– D : Bukti identitas pasien pada semua berkas RM, identitas pasien tercetak dengan
minimal menggunakan tiga identitas : nama pasien sesuai eKTP, tanggal lahir, nomor
RM.
– O : Lihat identitas pasien pada labet obat, RM, resep, makanan, spesimen, permintaan
dan hasil laboratorium.
– W : Wawancara staf pendaftaran, staf klinis, pasien dan keluarga.
2, Ada bukti pelatihan komunikasi efektif antar profesional pemberi asuhan. (D,W).
3, Pesan secara verbal atau verbal lewat telpon ditulis lengkap, dibaca ulang oleh
penerima pesan, dan dikonfirmasi oleh pemberi pesan. (lihat juga AP 5.3.1 di maksud
dan tujuan). (D,W,S).
– D : Bukti pelaksanaan tentang penyampaian pesan verbal atau lewat Telepon. Lihat
dengan cek silang dokumen penyampaian verbal lewat telepon dari sisi pemberi dan dari
sisi penerima.
– W : DPJP, Staf Klinis.
– S : Peragaan proses penerimaan pesan secara verbal atau lewat telepon.
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk proses pelaporan hasil pemeriksaan diagnostik
kritis.
1, Rumah sakit menetapkan besaran nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan hasil
diagnostik kritis. (lihat juga AP 5.3.2). (R)
– R : Regulasi tentang penetapan besaran nilai kritis dan hasil diagnostik kritis.
2, Rumah sakit menetapkan siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus
menerima nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik dan dicatat di rekam medis (lihat juga
AP 5.3.2 EP 2). (W,S)
– D : Bukti penetapan siapa yang harus melaporkan dan siapa yang harus menerima
nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik.
– W : DPJP; Staf Klinis.
– S : Peragaan proses melaporkan nilai kritis.
2, Formulir, alat, dan metode ditetapkan untuk mendukung proses serah terima pasien
(hand over) bila mungkin melibatkan pasien. (D,W)
– D : Bukti form, alat, metode serah terima pasien (operan/hand over), bila mungkin
melibatkan pasien.
– W : Dokter, staf keperawatan.
3, Ada bukti dilakukan evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi waktu serah
terima pasien (hand over) untuk memperbaiki proses. (D,W)
– D : Bukti evaluasi tentang catatan komunikasi yang terjadi saat operan untuk
memperbaiki proses.
– W : Dokter, Staf keperawatan, PPA.
Elemen Penilaian SKP 3.
1, Ada regulasi tentang penyediaan, penyimpanan, penataan, penyiapan, dan
penggunaan obat yang perlu diwaspadai. (R)
3, Di rumah sakit tersedia daftar semua obat yang perlu diwaspadai yang disusun
berdasar atas data spesifik sesuai dengan regulasi. (D,O,W).
2, Elektrolit konsentrat hanya tersedia di unit kerja/instalasi farmasi atau depo farmasi.
(D,O,W)
2, Ada bukti rumah sakit menggunakan satu tanda di empat sayatan operasi pertama
atau tindakan invasif yang segera dapat dikenali dengan cepat sesuai dengan kebijakan
dan prosedur yang ditetapkan rumah sakit. (D,O)
– D : Bukti penandaan.
– O : Lihat form dan bukti penandaan.
3, Ada bukti bahwa penandaan lokasi operasi atau tindakan invasif (site marking)
dilakukan oleh staf medis yang melakukan operasi atau tindakan invasif dengan
melibatkan pasien. (D,O,W)
4, Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, RS menyediakan “check list” atau
proses lain untuk mencatat, apakah informed consent sudah benar, apakah Tepat –
Lokasi, Tepat – Prosedur, Tepat-pasien sudah teridentifikasi, apakah semua dokumen
dan alat peralatan yang dibutuhkan sudah siap tersedia dengan lengkap dan berfungsi
dengan baik. (D,O).
2, Sebelum operasi atau tindakan invasif dilakukan, rumah sakit menyediakan “check
list” atau proses lain untuk mencatat, apakah informed consent sudah benar dan
lengkap, apakah Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, dan Tepat-Pasien sudah teridentifikasi,
apakah semua dokumen dan peralatan yang dibutuhkan sudah siap tersedia dengan
lengkap dan berfungsi dengan baik. (D,O)
– D : Bukti hasil pelaksanaan Time-Out.
