Anda di halaman 1dari 62

Alhamdulillah wassholatu wassalamu ‘ala rasuulillah..

Mulai hari ini, in-syaa Allah, kita akan mulai fokus pada pembahasan dasar mengenai AQIDAH dan
MANHAJ dan dibimbing langsung oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

Pembahasan kali ini merujuk kepada buku yang berjudul “Al Ishbaah Fii Bayani Manhajis Salaf Tarbiyati
wal Ishlah“, tentang Manhaj salaf dalam masalah tarbiyah dan perbaikan, yang ditulis oleh Syaikh Al
Ubailaan, ‫حفظه ا تعالى‬

Mari kita ajak keluarga, kerabat dan teman untuk belajar aqidah dan manhaj dengan bergabung di
channel ini atau silahkan forward pembahasan di channel ini ke group anda lainnya...

Semoga bermanfaat... baarakallahu fiikum

=======

1. KAIDAH YANG PERTAMA, kata beliau (Syaikh Al Ubailaan) : Agama kita dibangun diatas 2 pokok yang
agung.

Yang pertama yaitu ikhlas-->yaitu ikhlas, mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah Subhaanahu wa Ta'ala.

Yang kedua adalah Mutaba'ah (ittiba kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam).

Ini adalah merupakan 2 POKOK YANG AGUNG, yang merupakan makna daripada

_Asyhadu alla ilaaha illallah_

_Wa asyhadu anna_ _Muhammadar Rasulullah_.

Ketika kita mengucapkan _Asyhadu alla ilaaha illallah_ artinya mengikhlaskan ibadah hanya untuk Allah
Subhaanahu wa Ta'ala.
Dan ketika kita mengatakan _Wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah_ artinya kita memurnikan ittiba
atau mutaba'ah kepada Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam.

Dimana amal kita harus sesuai dengan apa yang di syari'atkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa
Sallam

Allah berfirman dalam surat Al-Mulk ayat 2:

‫ت قواولقحقياةق لذيقوبلكقوككوم أقيَيككوم أقوحقسكن قعقملل‬


‫ق اولقموو ق‬
‫ۚ اللذذيِ قخلق ق‬

"Dialah Allah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan agar Allah menguji kalian siapa diantara
kalian yang lebih baik amalnya."

Berkata Al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah:

"Yang lebih baik amalnya, artinya yang paling ikhlas dan yang paling benar."

Yang paling ikhlas artinya yang betul-betul karena Allah.

Dan yang paling benar artinya yang sesuai dengan sunnah Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam.

Kata Beliau (Syaikh Al Ubailaan) : Manusia di lihat dari 2 pokok ini, ada 4 macam:

Macam yang 1: Ahlul Ikhlas.


Mereka adalah orang-orang yang betul-betul ikhlas wal Mutaba'ah (dan betul-betul mengikuti Rasulullah
Shalallahu Alaihi Wa Sallam).

Maka ini adalah derajat yang paling tinggi.

Yang ke 2:

Orang yang tidak ikhlas dan tidak pula mutaba'ah.

Sudahlah hatinya tidak ikhlas, tidak mengharapkan wajah Allah, sudah begitu tidak sesuai dengan contoh
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam.

Ini yang paling buruk tentunya

Yang ke 3 :

Orang yang ikhlas amalannya, tapi tidak sesuai dengan contoh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam,
namun ia berbuat mengada-ada kebid'ahan.

Maka amalannya juga tertolak.

Yang ke 4:

Orang yang amalannya sesuai dengan sunnah Rasul tapi tidak ikhlas, maka inipun sama tidak diterima
oleh Allah Subhaanahu wa Ta'ala.
Maka yang terbaik adalah yang pertama, yang sesuai dengan sunnah Rasulullah dan ia ikhlas di dalam
mengamalkan ibadah tersebut.

Maka setiap kita berusahalah semaksimal mungkin akhowati islam untuk merealisasikan keikhlasan
dengan cara mengikhlaskan amalan hanya untuk Allah, bukan karena pujian manusia, bukan pula karena
mengharap dunia, tidak pula karena ia ingin diberikan kesenangan dari kehidupan dunia ini.

Maka ini adalah merupakan akhwati islam kaidah yang harus kita benar-benar kita perhatikan dalam
masalah tarbiyah dan islah, yaitu ikhlas dan mutaba'ah.

Wallahu a'lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

2. =======

KAIDAH yang ke 2

Bahwa landasan persyariatan demikian pula landasan dalam berdakwah beribadah adalah Alqur'an dan
Sunnah yang shohihah.

Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan dalam Alqur'an untuk mentaati Allah dan Rasulnya.

Allah berfirman:

‫قوأقذطيكعوا ل‬
‫اق قواللركسوقل لققعللككوم تكورقحكموقن‬

"Taati Allah dan taati Rasul agar kamu di rahmati." [Al- Imran : 132]
Allah juga berfirman [Az-Zukhruf :43]

‫ك قعلقىى ذ‬
‫صقراطط كموستقذقيطم‬ ‫قفاوستقومذسوك ذباللذذيِ كأوذحقي إذلقوي ق‬
‫ك ۖ إذنل ق‬

"Berpeganglah kepada yang di wahyukan kepadamu."

Allah memerintahkan nabinya untuk berpegangan kepada wahyu.

Berarti kalau Rasulullah saja berpegangan kepada wahyu, kewajiban kita adalah untuk berpegang kepada
wahyu seluruhnya.

Sedangkan Alqur'an dan hadits adalah wahyu.

Allah juga berfirman [Al-Hujurat :1]

‫اذ قوقركسولذذه‬ ‫اذ اللروحىقمذن اللرذحيذم قيا أقيَيقها اللذذيقن آقمكنوا قل تكققددكموا بقويقن يققد ذ‬
‫يِ ل‬ ‫ۖ بذوسذم ل‬

"Hai orang-orang yang beriman, jangan kamu mendahului Allah dan Rasulnya."

Yaitu mendahului Allah dan Rasulnya dengan akal kita, pemikiran kita, dengan hawa nafsu atau
mendahulukan pendapat siapapun diatas Allah dan Rasulnya.

Itu semua dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

"Aku tinggalkan kepada kalian 2 perkara. Kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, selama berpegang
pada 2 perkara tersebut, yaitu Kitabullah dan Sunnahku."
Kata Beliau (Syaikh Al Ubailaan):

"Ini sebetulnya penyempurnaan dari kaidah yang pertama.

Bahwa tidak akan di terima di sisi Allah kecuali apabila sesuai dengan apa yang di turunkan oleh Allah
dalam Alqur'an dan Sunnah.

Kalau tidak sesuai dengan apa yang di turunkan, maka itu tertolak.

Sebagaimana Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: "Barang siapa yang beramal setengah
suatu amalan yang dengan tidak ada perintah kami, maka itu tertolak."

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah, taatilah Rasul dan Ulil Amri di antara kalian."

Allah tidak mengatakan, dan taati ulil amri. Karena ketaatan kepada ulil amri — dan ulil amri yang
dimaksud di sini ulama dan umaro — Ketaatan kepada mereka mengikuti ketaatan kepada Allah dan
Rasulnya.

Para ulama berkata: Allah memerintahkan manaati Allah, manaati Rasulnya dan menaati Ulil Amri dari
kalangan ulama dan umaro.

Dan yang di maksud dengan ulil amri adalah ulama dan Umaro

Tapi ketaatan kita kepada ulil amri itu apabila sejalan dengan perintah Allah dan rasulnya.

Bukan dalam perkara yang menyelisihi perintah Allah dan perintah rasulnya.

Karena tidak boleh kita menaati mahluk untuk memaksiati Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Maka inilah ya akhowati islam dasar kita dalam beraga, di dalam ibadah, dalam berdakwah.

Di dalam persyariatan semuanya harus berdasarkan kepada Alqur'an, yang kedua berdasarkan kepada
hadits yang shohih.

Wallahu a'lam

Ustadz Abu Yahya Barusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

3. =======

�KAIDAH yang ke 3

Ahlus Sunnah wal Jama’ah berkeyakinan bahwa tidak boleh Alqur’an berdiri sendiri tanpa Sunnah karena
Alqur’an harus di jelaskan dengan Sunnah.

Dan Alqur’an tidak mungkin berdiri tanpa Sunnah.

Karena Sunnahlah yang menjelaskan Alqur’an

Allah berfirman;

“Hai orang-orang yang beriman taati Allah dan ta’ati Rasul dan Ulil Amri di antara kalian.”

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits yang di riwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud, at-
Tarmidzi mengabarkan akan adanya orang yang akan menolak Sunnah.

Beliau berkata:

“Ketahuilah sesungguhnya aku di berikan oleh Allah Alqur’an dan yang semisal bersamanya itu Sunnah.”
Ketahuilah hampir nanti ada orang yang kenyang duduk di atas dipannya dan berkata cukup Alqur’an
saja.

Yang kalian dapatkan dalam Alqur’an halalkan dan yang kalian dapatkan dalam Alqur’an haramkan.

Jadi Rasulullah mengabarkan disini bahwa nanti ada suatu kaum yang mengatakan cukup Alqur’an saja
tidak perlu sunnah dan ‫اذ‬‫ … كسوبقحاقن ا‬benar yang Rasulullah kabarkan dan itu muncul di zaman sebagaimana
kita lihat di zaman inipun juga banyak sekali.

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu

‫ش ذمونككوم فققسيققرىَ اوختذلق لفا قكثذويلر‬


‫فقإ ذنلهك قمون يقذع و‬

“Sesungguhnya orang yang hidup di antara kamu nanti akan melihat perpecahan yang banyak“

‫فققعلقويككوم بذكسنلذتي قوكسنلذة اولكخلققفاذء اللراذشذدويقن والقموهذديدويقن‬

“Hendaklah kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah Khulafa’ur Rasyidu yang tertunjuki“

‫ت الككمووذر فقإ ذلن ككلل بذودقعطة ق‬


‫ضلقلقةة‬ ‫ِ قوإذلياككوم قوكموحقدقثا ذ‬،‫ضوا قعلقويقها ذبالنلقواذجذذ‬
َ‫قع ي‬

Dan kami peganglah, gigitlah ia dengan gigi geraham dan jauhi oleh kamu perkara-perkara yang di ada-
adakan, karena setiap bid’ah itu sesat

[HR Abu Dawud dan Tarmidzi]

Dan Tarmidzi berkata: Hadits ini hasan shahih.

Maka ini Hadits menunjukkan. Bahwa wajib kita berpegang kepada sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa
Sallam.
Oleh karena itu sebagian Ulama berkata, bahwa Sunnahlah yang menjelaskan Alqur’an . Tidak kebalikan.

Sekarang kalau ada orang berkata kita tidak butuh Sunnah cukup Alqur’an , lalu apakah ada dalam
Alqur’an penjelasan-penjelasan rinci tentang tata cara sholat, di mulai dari Takbiratul Ihram sampai
salam.

Penjelasan sholat-sholat sunnah dan yang lainnya, sama sekali tidak ada. Tentang jumlah raka’atnya juga
tidak ada.

Maka orang yang tidak percaya kepada Sunnah dan hanya mengandalkan Alqur’an pasti mau tidak mau
dia akan buat sendiri tata cara sholat yang tidak pernah dituntunkan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam.

Demikian pula di Alqur’an tidak ada disebutkan tentang tata cara zakat secara terperinci, haji secara
terperinci.

