Epistaksis Referat
Epistaksis Referat
EPISTAKSIS
Penyaji:
Dewi Suspolita, S.Ked (04033100007)
Enggar Prasetyo, S.Ked (04033100017)
Tri Fitrianti, S.Ked (04033100028)
Pembimbing:
Dr. Sofyan Effendi Sp.THT-KL
1
2009
LEMBARAN PENGESAHAN
Disusun oleh :
Dewi Suspolita, S.Ked (04033100007)
Enggar Prasetyo, S.Ked (04033100017)
Tri Fitrianti, S.Ked (04033100028)
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
kartilago ala nasi. Bila hal ini tidak berhasil maka diperlukan tindakan-tindakan lain
yang perlu dan dapat dilakukan. Sangat penting penetalksanaan yang tepat pada
kasusu epistaksis agar tidak terjadi komplikasi atau bahkan kematian. Karena itu akan
kita bahas mengenai epistaksis pada makalah ini.
4
BAB II
ISI
2.1 ANATOMI
Gambar 1. Anatomi vaskuler supplai darah septum nasi. Pleksus Kiesselbach’s atau
Little’s area, merupakan lokasi epistaksi anterior paling banyak
Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis yaitu arteri karotis eksterna
dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak pada
cavum nasi melalui :
1) Arteri Sphenopalatina
Cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui foramen sphenopalatina
yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan dinding lateral hidung.
5
2) Arteri palatina desenden
Memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan melalui kanalis incisivus
palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior septum nasi. Sistem karotis
interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan
posterior yang memperdarahi septum dan dinding lateral superior.
2.3 ETIOLOGI
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput
mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah
Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian
anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya
anastomosis. Epistaksis sering kali timbul spontan tanpa dapat ditelusuri
penyebabnya. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau
kelainan sistemik. Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu :
1) Lokal
a) Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan tauma biasanya mengeluarkan sekret
dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan
sebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada
pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.
6
b) Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik,
seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
c) Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan
intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,
Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan epistaksis
berat.
d) Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan
telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's
disease).
7
melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta
berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian
perdarahan.
f) Pengaruh lingkungan
Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau
lingkungan udaranya sangat kering.
2) Sistemik
a) Kelainan darah
Misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia.
b) Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti
pada aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus
dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat,
sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
c) Infeksi sistemik akut
8
Demam berdarah, demam typhoid, influenza, morbili, demam tifoid.
d) Gangguan endokrin
Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis,
kadang-kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung
menyertai fase menstruasi.
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya
perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Pada anamnesis harus ditanyakan secara spesifik mengenai beratnya
perdarahan, frekuensi, lamanya perdarahan, dan riwayat perdarahan hidung
sebelumnya. Perlu ditanyakan juga mengenai kelainan pada kepala dan leher yang
berkaitan dengan gejala-gejala yang terjadi pada hidung. Bila perlu, ditanyakan juga
megenai kondisi kesehatan pasien secara umum yang berkaitan dengan perdarahan
misalnya riwayat darah tinggi, arteriosclerosis, koagulopati, riwayat perdarahan yang
memanjang setelah dilakukan operasi kecil, riwayat penggunaan obat-obatan seperti
koumarin, NSAID, aspirin, warfarin, heparin, ticlodipin, serta kebiasaan merokok
dan minum-minuman keras.
Pada pemeriksaan fisik, epistaksis seringkali sulit dibedakan dengan
hemoptysis atau hematemesis untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus
ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja..
Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.
Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua
kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku;
sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat
dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan
kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau
9
larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adre-nalin 1/1000 ke dalam hidung untuk
menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga
perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10-15 menit kapas dalam hidung
dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung
yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien
dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan
perdarahan.
b) Rinoskopi posterior
10
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang dan sekret hidung
2.5 PATOFISIOLOGI
Secara anatomi, perdarahan hidung berasal dari arteri karotis interna yang
mempercabangkan arteri etmoidalis anterior dan posterior, keduanya menyuplai
bagian superior hidung. Suplai vaskular hidung lainnya berasal dari arteri karotis
eksterna dan cabang-cabang utamanya. Arteri sfenopalatina membawa darah untuk
separuh bawah dinding hidung lateral dan bagian posterior septum. Semua pembuluh
darah hidung ini saling berhubungan melalui beberapa anastomosis. Suatu pleksus
vaskular di sepanjang bagian anterior septum kartilaginosa menggabungkan sebagian
anastomosis ini dan dikenal sebagai little area atau pleksus Kiesselbach. Karena ciri
vaskularnya dan kenyataan bahwa daerah ini merupakan objek trauma fisik dan
lingkungan berulang maka merupakan lokasi epistaksis yang tersering.