– O : Liht pelaksanaan Time-Out.
– W : DPJP; Staf Klinis.
– S : Peragaan proses time-out.
3, Staf rumah sakit dapat melakukan cuci tangan sesuai dengan (lihat juga PPI 9 EP 6).
(W,O,S)
4, Ada bukti staf melaksanakan lima saat cuci tangan. (W,O,S) ? lima apa ?
– W : Staf RS.
– O : Lihat fasilitas untuk cuci tangan ( 1 tempat tidur satu handrub), liat kepatuhan staf
pada lima saat cuci tangan.
– S : Peragaan Cuci Tangan.
5, Prosedur disinfeksi di rumah sakit dilakukan sesuai dengan regulasi. (lihat juga PPI 9
EP 2, EP 5, dan EP 6) (W,O,S)
– W : Staf RS.
– O : Lihat fasilitas untuk disinfeksi dan pelaksanaan disinfeksi
– S : Peragaan disinfeksi, sesuai dengan PPI 7.2 EP 2.
6, Ada bukti rumah sakit melaksanakan evaluasi terhadap upaya menurunkan angka
infeksi terkait pelayanan kesehatan. (D,W) (lihat juga PPI 9 EP 6)
– D : Bukti pelaksanaan evaluasi upaya menurunkan infeksi sesuai dengan PPI 6.2 EP2.
– W : Komite / Tim PMKP ; Komite / Tim PPI.
Elemen Penilaian SKP 6.
1, Ada regulasi yang mengatur tentang mencegah pasien cedera karena jatuh. (lihat
juga AP 1.2.1 EP 2). (R)
2, Rumah sakit melaksanakan suatu proses asesmen terhadap semua pasien rawat inap
dan rawat jalan dengan kondisi, diagnosis, dan lokasi terindikasi berisiko tinggi jatuh
sesuai dengan regulasi. (D,O,W)
3, Rumah sakit melaksanakan proses asesmen awal, asesmen lanjutan, asesmen ulang
dari pasien pasien rawat inap yang berdasar atas catatan teridentifikasi risiko jatuh.
(lihat juga AP 2 EP 1). (D,O,W)
4, Langkah-langkah diadakan untuk mengurangi risiko jatuh bagi pasien dari situasi dan
lokasi yang menyebabkan pasien jatuh. (lihat juga AP 1.2.1 EP 3). (D,O,W)
Keselamatan (keselamatan) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Ada lima masalah penting yang terkait dengan (keselamatan) di rumah sakit yaitu:
pasien (pasien keselamatan), pekerja atau petugas kesehatan, bangunan dan peralatan
di rumah sakit yang bisa menimbulkan pasien dan petugas, lingkungan yang buruk
(produktivitas hijau ) yang berdampak terhadap pencemaran lingkungan dan “rumah
sakit” yang terkait dengan kondisi hidup rumah sakit. Ke lima hal yang penting untuk
dilaksanakan di setiap rumah sakit. Namun harus ada tindakan untuk rumah sakit dan
dapat berjalan saat ada pasien. Karena itu adalah masalah yang penting untuk
dilaksanakan, dan hal ini terkait dengan masalah kualitas dan citra rumah sakit. Harus
diakui, pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk Hipocrates kira-kira 2400
tahun yang lalu yaitu primum, non nocere (pertama, jangan ada salahnya). Ilmu
pengetahuan dan teknologi pelayanan kesehatan - Khusus di rumah sakit - menjadi
semakin kompleks dan tidak terduga Kejadian Tidak Diharapkan - KTD (adverse event)
tidak dilakukan dengan hati-hati.
Di rumah sakit terdiri dari berbagai macam alat, pengukuran dan prosedur, banyak alat
dengan teknologinya, berbagai jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap
memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Tetap tidak bisa dilakukan dengan
baik.
