk mengurangi risiko jatuh.


– O : Lihat pelaksanaan langkah-langkah mengurangi risiko jatuh.
-W : PPJA; Staf Klinis; Pasien / Keluarga
BAB I PENDAHULUAN.

1-1 LATAR BELAKANG.

Keselamatan (keselamatan) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima masalah penting yang terkait dengan (keselamatan) di rumah sakit yaitu:
pasien (pasien keselamatan), pekerja atau petugas kesehatan, bangunan dan peralatan
di rumah sakit yang bisa menimbulkan pasien dan petugas, lingkungan yang buruk
(produktivitas hijau ) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan “rumah
sakit” yang terkait dengan kondisi hidup rumah sakit. Ke lima hal yang penting untuk
dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus ada tindakan untuk rumah sakit dan
dapat berjalan saat ada pasien. Karena itu adalah masalah yang penting untuk
dilaksanakan, dan hal ini terkait dengan masalah kualitas dan citra rumah sakit. Harus
diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk Hipocrates kira-kira 2400
tahun yang lalu yaitu primum, non nocere (pertama, jangan ada salahnya). Ilmu
pengetahuan dan teknologi pelayanan kesehatan - Khusus di rumah sakit - menjadi
semakin kompleks dan tidak terduga Kejadian Tidak Diharapkan - KTD (adverse event)
tidak dilakukan dengan hati-hati.

Di rumah sakit terdiri dari berbagai macam alat, pengukuran dan prosedur, banyak alat
dengan teknologinya, berbagai jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap
memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Tetap tidak bisa dilakukan dengan
baik.

Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat mengeluarkan laporan yang
mengagetkan banyak pihak: „TO ERR IS HUMAN”, Membangun Sistem Kesehatan yang
Lebih Aman. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado
serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
(adverse event) sebesar 2,9%, dimana 6,6% berlalu. Sedangkan di New York KTD
adalah sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada
pasien rawat inap diseluruh Amerika yang berlalu 33,6 juta per tahun berkisar 44.000-
98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka
penelitian di berbagai negara: Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD
dengan rentang 3,2-16,6%. Dengan data-data tersebut, berbagai negara melakukan
penelitian dan mengembangkan Sistem Keamanan Pasien.

Di Indonesia data tentang KTD tajam Kejadian Nyaris Cedera (nyaris ketinggalan) masih
banyak, namun dilain pihak terjadi peningkatan “mal praktek”, yang belum tentu sesuai
dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan perawatan pasien Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (Persi) telah mengambil langkah darurat Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif menjalankan langkah-langkah
persiapan pelaksanaan perawatan pasien dengan mengembangkan program perawatan
pasien pasien sakit.

Pasien yang diharapkan menjadi orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pasien
dan pasien di RS TERAKREDITASI perlu dilakukan. Untuk dapat meningkatkan kualitas
pelayanan RS TERAKREDITASI terutama diperlukan internalisasi yang paling jelas yang
memungkinkan KTD dapat dicegah sedini mungkin.
1-2. TUJUAN PEDOMAN.

Sebagai Pedoman bagi manajemen RS TERAKREDITASI untuk dapat melaksanakan


program yang sangat membantu dalam upaya peningkatan pelayanan rumah sakit,
dalam bentuk pencapaian:
• Terciptanya budaya pasien di sakit.
• Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat.
• Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
• Terlaksananya program-program KB81 tidak terjadi pengulangan kejadian tidak
diharapkan.

1-3. RUANG LINGKUP PELAYANAN.


Bimbingan ini dilakukan untuk seluruh jajaran pegawai RS TERAKREDITASI, yaitu
Direktur, Wakil Direktur, Kepala Instalasi dan Kepala Bagian, Manajer, dan seluruh
karyawan.
Kewajiban dan Tanggung Jawab

a) Seluruh karyawan Rumah Sakit.


saya. Memahami dan menerapkan pelayanan kesehatan yang dijiwai oleh budaya
Keselamatan Pasien
ii. Melaporkan Insiden Keselamatan Pasien yang ditemui dalam bentuk laporan.

b) kepala Instalasi / Kepala Bagian.


saya. Memastikan seluruh staf di Instalasi Pengetahuan dan Perawatan yang dijiwai oleh
budaya Keselamatan Pasien.
ii. Menganalisis, menginvestigasi dan menindaklanjuti Insiden Keselamatan Pasien yang
berhubungan dengan instalasi atau bagiannya.
aku aku aku. Berkoordinasi dengan Wakil Direktur, Manajer, atau kepala bagian lain, di
dalam gedung Insiden Keamanan Pasien.
iv. Mengevaluasi tindak lanjut dan solusi yang diperoleh dari analisis, dengan mengamati
terulangnya Kembali insiden yang sama.

