Anda di halaman 1dari 4

Cilok

Makanan yang dicurigai adalah cilok dengan dugaan mengandung asam borat/asam
boraks (Boric acid). Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama Natrium tetraborat,
berbentuk kristal lunak. Jika dilarutkan dalam air akan menjadi Natrium hidroksida dan asam
borat. Boraks selain sebagai pengenyal, borak juga berperan sebagai pengawet yang memiliki
fungsi yang hampir sama dengan formalin. Cilok tersebut diduga mengandung asam borat
karena tekstur yang sangat padat dan kenyal dan tekstur tidak berubah.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2012


Tentang Bahan Tambahan Pangan, Asam borat merupakan bahan yang dilarang digunakan
sebagai Bahan Tambahan Pangan (BTP) sehingga bahan ini seharusnya tidak boleh digunakan
dan dicampurkan dalam makanan karena penggunaan bahan pengawet ini sangat dilarang oleh
pemerintah khususnya Departemen Kesehatan karena dampak negatif yang ditimbulkan sangat
besar. Boraks apabila terdapat dalam makanan, maka dalam waktu lama walau hanya sedikit
akan terjadi akumulasi (penumpukan) pada otak, hati, lemak dan ginjal. Pemakaian dalam
jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal nafsu makan berkurang,
gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma
bahkan kematian.

Dalam pengawetan makanan, diperlukan bahan pengawet yang aman dan dengan
batasan yang sesuai. Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Pengawet, bahan pengawet yang
dapat digunakan dalam produksi cilok telah ditetapkan dengan batasan penggunaannya. Cilok
merupakan makanan yang terbuat dari tepung, sehingga pengukuran batasan penggunaan
bahan pengawet dihitung per kilo bahan baku (tepung). Bahan pengawet yang dapat digunakan
untuk membuat cilok yaitu:

1. Asam sorbat dan garamnya (Sorbic acid and its salts)


A. Asam sorbat (Sorbic acid)
B. Natrium sorbat (Sodium sorbate)
C. Kalium sorbat (Potassium sorbate)
D. Kalsium sorbat (Calcium sorbate)

Batas maksimum penggunaan bahan pengawet yang dihitung sebagai asam


sorbat yaitu 1000 mg/kg
2. Asam benzoat dan garamnya (Benzoic acid and its salts)
a. Asam benzoat (Benzoic acid)
b. Natrium benzoat (Sodium benzoate)
c. Kalium benzoat (Potassium benzoate)
d. Kalsium benzoat (Calcium benzoate)

Batas maksimum penggunaan bahan pengawet yang dihitung sebagai asam


benzoat yaitu 1000 mg/kg

3. Sulfit (Sulphites)
a. Belerang oksida (Sulphur dioxide)
b. Natrium sulfit (Sodium sulphite)
c. Natrium bisulfit (Sodium hydrogen sulphite)
d. Natrium metabisulfit (Sodium metabisulphite)
e. Kalium metabisulfit (Potassium metabisulphite)
f. Kalium sulfit (Potassium sulphite)
g. Kalsium bisulfit (Calcium hydrogen sulphite)
h. Kalium bisulfit (Potassium bisulphite)

Batas maksimum penggunaan bahan pengawet yang dihitung sebagai residu


SO2 yaitu 70 mg/kg.

2. Kerupuk

Makanan yang dicurigai adalah kerupuk dengan dugaan mengandung pewarna


berbahaya. Kerupuk tersebut diduga mengandung rhodamine b, karena warnanya yang
begitu mecolok, berwarna merah terang. Selain itu, warna pada kerupuk tersebut tidak
merata, dan ada gumpalan warna pada produk kerupuk tersebut. Produk tersebut juga tidak
mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya. Sehingga kami menduga
bahwa kerupuk tersebut mengandung zat pewarna berbahaya rhodamine B.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatnan Republik Indonesia Nomor.


239/Menkes/Per/V/85 mengenai Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan
Berbahaya, memuat sebanyak 30 zat warna yang dilarang digunakan untuk pangan termasuk
rhodamine B. Pelarangan tersebut berkaitan dengan dampaknya yang merugikan kesehatan
manusia. Bahaya rhodamine B apabila dikonsumsi manusia yaitu dapat menyebabkan iritasi
pada saluran pencernaan, dan jika terpapar pada bibir dapat menyebabkan bibir pecah-
pecah, kering, gatal, bahkan kulit bibir terkepulas. Bahaya kronis akibat mengkonsumsi
rhodamine B dalam jangka panjang menyebabkan gangguan fungsi hati, gangguan kandung
kemih, bahkan kanker.

Dalam pewarnaan makanan, diperlukan zat pewarna yang aman dan dengan batasan
yang sesuai. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan
Pangan Pewarna, zat pewarna yang dapat digunakan dalam produksi kerupuk telah ditetapkan
dengan batasan penggunaannya. Kerupuk merupakan makanan yang terbuat dari tepung,
sehingga pengukuran batasan penggunaan zat pewarna dihitung per kilo bahan baku (tepung).
Bahan pewarna yang dapat digunakan untuk membuat tepung yaitu:

A. Pewarna Alami
1. Kurkumin Cl. No. 75300 (Curcumin). Batas maksimumnya yaitu CPPB
mg/kg
2. Riboflavin (Riboflavins). Batas maksimumnya yaitu 250 mg/kg sebagai
Riboflavin.
3. Karmin dan ekstrak cochineal CI. No. 75470 (Carmines and cochineal
extract). Batas maksimumnya yaitu 200 mg/kg sebagai asam karminat.
4. Klorofil CI. No. 75810 (Chlorophyll). Batas maksimumnya yaitu CPPB
mg/kg.
5. Klorofil dan Klorofilin tembaga kompleks CI. No. 75810 (Chlorophylls and
chlorophyllins, copper complexes). Batas maksimumnya yaitu 30 mg/kg
sebagai Cuprum (Cu).
6. Karamel I Plain (Caramel I – plain). Batas maksimumnya yaitu CPPB
mg/kg.
7. Karbon tanaman CI. No.77266 (Vegetable carbon). Batas maksimumnya
yaitu CPPB mg/kg.
8. Beta-karoten (sayuran) CI. No. 75130 [Beta-carotenes (vegetable)]. Batas
maksimumnya yaitu 1000 mg/kg.
9. Ekstrak anato CI. No. 75120 (berbasis bixin) (Annatto extracts, bixin based
: Aqueous Processed Bixin, Solvent-Extracted Bixin, Oil-Processed Bixin).
Batas maksimumnya yaitu 10 mg/kg sebagai bixin dengan norbixin
maksimum 28% terhadap bixin.
10. Karotenoid (Carotenoids). Batas maksimumnya yaitu 300 mg/kg.
11. Merah bit (Beet red). Batas maksimumnya yaitu CPPB mg/kg.
12. Antosianin (Anthocyanins). Batas maksimumnya yaitu 500 mg/kg sebagai
antosianin.
B. Pewarna Sintesis

1. Tartrazin CI. No. 19140 (Tartrazine) . Batas maksimumnya yaitu 70 mg/kg.

Anda mungkin juga menyukai