Anda di halaman 1dari 13

Periode Kristen Awal

> Berkembang pada saat pertengahan Kekaisaran Romawi dan abad pertama.
> Tahun 313 – Kaisar Konstantin mengeluarkan peraturan yang memungkinkan umat Kristen
mempraktekkan agama secara bebas di Romawi
> Tahun 325 – Kaisar Konstantin masuk agama Kristen
> Tahun 380 – Kristen adalah agama resmi Kekaisaran Romawi

Mengenali Gereja Kristen Awal


> Karakter utama: denah bentuk segi empat, turunan dari bangunan basilica (Romawi),
biasanya ukuran panjang = dua kali lebar. \ \
> Bangunan cukup luas untuk menampung jumlah umat yang besar. Bagian tengah (nave)
yang seperti lorong panjang memberikan pandangan yang tak terputus bagi umat ke bagian
depan.
> Pintu masuk selalu berada di sebelah barat.
> Bagian depan adalah portico atau narthex. Orang yang tidak boleh masuk gereja (karena
dosa-dosanya) mendengarkan kutbah di portico
>Altar diletakkan di podium bagian timur (bema) yang di belakangnya terdapat ruang setengah
lingkaran yang disebut apse.
> Interior utama terdiri dari sebuah ruang besar di tengah (nave) yang di samping kiri-
kanannya terdapat gang (aisle) yang dibatasi oleh deretan kolom.
> Tempat pembaptisan (baptisteries) adalah bangunan terpisah dengan bentuk denah
lingkaran atau segi banyak (polygonal).
> Tempat air baptis (font) selalu ditempatkan di bagian tengah dan biasanya merupakan replika
yang lebih kecil dari bangunan itu sendiri.

Galla Placidia

S. Costanza, Roma; Mausoleum untuk putri dari Kaisar Konstantin. ( Mausoleum=Kuburan)


Periode Kekaisaran Byzantium (Byzantine)
> Berkembang pada saat Kekaisaran Romawi mulai runtuh, Kekaisaran Romawi dibagi menjadi
bagian timur dan barat.
> Banyak terpengaruh arsitektur timur.

Mengenali Gereja Byzantium


> Karakter utama: interior mosaic yang brilian
> Denah dapat berbentuk basilica, salib, lingkaran atau polygon
> Pintu masuk di sebelah barat, altar di sebelah timur
> Bahan bangunan utama adalah bata, disusun berdasar pola dekoratif atau dilapis plasteran
> Atap ditutup oleh lapisan timah
> Dari luar bangunan terlihat cukup sederhana, datar, dengan jendela yang kecil dan ber-teralis

> Namun interior kaya dengan mosaik yang penuh warna, menghiasi dinding, kubah dan langit-
langit. Warna dominan adalah biru dan emas.
> Gambar mosaik adalah cerita-cerita dari Injil atau cerita kekaisaran
> Mosaik dibuat dari kubus-kubus kecil (dari marmer atau kaca) yang direkatkan di lapisan
semen.
> Capital kolom Byzantium memiliki banyak ornamen. Biasanya monogram (inisial) kaisar atau
penguasa dipahat di capital kolom.
> Bentuk umum capital kolom adalah keranjang atau kubus.
> Fitur lain yang penting pada gereja Byzantium adalah kubah. Kubah Byzantium diletakkan di
atas bukaan denah berbentuk persegi (kubah Romawi diletakkan di atas bukaan denah bentuk
lingkaran).