c) Direktur dan Wakil Direktur.


saya. Memprioritaskan budaya Keselamatan Pasien dalam agenda pertemuan direksi dan
menghasilkan keputusan yang berlaku di RS TERAKREDITASI.
ii. Menerima Laporan.
aku aku aku. Menindaklanjuti Laporan Insiden Keselamatan Pasien dalam bentuk
langkah-langkah perbaikan pelayanan RS TERAKREDITASI secara terpadu dan
komrehensif, yang dijiwai oleh budaya Keselamatan Pasien dan demi peningkatan
pelayanan kesehatan.
1-4 BATASAN OPERASIONAL.

1. Keselamatan: bebas dari bahaya atau risiko (bahaya)

2. Bahaya / bahaya: adalah "kondisi, penyebab" yang dapat meningkatkan resiko pada
pasien.

Sebuah. Keadaan.
Adalah semua faktor yang berhubungan atau pengembangan “acara pasien,
keselamatan pasien, agen atau pribadi”.
b. Agen.
Adalah substansi, obyek atau sistem yang diteliti.

3. Harm / cedera.
Pengaruh yang terjadi terhadap perubahan struktur atau penurunan fungsi tubuh dapat
berubah secara fisik, psikologis dan sosial. Yang termasuk kerusakan adalah: “Penyakit,
luka fisik / psikologis / sosial, penderitaan, cacad dan kematian”.

Sebuah. Penyakit / penyakit Disfungsi Fisik atau psikis


b. Cedera / cedera
Kerusakan jaringan yang diakibatkan agen / keadaan
c. Penderitaan / penderitaan
Pengalaman yang tidak menyenangkan termasuk sakit, malaise, mual, muntah, depresi,
agitasi dan ketakutan
d. Cacad / disability:
bentuk atau fungsi tubuh, aktivitas yang terbatas dan atau retriksi dalam pergaulan
sosial yang berhubungan dengan bahaya yang terjadi saat ini.

4. Keselamatan Pasien: bebas, pasien, sosial, penderitaan, cacad, kematian dll. Yang
tidak bisa diatasi.

5. Keselamatan Pasien Rumah Sakit: obat-obatan yang digunakan untuk perawatan


pasien, bertanggung jawab atas risiko, pelaporan dan mengelola kondisi yang
berhubungan dengan risiko, pelaporan, dan risiko, untuk menangani timbulnya risikodan
mencegah cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang mempengaruhi.

6. Insiden Keselamatan Pasien: setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
sesuai atau dapat digunakan untuk mencegah, termasuk dari Kejadian Tidak
Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera, dan Kejadian Potensial
Cedera.

7. Kejadian Tidak Diharapkan: adalah kejadian yang menghasilkan luka pada pasien.

8. Kejadian Nyaris Cedera: adalah kondisi yang belum terpapar ke pasien.


9. Kejadian Tidak Cedera: adalah kondisi yang tidak terpapar ke pasien tetapi tidak
timbul trauma.

10. Kondisi Potensial Cedera: kondisi yang sangat nyata untuk menimbulkan cedera,
tetapi belum terjadi.

11. Kejadian sentinel: arti KTD yang menghasilkan kematian atau ancaman yang serius.

12. Pelaporan insiden pasien: lakukan sistem untuk mendokumentasikan laporan pasien,
analisis dan solusi untuk proses.

13. Analisis Masalah Akar Masalah / RCA: yaitu proses yang sistematik dimana faktor-
faktor yang berkontribusi dalam peristiwa-peristiwa dengan merekonstruksi kronologis
dengan menggunakan pertanyaan “mengapa” yang diulang sampai menemukan akar
penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan mengapa ”harus ditanyakan hingga tim
penyidik mendapatkan fakta, bukan hasil spekulasi.

1-5 LANDASAN HUKUM.

1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan


2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Negara RI Nomor
4431).
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1333 / Menkes / SK / XII / 1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1691 tahun 2011 tentang pasien
Rumah Sakit
6. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 382 / Menkes / 2007 ttg Pedoman PPI di RS
dan Fas. Yankes Lainnya
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 875 / Menkes / SK / PER /
VII / 2004 tentang penyusunan lingkungan dan upaya lingkungan
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 876 / Menkes / SK / PER / VII /
2004 Tentang Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1204 / Menkes / SK
/ PER / XI / 2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1087 tahun 2010 Tentang
Standar Kesehatan Dan Kesehatan Kerja Di Rumah Sakit.
BAB II STANDAR KETENAGAAN.

