Anda di halaman 1dari 32

www.futurumcorfinan.

com

Memasukkan Unsur Resiko ke dalam Analisa


Capital Budgeting : Pendekatan Certainty
Equivalent – Bagian A1

Sukarnen

DILARANG MENG-COPY, MENYALIN,


ATAU MENDISTRIBUSIKAN
SEBAGIAN ATAU SELURUH TULISAN
INI TANPA PERSETUJUAN TERTULIS
DARI PENULIS

Untuk pertanyaan atau komentar bisa


diposting melalui website
www.futurumcorfinan.com

(dikutip dari Risk Analysis in Capital Investment. Harvard Business Review September
1979)

Note:
Bagian pertama tulisan terkait Tingkat Diskonto dalam Capital Budgeting membahas tingkat
diskonto yang perlu memperhatikan tingkat resiko proyek investasi dibandingkan dengan
tingkat resiko yang terdapat dalam perhitungan Weighted Average Cost of Capital (WACC),
sehingga dapat ditentukan kemudian apakah WACC ini dapat digunakan sebagai tingkat
diskonto dalam analisa NPV proyek investasi tertentu.

Dalam bagian kedua tulisan ini, penulis ingin membicarakan bagaimana tingkat resiko yang
sudah kita analisa dalam suatu proyek investasi, akan kita bawa dalam analisa NPV.

Page 1
www.futurumcorfinan.com

Tingkat resiko ini mau ditaruh atau digambarkan di bagian mana dari analisa NPV.
Pendekatan Certainty Equivalent akan dibicarakan secara keseluruhan.

Tulisan berikutnya (Part B), penulis akan mengulas penggunaan Risk-Adjusted Discount
Rate (RADR), yaitu tingkat diskonto yang sudah memasukkan unsur resiko (risk premium)
ke dalamnya, secara teoritis belum tentu bisa dipakai. Ada persyaratan yang mesti dipenuhi.
Kalau persyaratan ini tidak masuk, maka secara teoritis, hasilnya akan tidak tepat. Terakhir,
penulis ingin memasukkan satu pembahasan bahwa analisa NPV dengan menggunakan
satu tingkat diskonto selama usia proyek seringkali tidak tepat.

Pendahuluan

Dalam melakukan investasi dalam suatu proyek, umumnya proyek investasi tersebut selalu
dikatakan kegiatan investasi tersebut mengandung resiko. Komitmen kas pada umumnya
dilakukan di depan, namun pendapatan yang berupa arus kas baru merupakan
“pengharapan” (expected) atau diharapkan akan diterima.

Katakan ada investasi memerlukan biaya US$ 10 juta, yang menjanjikan ada arus kas yang
beresiko dengan rata-rata nilai yang diharapkan US$ 2 juta setiap tahun untuk 10 tahun.
Diagram arus kas tipikal untuk investasi tersebut dengan distribusi arus kas tahunan yang
tidak pasti mengikuti bentuk “bell” digambarkan di bawah ini.1

1
Higgins, Robert C. Analysis for Financial Management. Edisi kesembilan. New York: McGraw-
Hill/Irwin, unit usaha The McGraw-Hill Companies, Inc. 2009. Bab 8: Risk Analysis in Investment
Decisions. Halaman 304.

Page 2
www.futurumcorfinan.com

Kalau boleh kita perhatikan, pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan analisa
capital budgeting akan melihat 3 hal dari masing-masing proyek:
 Arus kas di masa depan;
 Ketidakpastian dari arus kas di masa depan; dan
 Nilai dari arus kas di masa depan tersebut.

Apapun teknik evaluasi capital budgeting, ujung-ujungnya kita akan membandingkan


manfaat dan biaya dari berbagai proyek investasi, dan memilih yang memberikan nilai
tambah positif yang paling tinggi bagi perusahaan dan para pemegang saham perusahaan.
Jadi ada biaya dan manfaat.

Biaya akan mencakup (i) investasi awal untuk menjalankan proyek tersebut, termasuk
biaya-biaya yang akan terjadi sepanjang usia proyek tersebut, termasuk investasi pada aset
tetap dan modal kerja neto. Dan tidak kalah pentingnya (ii) biaya kesempatan (opportunity
costs) dari dana yang ditanamkan dalam proyek investasi tersebut.

Bagaimana dengan manfaatnya. Seperti kita ketahui bersama, semua yang ada di masa
depan penuh dengan ketidakpastian, dan dengan sendirinya arus kas yang diharapkan baru
akan diterima sebagai manfaat dari pelaksanaan proyek investasi tersebut, terjadi
semuanya di masa depan, akan penuh dengan ketidakpastian juga. Mau tidak mau, sebagai
bagian integral dari analisa capital budgeting, unsur resiko menjadi bagian yang perlu
dibicarakan. Kita, sebagai analis, ingin tahu berapa besar resiko yang terkandung pada arus
kas di masa depan, yaitu pada saat angka arus kas yang sesungguhnya terjadi, akan
berbeda [bisa sangat signifikan] dibandingkan arus kas yang diproyeksikan, terutama dalam
konteks tiga hal ini sebagaimana tergambar di diagram di atas:

Pertama, ukuran atau besaran (size) dalam bentuk nilai moneter dari arus kas itu yang akan
dihasilkan oleh proyek tersebut sepanjang usia proyek. Tentunya besaran arus kas ini bisa
positif, artinya pemasukan lebih besar daripada pengeluaran setiap periode, atau bisa juga
negatif, yaitu pada saat arus kas masuk proyek tidak mencukupi jumlah yang diperlukan
untuk pengeluaran, termasuk investasi pada aset tetap dan modal kerja neto.

Kedua, kapan (timing) arus kas masuk atau bahkan arus kas keluar (misalnya diperlukan
tambahan investasi) diharapkan atau diproyeksikan akan terjadi, apakah pada tahun
pertama, tahun ke dua, dan sebagainya.

Page 3
www.futurumcorfinan.com

Ketiga, berapa lama (length) dari arus kas masuk yang diharapkan tersebut akan dapat
dihasilkan oleh proyek yang bersangkutan. Ini akan menentukan juga usia ekonomis proyek.

Analisa NPV jelas tidak cukup dengan hanya mengetahui 3 hal di atas? Investor jelas
sangat perduli resiko. Resiko inilah yang secara langsung akan juga masuk ke dalam ketiga
hal di atas, misalnya:

 Untuk besaran arus kas, apakah memang jumlah arus kas masuk dan keluar yang
diproyeksikan tersebut akan terealisasi?
 Untuk kapan terjadinya arus kas tersebut, apakah memang besar kemungkinan waktu
arus kas masuk yang telah diperkirakan akan diterima pada periode tertentu, tidak
akan meleset ke periode atau tahun yang lain, atau bahkan bisa terjadi lebih awal
daripada yang diproyeksikan?
 Untuk berapa lama proyek mampu menghasilkan arus kas masuk, apakah ada
kemungkinan umur ekonomis proyek bisa lebih panjang atau bahkan lebih pendek
daripada yang diperkirakan?

Ilustrasi apa yang terjadi pada Conxus Communications memberikan gambaran begitu
rentannya proyeksi arus kas dalam suatu proyek investasi, bahkan bisa sampai pada tidak
terealisasinya sama sekali angka-angka dalam proyeksi arus kas masuk, karena adanya
perubahan eksternal yang tidak diantisipasi sebelumnya, sebagaimana dikutip di bawah ini
dari tulisan D.M. Osborne pada tanggal 1 Desember 19992.

