Jamu
Jamu
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang dipakai sejak dahulu dan sudah terbukti
khasiatnya. Penggunaan jamu di Indonesia didukung oleh potensi alam negeri ini yang kaya akan
keranekaragaman tanaman obat. Dinyatakan dalam laporan Menkes bahwa Indonesia memiliki
lebih kurang 7.000 spesies tanaman obat, 1.000 diantaranya telah digunakan untuk pengobatan
dan mengatasi masalah kesehatan. Jamu telah dikenal luas dan akrab dengan masyarakat sebagai
buktinya data Riskesdas 2010 menyatakan bahwa Dari populasi di 33 provinsi, dengan sekitar
70.000 rumah tangga dan 315.000 individu, secara nasional 59,29 persen penduduk Indonesia
pernah minum jamu dan sebanyak 93,76 persen masyarakat yang pernah minum jamu
menyatakan bahwa minum jamu memberikan manfaat bagi tubuh.
Jika dilihat dari segi ekonomi, bisnis jamu merupakan bisnis yang berkembang luas di
Indonesia. Saat ini di Indonesia rantai kegiatan dan distribusi perdagangan produk tanaman obat
menyedot tenaga kerja lebih dari 3 juta orang. Angka ini belum termasuk sebagian pelaku
informal seperti pengobat tradisional, bakul jamu gendong, petani dan pengumpul tanaman obat.
Adapun nilai perdagangan jamu di Indonesia mencapai lebih dari Rp 5 trilyun per tahun.
Tekad untuk memajukan obat tradisional ini sejalan dengan visi dan misi serta tujuan
dari Program Magister Herbal yang bermunculan dua tahun belakangan ini. Umumnya Program
Magister herbal mempunyai tujuan untuk mengangkat kekayaan lokal dalam hal ini obat-obatan
tradisional atau jamu agar diakui manfaatnya dan digunakan secara luas oleh masyarakat
Indonesia dan dunia.
Masih menurut Prof. Agus, tantangan yang dihadapi dalam pengembangan jamu antara lain
belum terintegrasinya obat tradisional/jamu dengan pelayanan kesehatan formal karena belum
adanya pengakuan dari profesi tenaga kesehatan seperti dokter dan dokter gigi; bahwa jamu
aman, berkhasiat, dan terjamin mutunya. Untuk memperoleh pengakuan tersebut harus
didasarkan pada bukti-bukti empirik yang akan didapatkan melalui proses saintifikasi jamu.
Selain itu lemahnya koordinasi dan kerjasama lintas sektor terkait, belum adanya standarisasi
penyediaan bahan baku (penanaman, pemanenan, pengolahan paska panen), belum
dilaksanakannya standar untuk menjamin mutu, manfaat, dan keamanan, lemahnya data tentang
akses obat tradisional yang bermutu, aman, dan efikasi, serta kurangnya informasi terkait
penggunaan rasional obat tradisional adalah tantangan yang dihadapi jamu untuk menjadi tuan
rumah di negeri sendiri.
2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih jauh mengenai
jamu di Indonesia, saintifikasinya dan peran magister herbal di dalamnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia jamu diartikan sebagai obat yang dibuat dari akar-
akaran, daun-daunan, dan sebagainya bahan obat-obatan tradisional. Sedangkan obat tradisional
menurut KEMENKES No.0584/MENKES/SK/VI/1995 adalah merupakan bahan atau ramuan
bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun, dan diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku dalam masyarakat.
Di Indonesia jamu telah dikenal sejak zaman dahulu, dapat dibuktikan dengan catatan
resep-resep yang ditemukan dalam literatur-literatur kuno yang ditulis dalam bahasa sansekerta
seperti serat centhini, dalam relief seperti yang terdapat di candi Borobudur, dan dalam
ungkapan-ungkapan bahasa seperti usada yang berarti kesehatan dalam bahasa Bali, bahkan jamu
dapat kita temukan dalam literatur asing, terutama Belanda yang ditulis pada masa penjajahan.
2. Sejarah Jamu
Jamu sudah dikenal sudah berabad-abad di Indonesia yang mana pertama kali jamu dikenal
dalam lingkungan Istana atau keraton yaitu Kesultanan di Djogjakarta dan Kasunanan di
Surakarta. Jaman dahulu resep jamu hanya dikenal dikalangan keraton dan tidak diperbolehkan
keluar dari keraton. Tetapi seiring dengan perkembangan jaman, orang-orang lingkungan keraton
sendiri yang sudah modern, mereka mulai mengajarkan meracik jamu kepada masyarakat diluar
keraton sehingga jamu berkembang sampai saat ini tidak saja hanya di Indonesia tetapi sampai
ke luar negeri.