2-1 KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA.


Kualifikasi RSK RS adalah: Tabel pola ketenagaan KKPRS

NAMA JABATAN Pendidikan SERTIFIKASI JUMLAH KEBUTUHAN

Pelatihan dan seminar


Dokter spesialis / 1
Ketua KKPRS tentang Keselamatan
umum
Pasien

Pelatihan dan seminar


Sekertaris KKPRS D3 tentang Keselamatan 1
Pasien

Salah satu anggota adalah 9


Anggota KKPRS
staf direksi RS

Unit Siswa Tingkat Kemilau


D3 Sesuai dengan jumlah unit
(Manajer Madya)

2-2 DISTRIBUSI KETENAGAAN.

Komite Keselamatan Pasien RS TERAKREDITASI terdiri dari 1 Ketua, 1 sekertaris, 9 anggota, dan Juara Keselamatan Pasien tingkat unit
yang merupakan manajer madya atau kepala unit masing-masing.
Ketua KKPRS adalah seorang dokter umum yang memiliki fungsi untuk memimpin, mengkoordinir, dan administratif.
Sekertaris KKPRS adalah sebuah pendidikan dengan pendidikan minimal D3, yang memiliki minat pada Budaya dan pasien yang memiliki
kemampuan kesekertariatan.
Anggota KKPRS adalah karyawan tetap yang dipilih dari disiplin ilmu yang ada dalam pelayanan kesehatan, yaitu keperawatan (rawat
jalan, IGD, rawat inap, ICU, Ruang Operasi), Farmasi, dan disiplin ilmu yang lain yang dirasa perlu.
BAB 3 - STANDAR FASILITAS.

3-1 DENAH RUANG. (Ada pada saat).

3-2 STANDAR FASILITAS.


Sarana yang dible adalah:
1 Ruang sekretariat.
2 Kursi.
3 Lemari penyimpanan berkas.
4 Telepon.
5 Papan Tulis.
6 Alat tulis.

BAB 4 - TATA LAKSANA PELAYANAN.

Pelayanan RS Keperawatan RS TERAKREDITASI meliputi:

 Program Pengembangan Keamanan Pasien.


 Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan Program RS Pasien.
 Melaksanakan tugas untuk melakukan bantuan, edukasi, konsultasi, pemantauan
(monitoring), dan evaluasi mengenai program terapan Keselamatan Pasien
rumah sakit.
 Pelatihan dan pelatihan untuk pasien dan pelatihan internal rumah sakit.
 Pencatatan, pelaporan insiden, analisis insiden, mengembangkan solusi untuk
pembelajaran.
 Membuat laporan kegiatan untuk kepala rumah sakit.

4-1 Pengembangan Program Keamanan Pasien.

Program pengembangan pasien dilakukan sesuai dengan tujuh langkah dari pasien yang
sakit yang terdiri dari:

1. BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN.

Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.

Langkah penerapan:

A. Tingkat Rumah Sakit:


• RS TERAKREDITASI telah memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang akan
dilakukan setelah terjadi, apa pun langkah yang harus dilakukan dan apa yang harus
diberikan kepada staf, pasien dan keluarga
• RS TERAKREDITASI telah memiliki kebijakan dan prosedur yang menjabarkan peran
dan akuntabilitas individu bilamana ada insiden.
• RS TERAKREDITASI telah susunan saluran yang terjadi dan belajar dari insiden yang
terjadi di rumah sakit.
• Melakukan asesmen dengan menggunakan survei.

B. Tingkat Satuan Kerja / Tim:


• Menjamin agar semua orang dapat berbicara dengan mereka.
• Demonstrasikan kepada seluruh personil ukuran-ukuran yang digunakan di RS
TERAKREDITASI untuk memastikan semua laporan yang dibuat dan dilakukan proses
dan solusi yang tepat.

2. PIMPIN DAN DUKUNG STAF RS

Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di
seluruh jajaran RS TERAKREDITASI.
Langkah penerapan:

A. Tingkat Rumah Sakit:


• Badan bertanggung jawab atas Keamanan Pasien.
• Telah membentuk Panitia Mutu dan Keselamatan Pasien yang ditunjuk untuk menjadi
“penggerak” dalam gerakan Keselamatan Pasien.
• Prioritaskan Keselamatan Pasien dalam agenda rapat jajaran Direksi dan rapat-rapat
manajemen rumah sakit.
• Pelatihan Siswa dalam program pelatihan dan pelatihan di RS TERAKREDITASI dan
dilaksanakan dengan pre dan post test.