Church of San Vitale, Italy


> Tidak ada bentukan manusia di sculpture Byzantium. Unsur
dekoratif dibuat dari bentukan gulungan, lingkaran dan bentuk geometris lainnya atau dari
bentukan yang mengikuti bentuk daun dan bunga.
Arsitektur Gereja
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Katedral Hati Suci di India
Arsitektur Gereja adalah seni bangunan gereja.[1] Arsitektur berasal dari
bahasa Yunani: αρχή (arke) yang berarti permulaan dan τεχνή (tekne) yang berarti seni
pertukangan.[1] Secara harafiah, arsitektur adalah seni pertukangan yang mula atau
dasar.[1] Arsitektur dianggap holistik, yaitu menyangkut hal-hal yang sakral dan profan.[1] Jadi,
arsitektur gereja adalah seni pertukangan dari bangunan gedung gereja, sehingga pertimbangan
pertama ditinjau dari tujuan dibangunnya gedung itu, yaitu untuk ibadah.[2] Karena gereja adalah
perwujudan sejarah dari hidup Kristus, maka nilai-nilai di dalamnya juga harus memiliki kesatuan
dengan hati Yesus.[3]
Pentingnya sebuah rancangan yang matang agar gereja benar-benar memperhitungkan aspek-
aspeknya; teologis, filosofis dan fisiknya.[4]

Daftar isi
[sembunyikan]

 1Masa-masa Arsitektur Gereja


 2Basilika
 3Romanesque
 4Gothik/Gothic
o 4.1Katedral
 5Neo Gotik
 6Modern
 7Aspek Gereja Modern
o 7.1Arsitektur Gereja dan Alam
o 7.2Arsitektur dan Budaya
 8Referensi

Masa-masa Arsitektur Gereja[sunting | sunting sumber]


Masa kebangkitan arsitektur gereja terjadi setelah tahun 600-an, yaitu pada
zaman Konstantinus dan Karel Agung yang masuk dalam Abad Pertengahan.[4] Kemudian disusul
kebangkitan ekonomi dan perkembangan biara pada sekitar abad 11.[4] Lalu perkembangan
bangunan dan kota-kota dengan arsitekturnya.[4]

Basilika[sunting | sunting sumber]


Basilika adalah bangunan Romawi untuk kegiatan umum.[4] Kegiatan itu meliputi pengadilan,
perdagangan, dengan tata ruangan tersendiri yang kemudian dipakai juga oleh gereja.[5] Hal ini
menggantikan peran katakomba atau kuburan bawah tanah yang menjadi tempat ibadah jemaat
Kristen perdana, terlebih ketika mengalami penganiayaan dari penguasa Romawi.[6] Basilika diyakini
sebagai bangunan gereja hingga sekitar seribu tahun lamanya dalam sejarah gereja sebelum
dimodifikasi untuk keperluan liturgi.[4]Modifikasi itu dilakukan pada pilar, dinding, apsis yang dibuat
berhiaskan mosaik dan freska Kristiani.[4] Altar dibuat dari batu, di dalamnya terdapat makam
seorang martir sebagai gambaran kesaksian iman.[4] Ruang ibadah dibuat menyerupai bahtera yang
disebut naos, gereja menghadap ke Timur sebagai pengharapan kedatangan mesias.[4]

Romanesque[sunting | sunting sumber]


Romanesque adalah arsitektur yang berkembang pada tahun 1050 hingga 1200.[4] Bentuk nyata
yang umum disebut orang-orang saaat ini adalah Katedral.[4] Ciri yang paling menonjol adalah
bangunan yang dilengkapi dengan menara tingginya mencapai 100 meter beratap batu, ruang
dalam besar bahkan mampu menampung seribu orang, panjangnya mencapai 190 meter, didingnya
dipenuhi ukiran dari cerita-cerita Alkitab untuk mendidik jemaat.[4] Bentuk bangunan jika dilihat dari
atas tampak berbentuk salib dengan sayap (transep), bahkan ditemuai di Inggris dalam waktu
berikutnya, terdapat naos dengan salib ganda."[4] Gaya Romanesque berprototipe dari bangunan-
bangunan pemerintah; memamerkan keunggulan politis, motivasi arsitektur gedung umum yang
mengakomodasi kebutuhan praktis pengaman.[4] Gaya romanesque lebih menekankan aspek
teologis di bagian eksterior.[4]

Gothik/Gothic[sunting | sunting sumber]