Obit: Fast-Paced Rivals Silence Talking Beeper Service BY D.M. OSBORNE

Here's how fierce competition and the expense of building a national infrastructure rendered
Conxus Communications, a voice- and text-paging service, permanently silent. A business
obit.
THE BUSINESS: Voice- and text-paging service
FOUNDED: 1994
CLOSED: August 1999
PRIMARY CAUSES OF DEATH: Rapid emergence of competitors offering lower-priced or
better alternative services; high cost of building a wireless network

2
Diambil pada tanggal 5 Juni 2014 dari laman http://www.inc.com/magazine/19991201/15690.html.

Page 4
www.futurumcorfinan.com

An answering machine in your pocket. That's the notion that beguiled Cecil Duffie Jr. and Bill
deKay, cofounders of Conxus Communications, based in Greenville, S.C., in 1994. They
called it Pocketalk. And they believed that many Americans would welcome the beeperlike
device that could convey oral messages.

Five years ago their timing seemed right on the money. Advances in wireless-
telecommunications technology were ripe for commercial development. In one well-
publicized deal Motorola was pumping more than a billion dollars into Iridium, a satellite-
based phone and paging company aiming to span every inch of the earth. At the same time
the Federal Communications Commission was obligingly auctioning off about $2 billion
worth of untapped airwaves. In October 1994 Duffie and deKay were among the first in line,
spending almost $90 million for licenses.

Trouble was, assembling the nationwide infrastructure and technology to support Pocketalk
would take more than three years: Duffie and deKay didn't offer Pocketalk until November
1997. At that point Pocketalk hit a market fiercely contested by cell-phone companies that
had cut prices by two-thirds since 1995 and offered services that included voice messaging,
caller ID, and E-mail access. Pocketalk "was an interesting idea in 1995," says Brian Cotton,
director of wireless research at Frost & Sullivan, a marketing consulting company based in
Mountain View, Calif. But by 1997, says Cotton, "the demand wasn't there."

If Duffie and deKay were blindsided, it wasn't for lack of expertise in telecommunications. In
1982 they had helped launch Dial Page Inc., a paging and mobile-phone business that went
public in 1992 and later merged with NexTel Communications in a deal reportedly valued at
$728 million. Both men had done long stints as Dial Page executives, Duffie as chairman
and CEO.

Before the emergence of the killer cell-phone market, several heavyweight investors had
concluded, along with the two founders, that Conxus was a smart bet. Motorola not only
licensed Conxus to use its voice-paging technology and hardware but put its own capital at
risk, joining the Chase Manhattan Bank and Glenayre Technologies Inc., among the start-
up's lenders. All told, Conxus raised more than $150 million in debt and $130 million in
equity.

To implement its far-flung strategy, Conxus sank two-thirds of its capital into assembling a
narrow-band network that covered 16 cities in major metropolitan areas stretching from

Page 5
www.futurumcorfinan.com

Washington, D.C., to Los Angeles. In late 1998 Conxus claimed 87,000 subscribers, a small
fraction of the one million that Duffie says Pocketalk would have required to break even.
With nearly 200 workers and average revenues of only $15.50 a month per Pocketalk
subscriber, Conxus couldn't compete.

Duffie acknowledges being outflanked by competitors but also attributes his company's
demise to the "poor performance" of the Motorola equipment and to delays he says were
caused "100%" by the telecommunications giant. When asked to comment, a Motorola
spokesperson didn't dispute Duffie's criticism but said, "We were very disappointed that the
market didn't embrace the technology as we had anticipated it would."

In early 1999 Conxus introduced a text-based messaging system and a smaller Pocketalk
device, but it was too late. In May, Duffie announced that the company was entering Chapter
11 bankruptcy and looking for a buyer.

Conxus stayed afloat for three more months, thanks to some $10 million in interim financing
from Motorola. By late summer, though, Motorola had had enough and withdrew its support.
On August 23, Conxus notified its customers by -- what else? -- a voice-paging message
that in four days Pocketalk would be "cut off." Conxus ceased all operations on August 27.

It wasn't the only audacious telecommunications company caught in a financial bind. To


protect itself from creditors while it reorganized, Iridium had entered Chapter 11 two weeks
before Conxus called it quits.

Conxus Communications pada pertengahan tahun 1990 memiliki ide besar untuk
memanfaatkan teknologi telekomunikasi nir-kabel, dan untuk itu berencana
mengembangkan produk yang disebut sebagai Pocketalk – mesin penjawab nir-kabel yang
berkemampuan mengirim berita bersuara, dimana alat ini memungkinkan pengguna
menaruhnya di kantong, mirip mesin pager teknologi tinggi. Conxus Communications
bekerjasama dengan Motorola guna mewujudkan produk ini, dan setelah tiga tahun,
Pocketalk siap untuk diluncurkan ke publik. Akan tetapi, yang tidak diantisipasi oleh Conxus
Communications, dalam tiga tahun dimana Conxus Communications dan Motorola sedang
mengembangkan produk dan infrastruktur teknologi untuk Pocketalk, telepon genggam
memasuki pasar dan Pocketalk menjadi produk yang tidak relevan lagi di pasar. Di sini
terlihat, bahkan pada saat produk Pocketalk siap dipasarkan, pasarnya sudah tidak ada
lagi…semua proyeksi arus kas masuk menguap bersama hilangnya pasar tersebut.

Page 6
www.futurumcorfinan.com

Tabel di bawah ini menunjukkan betapa beresikonya arus kas masuk yang diproyeksikan di
masa depan (lihat tanda tanya di setiap tahun?, apapun bisa terjadi).

Awal Tahun Akhir Tahun Akhir Tahun Akhir Tahun Ketiga


Pertama Pertama Kedua
Minus Rp 50 Pemasukan Pemasukan Kas: Pemasukan Kas:
juta sebagai Kas:
biaya investasi
awal
Minus Rp 30 ? Minus Rp 50 juta ? Minus Rp 40 juta ?
juta
Minus Rp 20 ? Minus Rp 35 juta ? Minus Rp 17 juta ?
juta
Minus Rp 10 ? Minus Rp 25 juta ? Minus Rp 9 juta ?
juta
Nihil ? Nihil ? Nihil ?
Positif Rp 2 juta ? Positif Rp 7 juta ? Positif Rp 8 juta ?
Positif Rp 6 juta ? Positif Rp 15 juta ? Positif Rp 27 juta ?
Positif Rp 11 ? Positif Rp 22 juta ? Positif Rp 45 juta ?
juta

Sebagaimana ditunjukkan di tabel atas secara sederhana, dalam suatu analisa capital
budgeting untuk suatu proyek, resiko selalu dikaitkan dengan terjadinya variasi, atau
berbagai kemungkinan yang bisa terjadi pada arus kas yang diharapkan atau diprediksi di
masa depan.

Jadi tema besar dalam analisa capital budgeting adalah RESIKO – KETIDAKPASTIAN
DALAM ARUS KAS TERSEBUT (baik besarnya, kapan dihasilkan dan berapa lama akan
dihasilkan oleh proyek tersebut).