B. Tingkat Satuan Kerja / Tim:


• Semua unit kerja wajib melakukan gerakan Keselamatan Pasien.
• Selalu jelaskan untuk seluruh karyawan relevansi dan juga manfaat bagi mereka
dengan menjalankan gerakan Keselamatan Pasien.
• Tumbuhkan sikap kesatria yang menyenangkan pelaporan insiden.

3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO

Kembangkan sistem dan proses pengelolaan, dan juga melakukan dan hal-hal yang
berpotensi bermasalah.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Rumah Sakit:
• Telaah kembali input dan proses yang ada dalam manajemen dan klinis, serta hal-hal
yang berhubungan dengan keamanan pasien dan staf.
• Kembangkan indikator-indikator kinerja dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) bagi
sistem manajemen yang dapat dimonitor oleh Direksi RS TERAKREDITASI
• Gunakan informasi yang tepat dan jelas yang dapat digunakan untuk pengembangan
kepedulian terhadap pasien.
B. Tingkat Satuan Kerja / Tim:
• Dalam setiap pertemuan diskusi yang selalu membahas tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keselamatan pasien dan memberikan informasi yang relevan
kepada orang-orang yang terlibat dalam proses yang
benar, untuk menegaskan akseptabilitas setiap Risiko, dan ambilah langkah-langkah
yang tepat untuk memperbaiki hal-hal tersebut.
• Pastikan pengukuran ini disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan
pencatatan angka rumah sakit.

4. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN.

Pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian / insiden, dan juga
rumah sakit untuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
Langkah Penerapan :
A. Tingkat Rumah Sakit
• Sistem pelaporan internal RS TERAKREDITASI diatur dalam SPO pelaporan Insiden
Safety Pasien yang sifatnya berjenjang, rahasia, dan berorientasi pada pemecahan
masalah.
• Sistem pelaporan ke luar RS TERAKREDITASI sesuai dengan tata cara yang telah
ditetapkan oleh PERSI, dimana RS TERAKREDITASI menjadi salah satu anggotanya.
B. Tingkat Satuan Kerja / Tim:
Berikan semangat kepada seluruh anggota untuk menggunakan setiap perubahan yang
terjadi dan yang telah terjadi tetapi juga terjadi karena, karena menciptakan bahan
yang penting.

5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN.

Kembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien Langkah:


A. Tingkat Rumah Sakit:
• RS TERAKREDITASI memiliki kebijakan dan pedoman yang jelas tentang cara-cara
komunikasi terbuka selama proses dengan pasien dan keluarga.
• Seluruh staf RS TERAKREDITASI yang berhubungan dengan pasien dan keluarga yang
mendapat informasi yang benar dan jelas terjadi.
• Seluruh jajaran manajerial yang mampu memberikan Dukungan, pelatihan, dan
pelatihan untuk pasien dan pasien.

B. Tingkat Satuan Kerja / Tim:


• Memastikan semua orang dan mendukung pasien dan pasien ketika terjadi.
• Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana terjadi insiden, dan
segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat.
• Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada pasien dan
keluarga.

6. BELAJAR DAN BERBAGI PENGALAMAN TENTANG KESELAMATAN PASIEN.


Seluruh anggota harus bersedia terlibat dalam kegiatan-kegiatan untuk mempelajari
bagaimana dan bagaimana KTD itu timbul.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Rumah Sakit:
• Menjadikan staf yang pintar telah mampu untuk melakukan penelitian secara akurat,
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyebab
• Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas dari analisis Analisis Akar
Masalah (RCA) yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per tahun
melakukan melakukan Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) untuk proses tinggi.
B. Tingkat Satuan Kerja / Tim:
• Diskusikan dalam jajaran unit / tim pengalaman dari hasil analisis.
• Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin digunakan pada masa depan dan
jamuan tersebut secara lebih luas.

7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KESELAMATAN PASIEN.

Gunakan informasi yang ada tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi.


Langkah Penerapan:
A. Tingkat Rumah Sakit:
• Gunakan informasi yang tepat dan jelas yang dapat digunakan untuk menentukan
solusi.
• Solusi tersebut dapat berupa penjabaran ulang sistem (input dan proses), pelatihan
staf dan / atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan instrumen yang menjamin
Keselamatan Pasien.
• Melakukan asesmen untuk perubahan yang dibutuhkan.
• Sosialisasi solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI.
• Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diberikan ke atas penjara
yang terperinci.
B. Tingkat Unit Kerja / Tim:
• Libatkan seluruh personil dalam mengembangkan berbagai cara untuk menjadi lebih
baik dan lebih aman.
• Telaah yang telah diproduksi dan mengoreksi pelaksanaannya.
• Pastikan bahwa semua orang menerima umpan balik tentang setiap tindak lanjut
tentang insiden yang diungkapkan.
Tujuh langkah Keamanan Pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif
untuk menuju Keselamatan Pasien, langkah yang harus dilakukan oleh setiap rumah
sakit. Dalam pelaksanaan, Tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus
serentak. Dapat dipilih langkah-langkah yang paling strategis dan paling mudah
dilaksanakan. Jika langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang
belum dilaksanakan.