Arsitektur Gotik berkembang dari Perancis sekitar abad 13 hingga 16.[4][5] Cirinya dapat kita kenali
salah satunya dari seni atap dengan apsis setengah lingkaran, apsis bertudung di jendela dan pintu
mulai dibentuh sehingga mempunyai kuncup seperti bawang.[4] Ciri yang lain adalah bangunan
dengan konsep yang memberi keleluasaan cahaya dalam gedung gereja, Allah dipahami hadir di
mana saja seperti cahaya.[4] Cahaya dihayati sebagai sifat ilahi.[4] Interior gereja dibuat dengan
masuknya cahaya matahari secara estetis dengan sebutan struktur diafan, artinya
tembus cahaya (diaphanous = jernih, terang, bening).[4] Yang terindah dari sumbangan Gotik
terhadap konsep cahaya adalah pemakaian kaca bergambar yang disebut stained glass sebagai
pencerahan mistik.[4] Abas Suger (1081-1151) merupakan salah satu penggagas efek kaca pada
benda-benda agar kecerlangan dan kesan dirasakan di dalam gereja.[4]
Contoh di Indonesia adalah GPIB Imanuel Jakarta.[4]
Katedral[sunting | sunting sumber]
Arsitektur Katedral adalah karya seni Gereja terbaik dari arsitektur Gotik yang mengalami
puncaknya pada abad ke-12.[5] Kata katedral berasal dari bahasa Latin cathedra yang berarti
tahta uskup.[5] Katedral juga paling berkembang di Perancis (Utara) dengan ciri-ciri menara tinggi,
diding kaca besar, kubah bergaris dan ditopang oleh sayap.[5]

 Katedral di Spanyol bernama Compostela memiliki naos bersayap atau transep sehingga
membentuk salib di ujung dekat katedra.[4]
Di Indonesia kita bisa menemui Arsitektur dengan model Katedral di beberapa kota:

 Katedral Santo Franciscus Regis di Bandung yang dibangun pada tahun 1895.[5]
 Katedral Santo Petrus di Bandung yang dibangun pada tahun 1895.[5]
Tiga Gereja Kathedral Termegah dari Zaman Gotik

Notre Dame, Paris

Katedral di Cantebury, England

Milan Cathedral, Italy


Tiga Interior Katedral
Bourges Cathedral, Perancis

Salisbury Cathedral, England

The Basilica di San Giovanni e Paolo, Venice

Neo Gotik[sunting | sunting sumber]


Setelah Zaman Gotik, maka disusul zaman Rennaisance Baroque dan Rococo yang melahirkan
arsitektur Neo Gotik.[5] Perbedaan utama langgam Noe Gotik dan Gotik adalah kesederhanaan
dekorasi bangunan, terlihat dengan tidak adanya ukiran dan patung yang rumit.[5] Ne0 Gotik adalah
perpaduan dari Gotik, Noe Klasik dan Romantisme.[5]Sedangkan pada zaman modern, bentuk Gotik
masih digunakan, namun lebih praktis.[5] Gereja Katedral di Jakarta adalah salah satu contoh aliran
neo-gothik.[4]

Modern[sunting | sunting sumber]


Arsitektur Gereja Jaman Modern semakin berkembang, memiliki pertimbangan-pertimbangan:
kegunaan atau utility, kesederhanaan atau simplicity, Keluwesan atau flexibility,
Kedekatan intimacydan keindahan atau beauty.[2] Apek teologis dikonsep secara kreatif, konsep
teologis filosofis ini dikembangkan secara baru pula.[4] Walau banyak gereja yang
bangunannya pragmatis dan terkesan pamer iman.[4] Kreatifitas yang ada pada gereja modern dapat
tampil tetap indah dan bernilai tinggi.[4] Contohnya di Indonesia, GKI Serpong-Tangerang, GKJ
Nehemia-Lebak Bulus.[4] Di Filipina terdapat Gereja Saint Andrew di Manila, dengan
bentuk stupa pada puncaknya menyerupai kemah, stupa mempunyai dua kaki dan di antara itu
terbentang atap model apsis.[4]
Konsep teologis yang terdapat pada gereja modern salah satunya adalah keterbukaan gereja
terhadap dunia luar, kepedulian gereja terhadap persoalan sosial yang dimasukkan dari refleksi
kisah Yesus yang menyaksikan karya Allah yang mengambil rupa seorang hamba.[4] Filipi 2:6-7
mengajak umat untuk tidak ekslusif dari manusia dan dunia luar.[4]