Puasa dan banyak lagi hukum-hukum yang lainnya.

Makanya Sunnah menjelaskan Alqur’an.

Karena Sunnah itu menjelaskan Alqur’an

Allah berfirman {An-Nahl: 44}

ۗ ‫س قما نكدزقل إذلقويذهوم قولققعللهكوم يقتقفقلككروقن‬ ‫قوأقونقزولقنا إذلقوي ق‬


‫ك الدذوكقر لذتكبقيدقن ذلللنا ذ‬

“Dan sesungguhnya kami telah menurunkan kepada engkau Az-Zikr (Alqur’an) agar kamu hai
Muhammad menjelaskan kepada manusia apa yang di turunkan kepada mereka tersebut.“

�Artinya
� � : Sunnah Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam itu menjelaskan Alqur’an.
�Maka
� � wajib kita memahami Alqur’an dengan pemahaman Rasulillah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Demikian pula pemahaman para sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Barusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

Silakan bergabung di Telegram Channel : https://t.me/aqidah_dan_manhaj

4. =======

� KAIDAH yang ke 4

Bahwa mereka memahami Al-Qur'an dan Sunnah tidak berdiri sendiri, tapi mereka memahaminya
dengan pemahaman para Salafus Shalih, bukan dengan pemahaman ro'yu-ro'yu sendiri .... tidak.

Ini merupakan kaidah yang sangat penting sekali Akhowat islam a'azzaniyallah waiyakum, di dalam
masalah kaidah Tarbiyah dan Ishlah.

Kenapa..?

Karena kita semua yakin bahwa generasi yang paling tau tentang Al Qur'an dan Hadits adalah para
sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Tidak ada generasi yang langsung di puji oleh Allah kecuali generasi para sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam.
Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Alqur'an telah memuji para sahabat.

Allah Ta'ala berfiman [QS At Taubah : 100]

. ‫ضوا قعونهك‬ ‫ضقي ل‬


‫اك قعونهكوم قوقر ك‬ ‫قواللسابذكقوقن اللوكلوقن ذمقن اولكمقهاذجذريقن قوالون ق‬
‫صاذر قواللذذيقن اتلبقكعوهكوم بذإ ذوحقساطن قر ذ‬

"Dan orang-orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan kebaikan. Maka Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala."

Maka dari itu Allah menyatakan keridhaan kepada kaum Muhajirin dan Anshor.

Dan Allah menyatakan ke ridhaan kepada orang-orang yang mengikuti Muhajirin dan Anshor.

Maka Allah mengatakan, Allah ridha kepada nereka, berarti ridha kepada apa?

Kepada aqidah mereka, ibadah mereka, tata cara pemahaman mereka, manhaj mereka, dalam tata cara
beragama mereka, Allah ridha

Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

‫قخويكر اللنا ذ‬
‫س ققورذني‬

"Sebaik-baiknya manusia generasiku"

Sebaik dalam masalah apa..?

Dalam seluruh perkara-perkara agama, pemahaman terhadap alqur'an dan hadits terutama..

Maka tentu yang paling paham tentang Alqur'an dan Hadits adalah para sahabat Rasulillah Shallallahu
'alaihi wa sallam.
Abdullah bin Mas'ud berkata:

‫ب رسول ذاذ صلى اك عليذه وسلقم‬ ‫من كاقن منكم كمتأسيا ل فليتأ ل‬,
‫س بأصحا ذ‬

"Siapa yang mengambil sunnah, ambillah sunnahnya para sahabat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam."

Mereka adalah yang paling baik hatinya, yang paling dalam ilmunya, yang paling ringan bebannya. Dan
mereka kaum yang paling lurus petunjuknya.

Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika mengabarkan akan munculnya zaman fitnah.

Apa kata para sahabat.?

"Apa yang harus kami lakukan hai Rasulullah, menghadapi zaman fitnah itu ?"

Apa kata Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam:

‫تقورذجكعووا إذقلى أقومذركككم القلوذل‬

"Kamu kembalilah kepada urusan kamu yang pertama."

Urusan yang pertama, siapa..? Kalau bukan sahabat Rasulillah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka dari itu
setiap orang yang memahami Alqur'an dan Hadits dengan pemahaman sendiri tanpa merujuk
pemahaman para Salafus Shalih, Sahabat, Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in pastilah ia akan tersesat
jalan.....pasti itu!!
Karena para ulamapun telah menyatakan untuk rujuk kepada pemahaman para sahabat terutama Imam
Syafi'i rahimahullah yang luar biasa sekali dalam membela pemahaman sahabat Rasulillah Shallallahu
'alaihi wa sallam.

Lihat saja contohnya orang khawarij.

Orang khawarij tidak mau merujuk pemahaman para sahabat dalam memahami Al Qur'an dan Hadits.

Padahal Rasulullah mensifati orang khawarij itu apa?

‫يقوققركءووقن اولكقرآون لق يكقجاذوكز تققراقذويهكوم‬

“…Mereka hafal Al-Qur’an, tapi tidak sampai kerongkongan mereka."

Artinya pemahaman mereka dangkal.

Mereka mengucapkan ucapan perkataan, sebaik-baiknya manusia yaitu membawakan hadits-hadits


Rasul, tapi mereka tersesat.

Mereka melesesat dari agama, kata Rasulullah. Kenapa..?

Jawabnya satu, karena mereka tidak mau mengikuti pemahaman para sahabat.

Makanya Abdullah bin Umar berkata:

"Khawarij itu seburuk-buruk mahluk di sisi Allah."

Mereka membawakan ayat-ayat tentang orang-orang kafirin tapi kemudian di jadikan orang-orang yang
beriman.

Nah ini adalah akibat tidak mengikuti pemahaman para sahabat, salafus shalih.

Wallahu a'lam
Ustadz Abu Yahya Barusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

5. Kaidah yang ke 5

Bahwa dakwah yang mereka prioritaskan dan pertama kali mereka serukan adalah TAUHID

Maka dakwah tidak akan pernah sukses, dan ibadahpun tidak akan di terima kecuali dengan Tauhid.

Karena para Rasul demikian di perintahkan oleh Allah.

Allah berfirman [QS Al-Anbiyaa:25]

‫ك ذمون قركسوطل إذلل كنوذحي إذلقويذه أقنلهك قل إذ ىلقهق إذلل أققنا قفاوعبككدوذن‬
‫قوقما أقورقسولقنا ذمون ققوبلذ ق‬

“Tidaklah kami utus seorangpun Rasul sebelummu, kecuali Kami wahyukan kepadanya: Bahwa tidak ada
Illah yang berhak di sembah kecuali Aku, maka beribadahlah kepada Ku.”

Nabi juga ketika mengirim para da’i ke negeri-negeri, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang beliau
ajarkan kepada mereka supaya yang pertama kali mereka dakwahkan adalah LAA ILLAAHA ILLALLAH

Seperti dalam hadits Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutus Mu’az
ke Yaman, beliau bersabda:

“Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum ahli kitab, maka hendaklah yang pertama kamu
dakwahi adalah syahadat LAA ILLAAHA ILLALLAH
Maka dari itulah dakwah-dakwah yang tidak memulai dari tauhid, hakikatnya adalah dakwah yang
membuang pokok dan azas segala sesuatu.

Makanya dakwah para Nabi dari tauhid dulu.

Karena itulah pokoknya, azasnya.

Amalnya tidak akan di terima kecuali dengan tauhid.

Bahkan pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan datang kecuali dengan adanya tauhid.

Maka TAUHIDULLAH yaitu mengesakan Allah dan menjauhkan kesyirikan adalah sumber kemenangan,
sumber keberkahan, sumber pertolongan, bahkan sumber berbagai macam kebahagiaan bagi seorang
hamba adalah Tauhidullah Jalla Jalalu

Maka suatu dakwah yang tidak memperhatikan masalah tauhid itu adalah dakwah yang tidak sesuai
dengan dakwah para nabi.

Kita lihat di zaman sekarang ada yang memulai dakwah , dan prioritas dakwahnya terlihat dalam masalah
politik, yang lain bahas masalah khilafa, yang lain bahas masalah fadhail amal.

Ini semua tentunya dakwah yang tidak sesuai dengan manhaj para Rasul.

Dakwah yang haq, dakwah yang sesuai dengan manhaj para Rasul adalah dakwah yang menitik beratkan
kepada masalah tauhid.

Menjadikan manusia untuk hanya mentauhidkan Allah dan menjauhkan kesyirikan.

Karena itulah perintah Allah yang teragung/ yang terbesar.

Bahkan itulah tujuan penciptaan manusia dan jin.

Allah berfirman:

“Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepadaku saja.“
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik.

Maka seorang yang beramal dengan amal apa saja, kalau ia berbuat syirik tidak akan di terima Allah.

Maka bagaimana suatu dakwah akan tegak, akan menang sementara mereka tidak peduli dengan adanya
kesyirikan. Tidak berusaha untuk mengingkari kesyirikan.

Maka dakwah yang haq adalah dakwah yang benar-benar mengagungkan masalah tauhid.

Dakwah yang benar-benar memprioritaskan masalah Tauhid Wallahi jalla wa’ala

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Barusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

6. Kaidah yang ke 6

Mereka memulai dakwah mereka, dengan yang dimulai oleh Allah dan Rasul-Nya.

Mereka mendahulukan apa yang di dahulukan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Maka dengan cara seperti ini sangat memungkinkan untuk menghasilkan maslahat dan menjauhi
mafsadah.

Maksud beliau adalah dalam berdakwah kita hendaknya melihat mana yang lebih di dahulukan yaitu
masalah TAUHIDULLAH JALLA WA ‘ALA.

Ambil sebuah contoh misalnya nasihat Luqman kepada anaknya.


Allah Ta’ala berfirman [QS. Luqman : 13]

‫ك لقظكولةم قعذظيةم‬ ‫قوإذوذ ققاقل لكوققماكن ذلوبنذذه قوهكقو يقذعظكهك قيا بكنق ل‬
‫ي قل تكوشذروك ذباللذ إذلن الدشور ق‬

“Dan ingatlah ketika Luqman berkata kepada anaknya, dimana Luqman menasehatinya. Ia berkata, ‘Hai
anakku jangan kamu sekutukan Allah. Sesungguhnya kesyirikan itu adalah kedholiman yang agung.”

Maka para Rasulpun demikian, mereka memulai dakwah dari TAUHIDULLAH JALLA WA ‘ALA.

Tidak ada Rasul yang memulai dakwahnya dari ekonomi misalnya, atau dari politik misalnya……Tidak ada.

Semua Rasul berdakwah di mulai dari tauhid, menjauhkan agar manusia menjauhkan kesyirikan.

Allah berfirman: [QS Al-Anbiyaa:25]

‫ك ذمن لركسوطل إذلل كنوذحي إذلقويذه أقنلهك قل إذ ىلقهق إذلل أققنا قفاوعبككدوذن‬
‫قوقما أقورقسولقنا ذمن ققوبلذ ق‬

“Tidaklah kami utus seorang Rasulpun, kecuali kami wahyukan kepadanya , bahwa tidak ada ILLAH yang
berhak di sembah kecuali Aku. Maka sembahlah Aku.”

Maka di dalam berdakwah, ketika TIDAK memulai dari sisi tauhid, tapi lebih misalnya mendahulukan
masalah-masalah yang lain.

Ini adalah ciri dakwah yang tidak sesuai dengan manhaj para nabi.