Bagi masyarakat Indonesia, Jamu adalah resep turun temurun dari leluhurnya agar dapat
dipertahankan dan dikembangkan. Bahan-bahan jamu sendiri diambil dari tumbuh-tumbuhan
yang ada di Indonesia baik itu dari akar, daun, buah, bunga, maupun kulit kayu. Hal ini didukung
dengan potensi alam Indonesia yang dikenal sebagai negara nomor 2 dengan kekayaan tanaman
obat tradisional setelah Brazilia.
Sejak dahulu kala, Indonesia telah dikenal akan kekayaannya, tanah yang subur dengan
hamparan bermacam-macam tumbuhan yang luas. Tanah yang subur dengan kekayaan tanaman
sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia karena mereka bergantung dari alam
dalam usahanya untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Pengolahan tanah, pemungutan
hasil panen, proses alam tidak hanya menghasilkan makanan, tetapi juga berbagai produk yang
berguna untuk perawatan kesehatan dan kecantikan.
Leluhur kita menggunakan resep yang terbuat dari daun, akar dan umbi-umbian untuk
mendapatkan kesehatan dan menyembuhkan berbagai penyakit, serta persiapan-persiapan lain
yang menyediakan perawatan kecantikan muka dan tubuh yang lengkap. Campuran tanaman
obat tradisional ini di kenal sebagai jamu.
3. Saintifikasi Jamu
Primary Health Care (PHC) diperkenalkan oleh World Health Organization (WHO) sekitar
tahun 70-an, dengan tujuan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas. Sebagai salah satu strategi menuju Primary Health Care Kementrian Kesehatan
Indonesia memiliki tiga strategi, salah satu strategi tersebut adalah program saintifikasi jamu
yang dimulai sejak tahun 2010 dan bertujuan untuk meningkatkan akses dan keterjangkauan
masyarakat terhadap obat-obatan. Program ini memungkinkan jamu yang merupakan obat-obat
herbal tradisional yang sudah lazim digunakan oleh masyarakat Indonesia, dapat teregister dan
memiliki izin edar sehingga dapat diintegrasikan di dalam pelayanan kesehatan formal.
Saintifikasi Jamu adalah pembuktian ilmiah jamu melalui penelitian berbasis pelayanan
kesehatan. Tujuannya adalah (1) Untuk memberikan landasan ilmiah (evidence based)
penggunaan jamu secara empiris, (2) Mendorong terbentuknya jejaring dokter/dokter gigi dan
tenaga kesehatan lainnya sebagai peneliti dalam rangka upaya prefentif, promotif, rehabilitatif,
dan paliatif terhadap penggunaan jamu, (3) Meningkatnya kegiatan penelitian kualitatif terhadap
pasien dengan penggunaan jamu, (4) Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki
khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan
sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.
4. Dasar Hukum
5. Magister Herbal
Program magister herbal, khususnya yang berada di Universitas Indonesia memiliki tujuan
yang sejalan dengan WHO maupun dengan Kementrian Kesehatan untuk mempromosikan jamu,
hal ini terlihat dalam misi dan tujuan Program Magister Universitas Indonesia.
III. Masalah yang Dihadapi (ini aku kopi, dari yang kemarin dikirim di milis sama mbak
pulan)
1. Saintifikasi Jamu
- Ketersediaan bahan baku dalam pembuatan formula jamu yang
sudah tersaintifikasi
- Standar mutu bahan baku jamu saintifikasi
- Dana yang besar dalam penelitian saintifikasi jamu
- Pemantauan kepatuhan subjek dalam penelitian yaitu dalam hal
cara penyiapan jamu dalam bentuk rebusan serta konsumsi jamu
- Ketidakpraktisan bentuk sediaan jamu pada jamu saintifikasi
tahun 2011
- Persetujuan protokol penelitian oleh komisi etik (komisi etik
yang mana ?)
- Produk jamu saintifikasi sebagai produk generic public health
atau produk komersial (bisakah formula jamu saintifikasi dijadikan produk komersial oleh
perusahaan ?)