Sebelum melangkah lebih jauh ke pertanyaan : Bagaimana unsur resiko ini dimasukkan ke
dalam analisa capital budgeting?, perlu dipahami dulu walaupun kata “resiko (risk)” dan
“ketidakpastian (uncertainty)” cenderung ditemukan secara bergantian, namun secara
prinsip mereka berbeda, walaupun keduanya berkaitan dengan konsep mendasar yang

Page 7
www.futurumcorfinan.com

sama, yaitu peristiwa acak “randomness”. Ekonom Frank Knight3 menyebutkan bahwa ada
perbedaan penting antara “ketidakpastian” dan “resiko”, dimana resiko dicirikan oleh
“randomness” yang dapat diukur secara tepat, atau resiko adalah “randomness” dimana
setiap kejadian memiliki angka probabilitas yang dapat diukur atau ditentukan. Angka
probabilitas ini dapat diperoleh baik dengan cara deduksi (menggunakan model-model
teoritis) atau induksi (menggunakan frekuensi teramati dari kejadian-kejadian tersebut).
Frank Knight memberikan contoh bahwa resiko dapat diasuransikan sedangkan
ketidakpastian tidak dapat terasuransi. Ellsberg4 memberikan definisi yang lebih tepat terkait
“ketidakpastian” yaitu suatu kejadian yang tidak pasti atau ambigu karena angka
probabilitasnya tidak dapat diketahui atau ditentukan. Jadi dapat dikatakan bahwa resiko
adalah “randomness” yang dapat dikuantifikasi, sedangkan ketidakpastian, “randomness”
tersebut tidak dapat dikuantifikasi5.

Dalam konteks analisa capital budgeting atau investasi, resiko, yang akan meningkat secara
proporsional dengan usia proyek, mengacu pada resiko bisnis (business risk) dari investasi
tersebut, yang akan meningkat seiring dengan variabilitas dari imbal hasil yang diharapkan,
dan bukannya resiko keuangan (financial risk) - resiko mana lebih berasal dari struktur
kapital perusahaan yang tercermin dalam biaya kapital rata-rata tertimbang (weighted
average cost of capital). Namun dalam praktik pengambilan keputusan bisnis sesungguhnya
oleh para manajemen perusahaan, perbedaan istilah resiko dan ketidakpastian ini tentunya
tidak terlalu penting, mengingat tidak mudah mengetahui atau menentukan angka
probabilitas dari serangkaian kejadian arus kas di masa depan, atau kalaupun bisa saja
mencari tahu angka probabilitasnya dari “randomness” tersebut namun karena tidak terlalu
yakin, mereka kemudian mengabaikan hal ini6 . Dengan demikian, praktis, perbedaan antara

3
Knight, Frank H. Risk, Uncertainty and Profit. 1921. Boston: Houghton Mifflin. Bab: Meaning of Risk
and Uncertainty. Diperoleh dari Luca Rigotti dan Chris Shannon. Uncertainty and Risk in Financial
Markets. Mei 2003. Dibaca pada tanggal 6 Juni 2014 dari laman
https://faculty.fuqua.duke.edu/~rigotti/bio/uncertaintyandrisk.pdf.
4
Ellsberg, D. Risk, Ambiguity, and the Savage Axioms. 1961. Quarterly Journal of Economics (75).
Halaman 643-669. Diperoleh dari Luca Rigotti dan Chris Shannon. Uncertainty and Risk in Financial
Markets. Mei 2003. Dibaca pada tanggal 6 Juni 2014 dari laman
https://faculty.fuqua.duke.edu/~rigotti/bio/uncertaintyandrisk.pdf.
5
Ada tulisan menarik berjudul Defining Risk versus Uncertainty oleh Barry Ritholtz tanggal 10
Desember 2012. Dibaca pada tanggal 6 Juni 2014 dari laman
http://www.ritholtz.com/blog/2012/12/defining-risk-versus-uncertainty/.
6
Grayson, C. The Use of Statistical Techniques in Capital Budgeting. 1967. Dimuat dalam buku
Financial Research and Management Decisions, yang diedit oleh Robicheck, Alexander A. New York:
Wiley. Halaman 90-132.

Page 8
www.futurumcorfinan.com

resiko dan ketidakpastian tidak menjadi hal yang terlalu difokuskan dan cenderung
diabaikan dalam kenyataan analisa capital budgeting7.

Arus Kas dan Resiko Dalam Analisa Capital Budgeting

Resiko dan sumber-sumber resiko terkait proyek investasi yang sudah dianalisa pada tahap-
tahap awal, kemungkinan besar akan membawa manajer atau analis capital budgeting
untuk mendapat “feel” atau “sense” mengenai apakah suatu rencana proyek investasi
mempunyai resiko yang relatif lebih tinggi atau lebih rendah dibandingkan resiko bisnis
perusahaan secara rata-rata. Secara teoritis, resiko dari suatu proyek investasi adalah
varians hasil yang sesungguhnya di atas atau di bawah dari nilai atau hasil yang diharapkan,
atau digambarkan sebagai berikut8:

Namun dalam analisa capital budgeting, jelas untuk mengetahui varians dari hasil yang
sesungguhnya tidaklah mungkin, karena proyek investasi belum dijalankan sama sekali.
Segala sesuatu, bahkan besarnya arus kas di masa depan masih bersifat proyeksi dan
praktis hanya diharapkan akan terjadi. Kalau analis capital budgeting memang memiliki
kemampuan untuk memperkirakan probabilitas dari hasil arus kas dalam berbagai situasi
ekonomi, misalnya untuk sederhananya ada 3 kondisi ekonomi, yaitu Boom, Normal dan
Resesi, maka tetap secara statistik dapat ditentukan varians hasil tersebut, sebagaimana
ditunjukkan di contoh ini9.

7
Watson, Denzil; dan Antony Head. Corporate Finance: Principles & Practice. Edisi kelima. Essex
(UK): Pearson Education Limited. 2010. Bab 7: Investment Appraisal: Applications and Risk. Halaman
199.
8
Damodaran, Aswath. Slide presentasi “Corporate Finance”. Halaman 16.
9
Drake, Pamela Peterson. Capital Budgeting & Risk. Diakses pada tanggal 30 Mei 2014 dari laman:
http://educ.jmu.edu/~drakepp/principles/module6/cbrisk.pdf.

Page 9
www.futurumcorfinan.com

Menentukan probabilitas juga bukan sesuatu pekerjaan yang mudah, walaupun data masa
lalu atau data historis ada kemungkinan bisa digunakan.

Alternatif lain untuk memperoleh “feel” atau gambaran dari tingkat resiko suatu proyek
investasi, bisa dilihat dari klasifikasi proyek investasi itu sendiri. Brigham dan Daves
membagi proyek menjadi 7 kelompok sebagai berikut10:
1) Penggantian: guna mempertahankan tingkat operasional perusahaan saat ini.
2) Penggantian: pengurangan atau efisiensi biaya operasional.
3) Perluasan atau ekspansi dari produk atau pasar yang sudah ada saat ini.
4) Perluasan atau ekspansi ke dalam produk atau pasar yang sama sekali baru.
5) Proyek-proyek tujuan keamanan kerja (safety) dan lingkungan kerja (environmental).
6) Riset dan pengembangan (litbang).
7) Proyek-proyek kontrak jangka panjang.

Apabila diperhatikan dari tujuh klasifikasi proyek investasi di atas, beberapa proyek investasi
tampak lebih memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi daripada yang lain, misalnya terkait
perluasan produk atau pasar yang sama sekali baru bagi perusahaan. Apalagi riset dan
pengembangan. Untuk kedua kelompok tersebut, Brigham dan Daves menyebutkan11:
 Expansion into new products or markets. These projects involve strategic decisions
that could change the fundamental nature of the business, and they normally require
the expenditure of large sums of delayed paybacks. Invariably, a detailed analysis is
required, and the final decision is generally made at the very top – by the board of
directors as a part of the firm’s strategic plan.

10
Brigham, Eugene F.; dan Phillip R. Daves. Intermediate Financial Management. Edisi kesembilan.
Mason: Thomson/South-Western, bagian dari The Thomson Corporation. Bab 12: Capital Budgeting:
Decision Criteria. Halaman 399.
11
Brigham, Eugene F.; dan Phillip R. Daves. Intermediate Financial Management. Edisi kesembilan.
Mason: Thomson/South-Western, bagian dari The Thomson Corporation. Bab 12: Capital Budgeting:
Decision Criteria. Halaman 399.