Dan dakwah seperti ini tidak akan berdiri di atas azas yang kokoh.

KARENA PONDASI SESEORANG ADALAH TAUHID.

Pondasi amal tauhid seseorang tidak akan beramal, kecuali apabila aqidah telah kuat di hati, menghujam
di dada.
Tapi ketika aqidah itu masih lemah, maka dia tidak akan membuahkan amal.

Adanya orang-orang yang masih suka berbuat maksiat itu akibat dari pada lemahnya keimanan,
lemahnya aqidah.

‫ إذون قشاقء ا‬untuk membuat diam dan yang lainnya itu


Maka dari itulah, ketika pondasinya telah di kuatkan, ‫اك‬
lebih kokoh lagi… bi-iznillah.

Oleh karena itulah ya Akhowat Islam , semua yang mereka memulai dakwahnya dari TAUHIDULLAH, pasti
Allah akan bela, Alllah akan tolong mereka.

Bahkan buah dan hasilnya akan lebih berkah.

Maka lihatlah bagaimana dakwahnya Syaikhul Islam Taimiyah, dakwahnya Syaikh Muhamammad bin
Abdul Wahab dan juga para ulama-ulama yang mereka memulai dakwahnya dari TAUHIDULLAH JALLA
WA ‘ALA.

Maka sangat berkah sekali dan hasilnya pun juga memberikan berbagai macam kebaikan-kebaikan.

Ya inilah ya Akhul Islam, kaidah yang ke 6 yang harus kita perhatikan di dalam masalah berdakwah yaitu
memulai yang paling penting, kemudian setelahnya yang penting-penting.

Jangan sampai kita memulai yang tidak terlalu penting, lalu kita tinggalkan yang lebih penting dari itu.

Demikian pula kita dalam menuntut ilmupun juga demikian.

Kita mulai menuntut ilmu dari perkara yang paling penting terlebih dahulu.

Yaitu untuk masalah tauhid, masalah iman dan segala sesuatu yang menyempurnakan keimanan.

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬


.7. Kaidah yang ke 7

Bahwa mereka mengagungkan seluruh perkara-perkara agama.

Maka mereka menyerukan kepada apa yang di seru oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sesuai
kemampuan.

Manhaj salaf tidak pernah meremehkan perkara masalah apapun dari urusan agama.

Adapun orang yang tidak mengikuti salaf, mereka meremehkan sebagian perkara agama dengan alasan
furu’ (cabang) katanya.

Sehingga mereka menganggap bahwa masalah furu’ itu tidak perlu di besar-besarkan.

Sehingga dengan seperti itu mereka tidak menghormati masalah-masalah yang sifatnya furu’.

Masalah-masalah yang mereka anggap sepele, seperti masalah jenggot, masalah isbal dan yang lainnya.

Sedangkan PENGIKUT MANHAJ SALAF TIDAK PERNAH MEREMEHKAN MASALAH-MASALAH AGAMA


SEKECIL APAPUN JUGA.

Allah Ta’ala berfirman [QS Al-Baqarah : 208] :

‫قيا أقيَيقها اللذذيقن آققمكنوا اودكخكلوا ذفي الدسولذم قكافلةل‬

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah di dalam Islam seluruhnya.”

Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya, jilid 1 halaman 335:

“Allah memerintahkan hamba-hambanya yang beriman yang membenarkan Rasulnya, agar mereka
berpegang kepada seluruh tali-tali Islam dan syari’at-syari’atnya.
Dan mengamalkan seluruh perintah-perintahNya. Dan meninggalkan semia larangan-laranganNya.
Selama mereka punya kemampuan.”

Allah juga berfirman [QS Al-Hajj : 32]

‫اذ فقإ ذنلقها ذمون تقوققوىَ اولقككلو ذ‬


‫ب‬ ‫قوقمون يكقعظدوم قشقعائذقر ل‬

“Siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka itu adalah termasuk ketaqwa’an hati.

Disini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan bahwa orang yang mengagungkan syiar-syiar Allah, itu
adalah menunjukkan ketaqwaan hati. Sedangkan seluruh agama, seluruh yang Allah perintahkan dalam
Alqur’an dan di perintahkan oleh Rasul, sekecil apapun itu adalah syiar Allah yang harus kita agungkan.

Allah juga berfirman [QS An-Nur : 15]

‫س لقككم بذذهۦِ ذعذلمم قوتقذحقسكبونقهۥُك هقيدننا قوهكقو ذعنقد ٱللذ قعذظيمم‬


‫إذذذ تقلققلذونقهۥُك بذأ قذلذسنقتذكك ذم قوتقكقوكلوقن بذأ قذفقواذهككم لما لقذي ق‬

“Ingatlah ketika kalian mengambilnya dengan lisan-lisan kalian dan kalian mengucapkan dengan mulut-
mulut kalian, apa-apa yang tidak ada padanya ilmunya dan kalian menganggap itu hina atau remeh.
Padahal itu di sisi Allah besar.”

Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang meremehkan perintah-perintah Allah, syariat Allah yang
mereka anggap remeh, maka ini termasuk perkara kemunafikan.

‫… كسوبقحاقن ا‬
Dan berapa banyak yaa ahowat Islam, perkara-perkara yang di anggap remeh, tapi ternyata… ‫اذ‬
itu tonggak kebaikkan kaum muslimin.

Contoh misalnya masalah yang berhubungan dengan takjil atau mempercepat/mempergegas berbuka
puasa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Senantiasa umatku diatas kebaikan, selama mereka bergegas berbuka puasa.”

Ini dia masalah meluruskan shaff, ternyata jika kita tidak lakukan itu menyebabkan itu hati kita bercerai
berai.

Imam Bukhori dan Muslim meriwayatkan Hadits An-Nu’man bin Basyir raddliyallaahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫صفكووفقككوم أقوو لقيكقخالذفقلن اك بقويقن كوكجووذهككوم‬


‫ذعقباقد اذ لقتكقسكولن ك‬

“hai hamba-hamba Allah luruskan shaff-shaff dan kalian atau Allah akan jadikan hati kalian bercerai
berai.“

Nah ini Ikhwatul Islam, JADI KITA DI DALAM MENDIDIK ADALAH DIDIKLAH MEREKA DALAM
MENGAGUNGKAN SYARIAT-SYARIAT ALLAH SEKECIL APAPUN.

Selama itu adalah perintah Allah dan perintah Rasulnya. Kita mengagungkan Ia.

Jangan menganggap meremeh masalah yang dianggap katanya furu’ (bercabang)

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

8. Kaidah yang ke 8

Bahwa mereka tidak menentang nash dengan akal, tidak pula dengan hawa nafsu, tidak pula dengan
perasaan, tidak pula dengan ucapan siapapun dari manusia.

Karena manhaj salaf mengagungkan dari diatas segala-galanya.


Akal hanya di gunakan untuk memahami bukan untuk menentang

hawa nafsu wajib mengikuti keinginan Allah dan Rasul-Nya.

Perasaanpun demikian, pendapat manusia, itu semua di bawah pendapat Allah dan Rasul-Nya.

Kewajiban seluruh manusia adalah untuk mengikuti perintah Allah dan Rasul-Nya.

Maka kewajiban kita adalah untuk senantiasa lebih mengagungkan dalil daripada akal ataupun pendapat
manusia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mencela orang-orang yang lebih mengikuti hawa nafsunya daripada
mengukuti perintah Allah dan Rasul-Nya.

Allah berfirman [ QS Asy Syura : 15]

ۖ ‫واستقم كما أمرت ۖ ول تتبع أهواءهم‬

“Dan istiqomahlah sebagaimana kamu di perintahkan dan jangan kamu mengikuti hawa nafsu mereka.”

Allah juga berfirman [QS Al-Ahzab: 36]

‫ۗ وما كان لمؤمن ول مؤمنة إذا قضى ا ورسوله أمرا أن يكون لهم الخيرة من أمرهم‬

“Tidak layak bagi mukmin tidak pula mukminah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan perkara,
mereka mencari alternatif yang lain dari mereka sendiri.”

Tidak layak apabila Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan, maka tidak boleh kita tolak dengan hawa
nafsu kita atau akal kita atau pendapat seorang alim atau kyai atau yang lainnya.
MAKA KEWAJIBAN KITA ADALAH MENJADIKAN ALLAH dan RASUL-NYA SEGALA-GALANYA.

Dan ITU KESEMPURNAAN IMAN.

Allah berfirman [QS An_ Nisaa’: 65]

‫فل وربك ل يؤمنون حتى يحكموك فيما شجر بينهم ثم ل يجدوا في أنفسهم حرجا مما قضيت ويسلموا تسليما‬

“Maka tidak demi Rab-mu, mereka tidak beriman sampai mereka berhakim kepadamu dalam perkara
yang mereka perselisihkan diantara mereka, kemudian mereka tidak mendapatkan rasa berat untuk
menerima keputusan-Mu dan mereka taslim dengan sebenar-benarnya taslim.“

Ini ayat menyebutkan bahwa keimanan tidak sempurna sampai terpenuhi 3 syarat.

Yang PERTAMA: Berhakim kepada Rasulullah dalam perkara yang di perselisihkan.

Berarti mendahulukan Rasulullah dari segala-galanya.

Kemudian yang KE DUA: Tidak mendapatkan rasa berat untuk menerima keputusan Rasul.

Kemudian yang KE TIGA : Taslim

Maka dari itulah orang yang lebih mendahulukan ro’yunya atau hawa nafsunya berarti dia belum taslim.

Dia belum menyerahkan dirinya kepada Allah dan Rasul-Nya.

Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman [QS Al-Hujurat: 1]


‫يا أيها الذين آمنوا ل تقدموا بين يديِ ا ورسوله‬

“Hai orang-orang yang beriman jangan kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya.“

Artinya juga, jangan mendahulukan perkataan siapapun dari pada perkataan Allah dan Rasul-Nya.

Disebutkan dalam Hadits Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash, ia berkata; Aku mendengar Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan sekali cabut dari dada manusia tapi dengan di
wafatkannya para Ulama. Maka tersisalah orang-orang yang bodoh yang di mintai fatwa, lalu berfatwa
dengan ro’yunya.”

Maka mereka sesat dan menyesatkan

Kata Rasulullah Shallallahu ’alaihi wa sallam (HR Bukhori dan Muslim).

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

9. Kaidah yang ke 9

Bahwa kemenangan kaum muslimin dan kebaikan keadaan mereka terikat dengan 2 perkara:

1. Ilmu yang bermanfaat.

2. Amal Sholeh.

Berdasarkan firman Allah [QS At-Taubah: 33]

‫هو الذيِ أرسل رسوله بالهدىَ ودين الحق ليظهره على الدين كله ولو كره المشركون‬
“Dialah Allah yang telah mengutus Rasulnya dengan Huda (ilmu)

‫ قوذديذن اولقح د‬yaitu amal, untuk memenangkan di atas agama seluruhnya, walaupun orang-orang musyrikin
‫ق‬
itu tidak suka.”

Di sini Allah menyebutkan bahwa tujuan mengutus Rasul-Nya adalah membawa ilmu dan amal.

Untuk apa…?

Untuk Allah menangkan diatas seluruh agama.

Selama umat Islam mempraktekkan ilmu dan amal, menggabungkan 2 perkara ini, maka mereka pasti
akan di berikan oleh Allah, KEMULIAAN dan KEMENANGAN.