Pada tahun 2000 Institute of Medicine di Amerika Serikat mengeluarkan laporan yang
mengagetkan banyak pihak: „TO ERR IS HUMAN”, Membangun Sistem Kesehatan yang
Lebih Aman. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado
serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD
(adverse event) sebesar 2,9%, dimana 6,6% berlalu. Sedangkan di New York KTD
adalah sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD pada
pasien rawat inap diseluruh Amerika yang berlalu 33,6 juta per tahun berkisar 44.000-
98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka
penelitian di berbagai negara: Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD
dengan rentang 3,2-16,6%. Dengan data-data tersebut, berbagai negara melakukan
penelitian dan mengembangkan Sistem Keamanan Pasien.
Di Indonesia data tentang KTD tajam Kejadian Nyaris Cedera (nyaris ketinggalan) masih
banyak, namun dilain pihak terjadi peningkatan “mal praktek”, yang belum tentu sesuai
dengan pembuktian akhir. Dalam rangka meningkatkan perawatan pasien Rumah Sakit
Seluruh Indonesia (Persi) telah mengambil langkah darurat Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit (KKP-RS). Komite tersebut telah aktif menjalankan langkah-langkah
persiapan pelaksanaan perawatan pasien dengan mengembangkan program perawatan
pasien pasien sakit.
Pasien yang diharapkan menjadi orang-orang yang bertanggung jawab terhadap pasien
dan pasien di RS TERAKREDITASI perlu dilakukan. Untuk dapat meningkatkan kualitas
pelayanan RS TERAKREDITASI terutama diperlukan internalisasi yang paling jelas yang
memungkinkan KTD dapat dicegah sedini mungkin.
1-2. TUJUAN PEDOMAN.
2. Bahaya / bahaya: adalah "kondisi, penyebab" yang dapat meningkatkan resiko pada
pasien.
Sebuah. Keadaan.
Adalah semua faktor yang berhubungan atau pengembangan “acara pasien,
keselamatan pasien, agen atau pribadi”.
b. Agen.
Adalah substansi, obyek atau sistem yang diteliti.
3. Harm / cedera.
Pengaruh yang terjadi terhadap perubahan struktur atau penurunan fungsi tubuh dapat
berubah secara fisik, psikologis dan sosial. Yang termasuk kerusakan adalah: “Penyakit,
luka fisik / psikologis / sosial, penderitaan, cacad dan kematian”.
4. Keselamatan Pasien: bebas, pasien, sosial, penderitaan, cacad, kematian dll. Yang
tidak bisa diatasi.
6. Insiden Keselamatan Pasien: setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
sesuai atau dapat digunakan untuk mencegah, termasuk dari Kejadian Tidak
Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera, dan Kejadian Potensial
Cedera.
7. Kejadian Tidak Diharapkan: adalah kejadian yang menghasilkan luka pada pasien.
10. Kondisi Potensial Cedera: kondisi yang sangat nyata untuk menimbulkan cedera,
tetapi belum terjadi.
11. Kejadian sentinel: arti KTD yang menghasilkan kematian atau ancaman yang serius.
12. Pelaporan insiden pasien: lakukan sistem untuk mendokumentasikan laporan pasien,
analisis dan solusi untuk proses.
13. Analisis Masalah Akar Masalah / RCA: yaitu proses yang sistematik dimana faktor-
faktor yang berkontribusi dalam peristiwa-peristiwa dengan merekonstruksi kronologis
dengan menggunakan pertanyaan “mengapa” yang diulang sampai menemukan akar
penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan mengapa ”harus ditanyakan hingga tim
penyidik mendapatkan fakta, bukan hasil spekulasi.
Komite Keselamatan Pasien RS TERAKREDITASI terdiri dari 1 Ketua, 1 sekertaris, 9 anggota, dan Juara Keselamatan Pasien tingkat unit
yang merupakan manajer madya atau kepala unit masing-masing.
Ketua KKPRS adalah seorang dokter umum yang memiliki fungsi untuk memimpin, mengkoordinir, dan administratif.
Sekertaris KKPRS adalah sebuah pendidikan dengan pendidikan minimal D3, yang memiliki minat pada Budaya dan pasien yang memiliki
kemampuan kesekertariatan.