Page 10
www.futurumcorfinan.com

 Research and development. The expected cash flows from R&D are often too
uncertain to warrant a standard discounted cash flow (DCF) analysis. Instead,
decision tree analysis and the real options approach are often used.

Dari kedua poin di atas, dari tingkat pengambilan keputusan, kedua-duanya selalu
memerlukan persetujuan dari dewan direksi dan merupakan bagian penting dari rencana
strategi perusahaan. Khusus untuk litbang, bahkan pendekatan analisanya saja tidak dapat
mengandalkan pendekatan arus kas didiskonto, dan seringkali memanfaatkan pendekatan
real options dan analisa pohon keputusan. Pada umumnya, mengingat tingkat resiko tinggi
yang dikaitkan dengan kedua proyek investasi tersebut, perusahaan akan cenderung
memperkerjakan tenaga eksternal yang berpengalaman di proyek investasi untuk
menjalankannya. Lebih jauh, daripada mengembangkannya sendiri, perusahaan bahkan
bisa memutuskan untuk mengakuisisi perusahaan yang produk atau pasarnya menjadi
target perusahaan yang bersangkutan. Hal ini juga guna memperpendek kurva belajar
(learning curve) perusahaan dan mendorong pertumbuhan anorganik perusahaan itu
sendiri.

Kalau sudah dapat “feel” terkait resiko proyek, lalu mau diapakan? Bagaimana memasukkan
unsur “feel resiko” ini ke dalam analisa NPV?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita perlu kembali ke formula NPV itu sendiri,
sebagaimana ditunjukkan di bawah ini12.

Atau kalau dituangkan dalam ilustrasi gambar, akan tampak analisa NPV suatu proyek
sebagai berikut:

12
Gitman, Lawrence. J.; dan Chad J. Zutter. Principles of Managerial Finance. Edisi ketiga belas.
Boston: Prentice Hall. 2012. Bab 10: Capital Budgeting Techniques. Halaman 397.

Page 11
www.futurumcorfinan.com

Kalau diperhatikan dari rumus NPV dan ilustrasi di atas, tampak jelas bahwa analisa NPV
bergantung kepada 2 hal yang sangat penting, terutama karena adanya unsur
“ketidakpastian”. Semoga pembaca sudah bisa melihatnya.

Pertama, di arus kas tahun pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima. Atau secara umum,
di arus kas [masuk neto, sesudah pajak]13 yang dihasilkan proyek tersebut sepanjang usia
proyek, dapat digambarkan sebagai berikut:14

13
Umum juga disebut sebagai Free Cash Flow yaitu Arus Kas Bebas. Pembaca bisa membaca Bab
9: Fundamentals of Capital Budgeting dari buku “Fundamentals of Corporate Finance” (edisi kedua,
Boston: Pearson Education, Inc. 2012, halaman 247) karangan Jonathan Berk, Peter DeMarzo dan
Jarrad Harford, terkait bagaimana melakukan konversi dari proyeksi laba ke arus kas bebas dalam
perhitungan Net Present Value (NPV).
14
Berk, Jonathan; Peter DeMarzo dan Jarrad Harford. Fundamentals of Corporate Finance. Edisi
kedua. Boston: Pearson Education, Inc. 2012. Bab 9: Fundamentals of Capital Budgeting. Halaman
249.

Page 12
www.futurumcorfinan.com

Dari gambaran di atas, arus kas dari suatu proyek, dapat dibagi menjadi tiga waktu:
 Arus kas yang terjadi pada saat awal-awal proyek, termasuk investasi pembelian
peralatan, biaya pengembangan awal dan investasi pada modal kerja, mencakup
pembelian persediaan barang dan bahan mentah/bahan penunjang.
 Arus kas yang terjadi selama berjalannya proyek, baik yang timbul dari hasil
penerimaan penjualan atau pendapatan, biaya-biaya yang terkait kegiatan
operasional baik mencakup biaya produksi, antara lain pembelian bahan
mentah/bahan penunjang, pembayaran gaji dan upah karyawan, overhead
operasional, serta biaya non-produksi, antara lain, biaya pemasaran, biaya distribusi,
biaya umum dan administrasi, dan pajak penghasilan. Di samping itu, terdapat juga
arus kas yang terjadi akibat perubahan pada modal kerja neto (yaitu aktiva lancar
dikurangi hutang lancar). Apabila bisnis perusahaan mengalami pertumbuhan positif,
kemungkinan besar hal ini akan diikuti dengan penambahan persediaan barang
dagangan, dan saldo kas dan bank yang lebih tinggi untuk mendukung kebutuhan
operasional yang lebih besar (misalnya, adanya penambahan tenaga kerja di
berbagai departemen, kantor cabang, unit kendaraan operasional, overhead, dan
lain-lain). Perubahan kebijakan pemberian kredit yang dimaksudkan untuk
meningkatkan angka penjualan, bisa juga berimbas pada naiknya saldo piutang
usaha. Akibatnya, kebutuhan modal kerja neto yang mesti didanai akan meningkat
pula secara keseluruhan.
 Arus kas yang terjadi pada akhir masa proyek. Untuk proyek bisnis yang
berkelanjutan (going concern), cenderung arus kas dari kegiatan operasional (Cash
Flow from Operating Activities) yang dihasilkan akan selalu terjadi, walaupun bisa
saja ada masa-masa atau periode arus kas mengalami peningkatan atau bahkan
penurunan, seiring dengan siklus hidup produk dan bisnis perusahaan, sebagaimana
digambarkan di bawah ini15.

15
Ilustrasi diambil dari slide presentasi berjudul “Cash Flow Analysis” yang diunduh dari laman
web.chapman.edu/asbe/faculty/bdehning/.../April%2022%20Student.ppt pada tanggal 30 Mei 2014.

Page 13
www.futurumcorfinan.com

Namun dalam kondisi tertentu, dimana proyek memang benar-benar berakhir, atau
perusahaan perlu melikuidasi penjualan produk tertentu atau mengakhiri salah satu
unit usahanya, maka arus kas akan terjadi pada titik-titik ini, termasuk (i) arus kas
masuk dari penjualan atau pelepasan aset-aset (termasuk peralatan produksi dan
kantor cabang dan lokasi outlet, dan sebagainya), memperoleh kembali semua

Page 14
www.futurumcorfinan.com

penerimaan tagihan dari piutang usaha yang masih tersisa, menjual semuanya atau
bahkan melego persediaan barang dagangan yang masih ada, dan (ii) arus kas
keluar untuk membayar pesangon karyawan, biaya-biaya penutupan lokasi, dan
membayar semua hutang pemasok dan vendor yang masih ada. Arus kas neto pada
waktu penutupan, bisa positif atau negatif, tergantung apakah hasil dari penjualan
aset dan penurunan modal kerja neto bisa menutupi seluruh biaya akibat penutupan
unit usaha atau proyek tersebut. Bisa saja, unit usaha tersebut tidak ditutup, tapi
bahkan kemudian dijual ke pihak investor yang tertarik untuk mengembangkannya
lebih lanjut. Hasil penjualan unit usaha atau proyek tersebut bisa bernilai tinggi atau
rendah, tergantung pada apakah usaha itu masih prospektif dan apakah ada pihak
investor lain yang memang memiliki kapabilitas dan sumber daya untuk
memaksimalkan potensi unit usaha tersebut di masa depan.