Namun ketika salah satunya tidak ada, hanya berilmu tapi tidak beramal atau beramal tapi tanpa ilmu,
maka disaat itu Allah akan hinakan mereka.

1. ILMU YANG BERMANFAAT.

Allah Ta’ala juga berfirman [QS At-Taubah: 122]

۞ ‫وما كان المؤمنون لينفروا كافة ۚ فلول نفر من كل فرقة منهم طائفة ليتفقهوا في الدين ولينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يحذرون‬

“Tidaklah layak kaum mukminin semuanya pergi ke medan perang, kalaulah ada sekelompok dari mereka
untuk Tafaqquh dalam agama, agar mereka memberikan peringatan kaumnya ketika kembali kepada
mereka. Agar mereka waspada.“

Di sini Allah meyuruh agar ada sekelompok kaum muslimin yang betul-betul tafaqquh dalam agama agar
menjadi da’i-da’i yang mengajarkan mereka tentang dien.

Dan tentu akhowat Islam, kita berusaha untuk menuntut ilmu tentunya kepada para ulama.
Demikian pula kita berusaha untuk semaksimal mungkin menyampaikan ilmu. Terutama di zaman
sekarang ini.

Kata Syaikh Al-Albani rahimahullah:

“Jihad yang paling besar di zaman sekarang ini adalah menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu.”

Dan akhowat Islam, dengan ilmu yang bermanfaat kita bisa mengetahui jalan yang haq.

Dengan ilmu yang bermanfaat kita bisa memilah mana aqidah yang benar, mana aqidah yang tidak
benar.

Mana ibadah yang sesuai sunnah mana ibadah yang tidak, bahkan dengan ilmu yang bermanfaat kita
melakukan TASHFIYAH (pembersihan Islam dari penyimpangan-penyimpangan).

2. AMAL SHALEH

Maka amal sholeh ini adalah merupakan buah daripada ilmu.

Dimana dengan amal sholehlah hati menjadi lurus, dengan amal sholehpun keadaan manusia menjadi
lurus.

Dengan amal sholeh seseorang menjadi bekal menuju kehidupan akhirat tentunya.

Maka Islam menggabungkan 2 perkara yaitu ILMU dan AMAL.

Sebagaimana Allah juga berfirman [QS Al-Fatihah : 6-7]

‫اهدنا الصراط المستقيم‬

‫صراط الذين أنعمت عليهم غير المغضوب عليهم ول الضالين‬

“Berikan kami hidayah kepada jalan yang lurus, apa itu…?


Jalan orang-orang yang engkau berikan nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang di benci yaitu
Yahudi, kata Rasulullah.

Dan pula orang yang sesat yaitu Nasrani.“

(Sebagaiman Riwayat Tarmidzi demikian).

Orang Yahudi di benci, kenapa..?

Karena mereka berilmu tapi tidak beramal.

Sedangkan orang Nasrani tersesat karena beramal tanpa ilmu.


� �Berarti JALAN YANG LURUS ITU ADALAH MENGGABUNGKAN ANTARA ILMU dan AMAL.

Maka merekalah orang-orang yang di berikan nikmat atas mereka.

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

10. Kaidah yang ke 10

Mereka meyakini bahwa aljam’ah adalah pokok dari pokok-pokok agama.

Yang di maksud dengan aljama’ah yaitu bersatu padu di atas kebenaran.

Allah Ta’ala berfirman [QS Ali Imran : 103]

‫صكموا بذقحوبذل ل‬
‫اذ قجذميلعا قوقل تقفقلركقوا‬ ‫ۚ قواوعتق ذ‬

“Hendaklah kalian berpegang semua kalian kepada tali Allah dan jangan bercerai berai. “
Disini Allah menyuruh kita berpegang kepada tali Allah yaitu Alqur’an dan Hadits.

Dan melarang kita bercerai-berai, artinya orang yang tidak berpegang pada Alqur’an dan Hadits pasti
bercerai-berai.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ضى لقككوم ثققللثا قويقوكقرهك لقككوم ثققللثا‬


‫إلن اق يقور ق‬

“Sesungguhnya Allah mencintai untuk kalian tiga dan membenci untuk kalian tiga.”

Adapun yang Allah ridhoi yang 3;

kamu beribadah kepada Allah saja dan tidak mempersekutukan Allah sedikitpun juga.

dan hendaklah kamu berpegang kepada tali Allah semuanya dan jangan bercerai-berai.

** dan agar kamu menasehati para Ulil Amri (orang-orang yang Allah berikan kepada mereka
kepemimpinan).

Berkata Imam Syafi’i:

Jika kamu berkata, apa makna perintah Nabi untuk berpegang kepada jama’ah ?

Aku berkata, kata Imam Syafi’i tidak ada makna kecuali satu.

Lalu jika kamu berkata, bagaimana tidak mempunyai makna kecuali satu ?
Aku berkata, apabila jama’ah mereka bercerai-berai di negeri-negeri, tidak ada yang mampu untuk
mempersatukan badan-badan mereka yang bercerai-berai tersebut.Dan apabila mereka mendapatkan
badan-badan telah berkumpul dengan kaum muslimin.

Demikian pula para kafirin, orang-orang yang bertaqwa dan orang yang hujar.

Kalau hanya sebatas berkumpulnya badan saja, kata beliau…. kalau begitu buat apa kita di suruh kita
berpegang pada aljama’ah, kecuali jama’ah yang harus di ta’ati, yaitu Rasulullah dan para sahabatnya.

Abu Syamah berkata:

“Yang di maksud dengan berpegang kepada aljama’ah adalah berpegang kepada kebenaran, walupun
yang berpegang sedikit dan yang menyelisihi itu banyak. Karena kebenaran itulah yang di pegang oleh
jama’ah yang pertama dari zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam dan para sahabatnya.“

Kita tidak melihat kepada banyaknya orang yang memegang ke bathilan setelah mereka.

Kemudian Syaikh berkata:

Ada 3 PERKARA yang mempersatukan manusia diatas jama’ah yang haq;

▪Yang PERTAMA kata beliau Tauhid, yaitu aqidah yang shohihah.

Karena apabila aqidah berbeda-beda, tidak mungkin mereka akan bersatupadu.

Sebab persatuan badan tidak ada maknanya. Sebagaimana di katakan Imam Syafi’i tadi.

▪ Perkara yang ke DUA, yaitu rujukan yang menjadi rujukan harus satu juga, yaitu Alqur’an dan Sunnah
Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam_

Adapun kemudian merujuk masing-masing mazhab, masing-masing manhaj, maka ini tidak akan pernah
mempersatukan.

▪Perkara yang ke TIGA, yaitu adanya ke ta’atan kepada pemimpin yang satu, yaitu Ulil Amri yang di ta’ati.
Makanya Rasulullah shallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

‫اك أقومقرككوم‬ ‫قوأقون تققنا ق‬


‫صكحوا قمون قوللهك ل‬

“Untuk kamu memberikan NASIHAT kepada pemimpin kalian.”

Maksud NASIHAT di sini, yaitu MENTA’ATI MEREKA, sabar menghadapi kedholiman mereka.

Menta’ati tentunya DALAM KETA’ATAN BUKAN KEMAKSIATAN.

Nah inilah 3 perkara yang menjadikan kaum muslimin bersatu padu diatas kebenaran aljama’ah

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

11. Kaidah yang ke 11

Bahwa Ahlus Su’nnah wal Jama’ah waljama’ah mempunyai keyakinan, sebab yang paling besar terjadinya
perpecahan itu FANATIKNYA sebagian kaum muslimin kepada kelompok atau jama’ah tertentu atau
individu tertentu selain Rasulullah dan para sahabatnya, ini adalah merupakan sebab terbesar
TERJADINYA PERPECAHAN.

Seseorang fanatik kepada kelompoknya atau Ustadznya atau organisasainya dan yang lainnya, bukan
kepada kebenaran.

Allah Ta’ala berfirman [QS Al-An’am: 159]


‫ۚ إذلن اللذذيقن فقلركقوا ذدينقهكوم قوقكاكنوا ذشيقلعا لقوس ق‬
‫ت ذمونهكوم ذفي قشويطء‬

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi kelompok-
kelompok kamu tidak termasuk mereka sedikitpun juga“

Berkata Ibnu Katsir :

“Ayat ini umum, buat orang yang memecah belah agama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
menyelisihiNya.”

Allah juga berfirman [QS Ar-Rum: 31-32]

‫قوقل تقككوكنوا ذمقن اولكموشذرذكيقن‬

‫ۖ ذمقن اللذذيقن فقلركقوا ذدينقهكوم قوقكاكنوا ذشيقلعا‬

“Janganlah kalian seperti orang-orang musyrikin. Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka,
dan mereka berkelompok-kelompok

Setiap kelompok merasa gembira , berbangga dengan apa yang ada pada mereka.”

Kata Ibnu Katsir:

“Umat Islam berpecah belah sesama mereka, menjadi berkelompok-kelompok. Semuanya sesat kecuali
satu, yaitu Ahlus Su’nnah wal Jama’ah.

Yang berpegang kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam. Dan juga
berpegang kepada apa yang di pegang oleh generasi pertama dari kalangan sahabat dan Tabi’in dan para
Ulama kaum Muslimin.”

Maka di sini Allah juga menyebutkan tentang sebab perpecahan itu.


Allah berfirman: [QS Ar-Rum: 32]

‫ككيَل ذحوز ط‬
ۖ ‫ب بذقما لققدويذهوم فقذركحوقن‬

“Setiap kelompok bergembira atau berbangga dengan apa yang ada pada mereka.”

Ketika setiap orang itu lebih membanggakan kelompoknya atau yayasannya atau organisasinya atau
ustadznya… pasti pecah.

Seperti yang kita lihat di zaman sekarang, ketika seseorang sedang ngefans kepada seorang ustadz, maka
membabi buta dia mengikuti ustadz tersebut.

Ketika ada ustadz lain yang mengkritik, bisa jadi yang mengkritiknya itu benar, maka di sikapi dengan
sinis, seakan-akan ustadznya itu tidak boleh salah. Seakan-akan orang yang mengkritiknya itu sesat
ataupun yang lainnya.

Kalau mengkritiknya itu tanpa bukti, tanpa hujjah atau sebatas tuduhan, kita wajib membela ustadz kita.

Tapi kalau ternyata kritikannya di atas kebenaran, maka kata Syaikhul Islam:

“siapa yang membela ustadznya padahal dia dalam keadaan diatas kesalahan dan di atas kebathilan yang
jelas, maka dia telah berhukum dengan hukum jahiliyah.”

Maka dari itu ya akhwat islam, saudaraku…. kita mengikuti kajian sunnah itu bukan untuk berfanatik
kepada ustadz-ustadz tertentu atau kelompok tertentu atau kepada yayasan tertentu….Tidak.


� �FANATIK kita HANYA KEPADA ALLAH dan RASUL-NYA.

Pernah dikatakan kepada Ibnu Abbas:

“Kamu ikut Ali atau ikut Utsman ?”

Kata Ibnu Abbas: “Aku mengikuti Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam.“


Itulah ya akhwat Islam, fanatik kita hanya kepada Allah dan RasulNya.

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

12. Kaidah yang ke 12

Bahwasanya mereka meyakini bai’at syar’iyyah itu tidak boleh KECUALI kepada seorang imam yang
muslim yang di bai’at oleh AHLUL HALI WAL’ AQDI.