Anggota KKPRS adalah karyawan tetap yang dipilih dari disiplin ilmu yang ada dalam pelayanan kesehatan, yaitu keperawatan (rawat
jalan, IGD, rawat inap, ICU, Ruang Operasi), Farmasi, dan disiplin ilmu yang lain yang dirasa perlu.
BAB 3 - STANDAR FASILITAS.
Program pengembangan pasien dilakukan sesuai dengan tujuh langkah dari pasien yang
sakit yang terdiri dari:
Langkah penerapan:
Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang Keselamatan Pasien di
seluruh jajaran RS TERAKREDITASI.
Langkah penerapan:
Kembangkan sistem dan proses pengelolaan, dan juga melakukan dan hal-hal yang
berpotensi bermasalah.
Langkah penerapan:
A. Tingkat Rumah Sakit:
• Telaah kembali input dan proses yang ada dalam manajemen dan klinis, serta hal-hal
yang berhubungan dengan keamanan pasien dan staf.
• Kembangkan indikator-indikator kinerja dan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) bagi
sistem manajemen yang dapat dimonitor oleh Direksi RS TERAKREDITASI
• Gunakan informasi yang tepat dan jelas yang dapat digunakan untuk pengembangan
kepedulian terhadap pasien.
B. Tingkat Satuan Kerja / Tim:
• Dalam setiap pertemuan diskusi yang selalu membahas tentang hal-hal yang
berhubungan dengan keselamatan pasien dan memberikan informasi yang relevan
kepada orang-orang yang terlibat dalam proses yang
benar, untuk menegaskan akseptabilitas setiap Risiko, dan ambilah langkah-langkah
yang tepat untuk memperbaiki hal-hal tersebut.
• Pastikan pengukuran ini disampaikan sebagai masukan ke proses asesmen dan
pencatatan angka rumah sakit.
Pastikan staf Anda agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian / insiden, dan juga
rumah sakit untuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS)
Langkah Penerapan :
A. Tingkat Rumah Sakit
• Sistem pelaporan internal RS TERAKREDITASI diatur dalam SPO pelaporan Insiden
Safety Pasien yang sifatnya berjenjang, rahasia, dan berorientasi pada pemecahan
masalah.
• Sistem pelaporan ke luar RS TERAKREDITASI sesuai dengan tata cara yang telah
ditetapkan oleh PERSI, dimana RS TERAKREDITASI menjadi salah satu anggotanya.
B. Tingkat Satuan Kerja / Tim:
Berikan semangat kepada seluruh anggota untuk menggunakan setiap perubahan yang
terjadi dan yang telah terjadi tetapi juga terjadi karena, karena menciptakan bahan
yang penting.
Dengan ini, secara umum berkoordinasi dengan seluruh bagian, dari tingkat, kepala,
manager, dan kepala. Unit melalui:
1. Rapat Koordinasi, dilakukan setiap bulan, dengan agenda-agenda yang ada dalam
ruangan. , dan konsultasi untuk mengambil kebijakan maupun revisi. Dihadiri oleh
Direktur, Wakil Direktur, Kepala Komite.
2. Rapat Kerja, dilakukan setiap bulan, dengan agenda kegiatan KKPRS, memberikan
laporan, dan laporan SPO terkait Tingkat Pasien, dan indikator capaian Keselamatan
Pasien yang telah ditetapkan. Dihadiri oleh Direktur, Wakil Direktur, dan Kepala Unit.
3. Pertemuan dan diskusi insidentil, melalui tatap muka atau via telepon, dengan
Direktur, Wakil Ketua, kepala unit, dan sidang unit internal tertentu bila sewaktu-waktu
diperlukan.
4.4. Pendidikan Dan Pelatihan Internal Rumah Sakit Terkait Keselamatan Pasien
Dalam melakukan kegiatan ini, KKPRS bekerja sama dengan bagian Diklat RS untuk
mengatur pendidikan internal dan pelatihan internal. Topik yang dipilih adalah topik
yang menyerukan sosialisasi dan pelatihan lebih lanjut.
Minimal dalam satu tahun dua tahun pelatihan dan pelatihan internal rumah sakit terkait
Keselamatan Pasien, sesuai dengan perencanaan dalam TOR KKPRS setiap tahun.