4.2. Penyusunan Kebijakan Dan Program Dengan Program Keamanan Pasien.

Program Keselamatan Pasien di RS TERAKREDITASI pada program Keselamatan Pasien


Nasional dan Standar Keselamatan Pasien yang ditetapkan sebagai parameter kualitas
akreditasi versi 2012.
Acuan yang dipakai RS TERAKREDITASI dalam Pembuatan Kebijakan dan Program
terkait Keselamatan Pasien adalah:
1. Permenkes No 1691 / MENKES / PER / VIII / 2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
2. Buku Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Laporan Insiden
Keselamatan Pasien)

4.3. Motivasi, Edukasi, Konsultasi, Pemantauan Dan Evaluasi Program Terapan


Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

Dengan ini, secara umum berkoordinasi dengan seluruh bagian, dari tingkat, kepala,
manager, dan kepala. Unit melalui:
1. Rapat Koordinasi, dilakukan setiap bulan, dengan agenda-agenda yang ada dalam
ruangan. , dan konsultasi untuk mengambil kebijakan maupun revisi. Dihadiri oleh
Direktur, Wakil Direktur, Kepala Komite.
2. Rapat Kerja, dilakukan setiap bulan, dengan agenda kegiatan KKPRS, memberikan
laporan, dan laporan SPO terkait Tingkat Pasien, dan indikator capaian Keselamatan
Pasien yang telah ditetapkan. Dihadiri oleh Direktur, Wakil Direktur, dan Kepala Unit.
3. Pertemuan dan diskusi insidentil, melalui tatap muka atau via telepon, dengan
Direktur, Wakil Ketua, kepala unit, dan sidang unit internal tertentu bila sewaktu-waktu
diperlukan.

4.4. Pendidikan Dan Pelatihan Internal Rumah Sakit Terkait Keselamatan Pasien

Dalam melakukan kegiatan ini, KKPRS bekerja sama dengan bagian Diklat RS untuk
mengatur pendidikan internal dan pelatihan internal. Topik yang dipilih adalah topik
yang menyerukan sosialisasi dan pelatihan lebih lanjut.
Minimal dalam satu tahun dua tahun pelatihan dan pelatihan internal rumah sakit terkait
Keselamatan Pasien, sesuai dengan perencanaan dalam TOR KKPRS setiap tahun.

4.5. Pencatatan, Pelaporan Insiden, Analisa Insiden, Mengembangkan Solusi Untuk


Pembelajaran.

4.5.1 Pencatatan Dan Pelaporan Insiden Internal RS.


1. Jika terjadi, pergilah di rumah sakit, wajib segera ditindaklanjuti (dicegah / sidang)
untuk mengurangi dampak yang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera dibuat laporan insiden oleh petugas yang pertama
mengetahui insiden dan oleh petugas yang terlibat dalam insiden, dengan mengisi
laporan untuk Atasan langsung, dalam waktu 2 × 24 jam
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera serahkan kepada atasan langsung
pelapor. Yang berhubungan dengan atasan langsung pelapor adalah kepala Unit di
mana pelapor bekerja.
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan, memperjelas masalah yang ada,
berkoordinasi dengan kepala unit lain yang terkait, dan melakukan penilaian terhadap
pelaporan yang melaporkan. Tabel rata-rata / tingkat keparahan, tabel peringkat
porbabilitas / frekuensi, dan tabel matriks penilaian frekuensi terlampir.
5. Hasil penilaian akan menentukan bentuk analisis dan analisis yang akan dilakukan
sebagai berikut:

Grading biru: Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 1 minggu
Grading hijau: Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 2 minggu
Penilaian kuning: Investigasi komprehensif / analisis akar masalah / RCA oleh tim RCA
yang terdiri dari tim KKPRS dan staf lain yang diperlukan , waktu maksimal 45 hari
Penilaian merah: Investigasi komprehensif / analisis akar masalah / RCA oleh tim RCA
yang terdiri dari tim KKPRS dan staf lain yang diperlukan, waktu maksimal 45 hari
6. Setelah selesai melakukan investigasi, laporan hasil Investigasi, Solusi, Tindaklanjut,
dan Evaluasi (laporan ISTE) diserahkan kepada KKPRS.
7. KKPRS akan menganalisis kembali hasil ISTE untuk menentukan apakah perlu
dilakukan lebih lanjut.
8. Untuk grading kuning dan merah, dibentuk tim RCA yang terdiri dari tim KKPRS dan
staf lain yang diperlukan, maksimal 45 hari.
9. Setelah melakukan RCA, tim RCA akan membuat laporan dan rekomendasi untuk
perbaikan dan instruksi-instruksi yang diperlukan untuk mencegah kejadian yang sama
terulang kembali.
10. Hasil RCA rekomendasi dan biaya yang dibutuhkan untuk Respon dan Perbaikan
Pasien RS TERAKREDITASI.
11. Bantuan untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan sebagai umpan balik kepada
unit kerja terkait.
12. Unit kerja terkait dan komite PMKP membuat tren dan kecenderungan kejadian yang
sama.
13. Monitoring dan evaluasi oleh Komite KKPRS.

4.5.2 Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien Ke Tim KKPRS Nasional.


1. Laporan insiden yang sudah dilengkapi dengan laporan RCA yang terjadi pada pasien
yang dikeluarkan oleh KKPRS internal / Pimpinan RS dengan mengisi laporan pasien.
Pasien Pasien
2. Dikirim ke KKPRS melalui kantor dengan alamat Kantor PERSI Jl. Boulevard Artha
Gading Blok A-7 No.28, Kelapa Gading, Jakarta Utara 14240

4.6. Membuat Laporan Kegiatan Kepada Kepala Rumah Sakit.

Laporan yang dibuat oleh ketua KKPRS Kegiatan terkait KKPRS dan disampaikan kepada
direktur dan wakil direktur RS, dapat melalui email, yaitu:
1. Rekapitulasi Laporan Insiden yang diterima oleh KKPRS, setiap bulan.
2. Daftar kontak lanjut Insiden Keselamatan Pasien,

BAB 6 – KESELAMATAN PASIEN.

Keselamatan pasien telah menjadi isu global dan merupakan prioritas utama untuk
rumah sakit dan keselamatan pasien juga merupakan prioritas utama karena terkait
tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang mereka terima dan terkait dengan
mutu dan citra rumah sakit, disamping itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi
KTD di Rumah Sakit.
Keselamatan pasien dilaksanakan melalui 6 langkah menuju keselamatan pasien, yang
telah dijabarkan pada bab sebelumnya, yaitu :
1. Tepat Identifikasi Pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang efektif.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien operasi.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan resiko pasien jatuh.

BAB 7 KESELAMATAN KERJA.

Keselamatan kerja dalam Keselamatan Pasien termasuk dalam aspek Pengendalian


Infeksi, yang mencakup angka, cuci muka APD, tempat tertusuk benda tajam dan
terpapar cairan tubuh.

TIDAK INDIKATOR STANDAR PEMBILANG DENUMERATOR

1 Kepatuhan cuci tangan Kepatuhan cuci


tangan / momen Kegiatan yang diaudit
90%

Pemakaian APD
2 Kepatuhan pemakaian APD
90% sesuai paparan Kegiatan yang diaudit

Kejadian tertusuk benda Kejadian tertusuk jarum atau penampakan cairan


3 0
tajam dan tubuh / bulan
BAB 8 PENGENDALIAN MUTU.
Penguatan kualitas dalam Keselamatan Pasien termasuk penghitungan indikator
Keselamatan Pasien yang telah dibuat oleh Komite Keselamatan Pasien dan dihitung
pada unit-unit terkait

8.1. INDIKATOR KESELAMATAN PASIEN.


TIDAK INDIKATOR STANDAR PEMBILANG DENUMERATOR

Ketepatan Identitas
1 Ketepatan Identitas 100% sesuai tindakan dan Kegiatan yang diaudit
kegiatan

Terpasang jari-jari
Terpasang gelang identitas 100% pasien yang tepat
2 Kegiatan yang diaudit
pasien rawat inap pada pasien rawat
inap

Pelaporan kondisi
pasien sesuai dengan
3 Pelaksanaan SBAR Kegiatan yang diaudit
standar komunikasi
SBAR

Ketepatan
Ketepatan penyampaian
4 penyampaian hasil
hasil pemeriksaan 100% Kegiatan yang diaudit
pemeriksaan
penunjang
penunjang