Adapun kaum muslimin mengikuti mereka. Dan yang di maksud dengan AHLUL HALI WAL’ AQDI yaitu
sebuah badan yang berisi para ulama yang ditunjuk oleh imam sebelumnya.

Mereka diangkat oleh imam sebelumnya untuk mengangkat imam setelahnya.

Dan penting kita pahami dulu tentang bai’at menurut ahlussunnah waljamama’ah.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah dalam kitab Minhajus Sunnah Jilid 1 halaman 527, berkata:

“Maksud yang di inginkan dari kepemimpinan (Imamah) itu hanyalah bisa terhasilkan dengan kekuasaan
(Sulthan) dan Qudroh (kemampuan). Apabila ia di bai’at dengan sebuah bai’at yang terhasilkan
dengannya Al qudroh yaitu kemampuan untuk menjalankan siyasah syar’iyyah dan kekuasaan, jadilah ia
seorang imam.”

artinya:

Bahwa yang berhak di bai’at itu adalah mereka yang mempunyai 2 syarat ini:
Yang PERTAMA adalah Alqudroh (KEMAMPUAN).

Kemampuan apa?

Yaitu untuk menegakkan siyasah syar’iyyah.

Yang KE-DUA : Sulthan (KEKUASAAN).

Ini menunjukkan bahwa bai’at itu hanya kepada mereka.

Adapun seperti di Indonesia, sebagian kelompok-kelompok membai’at kelompoknya, imam


kelompoknya, tidak terpenuhi syarat tersebut.

Mereka tidak punya Qudroh tidak pula mempunyai kekuasaan apa-apa.

Kata Syaikhul Islam…. kita lanjutkan…

…”Oleh karena itu para ulama Salaf terdahulu berkata:

Siapa yang memiliki Qudroh (kemampuan) dan Sulthan (kekuasaan) yang ia bisa melakukan maksud
tujuan kepemimpinan. maka ia dianggap sebagai Ulil Amri yang Allah perintahkan untuk mena’ati
mereka selama tidak memerintahkan kepada maksiat.”

Jadi hakikat Imam atau pemimpin Ulil Amri itu adalah kerajaan dan kekuasaan.

Maksud kerajaan di sini artinya dia pemilik negara/ pemegang negara.

Dan kerajaan itu, tidak menjadi raja kecuali dengan hanya sebatas kesepakatan 1 orang atau 2 orang atau
4 orang.

Kecuali kalau kesepakatan 2,3 atau 4 ini di sepakati oleh seluruhnya selain mereka.

Sehingga dengan seperti itupun dia menjadi seorang raja yang berkuasa di suatu negara.

Demikian pula setiap perintah yang membutuhkan kepada bantuan tidak akan terhasilkan kecuali
dengan yang menghasilkan sesuatu yang bisa membantu dia.
Maksud beliau bahwa artinya :


� �KEKUASAAN dan QUDROH inilah syarat seseorang itu boleh di bai’at.

Adapun kalau dia tidak punya kekuasaan dan tidak punya kemampuan, maka ini jelas bai’at-bai’at yang
bathil seperti yang kita lihat di zaman sekarang ini yang merupakan bai’at-bai’at yang tidak sesuai dengan
syari’at.

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

13. Kaidah yang ke 13

Mereka memandang tidak boleh atau haram hukumnya memberontak kepada pemimpin yang zalim dan
fasik selama dia masih muslim dan sholat.

Bahkan mereka mencela orang yang memberontak itu…kenapa ?

Karena berdasarkan hadits yang sangat banyak dan ijmaa’ Ulama Ahlussunnah dalam hal ini.

Adapun hadits Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa yang mengingkari keburukan mereka ia telah berlepas diri dan siapa yang membenci atau tidak
suka keburukan tersebut, ia telah selamat, tapi yang celaka itu orang yang ridho dan mengikuti
keburukan mereka.

Lalu mereka berkata, “Bolehkah kami melawan mereka dengan pedang ?” Kata para sahabat.

Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh, selama mereka menegakkan untuk
kalian sholat.“

(HR Imam Muslim di Nomer 4906)


Disini tegas bahwa kewajiban kita, kalau pemimpin tersebut melakukan keburukan, kita tidak suka
keburukan itu.

Tapi TIDAK BOLEH kita melawan mereka dengan pedang atau memberontak.

Karena Rasulullah mengatakan: “Tidak boleh selama mereka menegakkan pada kalian sholat.”

Demikian pula dari hadits Hudzaifah bin Al Yaman yang diriwayatkan Imam Muslim, Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

‫يقككوكن بقوعذدىَ أقئذلمةة لق يقوهتقكدوقن بذهكقدا ق‬


‫ىَ قولق يقوستقيَنوقن بذكسنلذتى‬

“Akan ada setelahku pemimpin-pemimpin yang tidak mengambil petunjukku dan tidak mau mengambil
sunnahku.”

Berarti ini pemimmpin berhukum dengan hukum selain Allah.

Dan akan ada pada mereka orang-orang yang hati mereka hatinya hati setan dalam tubuh manusia.

Lalu kata Hudzaifah, “Bagaimana aku lakukan, jika aku dapatkan pemimpim-pemimpin seperti itu, hai
Rasulullah ?“

Kata Rasulullah: “TETAP KAMU DENGAR dan TA'AT, maksudnya DALAM PERKARA YANG MA'RUF.
Walaupun ia memukul penggungmu dan mengambil hartamu, tetap dengar dan ta’at.“

(HR Muslim di nomer hadits 4891)

Disini Rasulullah tegas, walaupun dia menzolimi kamu, tetap kamu harus sabar menghadapinya…. ‫كسوبقحاقن‬
‫… ا‬ini sesuatu yang luar biasa berat tentunya.
‫اذ‬
Berkata Syaikhul Islam Taimiyah:

“Orang-orang yang ahli bid’ah yang menyangka bahwa mereka di atas kebenaran seperti orang-orang
khawarij. Yang mereka menegakkan permusuhan dan peperangan terhadap jama’ah kaum muslimin,
maksudnya pemimpin kaum muslimin. Maka merekapun berbuat bid’ah dan mengkafirkan orang yang
tidak sejalan dengan mereka.“

Maka bahaya orang-orang khawarij itu lebih besar daripada bahaya pemimpin-pemimpin yang zalim.

Orang-orang yang berbuat zalim itu sebetulnya tahu bahwa itu adalah haram.

Maksudnya para pemimpin yang zalim itu terkadang mereka tahu bahwa mereka telah berbuat
keharaman.

Itu lebih mending daripada orang-orang khawarij yang mengatasnamakan agama, mengkafirkan,
memberontak, akhirnya terkucurlah darah kaum muslimin.

Maka dari itu Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam jauh-jauh hari sudah memperingatkan tentang
bahaya khawarij itu.

Dimana Rasulullah mengatakan:

‫اولقخقواذركج ذكل ك‬
‫ب اللناذر‬

“Khawarij itu anjingnya api neraka“

(Diriwayatkan oleh Imam Al-Ajurri)

Demikian pula Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam mengatakan dalam riwayat Muslim, kata Rasulullah
Shallallahu’alaihi wa sallam:

‫شر قتلى قتلوا تحت أديم السماء‬


“Seburuk-buruknya orang yang terbunuh adalah orang khawarij dan sebaik-baiknya orang yang di bunuh
adalah yang di bunuh oleh orang khawarij.”

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

14. Kaidah yang ke 14

Mereka ahlussunnah meyakini bahwa mengikuti hawa nafsu dalam masalah kebid’ahan itu akan merusak
agama lebih berat dari pada mengikuti hawa nafsu dalam masalah syahwat, walaupun dua-duanya berat.

Bukan berarti bahwa melakukan hawa nafsu dalam syahwat itu di anggap remeh…”TIDAK“.

Akan tetapi kalau di banding-bandingkan mana yang lebih berat antara mengikuti hawa nafsu dalam
masalah ke bid’ahan, dimana seseorang beribadah sesuai dengan seleranya dan hawa nafsunya, sehingga
kemudian ia membuat-buat ibadah yang tidak di syari’atkan atau membuat-buat keyakinan sesuai
dengan akalnya saja. Sehingga merubah ketentuan syari’at.

Mana yang lebih besar antara orang yang itu dengan orang yang mengikuti hawa nafsu dalam syahwat,
seperti misalnya berzina ataupun yang lainnya.

Maka ahlussunnah memandang bahwa mengikuti hawa nafsu dalam masalah yang pertama untuk
kebid’ahan itu lebih berat,..”KENAPA ?”

Karena itu bisa merusak-rusak aqidah, merusak agama, merusak ketentuan syari’at.

Sedangkan syahwat itu hanya merusak pribadi orangnya saja, tidak sampai merusak agama Dien ini,
walaupun ke dua-duanya merupakan perkara yang berat yang bisa menjerumuskan pelakunya ke dalam
api neraka.
Kenapa demikian ?

Karena yang pertama ini sudah kita sebutkan bisa merusak agama. Dan itulah yang menyebabkan orang-
orang ahli kitab dan orang-orang musyrikin kafir kepada kebenaran.

Allah berfirman : [QS Al-Qasas : 50]

‫ك قفاوعلقوم أقنلقما يقتلبذكعوقن أقوهقواقءهكوم‬


‫ۚ فقإ ذون لقوم يقوستقذجيكبوا لق ق‬

“Jika mereka tidak mau mengikuti dakwah, wahai Muhammad, ketahuilah sesungguhnya mereka
mengikuti hawa nafsu mereka“

‫ۚ قوقمون أق ق‬
‫ضيَل ذملمذن اتلبققع هققواهك بذقغويذر هكلدىَ ذمقن ل‬
‫اذ‬

“Dan adakah orang yang paling sesat dari orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tanpa petunjuk
dari Allah”

Disini Allah mengatakan, bahwa orang yang paling sesat itu adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya
dan tidak mau mengikuti petunjuk, tidak mau mengikuti hidayah, tidak mau mengikuti dien yang Allah
turunkan karena lebih mengikuti nenek moyang atau keyakinan-keyakinan bapak-bapak atau pendeta-
pendeta mereka dan yang lainnya.

Inilah yang di sebut dengan hawa nafsu dalam dien dengan kebid’ahan dan pemikiran-pemiliran yang
menyesatkan.

Allah mengatakan bahwa adakan orang yang paling sesat atau lebih sesat dari orang-orang seperti itu.

Ini menunjukkan ini adalah lebih berat dan sangat berat sekali.

Maka dari itu ikhwatal Islam saudaku sekalian, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan itu dalam ayat-
ayat yang banyak tentang bahaya mengikuti hawa nafsu dalam masalah dien.
Allah juga berfirman: [QS Al-Maidah : 77]

‫ضيَلوا قعون قسقواذء اللسذبيذل‬ ‫ضيَلوا ذمون ققوبكل قوأق ق‬


‫ضيَلوا قكذثيلرا قو ق‬ ‫ق قوقل تقتلبذكعوا أقوهقواقء ققووطم ققود ق‬
‫ب قل تقوغكلوا ذفي ذدينذككوم قغويقر اولقح د‬
‫قيا أقوهقل اولذكقتا ذ‬

“Hai ahli kitab, jangan kamu berlebih-lebihan dalam agama kamu itu dengan tanpa hak, jangan kamu
mengikuti hawa nafsu kaum yang yelah sesat sebelum kamu. Mereka telah menyesatkan banyak orang
dan sesat dari jalan yang lurus“

Allah mengatakan bahwa di larang untuk berlebih-lebihan dalam dien. Lalu Allah mengatakan jangan
mengikuti hawa nafsu, artinya dalam agama tidak boleh di sesuaikan dengan selera dan hawa nafsu
karena inilah lebih berat.