Grading biru: Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 1 minggu
Grading hijau: Investigasi sederhana oleh atasan langsung, waktu maksimal 2 minggu
Penilaian kuning: Investigasi komprehensif / analisis akar masalah / RCA oleh tim RCA
yang terdiri dari tim KKPRS dan staf lain yang diperlukan , waktu maksimal 45 hari
Penilaian merah: Investigasi komprehensif / analisis akar masalah / RCA oleh tim RCA
yang terdiri dari tim KKPRS dan staf lain yang diperlukan, waktu maksimal 45 hari
6. Setelah selesai melakukan investigasi, laporan hasil Investigasi, Solusi, Tindaklanjut,
dan Evaluasi (laporan ISTE) diserahkan kepada KKPRS.
7. KKPRS akan menganalisis kembali hasil ISTE untuk menentukan apakah perlu
dilakukan lebih lanjut.
8. Untuk grading kuning dan merah, dibentuk tim RCA yang terdiri dari tim KKPRS dan
staf lain yang diperlukan, maksimal 45 hari.
9. Setelah melakukan RCA, tim RCA akan membuat laporan dan rekomendasi untuk
perbaikan dan instruksi-instruksi yang diperlukan untuk mencegah kejadian yang sama
terulang kembali.
10. Hasil RCA rekomendasi dan biaya yang dibutuhkan untuk Respon dan Perbaikan
Pasien RS TERAKREDITASI.
11. Bantuan untuk perbaikan dan pembelajaran diberikan sebagai umpan balik kepada
unit kerja terkait.
12. Unit kerja terkait dan komite PMKP membuat tren dan kecenderungan kejadian yang
sama.
13. Monitoring dan evaluasi oleh Komite KKPRS.
Laporan yang dibuat oleh ketua KKPRS Kegiatan terkait KKPRS dan disampaikan kepada
direktur dan wakil direktur RS, dapat melalui email, yaitu:
1. Rekapitulasi Laporan Insiden yang diterima oleh KKPRS, setiap bulan.
2. Daftar kontak lanjut Insiden Keselamatan Pasien,
Keselamatan pasien telah menjadi isu global dan merupakan prioritas utama untuk
rumah sakit dan keselamatan pasien juga merupakan prioritas utama karena terkait
tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang mereka terima dan terkait dengan
mutu dan citra rumah sakit, disamping itu keselamatan pasien juga dapat mengurangi
KTD di Rumah Sakit.
Keselamatan pasien dilaksanakan melalui 6 langkah menuju keselamatan pasien, yang
telah dijabarkan pada bab sebelumnya, yaitu :
1. Tepat Identifikasi Pasien.
2. Peningkatan Komunikasi yang efektif.
3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.
4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien operasi.
5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
6. Pengurangan resiko pasien jatuh.
Pemakaian APD
2 Kepatuhan pemakaian APD
90% sesuai paparan Kegiatan yang diaudit
Ketepatan Identitas
1 Ketepatan Identitas 100% sesuai tindakan dan Kegiatan yang diaudit
kegiatan
Terpasang jari-jari
Terpasang gelang identitas 100% pasien yang tepat
2 Kegiatan yang diaudit
pasien rawat inap pada pasien rawat
inap
Pelaporan kondisi
pasien sesuai dengan
3 Pelaksanaan SBAR Kegiatan yang diaudit
standar komunikasi
SBAR
Ketepatan
Ketepatan penyampaian
4 penyampaian hasil
hasil pemeriksaan 100% Kegiatan yang diaudit
pemeriksaan
penunjang
penunjang
5 Ketepatan pemberian
Ketepatan penerima obat 100% Kegiatan yang diaudit
obat sesuai 6 benar
Ketepatan transfusi
6 Ketepatan transfusi 100% sesuai pasien, dan k egiatan yang diaudit
produk darah
Melaksanakan waktu
Melaksanakan waktu
7 100 % keluar, masuk, keluar Kegiatan yang diaudit
keluar, masuk, keluar
pada operasi
1. Ketepatan Identitas: target 100%. Label identitas tidak tepat artinya: tidak
terpasang, salah pasang, salah mengenakan nama, salah tangan gelar (Tn / Ny /
An), salah jenis kelamin, salah
2. Terpasang jari-jari pasien rawat inap: target 100% pasien yang masuk ke rawat
inap terpasang gelang identitas
3. Pelaksanaan SBAR: menargetkan 100% konsul ke dokter melalui telpon
menggunakan metode
4. Ketepatan penyampaian hasil penunjang: target 100%. Yang tidak bisa
digunakan: salah ketik hasil, perbedaan dengan hasil lain, hasil tidak terketik,
salah
5. Ketepatan pemberian obat: target 100%. Yang tidak pantas: salah minum, salah
jumlah, salah jenis, kurang / kelebihan dosis, salah rute, salah identitas pada
etiket, salah
6. Ketepatan transfuse: target 100%. Yang tidak pantas: salah identitas pada
Permintaan, salah menulis produk, kotoran pasien.