Arus Kas [Masuk Neto, Sesudah Pajak]

Sebelum kita melangkah lebih jauh terkait arus kas yang memiliki ketidakpastian ini, penulis
ini secara singkat mengingatkan bahwa meskipun arus kas (cash flow) terkesan sederhana,
namun dalam praktiknya di dalam suatu perusahaan, ukuran arus kas atau apa yang
dimaksud “arus kas” yang dapat diikuti dan ditelusuri oleh manager dan analis perusahaan
bisa sangat bervariasi.

Megginson dan Smart 16 memberikan ilustrasi aliran arus kas dalam suatu perusahaan,
dimana berpusat pada kas dan surat berharga (atau setara kas17), dimana saldo akun ini
mencerminkan reservoir likuiditas, yang naik dengan arus kas masuk dan berkurang dengan
arus kas keluar.

16
Megginson, William L., dan Scott B. Smart. Introduction to Corporate Finance. Edisi kedua. Ohio:
South-Western, bagian dari Cengage Learning. 2009. Bab 2: Financial Statement and Cash Flow
Analysis. Halaman 42.
17
Dalam standar akuntansi keuangan internasional atau di Indonesia, ini dikenal sebagai setara kas
(cash equivalent), yang didefinisikan sebagai investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek,
dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah yang dapat ditentukan dan memiliki risiko
perubahan nilai yang tidak signifikan. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 2 (revisi 2009)
tentang “Laporan Arus Kas”.

Page 15
www.futurumcorfinan.com

Mestinya sederhana, kalau mau tahu arus kas, bisa langsung dilihat dari saldo akun kas dan
surat berharga atau setara kas. Ini sangat logis mengingat bahwa walaupun laba bersih
merupakan ukuran akuntansi untuk kinerja suatu perusahaan, namun laba bersih tidak
benar-benar menggambarkan laba “sesungguhnya” dalam arti perusahaan tentu tidak dapat
menggunakan laba bersihnya untuk membeli bahan baku atau persediaan, membayar gaji
karyawan, membiayai suatu investasi, atau bahkan untuk melakukan distribusi dividen
kepada para pemegang saham. Semua yang disebutkan sebelumnya memerlukan uang
tunai atau setara kas.

Walaupun arus kas (cash flow) mestinya sederhana, namun dalam praktiknya, Mills, Bible
dan Mason mengamati bahwa masih belum terdapat konsensus bagaimana menentukan
arus kas itu sendiri, sebagaimana ditunjukkan dibawah ini18.

18
Mills, John; Lynn Bible; dan Richard Mason. Defining Free Cash Flow. The CPA Journal. Halaman
38. Dibaca dari laman http://www.nysscpa.org/cpajournal/2002/0102/features/f013602.htm, pada
tanggal 30 Mei 2014.

Page 16
www.futurumcorfinan.com

Berk, DeMarzo dan Harford menyebutkan bahwa19:


….Thus, to evaluate a capital budgeting decision, we must determine its consequences for
the firm’s available cash. The incremental effect of a project on the firm’s available cash is
the project’s incremental free cash flow.

Jadi tampak bahwa yang dimaksud kas ini bukan saldo kas itu sendiri, tapi arus kas bebas
inkremental.

19
Berk, Jonathan; Peter DeMarzo dan Jarrad Harford. Fundamentals of Corporate Finance. Edisi
kedua. Boston: Pearson Education, Inc. 2012. Bab 9: Fundamentals of Capital Budgeting. Halaman
255.

Page 17
www.futurumcorfinan.com

“Arus kas masuk neto, sesudah pajak” untuk tujuan analisa capital budgeting, adalah arus
kas bebas inkremental.

Berikutnya, apa yang dimaksud dengan arus kas bebas (free cash flow) ini? Mills, Bible dan
Mason kembali mengamati bahwa masih belum terdapat konsensus bagaimana
menentukan arus kas bebas ini, sebagaimana ditunjukkan dibawah ini20.

20
Mills, John; Lynn Bible; dan Richard Mason. Defining Free Cash Flow. The CPA Journal. Halaman
39. Dibaca dari laman http://www.nysscpa.org/cpajournal/2002/0102/features/f013602.htm, pada
tanggal 30 Mei 2014.

Page 18
www.futurumcorfinan.com

Secara umum, Arus Kas Bebas (Free Cash Flow) didefinisikan sebagai :

The amount of cash flow available to investors – the providers of debt and equity capital. It
represents the net amount of cash flow remaining after the firm has met all operating needs
and paid for investments – both long term (fixed) and short term (current) 21. (terjemahan
bebas: Jumlah arus kas yang tersedia bagi para investor [perusahaan], yang terdiri dari
kreditur dan pemasok modal. Jumlah arus kas ini merupakan jumlah arus kas neto yang
tersisa sesudah perusahaan mampu memenuhi semua kebutuhan operasionalnya,
termasuk modal kerja, dan keperluan investasi, baik yang bersifat jangka panjang (yang
merupakan investasi tetap) dan jangka pendek, yang diperlukan pada periode yang
bersangkutan.)

Menarik menyimak Ross, Westerfield dan Jaffe22:

Several types of cash flow are relevant to understanding the financial situation of the firm.
Operating cash flow, defined as earnings before interest plus depreciation minus taxes,
measures the cash generated from operations not counting capital spending or working
capital requirements. It is usually positive; a firm is in trouble if operating cash flow is
negative for a long time because the firm is not generating enough cash to pay operating

21
Megginson, William L., dan Scott B. Smart. Introduction to Corporate Finance. Edisi kedua. Ohio:
South-Western, bagian dari Cengage Learning. 2009. Bab 2: Financial Statement and Cash Flow
Analysis. Halaman 44.

Sebagai catatan, penulis tidak mendapatkan definisi secara eksplisit untuk Free Cash Flow dalam
buku Fundaments of Corporate Finance (Jonathan Berk, Peter DeMarzo dan Jarrad Harford. Edisi
kedua), dan Corporate Finance (Jonathan Berk dan Peter DeMarzo. Edisi kedua). Dalam komunikasi
via surel dengan Peter DeMarzo pada tanggal 30 Mei 2014, Peter DeMarzo mengatakan bahwa ia
sengaja tidak mencantumkan definisi Free Cash Flow menggunakan kalimat, dan sebaliknya lebih
memilih menunjukkannya dengan formula bagaimana menghitung Free Cash Flow. Lebih lanjut,
dikatakan bahwa besaran kas yang tersedia sendiri di suatu perusahaan akan tergantung pada
akhirnya pada kebijakan yang dipilih oleh manajemen perusahaan terkait berapa besar yang akan
didistribusikan sebagai dividen kepada para pemegang saham (firm’s payout ratio). Penulis justru
beranggapan terbalik dengan Peter DeMarzo, bagaimanapun suatu definisi tetap diperlukan dalam
suatu buku teks Corporate Finance, yang kemudian dapat diikuti dengan suatu formula. Inti dari Free
Cash Flow menurut penulis, terletak pada pentingnya penekanan pada berapa kas yang perlu
ditanamkan kembali ke dalam perusahaan guna mendukung keberlanjutan (sustainability) dari
kegiatan usaha perusahaan ke depannya. Sisa kas inilah yang lalu dianggap sebagai “Free” atau
bebas untuk dibagikan atau didistribusikan kepada para kreditur dan para pemegang saham. Tidak
beralasan kalau perusahaan sesudah mampu memberikan dividen kepada para pemegang saham
atau membayar pinjaman pokok dan bunga pihak kreditur, justru mengalami kesulitan kas atau
finansial untuk dapat menopang kebutuhan operasionalnya sendiri, baik untuk saat ini, jangka
menengah maupun dalam jangka panjang.
22
Ross, Stephen A.; Randolph W. Westerfield; dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesepuluh.
New York: McGraw-Hill/Irwin, unit usaha dari The McGraw-Hill Companies, Inc. 2013. Bab 2:
Financial Statements and Cash Flow. Halaman 32.