Allah juga berfirman: [QS Al-Baqarah : 120]

‫ك اوليقكهوكد قوقل النل ق‬


‫صاقرىىَ قحتلىى تقتلبذقع ذمللتقهكوم‬ ‫ضىى قعون ق‬
‫ۗ_ قولقون تقور ق‬

“Orang Yahudi dan Nasrani tidak akan ridha kepada kamu, sampai kamu mengikuti millah mereka.

‫ك اوليقكهوكد قوقل النل ق‬


‫صاقرىىَ قحتلىى تقتلبذقع ذمللتقهكوم‬ ‫ضىى قعون ق‬
‫ۗ_ قولقون تقور ق‬

Katakanlah sesungguhnya hidayah Allah itulah hidayah yang terbaik

‫اذ ذمون قولذيي قوقل نق ذ‬


‫صيطر‬ ‫ك ذمقن اولذعولذم ۙ قما لق ق‬
‫ك ذمقن ل‬ ‫ت أقوهقواقءهكوم بقوعقد اللذذيِ قجاقء ق‬
‫قولقون ۗ قولقئذذن اتلبقوع ق‬

Kalau kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang kepada kamu dari ilmu, maka Allah tidak akan
menjadi wali dan tidak pula menjadi penolong buat kamu.“
Disini ancaman keras bagi orang yang mengikuti hawa nafsu Yahudi dan Nasrani di dalam agama dan
merubah-rubah dien.

‫نسأل ا السلمة والعافية‬

15. Kaidah yang ke 15

Bahwa dakwah mereka, itu sifatnya tampak kepada manusia seluruhnya, tidak bersifat rahasia, tidak pula
mengkhususkan.

Allah berfirman : [QS Yusuf : 108]

‫قكول ىهقذذذه قسذبيذلي أقودكعو إذقلى ل‬


‫اذ‬

“Katakanlah inilah jalanku, aku berdakwah kepada Allah“

‫صيقرطة أققنا قوقمذن اتلبققعذني‬


‫قعلقىى بق ذ‬

“Diatas basiroh aku dan orang-orang yang mengikutiku“

‫اذ قوقما أققنا ذمقن اولكموشذرذكين‬


‫قوكسوبقحاقن ل‬

“Dan mahasuci Allah, tidak aku termasuk orang yang berbuat kesyirikan“

Demikian pula Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam beraabda:


‫ق‬ ‫طائذفقةة ذمون أكلمذتى ق‬
‫ظاذهذريقن قعقلى اولقح د‬ ‫لق تققزاكل ق‬

“Akan senantiasa ada sekelompok umatku yang tampak di atas kebenaran“

Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah berkata: “Kalau kamu melihat suatu kaum yang berbisik-bisik dalam
agama mereka tanpa keumumman manusia, maka ketahuilah bahwa mereka di atas dasar kesesatan.”
( Ad-Darimi dalam “Sunannya”)

Sa’ad bin Abi Waqqash meriwayatkan dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.

Imam Al-Bukhari berkata: “Bab bagaimana ilmu itu di cabut.”

Dan Umar bin Abdul ‘aziz menulis kepada Abu Bakar bin Hazm, “Lihatlah dari hadits Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam maka tulislah, karena aku khawatir hilangnya ilmu dan hilangnya para
ulama.”

“Dan jangan kamu menerima kecuali hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam saja, hendaknya kamu
menyebarkan ilmu dan hendaklah kalian duduk sampai di ajari orang-orang yang tidak faham. Karena
ilmu tidak akan binasa sampai ia bersifat rahasia.” (Diriwayatkan Imam Al -Bukhari dalam shohinya).

Syaikh Ubailan berkata:

“Mengajarkan ilmu syari’at dan menjelaskan agama kepada manusia harus sifatnya alamiah (terang-
terangan) di masjid-masjid dan di tempat-tempat yang bersifat umum, yang bicara untuk mereka agama
dan di jelaskan kepada mereka hukum-hukum syari’at supaya seluruh manusia mengambil manfaat dari
situ, sehingga menyebarlah kebaikan.”

Inilah makna daripada dakwah mereka yang bersifat umum mengajarkan manusia kebaikan,
mengajarkan perkara-perkara agama dan ibadah, demikian pula muamallah, antara yang baik dan tidak.
Maka hendaknya semua ini harus sifatnya terang-terangan, tidak boleh kita mengkhususkan dalam artian
rahasia.

Maka kalau itu sifatnya rahasia, ini kata Uman bin Abdul ‘aziz, tanda bahwa mereka diatas KESESATAN

Maka dari itulah yang lebih baik dalam berdakwah itu bukan dengan ngumpet-ngumpet, kajian secara
rahasia, tetapi hendaknya kajian itu terang-terangan di masjid-masjid, tempat-tempat umum.

Namun tentunya untuk akhwat, untuk para wanita, karena adanya hadits yang menunjukkan keutamaan
mereka untuk di rumah, Syaikh Albani memandang bahwa kajian mereka di rumah itu lebih baik
daripada di masjid dan di tempat umum…”kenapa ?”

Karena wanita itu hendaknya mereka tidak banyak keluar dari rumah.

Dan keluarnya wanita itu dari rumah merupakan perkara yang tentunya banyak menebar fitnah.

Walaupun datangnya wanita ke masjid untuk taklim boleh-boleh saja.

Tapi dengan syarat-syarat yang harusnya tentu di perhatikan, seperti:

() TIDAK TABARUJ dan yang lainnya,

() TIDAK BERCAMPUR BAUR laki-laki dan wanita dan yang lainnya.

��Perkumpulan-perkumpulan rahasia dalam urusan kebaikan dan urusan dakwah itu terlarang dalam

Islam… “TIDAK BOLEH“.

��Maka kewajiban kita adalah dakwah kita harus terlihat dengan jelas, supaya manusia mengetahui

tentang kebenaran ini secara umum.

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬


16. Kaidah yang ke 16

Bahwa mereka meyakini, bahwa kekokohan di muka bumi itu pemberian dari Allah semata.

Allah berikan kepada siapa yang melaksanakan kewajiban yang Allah wajibkan kepadanya berupa ilmu
yang bermanfaat dan beramal sholeh

Sebagaimana firman Allah [QS An-Nur : 55]

‫ف اللذذيقن ذمون ققوبلذذهوم قولقيكقمدكنقلن لقهكوم ذدينقهككم اللذذيِ اورتق ق‬


‫ضىى لقهكوم‬ ‫ت لقيقوستقوخلذفقنلهكوم ذفي اولقور ذ‬
‫ض قكقما اوستقوخلق ق‬ ‫اك اللذذيقن آقمكنوا ذمونككوم قوقعذمكلوا ال ل‬
‫صالذقحا ذ‬ ‫قوقعقد ل‬
‫ۚ قولقيكبقددلقنلهكوم ذمون بقوعذد قخووفذذهوم أقوملنا ۚ يقوعبككدونقذني قل يكوشذرككوقن ذبي قشويلئا‬

Allah berjanji, Allah mengatakan ini janji Allah kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh.

“Apa janji-Nya ?“

‫لقيقوستقوخلذفقنلكهم ذفي اولقور ذ‬


‫ض‬

Allah akan berikan kepada mereka khilafah di muka bumi, sebagaimana Allah memberikan khilafah
kepada orang-orang sebelum mereka.

Allah akan kokohkan tuk mereka agama mereka yang Allah ridhai untuk mereka.

Dan Allah akan gantikan setelah rasa takut dengan rasa aman .

“Kapan itu terjadi ?“

Yaitu ketika mereka hanya beribadah kepada-Ku saja dan tidak mempersekutukan Aku sedikitpun juga.

Lihat di sini Allah Subhanahu Wa Ta’ala berjanji dan ini merupakan janji Allah.
“Kapan janji Allah terbukti ? Dan untuk siapa ? “

Untuk orang yang beriman dan beramal sholeh.

“Apa janjinya ?” Yaitu KHILAFAH.

“Apa syaratnya ?” Yaitu:

1. mereka hanya beribadah kepada Allah dan menjauhkan kesyirikan.

2. Mereka beriman dan beramal sholeh

�Ini syarat yang harus di penuhi.

Adapun kemudian berkoar-koar menegakkan khilafah, bukanlah itu manhaj para nabi. Kenapa ?

Karena bukanlah tujuan dakwah para nabi untuk menegakkan Khilafah. Tapi tujuan dakwah para nabi
adalah AGAR MANUSIA men-TAUHID-kan ALLAH SAJA.

Maka dari itulah manhaj salaf berkeyakinan bahwa khilafah itu adalah pemberian dari Allah, murni.

Ketika kita beriman, beramal sholeh, berilmu, beramal dan hanya mentauhidkan Allah dan menjauhkan
kesyirikan maka Allah akan berikan kepada kita apa yang Allah janjikan tersebut.

Dalam ayat tersebut Allah memberikan syarat agar kita di berikan kekokohan di muka bumi dan
keamanan itu adalah mentauhidkan Allah dan sesuai dengan syaria’at Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Allah juga berfirman [QS Al-Hajj :41]

‫ف قونقهقووا قعذن اولكمونقكذر‬


‫صقلةق قوآتقكوا اللزقكاةق قوأققمكروا ذباولقموعكرو ذ‬
‫ض أقققاكموا ال ل‬
‫ۗ اللذذيقن إذون قملكلناهكوم ذفي اولقور ذ‬

“Yaitu orang-orang yang apabila kami kokohkan di muka bumi, mereka menegakkan sholat, membayar
zakat, ber-amar ma’ruf nahi mungkar, itu orang-orang seperti itu.”
Ketika mereka di kokohkan di muka bumi, mereka menegakkan sholat, membayar zakat.

“Kenapa ?“

Karena sebelumnya mereka memang sudah menegakkan sholat dan membayar zakat.

Sehingga dengan mereka senantiasa menegakkan syari’at Allah pada diri-diri mereka, Allah pun tegakkan
syari’at di negri-negri mereka.


� � Jadi ini adalah merupakan janji dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala

Maka Khilafah tidak mungkin di berikan kepada kaum muslimin, kecuali dengan mengikuti manhaj
Khulafa Ar-Rasyidin yang pertama, manhaj Nabawiyah, sebagaimana di sebutkan dalam hadits An
Nu’man bin Basyir:

“Nanti akan ada kenabian kemudian setelah itu Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwwah kemudian kerajaan
yang menggigit, kemudian setelah itu kerajaan yang diktaktor, kemudian kembali kepada Khilafah ‘ala
Minhajin Nubuwwah."

Jadi akhowat islam bahwa Khilafah adalah murni janji dari Allah.

Kalau kita ingin mendapatkan janji itu maka laksanakan syariat-syariatnya, yaitu BERIMAN, BERAMAL
SHOLEH.

Dan tidak mungkin beriman dan bermal sholeh kecuali dengan :


� � ilmu yang bermanfaat dari Alqur’an hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam


� � mengikuti manhaj salafusholeh

Terutama itu mentauhidkan Allah dan menjauhkan kesyirikan.