5 Ketepatan pemberian
Ketepatan penerima obat 100% Kegiatan yang diaudit
obat sesuai 6 benar

Ketepatan transfusi
6 Ketepatan transfusi 100% sesuai pasien, dan k egiatan yang diaudit
produk darah

Melaksanakan waktu
Melaksanakan waktu
7 100 % keluar, masuk, keluar Kegiatan yang diaudit
keluar, masuk, keluar
pada operasi

8 100% Pemberian tanda Kegiatan yang diaudit


Pemberian tanda pada
operasi pada pasien
pasien operasi operasi yang
mendesak penanda

9 Pasien Jatuh 0% Tidak ada kejadian pasien jatuh

1. Ketepatan Identitas: target 100%. Label identitas tidak tepat artinya: tidak
terpasang, salah pasang, salah mengenakan nama, salah tangan gelar (Tn / Ny /
An), salah jenis kelamin, salah
2. Terpasang jari-jari pasien rawat inap: target 100% pasien yang masuk ke rawat
inap terpasang gelang identitas
3. Pelaksanaan SBAR: menargetkan 100% konsul ke dokter melalui telpon
menggunakan metode
4. Ketepatan penyampaian hasil penunjang: target 100%. Yang tidak bisa
digunakan: salah ketik hasil, perbedaan dengan hasil lain, hasil tidak terketik,
salah
5. Ketepatan pemberian obat: target 100%. Yang tidak pantas: salah minum, salah
jumlah, salah jenis, kurang / kelebihan dosis, salah rute, salah identitas pada
etiket, salah
6. Ketepatan transfuse: target 100%. Yang tidak pantas: salah identitas pada
Permintaan, salah menulis produk, kotoran pasien.
7. Melaksanakan waktu keluar, masuk, keluar: target 100% pada seluruh operasi
yang
8. Pemberian tanda sisi operasi: target 100% pada operasi yang terkait organ tubuh
PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO 3.1)

Rumah sakit mengatur tata kelola bahan berbahaya, seta obat narkotika dan psikotropika
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundangundangan.

Maksud dan Tujuan PKPO 3.1

Beberapa macam obat seperti obat radioaktif dan obat yang dibawa pasien sebelum rawat
inap mungkin memiliki risiko keamanan. Obat program pemerintah atau obat darurat
dimungkinkan ada kesempatan penyalahgunaan atau karena ada kandungan khusus
(misalnya nutrisi), memerlukan ketentuan khusus untuk menyimpan dan mengawasi
penggunaannya. Rumah sakit menetapkan prosedur yang mengatur tentang penerimaan,
identifikasi, tempat penyimpanan, dan distribusi macam obat obat ini. (lihat juga MFK 4.1)

Elemen Penilaian PKPO 3.1

 Ada regulasi pengaturan tata kelola bahan berbahaya, serta obat narkotika dan psikotropika
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang undangan. (R)
 Ada bukti penyimpanan bahan berbahaya yang baik, benar, dan aman sesuai dengan
egulasi. (O,W)
 Ada bukti penyimpanan obat narkotika serta psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai
dengan regulasi. (O,W)
 Ada bukti pelaporan obat narkotika serta psikotropika secara akurat sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan. (D,W)

PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO 3.2)

Rumah sakit mengatur tata kelola penyimpanan elektrolit konsentrat yang baik, benar, dan
aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Maksud dan Tujuan PKPO 3.2

Jika ada pasien emerjensi maka akses cepat ke tempat obat yang diperlukan menjadi sangat
penting dan obat harus siap pakai bila sewaktu-waktu diperlukan. Setiap rumah sakit harus
membuat rencana lokasi penyimpanan obat emergensi, contoh troli obat emerjensi yang
tersedia di berbagai unit pelayanan, obat untuk mengatasi syok anafilatik di tempat
penyuntikan, dan obat untuk pemulihan anestesi ada di kamar operasi. Obat emerjensi
dapat disimpan di lemari emerjensi, troli, tas/ransel, kotak, dan lainnya sesuai dengan
kebutuhan di tempat tersebut. Rumah sakit diminta menetapkan prosedur untuk
memastikan ada kemudahan untuk mencapai dengan cepat tempat penyimpanan obat
emerjensi jika dibutuhkan, termasuk obat selalu harus segera diganti kalau digunakan, bila
rusak atau kadaluarsa, selain itu keamanan obat emergensi harus diperhatikan. (lihat juga
MFK 4.1)
Elemen Penilaian PKPO 3.2

 Ada regulasi rumah sakit tentang proses larangan menyimpan elektrolit konsentrat di tempat
rawat inap kecuali bila dibutuhkan secara klinik dan apabila terpaksa disimpan di area rawat
inap harus diatur keamanannya untuk menghindari kesalahan. (lihat juga SKP 3.1). (R)
 Ada bukti penyimpanan elektrolit konsentrat yang baik, benar, dan aman sesuai dengan
egulasi. (O,W)
 Elektrolit konsentrat diberi label obat yang harus diwaspadai (high alert) sesuai dengan
regulasi. (O,W)

PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO 3.3)

Rumah sakit menetapkan pengaturan penyimpanan dan pengawasan penggunaan obat


tertentu.