Page 19
www.futurumcorfinan.com

costs. Total cash flow of the firm includes adjustments for capital spending and additions
to net working capital. It will frequently be negative. When a firm is growing at a rapid rate,
spending on inventory and fixed assets can be higher than operating cash flow.

Jadi perhatikan bahwa paragraf di atas dibedakan antara Arus Kas Dari Kegiatan Usaha
(operating cash flow), yang umumnya positif, dengan Total Arus Kas Perusahaan (total
cash flow of the firm), yang seringkali justru negatif.

Lebih jauh, dikatakan:


A firm’s total cash flow sometimes goes by a different name, free cash flow. Of course,
there is no such thing as “free” cash (we wish!). Instead, the name refers to cash that the
firm is free to distribute to creditors and stockholders because it is not needed for working
capital or fixed asset investments. We will stick with “total cash flow of the firm” as our label
for this important concept because, in practice, there is some variation in exactly how free
cash flow is computed. Nonetheless, whenever you hear the phrase “free cash flow,” you
should understand that what is being discussed is cash flow from assets that can be
distributed to investors. While we are not in the naming game, we frequently use the name
distributable cash flow.

Jadi Ross, Westerfield dan Jaffe lebih suka menggunakan kata-kata “total arus kas
perusahaan” atau “arus kas yang dapat dibagikan” dibandingkan Free Cash Flow, yang
terkesan arus kas tersebut “gratis”. “Free” (atau “bebas”) di sini lebih berarti bahwa arus kas
yang dihasilkan dari kegiatan usaha dan tidak diperlukan lagi untuk kebutuhan modal kerja
dan investasi pada aset tetap, bagi manajemen perusahaan, “bebas” untuk dibagikan atau
didistribusikan ke pihak kreditur dan pemegang saham perusahaan. Suatu penjelasan yang
cukup menarik bagi penulis sendiri.

Atau kalau dituangkan dalam suatu formula, Free Cash Flow dapat diperoleh melalui
pendekatan analisa Laporan Laba Rugi dan Neraca atau Laporan Posisi Keuangan, sebagai
berikut23:

23
Berk, Jonathan; Peter DeMarzo dan Jarrad Harford. Fundamentals of Corporate Finance. Edisi
kedua. Boston: Pearson Education, Inc. 2012. Bab 9: Fundamentals of Capital Budgeting. Halaman
258 dan 259.

Page 20
www.futurumcorfinan.com

(i)

(ii)

Penulis lebih menyukai formula (ii) di atas dibandingkan (i), mengingat dalam formula (ii)
tercantum secara eksplisit, penghematan pajak dari beban penyusutan (sebagai pengurang
pendapatan), atau dikenal sebagai depreciation tax shield. Dengan kata lain, besaran atau
nilai depreciation tax shield ini dapat diketahui secara langsung. Ini akan sangat bermanfaat
untuk mengetahui seberapa besar penghematan pajak penghasilan akibat beban
penyusutan dan dalam konteks perbandingan dengan perusahaan-perusahaan dalam
industri yang sama. Ini menjadi penting karena depreciation tax shield merupakan
penambah Free Cash Flow, atau dapat dikatakan, beban penyusutan memiliki pengaruh
positif bagi Free Cash Flow suatu perusahaan.

Kembali ke Arus Kas

Bagaimana dengan arus kas yang terjadi pada t = 0? Arus kas pada t = 0 pada umumnya
adalah arus kas keluar, yang diidentikkan dengan jumlah investasi yang mesti dikeluarkan
pada awal proyek. Karena jumlah ini dapat ditentukan dengan tingkat kepastian yang relatif
tinggi, maka resiko proyek itu sendiri akan ada dalam perhitungan nilai kini dari arus
kas masuk neto, yaitu bagian pertama dari rumus di atas:

Page 21
www.futurumcorfinan.com

Yaitu:

Kalau kita perhatikan rumus di atas, maka terdapat 2 unsur yaitu:


 Cash Flow (CF) (t), yaitu arus kas masuk [neto] yang diharapkan (expected cash
inflows) akan dihasilkan selama usia proyek investasi; dan
 r, yaitu dan tingkat diskonto.

Dengan demikian, “unsur resiko” dapat masuk baik dalam arus kas masuk [neto]
proyek selama usia proyek, ATAU tingkat diskonto. Namun perlu dicermati bahwa
penulis menggunakan kata “ATAU” dan bukan “DAN”. Ini artinya bahwa “unsur resiko” ini
tidak dapat dimasukkan bersamaan baik atas arus kas masuk [neto] DAN tingkat diskonto,
karena dengan melakukan hal ini terjadi dua kali penyesuaian untuk unsur resiko yang
SAMA.

Brealey, Myers dan Allen memberikan petunjuk bagaimana tidak terjadi dua kali
penyesuaian untuk unsur resiko yang sama24:

Firms can best help their shareholders by accepting all projects that are worth more than
they cost. In other words, they need to seek out projects with positive net present values. To
find net present value we first calculate present value. Just discount future cash flows by an
appropriate rate r, usually called the discount rate, hurdle rate, or opportunity cost of capital.

The discount rate r is determined by rates of return prevailing in capital markets. If the
future cash flow is absolutely safe, then the discount rate is the interest rate on safe
securities such as U.S. government debt25. If the future cash flow is uncertain, then

24
Brealey, Richard A.; Stewart C. Myers dan Franklin Allen. Principles of Corporate Finance. Edisi
kesepuluh. New York: McGraw-Hill/Irwin, unit usaha The McGraw-Hill Companies, Inc. 2011. Bab 2:
How to Calculate Present Values. Halaman 39.
25
Obligasi atau surat hutang yang diterbitkan oleh pemerintah atau bank sentral suatu negara pada
umumnya dianggap “aman”, karena tingkat imbal hasil yang dijanjikan (promised yield) akan selalu
sama dengan tingkat imbal hasil yang diharapkan pihak investor (expected return). Mengapa bisa
sama? Ini disebabkan probabilitas wanprestasi (probability of default), baik dalam pengembalian

Page 22
www.futurumcorfinan.com

the expected cash flow should be discounted at the expected rate of return offered by
equivalent-risk securities.

Bagian yang diberi penebalan dalam paragraf di atas, memberikan kita petunjuk bahwa:
(i) jika arus kas di masa depan adalah aman, maka tingkat diskonto yang digunakan
mesti juga tingkat suku bunga yang ditawarkan oleh instrumen investasi yang aman;
atau
(ii) jika arus kas di masa depan adalah tidak aman atau tidak pasti, maka arus kas yang
sekarang menjadi “diharapkan”, mesti juga didiskonto pada tingkat imbal hasil yang
“diharapkan”, yang ditawarkan oleh instrumen investasi dengan tingkat resiko yang
ekivalen.

Jadi konsep “apple-to-apple” berlaku. Kalau arus kas “aman”, tingkat diskonto mesti tingkat
imbal hasil yang “aman” atau “pasti” juga. Kalau arus kas cuma “diharapkan”, maka tingkat
diskonto menjadi tingkat imbal hasil yang “diharapkan” juga, yang mana diambil dari tingkat
suku bunga atau tingkat imbal hasil pasar yang ditawarkan oleh instrumen investasi yang
memiliki tingkat resiko yang ekivalen.