11
Semua pendarahan hidung disebabkan lepasnya lapisan mukosa hidung yang
mengandung banyak pembuluh darah kecil. Lepasnya mukosa akan disertai luka pada
pembuluh darah yang mengakibatkan pendarahan.
2.6 PENATALAKSANAAN
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses
pembekuan darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi,
lebih baik jika posisi kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk)untuk mengalirkan
darah dan mencegahnya masuk ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung
bagian depan selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui
mulut. Perdarahan ringan biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang
sama jika terjadi perdarahan berulang, jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter
untuk bantuan. Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya
mukosa hidung, biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga
tiga kali sehari.
Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan
pembuluh darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon
hidung. Tampon hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3
hari.
Mencegah komplikasi
12
Hal-hal yang penting adalah :
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.
2. Lokasi perdarahan.
6. Hipertensi
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
13
b. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah
dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/lidokain, serta bantuan alat penghisap
untuk membersihkan bekuan darah.
c. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,
dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat
10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal
terlebih dahulu.
3. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan
pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin
yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang
dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan
berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang
dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama
1-2 hari.
14
Dikutip dari: http://www.aafp.org/afp/20050115/fig.html
Gambar 6. Tampon anterior
15
Gambar 7. Tampon Bellocq
5. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan
balon. Balon diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air.
Teknik sama dengan pemasangan tampon Bellocq.
16
6. Di samping pemasangan tampon, dapat juga diberi obat-obat hemostatik. Akan
tetapi ada yang berpendapat obat-obat ini sedikit sekali manfaatnya.
7. Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi
dengan pemasangan tampon posterior. Untuk itu pasien harus dirujuk ke rumah
sakit.
2.6 KOMPLIKASI
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis atau sebagai
akibat dari penanganan yang kita lakukan. Akibat dari epistaksis yang hebab dapat
terjadi syok dan anemia. Turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan
iskemi cerebri, insufisiensi koroner dan infarkmiocard, hal-hal inilah yang
17
menyebabkan kematian. Bila terjadi hal seperti ini maka penatalaksaan terhadap syok
harus segera dilakukan.
Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium
sinus tersumbat), air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara
retrograd melalui duktus nasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon
posterior dapat timbul otitis media, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan
sudut bibit bila benang yang dikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.
18
BAB III
KESIMPULAN
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang dapt berlangsung ringan
sampai seius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Pada umumnya
terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior.
Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri athmoidalis
anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan
arteri ethmoid posterior.
Pendarahan ini dapat berhenti sendiri atau sampai harus segera diberi
pertolongan. Pada kasus yang berat, pertolongan harus dilakukan di rumah sakit
dengan orang yang yang berkompetensi pada bidang ini.
Penentuan asal pendarahan pada kasus epistaksis sangat penting karena
berkaitan dengan cara penatalaksanaannya. Untuk menghentikan pendarahan ini
dapat dilakukan tampon anterior, kauterisasi dan tampon posterior.
Komplikasi pada pemasangan tampon anterior adalah sinusitis, air mata
berdarah dan sptikemia. Sedangakan komplikasi pada pemasangan tampon posterior
adalah otitis media, haemotympanum, laserasi palatum molle dan sudut bibir. Apabila
terjadi perdarahan aktif pada saat perdarahan pada saat pemasangan tampon posterior
maka dilakukan ligasi arteri.
19
DAFTAR PUSTAKA
Kedokteran No. 132, 2001. pp. 4346
http://www.aafp.org/afp/20050115/contents.html
20