Maksud dan Tujuan PKPO 3.3

Beberapa macam obat memerlukan ketentuan khusus untuk menyimpan dan mengawasi
penggunaannya seperti :

 produk nutrisi;
 obat dan bahan radioaktif;
 obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap mungkin memiliki risiko terhadap keamanan;
 obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain;
 obat yang digunakan untuk penelitian.

Rumah sakit menetapkan prosedur yang mengatur penerimaan, identifikasi, tempat


penyimpanan, dan distribusi macam obat-obat ini. (lihat juga MFK 5).

Elemen Penilaian PKPO 3.3

 Ada regulasi pengaturan penyimpanan obat dengan ketentuan khusus meliputi butir
1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan. (R)

 Ada bukti penyimpanan produk nutrisi yang baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi.
(lihat juga PAP 4). (O,W)
 Ada bukti penyimpanan obat dan bahan radioaktif yang baik, benar, dan aman sesuai
dengan regulasi. (O,W)
 Ada bukti penyimpanan obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap yang baik, benar, dan
aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
 Ada bukti penyimpanan obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain yang baik, benar,
dan aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
 Ada bukti penyimpanan obat yang digunakan untuk penelitian yang baik, benar, dan
aman sesuai dengan regulasi. (O,W)

PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO 3.4)

Rumah sakit menetapkan regulasi untuk memastikan obat emergensi yang tersimpan di
dalam maupun di luar unit farmasi tersedia, tersimpan aman, dan dimonitor.
Maksud dan Tujuan PKPO 3.4

Jika ada pasien emergensi maka akses cepat ke tempat obat yang diperlukan menjadi
sangat penting dan obat harus siap pakai bila sewaktu-waktu diperlukan. Setiap rumah sakit
harus membuat rencana lokasi penyimpanan obat emergensi, contoh troli obat emergensi
yang tersedia di berbagai unit pelayanan, obat untuk mengatasi syok anafilatik di tempat
penyuntikan, dan obat untuk pemulihan anestesi ada di kamar operasi. Obat emergensi
dapat disimpan di lemari emergensi, troli, tas/ransel, kotak, dan lainnya sesuai dengan
kebutuhan di tempat tersebut. Rumah sakit diminta menetapkan prosedur untuk
memastikan ada kemudahan untuk mencapai dengan cepat tempat penyimpanan obat
emergensi jika dibutuhkan, termasuk obat selalu harus segera diganti kalau digunakan, bila
rusak, atau kadaluarsa. Selain itu, keamanan obat emergensi harus diperhatikan. (lihat juga
MFK 4.1)

Elemen Penilaian PKPO 3.4

 Ada regulasi pengelolaan obat emergensi yang tersedia di unit-unit layanan agar dapat
segera dipakai untuk memenuhi kebutuhan darurat serta upaya pemeliharaan dan
pengamanan dari kemungkinan pencurian dan kehilangan. (lihat juga TKRS….). (R)
 Ada bukti persediaan obat emergensi lengkap dan siap pakai. (D,O,W)
 Ada bukti pelaksanaan supervisi terhadap penyimpanan obat emergensi dan segera diganti
apabila dipakai, kadaluwarsa, atau rusak. (D,O,W)

PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO 3.5)

Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak layak digunakan karena rusak, mutu
substandar, atau kadaluwarsa. Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan identifikasi
dalam proses penarikan kembali (recall) oleh Pemerintah, pabrik, atau pemasok. Rumah
sakit juga harus menjamin bahwa sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
yang tidak layak pakai karena rusak, mutu substandard, atau kadaluwarsa tidak digunakan
serta dimusnahkan.

Elemen Penilaian PKPO 3.5

 Ada regulasi penarikan kembali (recall) dan pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai yang tidak layak pakai karena rusak, mutu substandard, atau
kadaluwarsa. (R)
 Ada bukti pelaksanaan penarikan kembali (recall) sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.
(D,W)
 Ada bukti pelaksanaan pemusnahan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. (D,W)

Anda mungkin juga menyukai