Maka dari itulah dakwah salafiyah, sangat menitik beratkan kepada TAUHID.

Karena itu merupakan azas atau pokok segala amal.

mWallahu a’lam
Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

17. Kaidah yang ke 17

Bahwa mereka menyuruh kepada perbuatan yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan yang mungkar
DENGAN ILMU, dengan SIKAP LEMAH LEMBUT, dengan SABAR, dengan tujuan untuk memperbaiki.

Berdasarkan dengan firman Allah [QS Al-Imran : 104]

‫ۚ قوولتقككون ذمونككوم أكلمةة يقودكعوقن إذقلى اولقخويذر قويقأوكمكروقن ذباولقموعكرو ذ‬


‫ف قويقونهقووقن قعذن اولكمونقكذر‬

“Hendaklah diantara kalian ada sekelompok orang yang menyeru kepada kebaikan, beramar ma’ruf nahi
mungkar“

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beraabda:

‫ب الدروف ق‬
‫ق‬ ‫إذلن ل‬
‫اق قرذفي ة‬
َ‫ق يكذح ي‬

“Sesungguhnya ALLAH itu LEMBUT dan CINTA KELEMBUTAN“

‫ق قما قل يكوعذطي قعقلى اولكعون ذ‬


‫ف‬ ‫قويكوعذطي قعقلى الدروف ذ‬

“Dan Allah memberikan pada kelembutan apa yang Allah tidak berikan kepada sikap keras dan kasar.”

Maka dari itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata dalam mad muftafawa jilid 13
halaman 96:
“Maka apabila (kata beliau), kita tidak bisa menghasilkan kebaikan yang banyak kecuali dengan
melakukan kebaikan yang sedikit, maka kita lakukan kebaikan yang sedikit itu. Bila kita tidak bisa
menghasilkan kebaikan yang banyak.”

Dan apabila kita tidak bisa menghilangkan keburukan sama sekali, dimana kita di hadapkan pada dua
keburukan yang satu lebih besar dan satu lebih kecil, maka tentunya lebih kecil lebih kita pilih.

Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala mengutus para Rasul untuk menghasilkan maslahat dan
menyempurnakannya dan meniadakan mafsadat/menyedikitkannya.

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendakwahkan manusia dengan sesuai kemampuan.

Dan orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar, hendaklah mempunyai sifat-sifat yang tadi telah di
sebutkan:

1. DIA HARUS BER-ILMU terhadap yang ia perintah dan larang.

2. DIA MEMPUNYAI SIFAT LEMBUT dan bukan orang yang kasar dan harus dengan punya sifat sabar.

Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan tentang sifat-sifat orang yang beramar
ma’ruf nahi mungkar dalam kitab Minhajus Sunnah An Nabawiyah jilid 5 halaman 256. Kata beliau:

“..maka melaksanakan kewajiban berupa dakwah yang wajib membutuhkan kepada syarat-syarat yang
harus terpenuhi..”

Orang yang beramar ma’ruf nahi mungkar harus mempunyai sifat:

1. BER-ILMU terhadap dengan apa yang ia perintahkan, juga apa-apa yang ia larang.

2. LEMBUT dengan cara memerintahkan dan melarang.

3. HALIM (tidak cepat emosi), punya kesabaran dalam menahan emosi, ketika ia beramar ma’ruf nahi
mungkar.
��Maka SEBELUM KITA MENYURUH orang lain kepada kebaikan atau melarang dari keburukan KITA

WAJIB BER-ILMU TERLEBIH DAHULU.

Sambil kemudian kita perbaiki dengan tata caranya penuh kelembutan dan kita harus siap untuk
menahan emosi di saat kita di caci maki, di saat kita beramar ma’ruf nahi mungkar.

��Adapun KALAU TIDAK TERPENUHI SYARAT-SYARATNYA maka TIDAK BOLEH ia melaksanakan amar

ma’ruf nahi mungkar.

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

18. Kaidah yang ke 18

Ahlussunnah menyeru kepada setiap orang beramar ma’ruf nahi mungkar untuk mempertimbangkan
antara maslahat dan mafsadah sesuai dengan timbangan syari’at.

Karena Islam berporos pada 2 perkara,

ANTARA MENDATANGKAN MASLAHAT atau MENOLAK MAFSADAH.


� �Apabila maslahatnya jauh lebih besar di bandingkan dengan mafsadahnya, maka itu diperintahkan.


� �Sebaliknya apabila mafsadahnya lebih besar dari pada maslahatnya, maka ditinggalkan.

��Dan apabila maslahat dan mafsadahnya seimbang, maka ini butuh kepada ijtihad dan bertanya

kepada ahli ilmu.

� �Tawakuf itu lebih selamat.

Diantara dalil yang menunjukkan bahwa penting dalam beramar ma’ruf nahi mungkar
mempertimbangkan masalah maslahat dan mufsadah itu diantaranya Hadits yang di riwayatkan Imam
Muslim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dari hadits Aisyah:

“Kalau bukan kaummu itu masuk Islam dan mereka belum lama dari masa jahiliyah, aku akan
menginfakkan harta karun ka’bah di jalan Allah. Dan aku akan menjadikan pintunya dekat ke tanah. Dan
aku akan masukkan Hijr Isma’il itu ke dalam Ka’bah.”

Lihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin merombak Ka’bah, tapi beliau tidak lakukan.

Karena kaum musyrikin Quraisy. Orang-orang Quraisy pada waktu itu baru masuk Islam dan belum lama
dari masa jahiliyah, sehingga keilmuan mereka masih sangat dangkal.

Kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merombaknya, akibatnya akan dipahami, di khawatirkan akan
muncul mudharat yang lebih besar dan di pahami dengan pemahaman yang tidak benar.

Sehingga untuk menghindari mudharat yang lebih besar inilah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
meninggalkan maslahat, memugar Ka’bah tersebut.

Demikian pula disebutkan dalam Hadits Jabir yang di riwayatkan Imam Bukhori dan Muslim, bahwa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:

“Kenapa engkau tidak bunuhi orang munafik itu ?“

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

“Jangan sampai orang-orang berbicara bahwa Muhammad membunuh teman-teman sendiri karena
orang-orang munafik itu yang memperlihatkan keislaman, mereka ikut sholat tapi hati mereka penuh
dengan kedengkian dan kebencian kepada Islam, dan mereka terus berusaha bermakar.”
Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di tanya, kenapa tidak membunuhi mereka saja, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lakukan itu karena takut malah menimbulkan dampak
mudharat yang lebih besar.

Yaitu orang-orang kaum arab , orang-orang kafir akan mengaanggap Nabi Muhammad membunuh
teman-temannya sendiri.

Maka dari itulah, ini semua hadits-hadits ini menunjukkan wajib mempertimbangkan antara maslahat
dan mafsadah.

Demikian pula hadits yang di keluarkan Imam Muslim:

“bahwa ada orang Arab Badui masuk ke masjid untuk kencing.

Maka para sahabat ingin mengingkarinya, ingin menahannya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melihat kalau di biarkan mengingkarinya akan timbul mudharat yang lebih besar. Maka Rasulullah
bersabda: biarkan… biarkan jangan di putus kencingnya.

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para sahabat untuk mengingkarinya.

Karena mengingkarinya di saat itu malah menimbulkan mudharat yang lebih besar.

Maka inilah kaidah yang harus di pahami bagi siapapun yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar.

Itu penting untuk mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadah dan tentunya harus di bimbing
oleh para ulama, karena merkalah yang mampu untuk mempertimbangkan masalah itu

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

19. Kaidah yang ke 19

Bahwasanya mereka meyakini, bahwa


Jihad itu wajib sampai hari kiamat. Dan jihad itu:

– dengan hati,

– dengan dakwah,

– dengan hujjah,

– dengan ilmu,

– dengan pendapat,

– dengan pengaturan,

– dengan badan,

– dengan harta

maka wajib sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Adapun menjihadi orang-orang kafir, maka tentu ini harus memenuhi syarat-syaratnya. Dalam artian
berperang.

Karena jihad itu terbagi menjadi tingkatan;

1. Jihad melawan diri sendiri.

Ini merupakan dasar jihad, yaitu dengan cara menuntut ilmu dan mengamalkannya serta
mengajarkannya.

2. Jihad dengan syaitan.

Dengan cara mempelajari langkah-langkahnya.

3. Jihad dengan orang fasik.

Yaitu dengan cara mendakwahinya, tapi jika ia membuat keonaran di muka bumi, maka dengan
memeranginya.

Dan tentunya yang memeranginya adalah imam kaum muslimin.


4. Adapun jihad melawan orang kafir ada 2:

– Jihad ekspansi

– Jihad membela diri

Dan kemudian beliau menyebutkan syarat-syarat yang harus di penuhi dalam masalah jihad syar’i;

1. kata beliau: Hendaklah TUJUAN PALING UTAMA adalah MENEGAKKAN KALIMAT ALLAH, bukan kalimat
partai, bukan kalimat fulan atau organisasi fulan_ …..tidak!

“Kenapa ?“

Berdasarkan hadits Abu Musa Al Asy’ari dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan
dalam hadits:

“Barangsiapa yang berperang agar kalimat Allah itu yang paling tinggi maka itulah yang di jalan Allah.”

2. Tampaknya ilmu yang bermanfaat dan amalan sholeh diantara kaum muslimin,

“Kenapa ?“

Karena kebodohan itu hakikatnya hanya akan merusak, maka Allah berfirman [QS At-Tauba: 33]

‫ق لذيك و‬
‫ظذهقرهك قعقلى الدديذن ككلدذه‬ ‫هكقو اللذذيِ أقورقسقل قركسولقهك ذباولهكقدىىَ قوذديذن اولقح د‬

“Dialah Allah yang telah mengutus Rasulnya dengan membawa huda (ilmu), wa diinil haq (amal) untuk
Allah menangkan diatas seluruh agama“

Imam Bukhori berkata dalam shohihnya

– Bab Amalan Sholeh Qoblal Qital

– Bab Amal Sholeh sebelum berperang.

Ini menunjukkan bahwa ilmu dan amal ini WAJIB SEBELUM adanya jihad.
3. Persiapan militer

Yang membuat orang-orang kafir ketakutan, itu sesuai dengan kemampuan, sebagaimana Allah
mengatakan [QS Al-Anfal: 60]

‫}قوأقذعيَدوا لقهكوم قما اوستق ق‬


‫طوعتكوم ذمون قكلوطة‬

“Persiapkanlah untuk menghadapi mereka, apa yang kalian mampu dari kekuatan“

4. Harus ada Imam/pemimpin, yang memimpin mereka dan kaum muslimin sepakat di atas imam
tersebut, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Imam atau pemimpin itu ada
perisai yang berperang di belakangnya dan jadi tameng di belakangnya” (di keluarkan oleh Imam
Bukhori)

Ini menunjukkan bahwa ini adalah syarat-syarat yang harus terpenuhi.

Adapun apabila tidak di penuhi syarat-syarat ini, maka TIDAK DIPERBOLEHKAN.

Adapun jihad yang sifatnya membela diri ketika orang-orang kafirin menyerang negri kaum muslimin,
maka itu adalah wajib.

Dan itu pun juga kata beliau di sesuaikan dengan keadaan.

Jika ternyata berperang melawan mereka malah menimbulkan mudharat yang jauh lebih besar, maka
tidak boleh, bahkan terkadang bisa jadi haram.