Kita bicarakan terlebih dahulu, arus kas masuk [neto, sesudah pajak].

Coba perhatikan pola arus kas keluar dan masuk dari proyek A di bawah ini. Dalam suatu
proyek investasi, pada umumnya, ada lelucon bahwa “uang keluar” sudah pasti, namun
“uang masuk” belum tentu mengalir masuk. Dari lelucon tersebut, kita tahu bahwa dalam
menjalankan suatu proyek investasi, pengeluaran uang menjadi hal yang umumnya mesti
dikeluarkan terlepas produk yang dipasarkan kemudian laku atau tidak. Misalnya, banyak
biaya-biaya yang dengan mudah dapat dipastikan akan keluar, misalnya, pembelian bahan
baku dan bahan pembantu, biaya gaji dan upah tenaga kerja, biaya overhead pabrik dan
kantor, biaya distribusi dan biaya pemasaran.

pokok pinjaman maupun pembayaran bunga secara periodik, kecil sekali atau mendekati nol,
sehingga dapat diabaikan. Ini praktis menyatakan bahwa investasi pada surat hutang pemerintah
atau bank sentral adalah “bebas resiko”.
Ross, Stephen A.; Randolph W. Westerfield; dan Jeffrey Jaffe. Corporate Finance. Edisi kesepuluh.
New York: McGraw-Hill/Irwin, unit usaha dari The McGraw-Hill Companies, Inc. 2013. Bab 8: Interest
Rates and Bond Valuation. Halaman 250.

Page 23
www.futurumcorfinan.com

Jadi secara tidak langsung kita sudah tahu bahwa arus kas masuk [neto, sesudah pajak]
tahun ke-1 sampai dengan ke-5 di atas, pasti hanya merupakan arus kas masuk yang
DIHARAPKAN (expected cash inflows) yang BELUM TENTU AKAN TEREALISASI. Bisa
lebih besar dan bisa juga lebih kecil. Hal ini berarti apa? Artinya setiap tahun, arus kas
masuk tersebut memiliki potensi untuk berubah, atau memiliki variabilitas dengan berbagai
kemungkinan probabilitas dari arus kas masuk [neto] yang mungkin terjadi. Kalau
diasumsikan bahwa distribusi arus kas masuk [neto] yang mungkin adalah mengikuti bentuk
lonceng (bell shape), maka resiko dalam arus kas proyek dapat diilustrasikan sebagai
berikut26.

26
Lasher, William R. Practical Financial Management. Edisi kelima. Mason (USA): Thomson South-
Western, bagian dari The Thomson Corporation. 2008. Bab 12: Risk Topics and Real Options in
Capital Budgeting. Halaman 486.

Page 24
www.futurumcorfinan.com

Bentuk “bell” ini menggambarkan bahwa resiko pada umumnya dikaitkan dengan variabel
acak (random variable) berikut dengan distribusi probabilitasnya. Resiko ini berupa
kemungkinan bahwa suatu variabel acak bisa memiliki nilai yang berbeda (yang bisa saja
sangat signifikan) dibandingkan dengan nilai yang kita harapkan, dan perbedaan ini bisa
berarti positif (artinya bisa lebih tinggi) atau bahkan negatif (artinya bisa lebih rendah).

Bentuk “bell” ini akan mengindikasikan bahwa “nilai” yang kita munculkan dalam pola arus
kas dalam suatu analisa capital budgeting adalah hanya “rata-rata” berupa nilai yang
diharapkan (expected value), dan masih ada kemungkinan bahwa hasil akhirnya berbeda
(secara signifikan) dari rata-rata tersebut, yang umum disebut sebagai varians. Karena arus
kas itu variabel acak, maka hasil Net Present Value (NPV) yang diperoleh pada dasarnya
juga variabel acak, sesuatu yang mudah dipahami karena NPV ini dihitung atau didapatkan
dari berbagai arus kas yang merupakan variabel acak berikut masing-masing distribusi
probabilitasnya. Bentuk NPV sendiri, karena ia variabel acak dengan distribusi
probabilitasnya sendiri, dapat mengambil berbagai bentuk, sebagai ditunjukkan di bawah
ini27.

Karena baik arus kas masuk [neto, sesudah pajak] sepanjang usia proyek investasi dan
hasil angka NPV yang diperoleh adalah variabel acak dengan distribusi probabilitasnya
masing-masing, maka perlu disadari bahwa analisa NPV hanya memunculkan angka
besaran NPV, tanpa melihat lebih jauh resiko proyek investasi itu sendiri. Coba dilihat
kembali, arus kas masuk [neto, sesudah pajak] bisa meleset, dan pada dasarnya, ia
merupakan ESTIMASI atau ANGKA YANG DIHARAPKAN saja….sehingga tidak salah
kalau arus kas masuk [neto, sesudah pajak] ini dikatakan mengandung resiko. Tentunya kita
tahu bahwa resiko selalu dekat dengan “ketidakpastian” (uncertainty). Resiko pada suatu

27
Lasher, William R. Practical Financial Management. Edisi kelima. Mason (USA): Thomson South-
Western. 2008. Bab 12: Risk Topics and Real Options in Capital Budgeting. Halaman 487.

Page 25
www.futurumcorfinan.com

proyek investasi berarti bahwa tingkat arus kas yang diharapkan di masa depan penuh
dengan ketidakpastian, alias tidak dapat diketahui sebelumnya (unpredictable). Dengan kata
lain, banyak hal DAPAT terjadi dibandingkan AKAN terjadi.

Dengan menggunakan ilustrasi gambar di atas, NPV proyek B dengan nilai $13 juta jelas
lebih tinggi daripada NPV proyek A dengan nilai $12 juta. Tapi kalau kita menyadari bahwa
angka NPV hanya merupakan NILAI YANG DIHARAPKAN, atau bahkan hanya berupa
fungsi dari ESTIMASI arus kas masuk [neto, sesudah pajak], maka di sini kita perlu berhati-
hati. Ya, NPV proyek B lebih besar, namun bentuk distribusi probabilitasnya juga
menunjukkan proyek tersebut memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi dibandingkan proyek
A.

Di samping bentuk “bell” dengan distribusi probabilitas yang simetris (sisi kiri dan sisi kanan
sama) dari titik rata-rata-nya, maka masih terdapat bentuk lain dimana distribusi
probabilitasnya tidak simetris, atau dikenal sebagai distribusi probabilitas “skewed”,
sebagaimana dibandingkan di bawah ini28.

Jadi selain bentuk “bell” dalam distribusi probabilitas arus kas masuk [neto, sesudah pajak],
kemungkinan bentuk “skewed” bisa saja terjadi, dengan berbagai faktor penyebabnya.
Misalkan, arus kas masuk [neto, sesudah pajak] suatu bisnis sudah mencapai titik maksimal,
yang diakibatkan kapasitas pabrik, pembatasan harga, dan lain-lain, sehingga kalau hanya

28
Pratt, Shannon P.; dan Roger J. Grabowski. Cost of Capital: Applications and Examples. Edisi
ketiga. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2008. Bab 5: Relationship Between Risk and the Cost of
Capital. Halaman 41-42.

Page 26
www.futurumcorfinan.com

mengambil bentuk “bell”, bisa jadi arus kas yang diharapkan ini tidak mencerminkan hasil-
hasil yang mungkin terjadi. Artinya, analisa NPV perlu sekali mempertimbangkan hal ini.