Arsitektur dipahami bukan sekadar sebentuk estetika, melainkan juga
keprihatinan sosial. Pertanggungjawaban moral memaksa para arsitek
untuk mencari pemecahan yang adil. Pemecahan yang adil dapat berupa
menentang pandangan-pandangan utopis yang tidak adil ”
— Cornelis Van de Ven

Aspek Gereja Modern[sunting | sunting sumber]


Arsitektur Gereja dan Alam[sunting | sunting sumber]
Bangunan dan alam adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.[7] Heinz frick dalam
bukunya Arsitektur dan Lingkungan berpendapat bahwa peredaran dan struktur alam seperti juga
perencanaan bionik ekologik merupakan contoh bangunan manusiawi sekaligus
bermanfaat ekologik. Inilah cara yang ‘holistik’ menuju bangunan yang manusiawi..[7]
Di Bandung, Gereja Katedral yang masih utuh saat ini juga mengakomodasi unsur alam yang penuh
perhitungan.[5] Prof. Charles Prosper Wolff Schoemaker yang mendekorasi bangunan itu
mengeksploitasi cahaya matahari dalam mengolah fasad bagunan.[5] Dengan moulding
pada eksterior gereja akan menighasilkan efek bayangan dari pergeseran sinar matahari. Selain itu
juga mengakomodasi unsur budaya di mana lekuk-lekuk yang mendominasi pada eksteriornya
dibuat mirip candi di Jawa dan India.[5]
Arsitektur dan Budaya[sunting | sunting sumber]
Takenaka berpendapat bahwa setiap gaya bangunan pada sejarahnya merepresentasikan
tanggapan gereja akan zamannya.[3] Sebagaimana periode katakomba,
basilika, Byzantine, Romanes, Gotic, bahkan gaya kolonial.[3] Seperti gaya arsitektur Gereja
di Romania ortodoks, rata-rata Gereja di sana luas, namun juga ada yang berukuran kecil, namun
keduanya sama-sama saling menyesuaikan dengan lingkungan alam. Gereja di Switzerland yang
menggunakan simbol ayam jantan sebagai lambang kebangkitan, dan Gereja di Jepang yang
memasukkan unsur Shakkei yang artinya “meminjam pemandangan” adalah sebuah model dari
arsitektur yang mempertimbangkan budaya dan alamnya.[3] Hal ini menurut Takenaka adalah respon
dari Firman Tuhan pada Alkitab 1 dan 2, yaitu dalam hal menguasai dan memeliharanya.[3] Di
Indonesia sendiri terdapat Gereja di Blimbingsari yang membuat gerbangnya sebagai undangan
naik ke atas (filosofi Himalaya dan Mt. Meru) sebagai adaptasi dari budaya yang erat dengan
masyarakat Hindu, atapnya bisa diterobos udara dan sinar matahari sebagai tanda kedekatan
dengan alam. Ketenangan Gereja di Legian yang teduh itu sebagai wujud dari pesan
pada Ayub 31:32, yakni memberi sambutan kepada para pejalan, atau pelancong.[3]
ARSITEKTUR GEREJA KRISTEN LAMA
Seni dan Arsitektur
Dengan semakin dekatnya unsur negara dan gereja, maka gedung pengadilan pemerintah
Roma yaitu gedung Basilika digunakan tidak hanya memperkarakan pengadilan sipil saja tetapi
juga pengadilan agama, akhirnya kekuasaan politik para kaisar pudar dan gereja berkembang.
Selanjutnya Gedung Basilika mejadi dasar perkembangan bentuk gereja di Roma. Seni yang
lain juga dikembangkan dengan gereja sebagai pusat perkembangan seni dan budaya serta
keagamaan di tiap-tiap kota di Eropa. Kota-kota di Eropa berlomba membangun kompleks
gereja atau Katedral.