7. Melaksanakan waktu keluar, masuk, keluar: target 100% pada seluruh operasi
yang
8. Pemberian tanda sisi operasi: target 100% pada operasi yang terkait organ tubuh
PELAYANAN KEFARMASIAN DAN PENGGUNAAN OBAT (PKPO 3.1)
Rumah sakit mengatur tata kelola bahan berbahaya, seta obat narkotika dan psikotropika
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Beberapa macam obat seperti obat radioaktif dan obat yang dibawa pasien sebelum rawat
inap mungkin memiliki risiko keamanan. Obat program pemerintah atau obat darurat
dimungkinkan ada kesempatan penyalahgunaan atau karena ada kandungan khusus
(misalnya nutrisi), memerlukan ketentuan khusus untuk menyimpan dan mengawasi
penggunaannya. Rumah sakit menetapkan prosedur yang mengatur tentang penerimaan,
identifikasi, tempat penyimpanan, dan distribusi macam obat obat ini. (lihat juga MFK 4.1)
Ada regulasi pengaturan tata kelola bahan berbahaya, serta obat narkotika dan psikotropika
yang baik, benar, dan aman sesuai dengan peraturan perundang undangan. (R)
Ada bukti penyimpanan bahan berbahaya yang baik, benar, dan aman sesuai dengan
egulasi. (O,W)
Ada bukti penyimpanan obat narkotika serta psikotropika yang baik, benar, dan aman sesuai
dengan regulasi. (O,W)
Ada bukti pelaporan obat narkotika serta psikotropika secara akurat sesuai dengan
peraturan dan perundang-undangan. (D,W)
Rumah sakit mengatur tata kelola penyimpanan elektrolit konsentrat yang baik, benar, dan
aman sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Jika ada pasien emerjensi maka akses cepat ke tempat obat yang diperlukan menjadi sangat
penting dan obat harus siap pakai bila sewaktu-waktu diperlukan. Setiap rumah sakit harus
membuat rencana lokasi penyimpanan obat emergensi, contoh troli obat emerjensi yang
tersedia di berbagai unit pelayanan, obat untuk mengatasi syok anafilatik di tempat
penyuntikan, dan obat untuk pemulihan anestesi ada di kamar operasi. Obat emerjensi
dapat disimpan di lemari emerjensi, troli, tas/ransel, kotak, dan lainnya sesuai dengan
kebutuhan di tempat tersebut. Rumah sakit diminta menetapkan prosedur untuk
memastikan ada kemudahan untuk mencapai dengan cepat tempat penyimpanan obat
emerjensi jika dibutuhkan, termasuk obat selalu harus segera diganti kalau digunakan, bila
rusak atau kadaluarsa, selain itu keamanan obat emergensi harus diperhatikan. (lihat juga
MFK 4.1)
Elemen Penilaian PKPO 3.2
Ada regulasi rumah sakit tentang proses larangan menyimpan elektrolit konsentrat di tempat
rawat inap kecuali bila dibutuhkan secara klinik dan apabila terpaksa disimpan di area rawat
inap harus diatur keamanannya untuk menghindari kesalahan. (lihat juga SKP 3.1). (R)
Ada bukti penyimpanan elektrolit konsentrat yang baik, benar, dan aman sesuai dengan
egulasi. (O,W)
Elektrolit konsentrat diberi label obat yang harus diwaspadai (high alert) sesuai dengan
regulasi. (O,W)
Beberapa macam obat memerlukan ketentuan khusus untuk menyimpan dan mengawasi
penggunaannya seperti :
produk nutrisi;
obat dan bahan radioaktif;
obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap mungkin memiliki risiko terhadap keamanan;
obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain;
obat yang digunakan untuk penelitian.