Ada hal yang menarik yang diingatkan oleh Pratt dan Grabowski terkait hal di atas29:

In either case (yaitu baik distribusi probabilitas simetris atau skewed), calculating a measure
of central tendency (e.g., expected value) by probability weighing the expected cash flows
does not eliminate the risk of the distributions. The appropriate discount rate is not a
risk-free rate of return. Would the market only demand the risk-free rate of return for taking
on the variability of the cash flows? The answer is no. The market will demand
compensation (added return) for accepting the risk that the actual cash flow will differ from
the expected cash flows in future periods and the added return will increase depending on
the amount of expected dispersion that could occur. That is, one would expect that the
greater the dispersion of expected cash flows the greater the discount rate.

Dari apa yang dibicarakan oleh Pratt dan Grabowski, memperoleh nilai yang diharapkan,
yang merupakan nilai rata-rata dengan probabilitas sebagai bobotnya, tidak akan
menyelesaikan masalah terkait dengan resiko distribusi arus kas masuk [neto, sesudah
pajak] itu sendiri. Dengan kata lain, Pratt dan Grabowski melihat bahwa pelaku pasar akan
selalu meminta kompensasi berupa premi resiko, untuk mengantisipasi resiko bahwa hasil
arus kas yang terjadi di kemudian hari berbeda dari arus kas yang diharapkan, dan premi
resiko ini akan naik seiring dengan makin lebarnya penyebaran yang diharapkan akan
terjadi.

Bagaimana Memasukkan Resiko ke dalam Analisa Capital Budgeting

Lalu dimana cara memperhitungkan faktor resiko ke dalam analisa NPV? Mudah-mudahan
pembaca sudah bisa memperkirakannya? Lihat kembali rumus NPV ditunjukkan di bawah
ini.

29
Pratt, Shannon P.; dan Roger J. Grabowski. Cost of Capital: Applications and Examples. Edisi
ketiga. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. 2008. Bab 5: Relationship Between Risk and the Cost of
Capital. Halaman 42.

Page 27
www.futurumcorfinan.com

Catatan:
NPV = Net Present Value (nilai kini neto)
FCF = Free Cash Flow (arus kas bebas, atau arus kas neto, sesudah pajak)
k = tingkat diskonto
IO = Initial Investment (investasi awal)

Buku-buku teks di bidang corporate finance memberitahu kita bahwa terdapat 2 cara
melakukan penyesuaian atas NPV di atas, dengan kehadiran resiko, yaitu:
(1) faktor pembilangnya – yaitu arus kas masuk [neto, sesudah pajak] yang akan kita
sesuaikan. Ini dikenal sebagai Pendekatan Certainty Equivalent30. Atau,
(2) faktor penyebutnya – yaitu tingkat diskonto yang akan kita sesuaikan. Ini dikenal
sebagai Pendekatan Tingkat Diskonto dengan Resiko yang Disesuaikan (Risk-
Adjusted Discount Rate).

Dr. Daing Nasir Ibrahim dari Universiti Sains Malaysia memberikan diagram di bawah ini
untuk memperoleh Certainty Equivalent (CE) atau NPV yang diharapkan dari suatu proyek
investasi, yang menunjukkan 2 cara untuk mengakomodasi unsur resiko ke dalam analisa
capital budgeting31:

30
Robicheck, Alexander A.; dan Stewart C. Myers. Conceptual Problems in the Use of Risk-Adjusted
Discount Rates. The Journal of Finance. Volume 21, Issue 4. Halaman 727–730. Desember 1966.
31
Ibrahim, DR. Daing Nasir. A Historical Review of Risk Consideration in Capital Budgeting. School of
Management. Universiti Sains Malaysia. The Malaysian Accountant June 1994. Halaman 5.

Page 28
www.futurumcorfinan.com

Page 29
www.futurumcorfinan.com

Atau dengan cara yang lebih sederhana, Brealey, Myers dan Allen memberikan gambar
yang cukup mewakili 2 cara analisa NPV dengan arus kas yang mengandung resiko32:

Dijelaskan lebih lanjut oleh Brealey, Myers dan Allen, sebagai berikut:

Metode pertama: hitung arus kas ekivalen dengan kepastian (certainty-equivalent cash flow
atau disingkat CECF) dan mendiskonto CECF ini dengan tingkat bunga bebas resiko [yaitu
resiko terjadinya wan-prestasi, atau default risk]. CECF bisa didapatkan dengan
menanyakan berapa jumlah arus kas yang bersedia diterima dengan pasti (smallest certain
payoff) oleh analis, yang dapat ditukarkan dengan arus kas yang beresiko tersebut? Jelas
bahwa CECF adalah arus kas yang aman, yaitu faktor resiko-nya dikeluarkan, namun faktor
nilai waktu uang (time value of money) akan tetap ada. Karena CECF merupakan arus kas
yang aman dan pasti diterima oleh pihak analis, ia dapat didiskonto menggunakan tingkat
bunga bebas resiko [wan-prestasi]. Dalam gambar di atas, ini disebut sebagai Metode
Certainty-Equivalent.

32
Brealey, Richard A.; Stewart C. Myers; dan Franklin Allen. Principles of Corporate Finance. New
York: McGraw-Hill/Irwin. 2011. Bab 9: Risk and The Cost of Capital. Halaman 228.

Page 30
www.futurumcorfinan.com

Formula untuk metode Certainty-Equivalent ditunjukkan di bawah ini.

Metode kedua: mendiskonto arus kas beresiko tersebut pada Risk-Adjusted Discount Rate
(RADR), yaitu tingkat diskonto dengan penyesuaian resiko), dimana RADR ini lebih besar
daripada tingkat bunga bebas resiko [wan-prestasi] (risk-free interest rate, atau disingkat
rf)33.

Formula untuk metode RADR ditunjukkan di bawah ini34.

~~~~~~ ####### ~~~~~~

33
Sebagai catatan, RADR tidak selalu lebih besar daripada rf (risk-free rate), dalam hal aset dengan
beta negatif, RADR bisa lebih kecil daripada rf, namun demikian, beta aktual dalam dunia pasar
keuangan umumnya akan hampir selalu positif. Di samping itu, RADR tidak negatif.
Terkait tingkat bunga bebas resiko [wan-prestasi], pembaca juga bisa membaca tulisan Prof. Aswath
Damodaran berjudul (i) “Estimating Risk Free Rates” yang dapat diunduh dari laman
http://www.stern.nyu.edu/~adamodar/pdfiles/papers/riskfree.pdf. (ii) “What is the Risk-free Rate? A
Search for the Basic Building Block”. Dapat diunduh dari laman
http://people.stern.nyu.edu/adamodar/pdfiles/papers/riskfreerate.pdf. Kedua artikel tersebut diunduh
oleh penulis pada tanggal 11 April 2014.
34
Keown, Arthur J.; John D. Martin; J. William Petty; dan David F. Scott, Jr. Financial Management:
Principles and Applications. Edisi kesepuluh. New Jersey: Pearson Education. Bab 11: Capital
Budgeting and Risk Analysis. Halaman 378.

Page 31
www.futurumcorfinan.com

Disclaimer

This material was produced by and the opinions expressed are those of FUTURUM as of the date of
writing and are subject to change. The information and analysis contained in this publication have
been compiled or arrived at from sources believed to be reliable but FUTURUM does not make any
representation as to their accuracy or completeness and does not accept liability for any loss arising
from the use hereof. This material has been prepared for general informational purposes only and is
not intended to be relied upon as accounting, tax, or other professional advice. Please refer to your
advisors for specific advice.

This document may not be reproduced either in whole, or in part, without the written permission of the
authors and FUTURUM. For any questions or comments, please post it at www.futurumcorfinan.com

© FUTURUM. All Rights Reserved

Page 32

Anda mungkin juga menyukai