Dan apabila tidak ada kaum muslimin namun di situ ada para ulama yang mereka itu bersepakat, itu
adalah perkara yang harus di lakukan dan maslahatnya besar maka silakan.

��Yang jelas masalah jihad ini harus di kembalikan kepada para ulama besar, bukan pendapat-pendapat

orang-orang yang ilmunya rendah atau tidak kuat, karena masalah ini masalah yang besar.
��Tidak boleh sesuatu di kaitkan jihad keluar KECUALI dengan dalil dan hujjah yang kuat di Al Qur’an

dan Hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

��Berapa banyak orang di zaman ini menganggap jihad padahal bukan jihad seperti bom bunuh diri, dan

yang lainnya.

Itu jelas adalah perbuatan yang di larang dalam syari’at.

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬

Dari buku yang berjudul “Al Ishbaah Fii Bayani Manhajis Salaf Tarbiyati wal Ishlah“, tentang Manhaj salaf
dalam masalah tarbiyah dan perbaikan, ditulis oleh Syaikh Al Ubailaan ‫حفظه ا تعالى‬.

20. Kaidah yang ke 20

Yaitu bahwa Mereka Beriman Kepada apa yang di tunjukkan oleh Alqur’an dari Sunatullah Yang Bersifat
Kauniyah qadariyah.

Kata beliau (Syaikh Al Ubailaan ‫)حفظه ا تعالى‬:

Ujian kaum mukminin dimana ketika musuh mereka itu menang, itu terkadang mempunyai hikmah yang
agung, tidak ada yang mengetahui secara terperinci kecuali Allah_

Diantara HIKMAHNYA adalah:

1. Agar mereka betul-betul tunduk dan betul-betul tadharru’ (merendah) kepada Allah dengan meminta
pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mengalahkan musuh-musuh mereka.
2. Kalaulah mereka itu terus-menerus di tolong, maka di khawatirkan mereka akan terkena penyakit
ujub. Kalaulah mereka terus menerus kalah, juga agama tidak akan tegak.

Maka terkadang mereka menang terkadang mereka kalah.

Semuanya itu karena ada hikmah yang sangat besar sekali yaitu bahwa juga kalau terus menerus kaum
muslimin menang, akan masuk kepada mereka orang-orang yang tujuannya bukan mengikuti Rasul,
bukan pula untuk menegakkan agama, tapi hanya sebatas ingin mendapatkan kenikmatan saja.

Maka dengan adanya kekalahan itu, Allah pun kemudian membersihkannya.

Di antara hikmahnya juga, Allah Subhanahu wa Ta’ala ingin menyempurnakan UBUDIYAH mereka di
waktu senang maupun susah.

Di waktu susah mereka betul-betul beribadah, di waktu senang merekapun betul-betul beribadah
dimana mereka istiqomah dalam dua keadaan tersebut.

Kemudian diantara hikmahnya juga bahwa dengan musuh itu mengalahkan mereka atau menang akan
terlihat siapa yang betul-betul jujur keimanannya dan siapa yang dusta keimanannya.

Sehingga dengan seperti itulah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyaring keimanan para hamba.

Kemudian beliau mengatakan, kenapa kaum muslimin kalah… tentu yang harus di ingat bahwa kekalahan
kaum muslimin akibat dosa-dosa mereka.

Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan [QS Al-Imran : 165]

‫صوبتكوم ذموثلقويقها قكولتكوم أقنلىى ىهققذا ۖ قكول هكقو ذمون ذعونذد أقونفكذسككوم‬
‫صيبقةة ققود أق ق‬ ‫ۗ أققولقلما أق ق‬
‫صابقوتككوم كم ذ‬

“Apakah ketika kalian di timpa musibah kalah di perang uhud, sementara kalian telah mendapatkan
kemenangan di perang badar dua kali lipat, kalianpun berkata: “Bagaimana kami akan kalah ?”
Katakanlah: “kekalahan itu akibat dari pada dosa kalian juga, kesalahan kalian juga“.”
Disini ada beberapa MUSYKILAH (masalah):

●● MUSYKILAH 1:

Kelemahan kaum muslimin di seluruh dunia di zaman ini untuk menghadapi orang-orang kafir.

Sebetulnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan obatnya.

“Apa itu obatnya ?“

Yaitu :

– betul-betul kembali kepada Allah,

– menggantungkan hati kita kepada Allah,

– menguatkan keimanan dan

– tawakkal kita kepada Allah dan

– menguatkan keyakinan bahwa Allah itu maha kuat lagi maha perkasa.

Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika mengingatkan dalam Alqur’an QS Al-Ahzab, bagaimana
kaum muslimin sangat ketakutan diperang ahzab itu.

Maka Allah pun kemudian mengirimkan pertolongannya, agar betul-betul yakin bahwa pertolongan
hanya dari Allah saja.

Tidak menyandarkan diri kepada kekuatan diri dan banyaknya jumlah…”TIDAK“.

●● MUSYKILAH yang ke 2:

Bahwa orang-orang kafir yang menguasai kaum mukminin sehingga mereka membunuhi kaum
mukminin, menyakiti mereka.

Padahal kaum muslimin di atas haq, sementara mereka diatas ke bathilan.

Ini pernah di pertanyakan oleh para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,

kenapa koq bisa sampai terjadi seperti itu ? Yaitu dalam QS Al-Imran ayat 165 tadi,
ketika kaum muslimin kalah di perang uhud, mereka berkata: “Mengapa kami bisa kalah ?” Maka Allah
mengatakan: “Katakan kekalahan itu berasal dari kesalahan kalian“, artinya itu akibat dari dosa-dosa
kalian juga.

●● MUSYKILAH yang ke 3:

Yaitu terjadinya perselisihan hati dan aqidah diantara kaum muslimin, dimana perselisihan itu yang
menghilangkan kekuatan.

Allah berfirman [QS Al-Anfal: 46]

‫اق قوقركسولقهك قوقل تققناقزكعوا فقتقوفقشكلوا قوتقوذهق ق‬


‫ب ذريكحككوم‬ ‫ۖ قوأقذطيكعوا ل‬

“Taatilah Allah dan RasulNya, dan janganlah berselisih, niscaya akan hilanglah kekuatan kalian.”

21. Kaidah yang ke 21

Bersikap sederhana dalam beramal dan berpegang kepada sunnah itu dan merupakan poros agama.

Allah berfirman [QS Al-Maidah : 77]

‫قيا أقوهقل اولذكقتا ذ‬


‫ب قل تقوغكلوا ذفي ذدينذككوم‬

“Hai ahli kitab, jangan kalian berlebih-lebihan dalam agama kalian“

Allah juga berfirman [QS Al-An’am : 141]

ۖ ‫ۚ قوقل تكوسذركفوا‬
“Jangan kalian berlebih-lebihan“

ۚ ‫ب اولكموسذرذفيقن‬
َ‫إذنلهك قل يكذح ي‬

“Sesungguhnya Allah tidak suka orang-orang yang berlebih-lebihan“

Allah juga berfirman [QS Al-Baqarah : 190]

‫ۚ قوقل تقوعتقكدوا‬

“Jangan kalian melampaui batas“

ۚ ‫ب اولكموعتقذديقن‬ ‫إذلن ل‬
َ‫اق قل يكذح ي‬

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas“

Ayat ini semua menunjukkan bahwa KITA DI DALAM BERAGAMA TIDAK BOLEH BERSIKAP GHULUW
(BERLEBIH-LEBIHAN).

Dan JUGA TIDAK BOLEH SEBALIKNYA YAITU TERLALU MEREMEHKAN.

Akan tetapi kita berusaha beramal sesuai dengan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Karena yang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam contohkan kepada kita adalah sikap tidak berlebih-lebihan
dan juga tidak meremehkan, maka itu adalah sebaik-baiknya jalan.

Disebutkan dalam Hadits Ibnu ‘Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mengambil batu-batu untuk melempar jumroh, maka kemudian di berikanlah 7 batu sebesar satu
ruas jari. Maka Nabi mengatakan: “Seperti inilah hendaklah kalian melempar.”

Kata Rasulullah:
‫س إذلياككوم قواولكغلكلو ذفي الدديذن‬
‫أقيَيقها اللنا ك‬

“Hai manusia, jauhilah oleh kalian berlebih-lebihan dalam agama“

‫ك قمون قكاقن ققوبلقكككم اولكغلكيَو ذفي الدديذن‬


‫فقإ ذنلهك أقوهلق ق‬

“Karena sesungguhnya yang membinasakan orang-orang yang sebelum kalian yaitu adalah bersikap
berlebih-lebihan dalam agama” (Hadits Riwayat Ahmad, An-Nasa’i, Ibnu Majah dengan sanad yang
shohih)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

‫لق تكقشددكدووا قعقلى أقونفكذسككوم فقيكقشددكد اك قعلقويككوم‬

“Jangan kalian memberat-beratkan diri kalian sendiri, niscaya Allah akan beratkan atas kalian“

‫فقإ ذلن ققوولما قشلدكدووا قعقلى أقونفكذسذهوم فققشلدقد اك قعلقويذهوم‬

“Karena ada beberapa kaum, kata Rasulullah yang memberat-beratkan diri mereka sendiri, maka Allah
pun beratkan mereka“

‫فقتذول ق‬
‫ك بقققايقا كوهم ذفي ال ل‬
‫صقواذمذع قوالددقياذر‬

“Itu lihat, kata Rasulullah, sisa-sisanya yang masih ada di gereja-gereja“

Kemudian Beliau membawakan firman Allah [QS Al-Hadid : 27]:


‫قوقروهقبانذيلةل اوبتققدكعوقها قما قكتقوبقناقها قعلقويذهوم إذلل‬

“Dan rahbaniyyah (kependetaan) yang mereka buat-buat yang tidak pernah kami wajibkan atas mereka“

Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kita memberat-beratkan agama ini dengan cara
menambah-nambah suatu yang tidak di syari’atkan atau melebihi syari’at.

Maka kewajiban kita adalah beramal sesuai dengan yang di contohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam

Maka Ubay bin Ka’ab berkata: “Hendaklah kalian memegang jalan kebenaran dan sunnah, karena tidak
ada seorangpun yang diatas kebenaran dan sunnah ;alu ia mengingat Allah, lalu ia pun takut kepada
Allah KECUALI AKAN GUGUR DOSA-DOSANYA. Sebagaimana pohon yang telah kering menggugurkan
dedaunannya.

Dan bersikap sedang di dalam jalan kebenaran dan sunnah itu lebih baik daripada bersungguh-sungguh
tapi tidak sesuai dengan jalan kebenaran dan sunnah.”

Maka bersemangatlah kalian kata Ubay,

Agar amalan kalian itu kalau memang itu adalah sifatnya sederhana, sedang, SESUAI DENGAN minhaj
para Nabi dan sunnahnya mereka.”

(Dikeluarkan oleh Ibnul Mubarak dalam kitabnya Az-Zuhd.

Demikian pula ‘Ala ‘Ahdika dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlussunnah wal Jamaah.)

mWallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, ‫حفظه ا تعالى‬.


Dari buku yang berjudul “Al Ishbaah Fii Bayani Manhajis Salaf Tarbiyati wal Ishlah“, tentang Manhaj Salaf
Dalam Masalah Tarbiyah dan Perbaikan, ditulis oleh Syaikh Al Ubailaan ‫حفظه ا تعالى‬.

Anda mungkin juga menyukai