- Notifikasi/pemberitahuan dalam melakukan penelitian
saintifikasi jamu (oleh siapa, kepada siapa, agar tidak terjadi dobel penelitian)
- Mempublikasikan hasil penelitian saintifikasi jamu
- Berkenaan dengan hak paten
- Tugas Komisi Nasional Saintifikasi Jamu dalam melakukan
pendidikan berkelanjutan
2. Program Magister Herbal
- Hubungan saintifikasi jamu dan program Magister Herbal
berkenaan dengan tugas Komisi Nasional Saintifikasi Jamu dalam melakukan pendidikan
berkelanjutan.
- Dana dalam melakukan penelitian
- Komitmen bersama dalam implementasi ilmu herbal di bidang
pelayanan kesehatan
- Integrasi pengobatan dan perawatan herbal untuk pelayanan
kesehatan
http://www.dharmais.co.id/index.php/medical-staff.html
Menurut Abidinsyah, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2010 terkait respons masyarakat terhadap
pengobatan tradisional, diketahui bahwa 55,3 persen penduduk Indonesia pernah menggunakan jamu.
Di antara 55,3 persen tersebut, 95,6 persen mengakui, jamu sangat bermanfaat untuk kesehatan.
"Jadi, setiap orang yang pernah menggunakan jamu itu merasa menemukan manfaat dan tidak ragu
mendekati angka 100 persen. Persoalan kita tinggal bagaimana memperbesar angka yang 55,3 persen itu
dengan memberikan pelayanan dan dilakukan secara formal (puskesmas dan rumah sakit)," katanya.
Puskesmas, seperti konsep yang sudah ada, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan promotif dan
preventif, di samping kuratif dan rehabilitatif. Tambahan pelayanan tradisional diharapkan dapat
meningkatan kualitas kesehatan dan mencegah seseorang jatuh sakit.
"Pelayanan tradisional ini dimaksudkan sebagai upaya preventif. Untuk wilayah preventif, tanaman obat
herbal dan tradisional menjadi solusinya. Dunia puskesmas adalah promotif dan preventif. Maka dari itu,
harus disediakan puskesmas jamu,” paparnya.
Abidinsyah menuturkan, untuk mewujudkan terciptanya puskesmas jamu bukanlah hal yang sulit. Sebab,
selama ini jamu sudah dikenal masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Tinggal bagaimana
membuatnya sebagai bahan yang formal dan aman untuk digunakan.
"Target kita tahun ini saja 100 dari 497 (20 persen) puskesmas kabupaten/kota sudah memberikan
pelayanan terintegrasi, yaitu telah menambahkan pelayanan jamu di dalamnya (campuran dengan
konvensional),” katanya.
Obat Tradisional telah diterima secara luas di negara-negara yang tergolong berpenghasilan
rendahsampai sedang. Bahkan di beberapa Negara, obat tradisional telah dimanfaatkan dalam
pelayanankesehatan formal terutama dalam pelayanan kesehatan strata pertama.Tidak dapat dipungkiri
bahwa hingga saat ini, obat tradisional masih menjadi pilihan masyarakatdalam mengobati diri
sendiri.Data SUSENAS 2004-2008 menunjukkan bahwa selama lima tahun tersebut persentase
pendudukIndonesia yang mengeluh sakit dalam kurun waktu sebulan terakhir, berturut-turut 26,51;
26,68;28,15; 30,90 dan 33,24 persen. Dari yang mengeluh sakit dan menggunakan obat tradisionaluntuk
mengobati diri sendiri berturut-turut 32,87; 35,52; 38,30; 28,69 dan 22,6 persen.Pada Riset Kesehatan
Dasar 2010 (RISKESDAS 2010), diperoleh gambaran mengenai penggunaan jamu dan manfaatnya di
Indonesia, yang diperoleh dari penduduk umur 15 tahun keatas. Pendudukkelompok umur 15 tahun ke
atas yang dianalisis sebanyak 177.926 responden,dengan rincian laki-laki sebanyak 86.493 responden
(48,6%) dan perempuan sebanyak 91.433 responden (51,4%). Diperkotaan sebanyak 91.057 responden
(51,2%) dan perdesaan sebanyak 86.869 responden(48,8%).Informasi yang diperoleh berupa: (a)
kebiasaan mengkonsumsi jamu, (b) kebiasaan mengkonsumsi jamu buatan sendiri, (c) jenis jamu yang
biasa dikonsumsi, (d) bentuk jamu, dan (e) manfaat yangdirasakan penduduk yang mengonsumsi jamu