Ada regulasi pengaturan penyimpanan obat dengan ketentuan khusus meliputi butir
1 sampai dengan 5 pada maksud dan tujuan. (R)
Ada bukti penyimpanan produk nutrisi yang baik, benar, dan aman sesuai dengan regulasi.
(lihat juga PAP 4). (O,W)
Ada bukti penyimpanan obat dan bahan radioaktif yang baik, benar, dan aman sesuai
dengan regulasi. (O,W)
Ada bukti penyimpanan obat yang dibawa pasien sebelum rawat inap yang baik, benar, dan
aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
Ada bukti penyimpanan obat program atau bantuan pemerintah/pihak lain yang baik, benar,
dan aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
Ada bukti penyimpanan obat yang digunakan untuk penelitian yang baik, benar, dan
aman sesuai dengan regulasi. (O,W)
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk memastikan obat emergensi yang tersimpan di
dalam maupun di luar unit farmasi tersedia, tersimpan aman, dan dimonitor.
Maksud dan Tujuan PKPO 3.4
Jika ada pasien emergensi maka akses cepat ke tempat obat yang diperlukan menjadi
sangat penting dan obat harus siap pakai bila sewaktu-waktu diperlukan. Setiap rumah sakit
harus membuat rencana lokasi penyimpanan obat emergensi, contoh troli obat emergensi
yang tersedia di berbagai unit pelayanan, obat untuk mengatasi syok anafilatik di tempat
penyuntikan, dan obat untuk pemulihan anestesi ada di kamar operasi. Obat emergensi
dapat disimpan di lemari emergensi, troli, tas/ransel, kotak, dan lainnya sesuai dengan
kebutuhan di tempat tersebut. Rumah sakit diminta menetapkan prosedur untuk
memastikan ada kemudahan untuk mencapai dengan cepat tempat penyimpanan obat
emergensi jika dibutuhkan, termasuk obat selalu harus segera diganti kalau digunakan, bila
rusak, atau kadaluarsa. Selain itu, keamanan obat emergensi harus diperhatikan. (lihat juga
MFK 4.1)
Ada regulasi pengelolaan obat emergensi yang tersedia di unit-unit layanan agar dapat
segera dipakai untuk memenuhi kebutuhan darurat serta upaya pemeliharaan dan
pengamanan dari kemungkinan pencurian dan kehilangan. (lihat juga TKRS….). (R)
Ada bukti persediaan obat emergensi lengkap dan siap pakai. (D,O,W)
Ada bukti pelaksanaan supervisi terhadap penyimpanan obat emergensi dan segera diganti
apabila dipakai, kadaluwarsa, atau rusak. (D,O,W)
Rumah sakit memiliki sistem penarikan kembali (recall), pemusnahan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai tidak layak digunakan karena rusak, mutu
substandar, atau kadaluwarsa. Rumah sakit menetapkan dan melaksanakan identifikasi
dalam proses penarikan kembali (recall) oleh Pemerintah, pabrik, atau pemasok. Rumah
sakit juga harus menjamin bahwa sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
yang tidak layak pakai karena rusak, mutu substandard, atau kadaluwarsa tidak digunakan
serta dimusnahkan.
Ada regulasi penarikan kembali (recall) dan pemusnahan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai yang tidak layak pakai karena rusak, mutu substandard, atau
kadaluwarsa. (R)
Ada bukti pelaksanaan penarikan kembali (recall) sesuai dengan regulasi yang ditetapkan.
(D,W)
Ada bukti pelaksanaan pemusnahan sesuai dengan regulasi yang ditetapkan. (D,W)