Karakter Arsitektur
Bentuk dasar Arsitektur gereja Kristen Lama mengacu dari bentuk arsitektur Romawi, dimana
arsitektur Kristen Lama mengalami evaluasi dalam beberapa tahap. Pengaruh lain secara
umum adalah pemakaian altar, yang digunakan sebagai tempat untuk persembahan pada para
dewa Romawi, pada masa Kristen lama juga dipakai untuk persembahan suci.

Pemakaian model catacombe, yaitu makam umat Kristen yang terletak pada ceruk-ceruk bukit,
merupakan lorong-lorong panjang dan gelap (tempat ini digunakan untuk tempat peribadahan).
Pada waktu agama Kristen masih dilarang model ini digunakan bila membangun katedral, maka
nama katedral tersebut memakai nama orang yang disucikan dan dimakamkan di situ,
sedangkan diatas makam tersebut dibangun altar.

Denah :
Bentuk denah Basilika yang dikembangkan dengan menghilangkan salah satu tribun yang
berbentuk setengah lingkaran, sehingga tribun yang tinggal dijadikan sebagai suatu
pengakhiran yaitu Apse (apsis). Jalan masuk dari tengah/sisi memanjang dipindah ke Barat,
sehingga umat yang datang langsung menghadap altar. Sedangkan Nave atau ruang induk
(ruang peribadahan) dipisahkan oleh sederetan tiang-tiang yang menopang entablature (balok
dengan hiasan berbentuk segitiga diatasnya), atau kalau bentangan lebar, maka deretan kolom
memakai bentuk setengah lingkaran diatasnya.

Kemegahan dicapai melalui kesan perspektif memanjang ke arah Sanctuan (tempat altar) dan
diakhiri oleh Apse di mana tempat Imam berada. Hal yang demikian ini dikomposisikan dengan
perbandingan tinggi/rendahnya langit-langit sehingga proporsinya kelihatan lebih panjang dari
yang sebenarnya.

Gereja basilica diberi kiblat sehingga pusat perhatian yaitu ½ lingkaran di dalam Apse (apsis)
berada di sisi timur ke arah Yerusalem. Pada perkembangan gereja selanjutnya yaitu perluasan
dikedua sisi (navis), sehingga denahnya berbentuk salib yang selanjutnya mengawali bentuk
poko yang bertahan sampai sekarang.

Meskipun dari luar tampak sederhana namun gereja-gereja yang dibangun masa Kaisar
Constantinus (sebelum memindahkan ibukota) memperindah keindahan interiornya. Agama
Kristen Lama mengikuti adat Ibrani, yang melarang pemujaan patung maka gerejanya tidak
dihiasi patung sebesar manusia yang sebelumnya banyak menghiasi basilica-basilika romawi.

Atap :
Atap ditutup dengan konstruksi kayu yang sederhana, dimana hal ini merupakan tipikal dari
arsitektur Kristen Lama. Bentuk keseluruhan secara skyline adalah horizontal dan sederhana.

Dinding :
Pemakaian metode konstruksi dari Romawi, yaitu beton/batu yang diplester dan diberi hiasan
ornamen Mosaic yaitu pecahan batuan berwarna-warni memberikan efek estetis dan plastis,
sehingga berkesan cerah, merah dan biasanya hiasan tersut menceritakan tentang Nabi Isa As.
Bangunan-Bangunan pada Masa Kristen Lama

Anda mungkin juga menyukai